• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP

3. Tingkat Pengkristalan

Ciri gula yang penting ialah kemampuannya membentuk kristal. Kristalisasi merupakan salah satu tahap yang penting dalam pemurnian gula. Semakin murni larutan gula, maka semakin mudah pula gula tersebut mengkristal. Menurut Smythe (1971) di dalam DeMan (1997), adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kristal sukrosa yaitu kelewatjenuhan larutan, suhu, kecepatan nisbi kristal dan larutan, sifat dan konsentrasi pencemar, dan sifat permukaan kristal. Hal ini juga diperkuat oleh Buckle et al. (1985), yang menyebutkan bahwa selama penyimpanan suatu larutan gula sukrosa dengan konsentrasi tinggi akan mudah mengalami kristalisasi ataupun graining. Hal ini dapat mengurangi mutu rupa dan tekstur dari produk tersebut.

Hasil pengamatan tingkat pengkristalan selama penyimpanan untuk produk sirup gula invert dari gula kelapa cenderung stabil, sedangkan untuk sirup gula invert dari gula aren sedikit mengalami peningkatan. Perubahan tingkat pengkristalan selama penyimpanan dapat dilihat Gambar 8 dan 9 dibawah ini.

Hasil sidik ragam untuk sirup gula invert dari gula aren (Lampiran 4) menunjukkan bahwa faktor waktu berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai tingkat pengkristalan produk selama penyimpanan (α= 0,05). Pengujian lebih lanjut dengan uji Duncan terhadap faktor waktu (Lampiran 6) menunjukkan

bahwa rata-rata tingkat pengkristalan tertinggi terjadi pada waktu penyimpanan 56 hari (H-3), hal ini menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan akan semakin meningkatkan pengkristalan.

bahwa rata-rata tingkat pengkristalan tertinggi terjadi pada waktu penyimpanan 56 hari (H-3), hal ini menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan akan semakin meningkatkan pengkristalan.

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 : 25 oC : 37 oC : 50 oC : 25 oC : 37 oC : 50 oC H-1 H-2 H-3 0,97 1,13 1,42 1,17 1,20 1,54 1,13 1,32 1,59 % P en g k ris talan T-1 T-2 T-3  

Gambar 8. Perubahan tingkat pengkristalan sirup invert dari gula aren

0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 H-1 H-2 H-3 0,67 0,67 0,72 0,77 0,69 0,65 0,63 0,68 0,66 % Pe ng kr is ta la n T-1 T-2 T-3  

Gambar 9. Perubahan tingkat pengkristalan sirup gula invert dari gula kelapa Hasil sidik ragam untuk sirup gula invert dari gula kelapa (Lampiran 5) menunjukkan faktor waktu dan suhu penyimpanan serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengkristalan produk selama penyimpanan (α=0,05). Tingkat pengkristalan produk sirup gula invert dari gula kelapa selama penyimpanan bisa dikatakan cukup stabil.

Nilai tingkat pengkristalan yang terjadi pada kedua jenis Sirup gula invert masih cukup rendah yaitu berkisar 0,63-1,59%. Dari hasil ini dapat

dikatakan proses inversi yang dilakukan cukup berhasil untuk menahan laju pengkristalan yang terjadi selama pengkristalan.

dikatakan proses inversi yang dilakukan cukup berhasil untuk menahan laju pengkristalan yang terjadi selama pengkristalan.

4. pH 4. pH

Derajat keasaman atau pH sirup gula invert yang dihasilkan sangat tergantung dari nilai pH bahan baku yang digunakan. Selain itu proses penetralan setelah hidrolisis juga bisa mempengaruhi nilai pH dari produk, jika asam yang digunakan dalam proses hidrolisis tidak ternetralisir seluruhnya maka akan menurunkan nilai pH. Nilai derajat keasaman akan mempengaruhi cita rasa produk sirup gula invert, sirup gula invert dengan pH rendah akan terasa asam dan tidak disukai konsumen.

Derajat keasaman atau pH sirup gula invert yang dihasilkan sangat tergantung dari nilai pH bahan baku yang digunakan. Selain itu proses penetralan setelah hidrolisis juga bisa mempengaruhi nilai pH dari produk, jika asam yang digunakan dalam proses hidrolisis tidak ternetralisir seluruhnya maka akan menurunkan nilai pH. Nilai derajat keasaman akan mempengaruhi cita rasa produk sirup gula invert, sirup gula invert dengan pH rendah akan terasa asam dan tidak disukai konsumen.

