Penulis mencoba mengkritisi proses perancangan kurikulum pembinaan Permata
berdasarkan teori pengembangan kurikulum dan pemuda yang telah dikemukakan sebelumnya. Setiap langkah yang dilakukan oleh perancang sudah cukup baik. Namun, penulis melihat beberapa kekurangan yang terjadi. Pertama, tidak adanya evaluasi terhadap kurikulum yang telah dirancang. Dua tahun terakhir (2011-2012), minat Permata Klasis maupun Runggun di daerah konteks Kota terhadap penggunakan Buku Pendalaman Alkitab (PA) sangat minim. Hal ini dikarenakan bahan yang dianggap tidak lagi relevan dengan konteks jemaat. Seperti contohnya Permata Klasis Jakarta – Banten hanya menggunakan 125 buku bagi 900 jumlah Permata Klasis.56 Penulis beranggapan, hal ini merupakan masalah yang harus diperhatikan. Oleh sebab itu, diperlukan evaluasi terhadap nilai-nilai kurikulum, mengoreksi secara objektif terhadap isi dan prosedur kurikulum, dan memeriksa kemajuan yang terjadi. Dengan adanya evaluasi, akan terlihat bagian kurikulum yang perlu dikembangan atau bahkan perlu dihilangkan. Proses evaluasi kurikulum bagi kurikulum
56
Hasil wawancara dengan Tulus Barus selaku Ketua Umum Permata Klasis Jakarta – Banten tahun 2010-2013 pada tangal 29 April 2013 pukul 20.00 WIB
31
pembinaan Permata dapat dilakukan secara terus-menerus setiap tahunnya, agar terwujud pembinaan yang semakin kontekstual dan relevan.
Kedua, ketidakseimbangan dalam memperhatikan asas-asas kurikulum sebagai
dasar perancangan kurikulum. Telah dikemukakan bahwa dalam merancang kurikulum keempat asas (Filosofi, Sosiologis, Psikologis, Organisatoris) harus diperhatikan secara seimbang, bukan hanya berfokus kepada salah satu asas saja. Hal ini mengakibatkan kurikulum yang timpang dan tidak sesuai konteks. Dalam kurikulum pembinaan Permata
GBKP, perancang kurang dalam memperhatikan Asas Psikologis, sehingga pembinaan yang ingin diajarakan tidak sesuai dengan kebutuhan psikis dari Permata itu sendiri. Padahal dengan Asas Psikologis, perancang akan lebih mengetahui kebutuhan-kebutuhan pemuda, yang sebenarnya belum tentu diketahui oleh Permata sendiri sebagai pemuda. Penulis beranggapan bahwa sebenarnya Asas Psikologis sama pentingnya dengan ketiga asas lainnya, dikarenakan keempatnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Ketiga, struktur kurikulum yang mendahulukan thema daripada tujuan. Kurikulum
pembinaan Permata tahun 2011 dan 2012, memiliki struktur penulisan yang dimulai dengan menentukan thema kemudian tujuan khusus. Penulis beranggapan bahwa hal ini kurang efektif untuk dilakukan, walaupun ini bukan suatu kesalahan besar. Namun, lebih baik ketika tujuan umum yang telah dirancang dengan memperhatikan keempat asas kurikulum, diikuti dengan tujuan khusus yang akan merujuk kepada thema mingguan. Tujuan khusus yang digunakan setiap minggunya mengacu kepada tujuan umum kurikulum, bukan kepada thema mingguan. Dengan begitu, thema yang dirancang merupakan usaha demi mencapai tujuan umum dan tujuan khusus dari kurikulum tersebut, bukan sebaliknya dimana tujuan dirancang untuk menjelaskan thema tersebut.
