• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daerah Yogyakarta merupakan suatu daerah cekungan, di bagian utara di batasi oleh Gunung Merapi yang berumur Kuarter, bagian barat dibatasi oleh Pengunungan Kulon Progo dengan batuan berumur Tersier, bagian timur dibatasi oleh Pengunungan Selatan dengan batuan berumur Tersier, dan di sebelah selatan dibatasi oleh Samudra Hindia. Batuan berumur Tersier dengan kisaran umur 57-18 juta tahun lalu berada pada Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulon Progo, terdiri dari serial batuan klastik produk gunung api purba (Formasi Ngalanggrang, Nanggulan, Kebobutak, Semilir, Wuni, dan Sambipitu). Kemudian ditumpangi oleh serial batuan karbonatan dari pengendapan laut dangkal, dengan kisaran umur 20-1,6 juta tahun lalu (Formasi Wonosari, Jonggarang, Kepek, dan Sentolo). Pengangkatan Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulon Progo terjadi sekitar 1,6 juta tahun lalu yang membentuk cekungan Yogyakarta. Kemudian Gunung Merapi muncul di sebelah Utara pada umur Kuarter yang mengisi cekungan Yogyakarta dengan endapan vulkanik Gunung Merapi hingga saat ini.

3.1 Fisiografi Daerah Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta berada di bagian tengah Pulau Jawa, secara geografis berada pada 8o30’-7o20’ LS dan 109o40’-111o0’ BT. Berdasarkan bentang alam, daerah ini dibagi menjadi empat satuan fisiografi, yaitu Satuan Gunungapi Merapi, Satuan Pengunungan Selatan (Pengunungan Seribu), Satuan Kulon progo, dan Satuan Dataran Rendah.

3.1.1 Satuan Gunung Merapi

Satuan Gunungapi Merapi meliputi kerucut gunung api hingga daratan fluvial termasuk juga bentang alam vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta, dan sebagian Daerah Bantul. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan.

3.1.2 Satuan Pegunungan Selatan

Satuan Gunung Selatan terletak di wilayah Gunung Kidul atau yang dikenal dengan Pengunungan Seribu. Satuan Pegunungan Selatan di bagi menjadi tiga zona, yaitu Batuagung, Wonosari, dan Gunung Sewu. Wilayah ini terdiri dari dua kelompok besar batuan yaitu batuan vulkanik dan batu gamping (limestone) dengan bentang alam yang tandus dan selalu kekurangan air. Dengan bagian tengah merupakan cekungan Wonosari yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik sehingga membentuk dataran tinggi Wonosari. Satuan ini terbentuk dari proses pelarutan dengan bahan dasar batu gamping, memiliki karakteristik lapisan tanah dangkal, dan vegetasi penutup yang jarang.

3.1.3 Satuan Pengunungan Kulon Progo

Satuan pengunungan Kulon Progo terletak di Kulon Progo bagian utara, merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan topografi berbukit yang memiliki lereng curam dan potensi air tanahnya kecil. Statigrafi yang paling tua di daerah ini ialah formasi Nanggulan, kemudian secara tidak selaras diatasnya diendapkan batuan-batuan dari formasi Jonggaran dan Formasi Sentolo.

Satuan Dataran Rendah memiliki bentang lahan fluvial (hasil proses pengendapan sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang hingga ke bagian selatan Daerah Istimewa Yogyakarta mulai dari Kabupaten Progo sampai dengan Kabupaten Bantul yang berbatasan dengan Pengunungan Seribu. Bentang lahan lainnya belum didayagunakan secara optimal yaitu bentang lahan marine dan eolian yang merupakan satuan wilayah pantai, yang terbentang dari Kulon Progo sampai ke Bantul.

3.2 Statigrafi Daerah Yogyakarta

Berikut merupakan formasi batuan di daerah penelitian secara berurut dari berumur tua ke muda [35], yaitu:

a. Formasi Semilir (Tms)

Formasi Semilir tersusun atas perselingan tuf, breksi batuapung, tuf dasitan, batu pasir tuf-an, serpih, breksi tuf, breksi batuapung, tufa andesit, serta batu lempung tufaan. Formasi diendapkan pada akhir Miosen bawah dan merupakan batuan tertua di daerah penelitian. Formasi ini berada di daerah sekitar Wonosari, Imogiri, Sambeng, Ngawan, Karangmojo, dan Semin.

b. Formasi Nglanggran (Tmng)

Formasi Nglanggran batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunung api dengan fragmen andesitan, aglomerat, breksi aliran, dan lava. Dibeberapa tempat pada formasi ini terdapat batuan beku andesit basalt yang berubah menjadi batuan beku terkekarkan berstruktur bantal, breksi autoklastik, hialoklastik, dan akhirnya menjadi breksi andesit. Formasi ini berumur Miosen tengah.

c. Formasi Sambipitu (Tmss)

Formasi Sambipitu tersusun atas perselingan batu pasir, serpih, batulanau, tuff, dan konglomerat. Formasi ini berumur Miosen Tengah, dapat ditemukan di Maladan dan Kedungwanglu.