Hasil analisa nilai pH produk selama penyimpanan menunjukkan penurunan pada kedua jenis produk sirup gula invert (Gambar 10 dan 11). Suhu penyimpanan yang berbeda juga memiliki pengaruh yang berbeda terhadap penurunan nilai pH, semakin tinggi suhu penyimpanan tingkat penurunan pH produk juga semakin tinggi. Akan tetapi secara keseluruhan penurunan nilai pH yang terjadi selama penyimpanan tidaklah terlalu signifikan dimana penurunan pH maksimum yang terjadi untuk sirup gula invert dari gula aren yaitu hanya 5,3% dari nilai pH awal dan untuk sirup gula invert dari gula kelapa yaitu hanya 6,3% dari nilai pH produk pada awal penyimpanan. Penurunan nilai pH maksimum ini terjadi untuk penyimpanan pada suhu tertinggi yang digunakan (50 oC).

Hasil analisa nilai pH produk selama penyimpanan menunjukkan penurunan pada kedua jenis produk sirup gula invert (Gambar 10 dan 11). Suhu penyimpanan yang berbeda juga memiliki pengaruh yang berbeda terhadap penurunan nilai pH, semakin tinggi suhu penyimpanan tingkat penurunan pH produk juga semakin tinggi. Akan tetapi secara keseluruhan penurunan nilai pH yang terjadi selama penyimpanan tidaklah terlalu signifikan dimana penurunan pH maksimum yang terjadi untuk sirup gula invert dari gula aren yaitu hanya 5,3% dari nilai pH awal dan untuk sirup gula invert dari gula kelapa yaitu hanya 6,3% dari nilai pH produk pada awal penyimpanan. Penurunan nilai pH maksimum ini terjadi untuk penyimpanan pada suhu tertinggi yang digunakan (50 oC).

5,10 5,20 5,30 5,40 5,50 5,60 5,70 : 25 oC : 37 oC : 50 oC H-0 H-1 H-2 H-3 5,63 5,52 5,50 5,53 5,63 5,51 5,47 5,50 5,63 5,47 5,39 5,33 pH T-1 T-2 T-3  

Gambar 10. Perubahan nilai pH sirup invert dari gula aren

4,70 4,80 4,90 5,00 5,10 5,20 5,30 : 25 oC : 37 oC : 50 oC H-0 H-1 H-2 H-3 5,23 5,16 5,16 5,16 5,23 5,12 5,11 5,10 5,23 5,04 4,99 4,90 pH T-1 T-2 T-3  

Gambar 11. Perubahan nilai pH sirup gula invert dari gula kelapa

Hasil sidik ragam untuk sirup gula invert dari gula aren (Lampiran 4) menunjukkan bahwa faktor suhu dan waktu penyimpanan serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai pH selama penyimpanan (α=0,05). Sedangkan hasil sidik ragam untuk sirup gula invert dari gula kelapa (Lampiran 5) menunjukkan bahwa faktor suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai pH produk (α=0,05).

Pengujian lebih lanjut dengan uji Duncan (Lampiran 7) menunjukkan bahwa untuk faktor suhu penyimpanan rata-rata nilai pH berbeda nyata pada suhu 50 oC dimana didapatkan rata-rata tertinggi, sedangkan pada suhu 25 oC dan 37 oC rata-rata nilai pH tidak berbeda nyata. Sedangkan untuk faktor waktu penyimpanan 0 hari (H-0) memiliki rata-rata nilai pH yang berbeda nyata, sedangkan untuk waktu penyimpanan yang lain (H-1, H-2, H-3) rata-rata nilai pH tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan nilai pH terbesar selama penyimpanan terjadi pada 2 minggu pertama penyimpanan.

5. TPC

Mutu mikrobiologis dari suatu makanan ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat didalam bahan pangan. Mutu mikrobiologis ini akan menentukan ketahanan simpan dari suatu produk

ditinjau dari kerusakan oleh mikroorganisme, dan keamanan produk dari mikroorganisme dapat ditentukan oleh jumlah spesies patogenik yang terdapat pada produk tersebut (Buckle et al., 1985).

TPC merupakan satu metode untuk menghitung cemaran mikroorganisme total pada bahan pangan. Metode ini merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan dan memberikan gambaran umum dari cemaran mikroba didalam suatu bahan pangan. SNI 01-3544-1994 tentang sirup mensyaratkan nilai cemaran mikroba yaitu maksimum 5 x 102 koloni/ml (angka lempeng total).