32 Keempat, pendekatan yang monoton. Ada enam pendekatan yang dikemukakan
oleh Wyckoff, namun yang digunakan oleh perancang kurikulum pada pembinaannya hanya dua pendekatan, yakni pendekatan teologis dan sosial. Metode-metode yang ditawarkan oleh perancang sangat mononton, hanya diskusi dan perenungan atau ibadah. Hal ini banyak terjadi pada tahun 2011, dimana metode yang ditawarkan hanya diskusi. Dari jumlah keseluruhan thema selama setahun yakni 44, terdapat 39 thema yang memakai metode diskusi. Alangkah lebih baik ketika perancang menggunakan pendekatan yang beragam, demi mewujudkan pengajaran yang kreatif. Memang tidak dapat langsung dipersalahkan kepada perancang kurikulum di tingkat pusat, karena metode yang digunakan tergantung kepada majelis Gereja yang akan memimpin pembinaan tersebut. Namun, penulis beranggapan bahwa sebaiknya perancang dapat menyediakan berbagai macam pendekatan dan metode pengajaran yang kreatif di setiap buku pembinaan Permata. Doug Fields mengemukakan bahwa pembinaan memerlukan sumber ide yang kreatif. Inti dari penyusunan pembinaan yang kreatif yaitu mengenai kemampuan seseorang dalam menemukan suatu gagasan dan menyesuaikannya dengan situasi. Ada banyak para pelayan pemuda yang kreatif tetapi tidak efektif. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara kreativitas dan keefektifan di dalam pelayanan kepemudaan. Dengan menyediakan berbagai metode pengajaran proses pembinaan akan semakin lebih menarik dan kreatif. Selain membantu pemenuhan kebutuhan psikis pemuda, hal ini juga akan membantu pemimpin pembinaan. Melalui pendekatan yang kreatif, Permata akan terdorong untuk meningkatkan kreatifitasnya sebagai pemuda. Karena pemuda berada dalam masa yang penuh dengan kreatifitas, dimana kreatifitas tersebut akan berkembang berdasarkan minat dan kemampuan, dan akan tertuang dalam pekerjaan mereka.
Kelima, penulis pembinaan kurikulum pembinaan. Dalam proses perancangan
33
awal yang telah dirancang yang berisikan thema, tujuan khusus, metode, dan nats bimbingan, disebarkan kepada penulis selama kurang lebih dua bulan lamanya. Pada proses penyebaran ini, penulis beranggapan akan terjadi sebuah kesalahpahaman dimana penulis kurikulum tidak memiliki konsep yang sama seperti perancang kurikulum. Mengartikan, tujuan umum tidak sampai kepada penulis kurikulum. Oleh sebab itu, tulisan dalam buku pembinaan jauh dari harapan maupun target perancang kurikulum. Hal ini telah diakui oleh beberapa perancang, namun hal ini tidak ditindaklanjuti. Sebaiknya perancang kurikulum adalah yang juga berjabat sebagai penulis kurikulum. Karena perancang sudah memperhatikan asas-asas yang mendasari proses perancangan dan merancang tujuan umum dari kurikulum pembinaan tersebut. Memang penyebaran kepada penulis merupakan hal yang memudahkan perancang dalam menyelesaikan kurikulum pembinaan, tetapi ini tidak menjamin sebuah penulisan yang efektif. Mengapa? Karena penulis juga tidak diberi sebuah pelatihan bagaimana cara menulis yang baik guna pembinaan Permata. Penulis beranggapan belum tentu semua penulis kurikulum pembinaan yang adalah seorang Pendeta dan beberapa orang yang ahli dalam bidangnya, dapat menulis dengan baik. Oleh sebab itu, alangkah baiknya yang menulis kurikulum pembinaan adalah perancang dari kurikulum tersebut. Kalaupun hal ini tidak dapat terwujud, penulis menyarankan untuk diselenggarakan sebuah pelatihan khusus bagi para penulis kurikulum pembinaan.