Formasi Wonosari-Punung berumur Miosen Tengah hingga Miosen Atas penyebarannya sangat luas dari Wonosari sampai ke arah Selatan. Formasi ini tersusun dari batu gamping terumbu, kalkarenit, dan kalkarenit tufan.

e. Kepek (Tmpk)

Formasi Kepek tersusun dari napal dan batu gamping berlapis. Formasi ini berumur Miosen Atas, dapat dijumpai di sekitar cekungan Karangmojo dan Sawahan.

f. Aluvium (Qa)

Endapan aluvium terdiri dari bahan endapan lempung, lumpur, lanau, pasir, kerikil, kerakal, dan berakal. Endapan ini berumur Holosen, dapat dijumpai di Ponjong, sebelah timur Wonosari, dan Nglabu sebelah barat laut Bantul.

Gambar 3.2 Urutan statigrafi penyusun daerah Yogyakarta dari tua ke muda [27].

Gambar 3.3 Peta Geologi Yogyakarta yang telah dimodifikasi oleh Barianto dkk. tahun 2009 dari peta Geologi 1:100000 Raharjo dkk. tahun 1995 [10].

3.3 Tektonik Daerah Yogyakarta

Secara tektonik Daerah Istimewa Yogyakarta terletak pada jalur subduksi lempeng, yaitu Lempeng Indo-Australia di sebelah selatan menyusup terhadap Lempeng Eurasia di sebelah utara [12]. Pergerakan lempeng ini menimbulkan terbentuknya unsur-unsur tektonik, seperti Zona Benioff yang landai, palung laut Jawa, Gunung Merapi, lipatan meliputi sinklin maupun antiklin, dan sesar aktif. Beberapa sistem sesar yang berada di Yogyakarta di duga masih aktif yaitu, Sesar Opak, Sesar Oya, Sesar Dengkeng, Sesar Progo, Sesar Siluk, dan sesar-sesar mikro lainnya yang belum teridentifikasi. Aktifnya dinamika subduksi lempeng mendukung aktivitas sesar didaratan. Kondisi tersebut menjadikan daerah Yogyakarta menjadi salah satu kawasan dengan tingkat seismisitas tinggi di Indonesia.

Sketsa sistem tektonik di daerah Yogyakarta ditunjukkan pada Gambar (3.4). Lempeng samudera terdorong kearah utara dan menyusup ke bawah Jawa. Pelelehan sebagian (partial melting) terjadi pada kedalaman sekitar 100 km. Material lelehan naik ke permukaan keluar melalui gunung api sehingga terjadi penumpukan stress di daerah busur depan (forearc), membentuk fracture maupun sesar. Daerah lemah di forearc berkorelasi juga dengan lokasi gempa, simbol bintang kuning menunjukkan hiposenter gempa yang terjadi di sekitar Sesar Opak

pada 26 Mei 2006. Distribusi seismisitas di zona Benioff menunjukkan sudut kemiringan dari slab. Pada 150 km dari palung (trench) slab tampak hampir horizontal dan kemudian sudut kemiringan meningkat agak tajam hingga 450. Perubahan ini dapat menyebabkan penumpukan dorongan dan tegangan ke utara. Setelah lelehan magma naik dan mencapai batas forearc di utara maka terbentuk konsentrasi gas dan magma yang tinggi dan menyebabkan vulkanik aktif [13].

Gambar 3.4 Visualisasi penampang lintang setting tektonik zona subduksi jawa [13].

Yogyakarta memiliki struktur geologi yang unik yaitu Sesar Opak yang berada disekitar Sungai Opak. Sesar Opak merupakan sesar geser berarah timur laut - barat daya ± 235°𝐸/80°, yang memisahkan dataran tinggi perbukitan Wonosari dengan daratan rendah Yogyakarta, tersusun dari endapan letusan Gunung Merapi yang masih muda. Sesar ini pernah diteliti pada tahun 1980-an dan disimpulkan bahwa sesar ini tidak aktif lagi sehingga tidak pernah diperhitungkan sebagai salah satu potensi bahaya bagi Yogyakarta dan sekitarnya [35]. Sesar Opak nampaknya kembali aktif setelah terjadinya gempa bumi yang berpusat di sekitar sesar tersebut, maka perlu dikaji dan dianalisa kembali. Sesar-sesar minor banyak dijumpai di daerah penelitian penelitian dominan berarah barat laut-tenggara.

Dokumen terkait