Hasil analisa TPC selama penyimpanan (Tabel 8) pada suhu penyimpanan yang berbeda tidak terlihat kecenderungan peningkatan aktifitas mikroorganisme pada kedua jenis produk sirup gula invert. Selain itu semakin lama waktu penyimpanan juga tidak memperlihatkan kecendrungan perubahan aktivitas mikroorganisme pada produk. Nilai TPC yang terukur selama penyimpanan masih memenuhi persyaratan dalam SNI 01-3544-1994 tentang sirup yaitu angka lempeng total maksimum sebesar 5 x 102 koloni/ml. Hanya nilai TPC sirup gula invert dari gula aren pada suhu penyimpanan 37 oC (T-2) dan waktu penyimpanan 14 hari (H-1) saja yang melebihi dari SNI yaitu sebesar 6,3 x 102.

Tabel 8. Perubahan nilai TPC selama penyimpanan

Jenis Sirup invert Kelapa Sirup invert Aren

Suhu T-1 T-2 T-3 T-1 T-2 T-3 H-0 2,1x102 2,1x102 2,1x102 1,8x102 1,8x102 1,8x102 H-1 2,4x102 2,4x102 1,4x102 3,2x102 6,3x102 4,8x102 H-2 1,2x102 1,7x102 8,2x10 3,4x102 1,6x102 3x102 Waktu H-3 1,8x102 2,2x102 3,8x10 2,3x102 1,5x102 1,3x102

Pada dasarnya produk sirup gula invert ini cukup tahan terhadap aktifitas mikroba karena menurut Buckle et al. (1985), suatu larutan gula dengan konsentrasi tinggi (TSS > 70%) akan mampu memberikan stabilitas

mikroorganisme pada suatu produk. Pembuatan gula dengan konsentrasi yang tinggi merupakan salah satu teknik pengawetan pangan yang cukup penting. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penurunan aktivitas air (Aw) seiring dengan peningkatan konsentrasi gula itu sendiri sehingga air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme

Hasil sidik ragam (α=0,05) untuk kedua jenis produk sirup gula invert, faktor suhu dan waktu penyimpanan serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan aktifitas mikroorganismenya. Hal ini menunjukkan bahwa kadar gula yang tinggi pada produk mampu memberikan stabilitas terhadap nilai cemaran mikroba selama penyimpanan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Selama penyimpanan, dapat diamati perubahan pada beberapa parameter mutu sirup gula invert, yaitu masih terjadinya inversi parsial sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Faktor suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh terhadap tingkat inversi sukrosa produk. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka tingkat inversi produk juga semakin tinggi dan semakin lama penyimpanan maka tingkat inversi juga meningkat.

Tingkat pengkristalan produk yang dihasilkan masih cukup rendah yaitu rata-rata ± 0,68% untuk sirup dari gula kelapa dan ± 1,27% untuk sirup dari gula aren. Tingkat pengkristalan sirup dari gula kelapa cenderung stabil selama penyimpanan, sedangkan sirup dari gula aren sedikit mengalami peningkatan.

Selama penyimpanan terjadi penurunan nilai pH pada kedua jenis produk sirup gula invert. Semakin tinggi suhu penyimpanan penurunan pH yang terjadi semakin tinggi.

Hasil analisa cemaran mikroorganisme menggunakan metode TPC selama penyimpanan tidak memperlihatkan suatu kecenderungan baik itu peningkatan ataupun penurunan, akan tetapi secara umum nilai cemaran mikroba yang terhitung masih memenuhi persyaratan SNI 01-3544-1994 tentang sirup. Perlakuan waktu dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan aktivitas mikroorganisme pada produk sirup gula invert. Kadar total padatan yang tinggi pada produk sirup gula invert menjadikan produk ini cukup awet selama penyimpanan.

Secara keseluruhan mutu kedua jenis sirup gula invert selama penyimpanan umumnya masih cukup baik. Semakin tinggi suhu penyimpanan akan meningkatkan kecepatan reaksi secara umum, yaitu reaksi pembentukan gula pereduksi dan penguraian sukrosa produk yang semakin meningkat.

B. SARAN

Perlu dilakukan analisis pengaruh jenis kemasan yang berbeda terhadap perubahan karakteristik mutu sirup gula invert selama penyimpanan. Mengingat belum adanya standar SNI untuk sirup gula invert dari gula palma perlu dilakukan penelitian lanjutan yang diperlukan untuk penyusunan standar baku mutu sirup gula invert dari gula palma.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. AOAC International. The Association of Official Analytical Chemist. Academic Press, Washington.

---. 1999. Official Methods of Analysis. AOAC International. The Association of Official Analytical Chemist. Academic Press, Washington.

Apriantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Y. Sedarnawati dan S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. PAU-Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.

Arpah, M. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk Pangan. Program Studi Ilmu Pangan Program Pascasarjana. IPB, Bogor.

Atjung. 1990. Tumbuhan–Tumbuhan Berguna III, Tanaman Yang Menghasilkan Minyak, Tepung dan Gula. CV. Yasaguna, Jakarta.

Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleer dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan : Adiono dan Hari Purnomo. UI Press, Jakarta.

Dachlan, S.N. 1986 Proses Pembuatan Gula Merah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Bogor.

Deinum, H.K. 1984. Gula Rakyat, Gula Siwalan dari Madura, Gula Jawa dari Banyumas dan Gula Aren dari Banten. Seri Peninggalan Tulisan Yang Berserakan.

DeMan, J.M. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan: Kosasih Patmawinata. Penerbit ITB, Bandung.

Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan: Muchji Muljodiharjo. UI-Press, Jakarta.

Djohana, S.M. 1982. Kelapa Hibrida Budidaya dan Pengembangannya. Kanisius, Yogyakarta.

Flach, M dan F. Rumawas (eds). 1996. PROSEA (Plant Resources of South East

Asia) No.9 : Plant Yielding non Seed Carbohydrates. Prosea Foundation. Bogor-Indonesia.

Girindra, A. 1993. Biokimia I. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Goutara dan S. Wijandi. 1975. Dasar Pengolahan Gula. Agroindustri Press,

Bogor.

--- 1985. Dasar Pengolahan Gula I. Agroindustri Press, Bogor.

Hanafiah, K.A. 2004. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Johnson, J.C. 1976. Specialized Sugars for The Food Industry. Noyes Data Corporation. New Jersey, USA.

Junk, W.R. dan H.M. Pancoast. 1980. Handbook of Sugars. Avi Publishing Company. Inc. Westport, Connecticut.

Meyer, L.H. 1978. Food Chemistry. The AVI Publishing. Co. Inc. Westport, Conneticut.

Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.

Palungkun, R. 1998. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya, Jakarta. Rachman, A.K. dan Y. Sudarto. 1992. Nipah. Sumber Pemanis Baru. Penerbit

Kanisius, Yogyakarta.

Santoso, H., S.T. Soekarto, dan J. Hermanianto. 1988. Mempelajari Sifat Keempukan Gula Merah. Prosiding Seminar Penelitian Pasca Panen Pertanian (I). 1-2 Januari 1988. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

SNI 01-2892-1992. Cara Uji Gula. Dewan Standarisasi Nasional.

SNI 19-2897-1992. Cara Uji Cemaran Mikroba. Dewan Standarisasi Nasional. SNI 01-3544-1994. Sirup. Dewan Standarisasi Nasional.

SNI 01-3743-1995. Gula Palma. Dewan Standarisasi Nasional.

Soeseno, S. 2000. Bertanan Aren. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sriwindarwati. 2006. Kajian Pengaruh Hidrolisis Asam terhadap Karakteristik Gula Palma Cair. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta-IPB, Bogor.

Sudarmadji, S., B. Haryanto dan Suhardi. 1989. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Sudarnadi, H. 1996. Tumbuhan Monokotil. E. Guharja. (ed). Penebar Swadaya, Jakarta.

Sunanto, H. 1993. Aren. Budidaya dan Multigunanya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Syarief, R., S. Santausa., St. Isyana, B. 1989. Buku dan Monograf I Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa dan Proses Pangan. Pusat Antar Universitas. IPB, Bogor.

Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Bandung.

Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Gramedia, Jakarta.

Wilbraham, A.C. dan M.S. Matta. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Penerbit ITB, Bandung.

Winarno, F.G. dan T.S. Rahayu. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

--- 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.                         45

                     

LAMPIRAN

                 