Selain itu, penulis kurikulum tidak memiliki keahlian khusus dalam hal pemuda. Penulis hanya memiliki penerawangan umum perihal kehidupan pemuda di masyarakat. Hal ini mengakitbatkan tulisan yang hanya mengena pada perihal umum saja yang sering terjadi, dan cenderung membosankan. Akan jauh lebih baik jika penulis memiliki pengetahuan yang baik tentang pemuda. Seminim mungkin, penulis mengetahui perkembangan spesifik dari pemuda, yakni perkembangan fisik, sosial, mental dan spiritual. Hal ini merupakan salah
34
satu bukti, betapa pentingnya asas Psikologi mendasari perancangan maupun penulisan kurikulum pembinaan.
Keenam, sering terjadi pengulangan materi pembinaan. Dalam kurikulum pembinaan tahun 2011 dan 2012, terdapat materi kurikulum yang sama dan memiliki tujuan yang sama pula. Memang dalam setiap tahunnya akan ada materi yang sama sehubungan dengan Tahun Gerejawi seperti Paskah, Natal, HUT kaum Ibu, Bapa, Pemuda, dan Sekolah Minggu, serta peristiwa Nasionalis. Namun, hal yang menarik terjadi yakni, terdapat satu thema mingguan yang sama pada tanggal 28 Maret – 03 April 2011 dan 28 Oktober – 03
November 2012 dengan thema “Hidup Dalam Keanekaragaman.” Tujuan khususnya adalah
agar Permata dapat mengetahui, memahami, dan menghargai keanekaragaman dalam hidup, dan dapat menyuarakan kasih Allah dalam keanekaragaman tersebut. Kedua tanggal ini memiliki thema dan tujuan khusus yang sama. Walaupun memang nats bimbingan kedua thema ini berbeda; pada tahun 2011 memakai nats Yohanes 4:1-42 sedangkan tahun 2012 memakai nats Galatia 6:9-10. Namun, jelas bahwa hal ini merupakan kerugian besar dalam perkembangan pembinaan Permata. Hal ini merupakan akibat daripada tidak adanya evaluasi kurikulum pembinaan.
6. Penutup
Kaum muda adalah generasi penerus Gereja di masa mendatang. Oleh sebab itu, pembinaan terhadap kaum muda merupakan tugas penting yang harus diperhatikan secara serius oleh Gereja. Pembinaan terhadap kaum muda tidak terlepas dari kurikulum yang mendasari pembinaan tersebut. Kurikulum yang memiliki tujuan untuk membantu kaum muda melihat, menerima, dan memenuhi tujuan Allah melalui penebusan Yesus Kristus. Dalam mewujudkan pembinaan yang efektif memang tidaklah mudah. Terlebih perbedaan konteks kehidupan, pendidikan, pekerjaan, sosial dan lainnya yang terjadi ditengah-tengah
35
jemaat, terkhusus kaum muda. Hal ini akan terus menjadi tantangan Gereja untuk dapat menyederhanakan perbedaan yang ada dan merancang sebuah kurikulum pembinaan yang kontekstual dan relevan. Setiap tahunnya, Gereja harus memiliki peningkatan dalam mewujudkan pembinaan yang sesuai dengan kehendak Allah.
Perhatian Permata Pusat dan Komisi Teologia terhadap perancangan kurikulum pembinaan masih kurang baik dalam mewujudkan pembinaan yang efektif. Masih banyak hal yang perlu diperbaiki dan dikoreksi kedepannya. Setiap tahunnya haruslah diadakan evaluasi guna perkembangan kurikulum pembinaan. Ini menjadi tantangan Permata sebagai wadah pemuda Kristen Karo satu-satunya dibawah naungan GBKP. Permata memiliki peran penting demi masa depan Gereja. Perancang juga belum memperhatikan asas-asas kurikulum sebagai dasar perancangan dengan seimbang. Terkhusus dalam memperhatikan asas Psikologis. Keempat asas kurikulum yang mendasari harus diperhatikan secara seimbang agar terwujud pembinaan yang baik.
