• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan tentang Jaminan Kredit a.Istilah dan Pengertian Jaminan a.Istilah dan Pengertian Jaminan

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA A.Kerangka Teori

4. Tinjauan tentang Jaminan Kredit a.Istilah dan Pengertian Jaminan a.Istilah dan Pengertian Jaminan

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur tehadap krediturnya (Rachmadi Usman, 2008:66). Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan dalam Pasal 1 angka 23 bahwa agunan yang merupakan bagian dari istilah jaminan adalah : “Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.”

Senada dengan hal tersebut, Mariam Darus Badrulzaman merumuskan pengertian jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan/atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan (Rachmadi Usman, 2008:69).

Istilah “agunan” sebagai terjemahan dari istilah collateral yang merupakan bagian dari istilah “jaminan” pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. Artinya, pengertian “jaminan” lebih luas daripada pengertian “agunan”, dimana “agunan” berkaitan dengan barang, sedangkan “jaminan” tidak hanya berkaitan dengan barang, tetapi berkaitan dengan character, capacity, capital, dan condition of economy dari nasabah debitur yang berkaitan (Racmadi Usman, 2008:67). Agunan dalam hal ini merupakan jaminan tambahan (accesoir). Tujuan agunan adalah untuk medapatkan fasilitas kredit dari bank sehingga jaminan tersebut diberikan kepada bank.

b. Persyaratan dan Kegunaan Kebendaan Jaminan 1) Syarat-syarat benda jaminan

Pada prinsipnya tidak semua benda jaminan dapat dijaminkan pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank, namun benda yang dijaminkan adalah benda-benda yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut Rachmadi Usman, syarat-syarat-syarat-syarat benda jaminan yang baik adalah :

a) Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya;

b) Tidak melemahkan potensi (kekuatan) debitur untuk melakukan atau meneruskan usahanya;

c) Memberikan kepastian kepada kreditur, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya debitur (Rachmadi Usman, 2008:70).

2) Kegunaan benda jaminan

a) Memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian;

b) Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaanya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil;

c) Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar pihak debitur dan/atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan (Racmadi Usman, 2008:71).

Douglas W. Arner dalam Texas International Law Journals “Property Rights, Collateral, Creditor Rights, and Insolvency in East Asia”, menyebutkan beberapa fungsi utama jaminan kredit yang merupakan Principal Functions of Collateral :

a) Mitigation or substitution in credit risk for a potential financier; b) Change in capital asset use to make financing available;

c) Signal credit risk strengths or borrower status; d) Signal risk or bargaining weaknesses;

e) Facilitate credit substitution;

f) Effect on costs and information for credit creation; g) Provide financiers with known credit risks;

h) Encourage contractual compliance by collateral provider (Douglas W. Arner, 2007: 527).

c. Jenis-Jenis Jaminan

Jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu : 1) Hak jaminan yang bersifat kebendaan (materiil)

Jaminan kebendaan ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak mendahulu di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda-benda yang bersangkutan. Hak jaminan

materiil atau kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang kreditur kedudukan yang lebih baik, karena :

a) Kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu milik debitur;

b) Ada benda tertentu milik debitur yang dipegang oleh kreditur atau terikat kepada hak kreditur, yang berharga bagi debitur dan dapat memberikan suatu tekanan psikologis terhadap debitur untuk memenuhi kewajibannya dengan baik terhadap kreditur. Dalam hal ini terhadap tekanan psikologis kepada debitur untuk melunasi utang-utangnya karena benda yang dipakai sebagai jaminan umumnya merupakan barang yang berharga baginya.

Menurut J. Satrio dalam bukunya yang berjudul “Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan” disebutkan bahwa hak jaminan kebendaan memiliki kekhasan, yaitu :

a) Mempunyai hubungan langsung dengan atau atas benda tertentu milik debitur;

b) Dapat dipertahankan maupun ditujukan kepada siapa saja;

c) Mempunyai sifat droit de suite, artinya hak tersebut mengikuti bendanya di tangan siapapun berada;

d) Yang lebih tua mempunyai kedudukan lebih tinggi;

e) Dapat dipindahtangankan atau dialihkan kepada orang lain (J. Satrio, 2007:12-13).

Jaminan kebendaan dapat berupa jaminan kebendaan bergerak dan jaminan kebendaan tidak bergerak. Untuk kebendaan bergerak, dapat dibebankan dengan lembaga hak jaminan gadai dan fidusia sebagai jaminan utang, sementara untuk kebendaan tidak bergerak, dapat dibebankan dengan hipotek dan hak tanggungan sebagai jaminan utang.

2) Hak Jaminan Perorangan

Jaminan imateriil atau perorangan adalah hak yang memberikan kepada kreditur suatu kedudukan yang lebih baik, karena adanya lebih dari seorang debitur yang dapat ditagih. Adanya lebih dari seorang debitur, bisa karena ada debitur serta tanggung menanggung atau karena adanya orang pihak ketiga yang mengikatkan dirinya sebagai borg (J. Satrio, 2007:13).

Adapun jaminan perseorangan ini dapat berupa penjaminan utang atau borgtocht (personal guarantee), jaminan perusahaan (corporate guarantee), perikatan tanggung menanggung, dan garansi bank (bank guarantee).

d. Sifat Perjanjian Jaminan

Menurut H. Salim HS, bahwa pada dasarnya perjanjian kebendaan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :

1) Perjanjian Pokok, yaitu perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank. Contoh perjanjian pokok adalah perjanjian kredit bank.;

2) Perjanjian Accesoir (Tambahan), yaitu perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok. Contohnya adalah perjanjian gadai, hak tanggungan, dan fidusia (H. Salim HS, 2005:29). Menurut Rachmadi Usman, bahwa sifat accesoir dari hak jaminan tersebut menimbulkan beberapa akibat hukum tertentu yaitu :

a) Ada dan hapusnya perjanjian jaminan itu tergantung dan ditentukan oleh perjanjian pendahuluannya;

b) Bila perjanjian pendahuluannya batal, maka dengan sendirinya perjanjian jaminan sebagai perjanjian tambahannya juga batal; c) Bila perjanjian pendahuluannya beralih atau dialihkan, maka

d) Bila perjanjian pendahuluannya berakhir atau hapus, maka perjanjian jaminannya juga hapus atau berakhir dengan sendirinya (Rachmadi Usman, 2008:86).

e. Bentuk dan Substansi Perjanjian

Perjanjian pembebanan jaminan dapat dilakukan dalam bentuk lisan dan tertulis. Perjanjian dalam bentuk lisan, biasanya dilakukan dalam kehidupan masyarakat pedesaan, masyarakat yang satu membutuhkan pinjaman uang kepada masyarakat, yang ekonominya lebih tinggi. Sedangkan perjanjian pembebanan jaminan dalam bentuk tertulis, biasanya dilakukan dalam dunia perbankan, lembaga keuangan non bank meupun lembaga pegadaian. Perjanjian ini dilakukan dalam bentuk akta di bawah tangan dan atau akta autentik (H. Salim H.S., 2005:30).

5. Tinjauan tentang Hak Tanggungan