Lampiran 1. Prosedur Analisa Sirup Gula Invert

1. Gula pereduksi (Metode Luff Schoorl, SNI 01-2892-1992) Cara Kerja :

Sebanyak 2 g contoh dilarutkan dalam air dan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml, 5 ml Pb asetat setengah basa ditambahkan dan digoyang. Tambahkan satu tetes larutan (NH4)2HPO4 10%, (bila timbul endapan putih maka penambahan Pb asetat setengah basa sudah cukup). Untuk mengendapkan Pb asetat setengah basa, ditambahkan 15 ml larutan (NH4)2HPO4 10%. 1-2 tetes (NH4)2HPO4 10% ditambahkan untuk menguji apakah Pb asetat setengah basa telah diendapkan seluruhnya. Apabila tidak timbul endapan berarti penambahan (NH4)2HPO4 10% sudah cukup. Labu ukur dikocok dan ditera dengan akuades kemudian dikocok 12 kali. Larutan didiamkan sebentar sebelum akhirnya disaring. Sebanyak 10 ml larutan hasil penyaringan dipipet dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml, kemudian 15 ml akuades dan 25 ml larutan Luff serta beberapa butir batu didih ditambahkan. Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin tegak dan dipanaskan selama 10 menit, kemudian diangkat dan segera didinginkan (erlenmeyer tidak boleh mengalami goyangan). Setelah dingin ditambahkan 10 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2SO4 25% (untuk penambahan H2SO4, hati-hati terbentuk gas C02). Larutan kemudian dititrasi dengan larutan tio 0,1 N, sebagai indikator digunakan larutan kanji 0,5%. Prosedur blanko ditentukan seperti contoh dengan menggunakan 25 ml akuades dan 25 ml larutan Luff.

Perhitungan :

Selisih kebutuhan titrasi blanko dan sampel (ml tio) dijadikan ml 0,1N kemudian dalam Tabel penentuan gula menurut Luff Schroll dicari berapa mg glukosa yang tertera untuk ml tio yang dipergunakan (misalkan w1 mg).

Gula pereduksi = w1 x fp x 100% Bobot contoh (mg)

Ket : wl = mg glukosa yang setara dengan ml tio. fp = faktor pengenceran

2. Kadar Sukrosa (Metode Luff Schoorl, SNI 01-2892-1992) Cara Kerja :

Sebanyak 50 ml hasil saringan pada penetapan gula pereduksi dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 25 ml HCl 25% dan dihidrolisis pada suhu 68-70°C selama 10 menit, kemudian didinginkan secara cepat dan dinetralkan menggunakan NaOH 30% (dengan indikator fenolftalin terbentuk warna merah muda). Kemudian ditepatkan sampai tanda tera dan dikocok 12 kali. Selanjutnya 10 ml larutan tersebut dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml ditambahkan 15 ml akuades dan 25 ml larutan Luff serta beberapa butir batu didih. Kemudian erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin tegak dan dipanaskan selama 10 menit, selanjutnya erlenmeyer diangkat dan segera

didinginkan (erlenmeyer tidak boleh mengalami goyangan). Setelah dingin ditambahkan 10 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2S04 25% (untuk penambahan H2S04, hati-hati terbentuk gas CO2). Larutan kemudian dititrasi dengan larutan tio 0,1 N, sebagai indikator digunakan larutan kanji 0,5%.

Perhitungan :

Selisih kebutuhan titrasi blanko dan sampel (ml tio) dijadikan ml 0,1N kemudian dalam Tabel dibawah dicari berapa mg glukosa yang tertera untuk ml tio yang dipergunakan (misalkan Z mg).

% Gula sesudah inversi = Z x fp x 100 % Bobot contoh (mg)

Keterangan :

Z = mg glukosa yang setara dengan ml tio fp = faktor pengenceran

% gula total = 0,95 x % gula sesudah inversi (sebagai sukrosa) % sukrosa = 0,95 x % gula (sesudah - sebelum inversi)

Tingkat hidrolisis = G pereduksi produk – G pereduksi larutan awal x 100% Kadar sukrosa larutan awal

Tabel Penentuan gula menurut Luff Schroll. Na2S2O3 0,1 N (ml) Glukosa, fruktosa Gula invert (mg) Na2S2O3 0,1 N (ml) Glukosa, fruktosa Gula invert (mg) 1 2,4 13 33 2 4,8 14 35,7 3 7,2 15 38,5 4 9,7 16 41,3 5 12,2 17 44,2 6 14,7 18 47,1 7 17,2 19 50 8 19,8 20 53 9 22,4 21 56 10 25 22 59,1 11 27,6 23 62,2 12 30,3

3. Kadar Air (AOAC, 1999)

Sampel sebanyak 2 g ditimbang dan ditaruh dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100±1oC selama 5 jam. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator. Bobot akhirnya ditimbang dan pekerjaan ini diulangi hingga bobot akhir konstan.

4. Kadar Abu (AOAC, 1999)

Sampel sebanyak 3 – 5 g ditimbang dan ditaruh dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot keringnya. Sebelum diabukan, sampel terlebih dahulu dipanaskan diatas pemanas destruksi hingga terbentuk arang dan tidak berasap lagi. Selanjutnya sampel diabukan dalam tanur listrik pada suhu 550oC hingga terbentuk warna abu-abu. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator. Bobot akhirnya ditimbang dan pekerjaan ini diulangi hingga bobot akhir konstan.