Tinjauan kritis yang telah dibuat diharapkan menjadi sebuah kritikan yang positif guna perkembangan pembinaan Permata GBKP. Tulisan ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi Permata Pusat bahkan Sinode GBKP. Bagaimana pentingnya sebuah proses perancangan kurikulum yang akan berdampak bagi perkembangan pembinaan pemuda dan masa depan Gereja. Masa depan Gereja dibentuk sedini mungkin dengan pembinaan yang baik dan efektif terhadap warga gereja, terkhusus pemuda yang merupakan agen pelaksanaan tugas panggilan Gereja.
36 DAFTAR PUSTAKA
Budiman Sitepu. Draft kurikulum Pendalaman Alkitab Permata thn 2012.
Corbett, Jan. Creative Youth Leadership. Valley Forge: Judson Press, 1977.
Creasy Dean, Kenda & Ron Foster. The God Bearing Life; The Art of Soul Tending for Youth Ministry. Nashville: Upper Room Books, 1998.
D. Gunarsa, Y. Singgih. Psikologi untuk muda-mudi. Jakarta: Gunung Mulia, 2004. Fields, Doug. Purpose Driven Youth Ministry. Jawa Timur: Gandum Mas, 2000.
F. Pinar, William & William M. Reynolds. Understanding Curriculum as Phenomenological and Deconstructed Text. New York: Teacher College, Colombia University, 1992.
Hidayat, Rakhmat. Pengantar Sosiologi Kurikulum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Homrighausen, Dr. E. G. dan Dr. I. H. Enklaar. Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985.
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Diterjemahkan Dra. Istiwidayanti & Drs. Soedarjo, M.Sc., Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga, 1999.
Max Sijabat, Drs. Ridwan. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1980. Menno, S. dan Mustamin Alwi. Antropologi Perkotaan. Jakarta: Rajawali Pers, 1992. Mulyasa, M.Pd., Dr. E. Kuriukulum Berbasis Kompetensi; Konsep, Karateristik, dan
Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004.
Mönks, F. J. & A.M.P. Knöers. ONTWIKKELINGS PSYCHOLOGIE. Diterjemahkan Siti R. Haditono. Psikologi Perkembangan; Pengantar dalam berbagai bagiannya.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1984.
Nasution, M.A., Prof. Dr. S. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Natsir, Mo. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia 1988.
Nuhamara M.Th, Dr. Daniel. Pendidikan Agama Kristen Dewasa. Bandung: Jurnal Info Media, 2008.
O. Richards, Lawrence. Youth Ministry is Renewal in The Local Church. Michigan: Zondervan Publishing, 1972.
Permata GBKP Pusat. Pokok-pokok Peraturan Rumah Tangga dan Garis Besar Pelayana n Permata GBKP 2010-2014.
37
R, Peacocke, A.. The Christian Faith in a scientific era. Religious Education (Psikologi perkembangan). Jakarta: Erlangga, 1999.
S. Kembaren, Gunawan & Eva HandayaniS. Gurkie. Bunga Rampai; Sejarah Permata GBKP; Dahulu, Sekarang dan yang akan datang. Sibolangit: Chek-Pro, 1998. Sanjaya, Prof. Dr. H. Wina, M.Pd. Kurikulum dan Pembelajaran; Teori dan Praktik
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2008.
Santrock, John W. Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995. Sarosa, Samiaji. Penelitian Kualitatif; Dasar-dasar. Jakarta: PT Indeks, 2012.
Sumiyatiningsih, Dr. Dien. Mengajar dengan Kreatif dan Menarik. Yogyakarta: ANDI, 2006.
Slattery, Patrick. Curricilum Development in the Postmodern Era. New York & London: Garland Publishing, Inc, 1995.
White, Roger Crombie. Curriculum Innovation; A Celebration of Classroom Practice. Jakarta: Grasindo, 2005.
Wyckoff, D. Campbell. Theory and Design of Christian Education Curriculum. Philadelphia: The Westminster Press, 1961.
Fred Joob. Introducton for Christian Education.
http://www.gbkp.or.id/index.php/tentang-gbkp/visi-misi diakses pada tanggal 20 Agustus
2013 pada pukul 17.58 WIB