Kadar abu (%) = bobot abu setelah pengabuan (g) x 100% berat awal sampel (g)

5. Kadar Protein (Metode Semi Mikro Kjeldahl) (AOAC, 1999)

Sebanyak 0,1 g bahan dicampur dengan 1 g katalis (dibuat dengan mencampurkan 1 g CuSO4 dan 1,2 g Na2SO4) dan 2,5 ml H2SO4 pekat dididihkan sampai jernih dalam labu Kjeldahl, kemudian didinginkan. Setelah itu diencerkan sampai dengan 100 ml, diambil sebanyak 5 ml untuk dimasukkan ke alat destilasi ditambah 15 ml NaOH 50% dan didestilasi. Hasil destilat ditampung dalam 25 ml HCl 0,02 N dan ditambah 2 tetes indikator Mengsel (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02 dalam alkohol dengan perbandingan 2:1). Selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai berwarna abu-abu. Dilakukan juga terhadap blanko.

Kadar protein = (ml NaOH – ml blanko) x N x 14,007 x 6,25 x 100% mg contoh

Ket: N = normalitas larutan NaOH

6. Kadar Lemak Kasar Metode Soxhlet (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 2 – 5 g ditimbang dengan seksama kemudian dibungkus dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui berat keringnya. Sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet kemudian ditambahkan pelarut heksan secukupnya. Proses dilanjutkan dengan refluks selama ± 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Selanjutnya pelarut disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C hingga bobotnya tetap.

Kadar Lemak (%) = g awal sampel – g akhir sampel x 100% g awal sampel

7. Bagian Tak Larut air (SNI 01-2891-1992) Cara Kerja :

Sebanyak 20 g contoh dimasukkan ke dalam gelas piala 400 ml lalu ditambahkan 200 ml air panas dan diaduk hingga larut. Dalam keadaan panas, bagian yang tidak larut dituangkan ke dalam kertas saring yang

telah dikeringkan dan ditimbang. Gelas piala dan kertas saring dibilas dengan air panas, kemudian kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C selama 2 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobotnya tetap. Penimbangan kertas saring menggunakan botol timbang.

Perhitungan :

Kadar bagian tak larut air = W1 – W2 x 100% W

Keterangan :

W : bobot contoh (g)

W1 : bobot botol timbang + kertas saring berisi bagian yang tak larut (g) W2 : bobot botol timbang + kertas saring kosong (g)

8. Total padatan terlarut (SNI 01 2891-1992) Cara kerja :

Sebanyak 5 g contoh dimasukkan ke dalam gelas piala lalu ditambahkan 25 ml air dan diaduk. Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. 2-3 tetes larutan contoh diteteskan ke refraktometer lalu dibaca persen total padatan terlarutnya.

Perhitungan :

Total Padatan terlarut = 100 x T W Keterangan :

T : Persen total padatan yang terbaca W: bobot contoh (g)

9. Bobot jenis (SNI 01 -2891-1992) Prosedur :

Piknometer dicuci dan dikeringkan, kemudian ditimbang (g). Piknometer dengan volume tertentu (ml) diisi dengan akuades sampai meluap dan tidak terbentuk gelembung udara, kemudian ditutup dan ditimbang.Untuk berat jenis contoh, piknometer diisi dengan contoh, ditutup dan ditimbang (g2).

Perhitungan :

Bobot jenis = g2 - g Volume (ml)

12.pH (Apriyantono et al., 1988) Prosedur :

pH meter dinyalakan dan didiamkan 15-30 menit agar stabil. Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tissue, selanjutnya elektroda dicelupkan dalam sampel, pH yang terbaca dicatat. Viskositas (cP) = Nilai yang terbaca x fp

10.Tingkat Pengkristalan Prosedur :

Botol kosong ditimbang (w1) kemudian sampel dimasukkan dan ditimbang lagi (w2).Botol berisi sampel disimpan dalam inkubator suhu 25°C selama 17 hari. Kristal yang terbentuk dipisahkan dari larutan, kemudian ditimbang (w3). Perhitungan : Pengkristalan = W3 x 100% W2 – W1 11.Viskositas Prosedur :

Sampel disiapkan dalam wadah (suhu 25oC). Alat viscosimeter Brookfield dipasang dengan menggunakan spindel no. 3 dan kecepatan putaran 30 rpm. Sampel diukur selama 3 menit (sampai putaran konstan). Nilai yang terbaca dicatat, pengukuran dilakukan secara triplo.

Perhitungan :

Keterangan : fp spindel no.3, 30 rpm adalah 40

Lampiran 2. Data Karakteristik Sirup Gula Invert pada Awal dan Akhir Penyimpanan. Sirup Gula Invert dari Gula Aren

Ka Air (% bb) Ka, Abu (% bk) Densitas BTLA (% bk) Viskositas (cP) TSS (%) Suhu penyimpanan

Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir

31,86 31,83 2,63 3,01 1,3483 1,3457 0,67 0,31 262,40 307,00 69,35 69,15 25 oC 32,33 31,71 2,15 2,12 1,3452 1,3450 0,37 0,19 320,57 367,25 69,10 69,00 Rata-rata 32,10 31,77 2,39 2,56 1,3467 1,3453 0,52 0,25 291,49 337,13 69,23 69,08 31,86 31,83 2,63 3,03 1,3483 1,3465 0,67 0,28 262,40 308,75 69,35 69,40 37 oC 32,33 31,37 2,15 2,13 1,3452 1,3456 0,37 0,29 320,57 371,50 69,10 69,15 Rata-rata 32,10 31,60 2,39 2,58 1,3467 1,3460 0,52 0,28 291,49 340,13 69,23 69,28 31,86 30,88 2,63 2,52 1,3483 1,3480 0,67 0,27 262,40 287,25 69,35 69,55 50 oC 32,33 31,30 2,15 2,36 1,3452 1,3464 0,37 0,29 320,57 361,25 69,10 69,60 Rata-rata 32,10 31,09 2,39 2,44 1,3467 1,3472 0,52 0,28 291,49 324,25 69,23 69,58

Sirup Gula Invert dari Gula Kelapa

Ka Air (% bb) Ka. Abu (% bk) Densitas BTLA (% bk) Viskositas (cP) TSS (%) Suhu penyimpanan

Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir

33,77 32,68 3,05 2,95 1,3359 1,3354 0,45 0,29 120,00 120,50 66,65 66,70 25 oC 32,96 31,85 2,76 2,66 1,3404 1,3397 0,39 0,44 141,33 154,00 67,70 67,40 Rata-rata 33,36 32,26 2,91 2,80 1,3382 1,3376 0,42 0,36 130,67 137,25 67,18 67,05 33,77 32,62 3,05 2,96 1,3359 1,3364 0,45 0,33 120,00 120,75 66,65 66,85 37 oC 32,96 32,00 2,76 2,62 1,3404 1,3408 0,39 0,37 141,33 162,25 67,70 67,60 Rata-rata 33,36 32,31 2,91 2,79 1,3382 1,3386 0,42 0,35 130,67 141,50 67,18 67,23 33,77 32,43 3,05 2,95 1,3359 1,3396 0,45 0,37 120,00 125,00 66,65 67,30 50 oC 32,96 31,70 2,76 2,63 1,3404 1,3429 0,39 0,32 141,33 168,00 67,70 68,10

Lampiran 3. Perubahan Karakteristik Sirup Gula Invert Selama Penyimpanan Sirup gula aren

Gula pereduksi (%) Sukrosa (%) pH Tingkat pengkristalan (%) TPC (koloni/ml) Waktu Penyimpanan (H) T-1 (25oC) T-2 (37oC) T-3 (50oC) T-1 (25oC) T-2 (37oC) T-3 (50oC) T-1 (25oC) T-2 (37oC) T-3 (50oC) T-1 (25oC) T-2 (37oC) T-3 (50oC) T-1 (25oC) T-2 (37oC) T-3 (50oC) 1,9 1,9 1,9 61,3 61,3 61,3 5,8 5,8 5,8 160,0 160,0 160,0 H-0 (0 hari) 2,1 2,1 2,1 61,4 61,4 61,4 5,5 5,5 5,5 195,0 195,0 195,0 Rata-rata 2,0 2,0 2,0 61,4 61,4 61,4 5,6 5,6 5,6 177,5 177,5 177,5 2,0 2,3 2,1 63,6 64,4 64,7 5,6 5,6 5,5 0,92 1,11 1,04 145,0 105,0 95,0 H-1 (14 hari) 3,2 3,2 3,2 61,1 63,4 61,6 5,5 5,4 5,4 1,02 1,22 1,22 485,0 1145,0 860,0 Rata-rata 2,6 2,7 2,6 62,4 63,9 63,2 5,5 5,5 5,5 0,97 1,17 1,13 315,0 625,0 477,5 2,8 3,6 5,0 64,6 64,7 63,6 5,6 5,6 5,5 1,04 1,10 1,12 515,0 140,0 490,0 H-2 (28 hari) 3,6 4,5 6,6 61,3 62,6 61,5 5,4 5,4 5,3 1,21 1,31 1,52 155,0 170,0 100,0 Rata-rata 3,2 4,1 5,8 63,0 63,6 62,6 5,5 5,5 5,4 1,13 1,20 1,32 335,0 155,0 295,0 4,9 4,9 5,9 58,6 61,1 57,1 5,6 5,6 5,4 1,28 1,36 1,25 245,0 190,0 135,0 H-3 (56 hari) 3,6 4,7 8,8 59,2 58,7 54,3 5,4 5,4 5,2 1,57 1,71 1,93 220,0 115,0 130,0 Rata-rata 4,3 4,8 7,4 58,9 59,9 55,7 5,5 5,5 5,3 1,42 1,54 1,59 232,5 152,5 132,5   53

Lampiran 3. (Lanjutan). Sirup gula kelapa

         

Gula pereduksi (%) Sukrosa (%) pH Tingkat pengkristalan (%) TPC (koloni/ml) Waktu Penyimpanan (H) T-1 (25oC) T-2 (37oC) T-3 (50oC) T-1 (25oC) T-2 (37oC) T-3 (50oC) T-1 (25oC) T-2 (37oC) T-3 (50oC) T-1 (25oC) T-2 (37oC) T-3 (50oC) T-1 (25oC) T-2 (37oC) T-3 (50oC) 4,9 4,9 4,9 55,3 55,3 55,3 5,30 5,30 5,30 310 310 310 H-0 (0 hari) 4,0 4,0 4,0 56,3 56,3 56,3 5,16 5,16 5,16 115 115 115 Rata-rata 4,5 4,5 4,5 55,8 55,8 55,8 5,2 5,2 5,2 212,5 212,5 212,5 5,3 5,2 6,5 56,0 56,1 55,4 5,24 5,20 5,08 0,68 0,87 0,67 400 375 80 H-1 (14 hari) 4,3 5,0 7,4 59,1 57,2 55,5 5,08 5,05 5,00 0,66 0,66 0,59 80 100 190 Rata-rata 4,8 5,1 7,0 57,5 56,6 55,5 5,2 5,1 5,0 0,67 0,77 0,63 240 237,5 135 5,9 6,9 9,5 58,1 56,4 51,8 5,24 5,19 5,04 0,65 0,73 0,71 190 275 80 H-2 (28 hari) 4,8 5,0 7,9 61,9 59,4 59,1 5,09 5,03 4,94 0,68 0,64 0,64 50 80 85 Rata-rata 5,4 6,0 8,7 60,0 57,9 55,5 5,2 5,1 5,0 0,67 0,69 0,68 120 177,5 82,5 6,0 7,2 14,4 56,5 54,3 46,5 5,23 5,15 4,94 0,70 0,69 0,68 240 420 65 10 H-3 (56 hari) 5,1 6,5 17,0 57,4 58,1 46,5 5,09 5,04 4,85 0,74 0,62 0,65 120 20 Rata-rata 5,5 6,8 15,7 56,9 56,2 46,5 5,2 5,1 4,9 0,72 0,65 0,66 180 220 37,5

Lampiran 4. Sidik Ragam Data Perubahan Karakteristik Sirup Gula Invert dari Gula Aren

Kadar gula pereduksi

F tabel Sumber variasi db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung 0,05 0,01 Rata-rata 1 314,650 314,650 425,923 Suhu 2 8,851 4,425 5,990* 3,880 6,930 Waktu 3 44,858 14,953 20,240** 3,490 5,950 Interaksi 6 9,146 1,524 2,063 3,000 4,820 Galat 12 8,865 0,739 Total 23 71,720

Keterangan : ** = berbeda sangat nyata, * = berbeda nyata

Kadar sukrosa F tabel Sumber variasi db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung 0,05 0,01 Rata-rata 1 90552,735 90552,735 42983,893 Suhu 2 9,168 4,584 2,176 3,880 6,930 Waktu 3 97,088 32,363 15,362** 3,490 5,950 Interaksi 6 13,729 2,288 1,086 3,000 4,820 Galat 12 25,280 2,107 Total 23 145,265

Keterangan : ** = berbeda sangat nyata, * = berbeda nyata

pH F tabel Sumber variasi db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung 0,05 0,01 Rata-rata 1 729,304 729,304 30707,530

Dokumen terkait