• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Mengenai International Maritime Organization (IMO)

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori (Halaman 35-42)

commit to user d. Penerimaan;

5. Tinjauan Mengenai International Maritime Organization (IMO)

International Maritime Organization atau yang sering disingkat

dengan IMO merupakan suatu badan khusus PBB yang dahulu sebelum tahun 1982 bernama Intergorvernmental Maritime Consultative Organization (IMCO).

IMCO sebagai badan khusus PBB yang mengurus bidang maritim didirikan di Jenewa pada tahun 1948 dengan diterimanya suatu konvensi tentang didirikannya IMCO oleh United Nation Maritime Conference di Jenewa. Sesuai dengan ketentuan konvensi tersebut, IMCO baru akan berlaku apabila telah diratifikasi oleh sekurang-kurangnya 21 negara, termasuk 7

commit to user

negara masing-masing mulai dengan tonnase kapal 1 juta ton, maka konvensi IMCO itu mulai berlaku sejak 17 Maret 1958, ketika Jepang menyatakan turut serta sebagai negara kedelapan yang memiliki tonnase yang melebihi satu juta ton. (Mochtar Kusumaatmadja, 1978: 209)

Tujuan utama daripada IMCO adalah untuk memajukan kerjasama antara negara-negara anggotanya dalam masalah teknis di bidang pelayaran, dengan perhatian khusus akan keselamatan di laut dan untuk menjamin tercapainya taraf keselamatan serta efisensi pelayaran setinggi-tingginya. (Kusumaatmadja, 1978:209)

Sekretariat IMO di pimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal yang di pilih setiap 4 tahun sekali, dibantu oleh para Direktur yang memimpin setiap Devisi. Divisi pada sekretariat IMO yaitu:

a. Maritime Safety Division,

b. Marine Environment Protection Division,

c. Legal Affairs and International Relation Division, d. Conference Division,

e. Technical Co-operation Division, dan f. Administrative Division

Sampai tahun 2010 anggota IMO terdiri dari 169 negara termasuk Indonesia, ditambah 3 negara anggota assiciate (Associate Member).

Struktur Organisasi IMO dalam pengambilan keputusan, dilaksanakan melalui forum sidang Assembly, sidang Council dan 5 sidang Committee, yaitu: Maritime Safety Committee (MSC), Marine Environment Protection

Committee (MEPC), Legal Committee (LEG), Technical Cooperation Committee (TCC) dan Facilitation Committee (FAL).

a. Assembly atau Majelis IMO, merupakan lembaga tertinggi IMO (IMO highest Governing-Body) yang terdiri dari seluruh negara anggota IMO, yang saat ini berjumlah 169 negara, bersidang sekali dalam dua tahun pada jadwal reguler, atau Setiap saat bila dianggap perlu. Assembly bertanggung jawab untuk menentukan program kerja, voting anggaran dan menentukan pengaturan keuangan dalam

commit to user

organisasi. Assembly juga bertugas melaksanakan pemilihan anggota Dewan (Council).

b. Council Governing Body

dalam IMO yang melaksanakan tugas-tugas organisasi IMO di antara dua masa Sidang Majelis. Dewan IMO merupakan badan eksekutif di bawah Assembly, bertanggung jawab melaksanakan pengawasan terhadap kerja organisasi. Tugas-tugas lain dari Dewan yaitu:

1) Mengoordinasikan kegiatan badan-badan IMO yang lain, 2) Memperhatikan rancangan anggaran dan program kerja yang

harus disampaikan kepada sidang Assembly,

3) Menerima laporan dan usulan dari Committee dan organ IMO yang lain serta dari negara-negara anggota untuk diteruskan ke Assembly dengan beberapa masukan dan rekomendasi yang tepat.

4) Mengusulkan dan memilih calon Sekretaris Jenderal, yang kemudian disahkan dalam sidang Assembly.

5) Melakukan upaya pengaturan dan kerja sama dengan berbagai organisasi di luar IMO, yang kemudian disyahkan melalui sidang Assembly.

Dewan IMO beranggotakan 40 negara anggota IMO (sejak 7 Nopember 2002). Dari ke 40 negara anggota Dewan IMO tersebut terbagi dalam 3 kategori yaitu:

1) A

pelayaran niaga internasional terbesar dan sebagai penyedia angkutan laut internasional terbesar,

2)

International Ship-borne Trade

3) C

kepentingan khusus dalam angkutan laut atau navigasi, dan mencerminkan perwakilan yang adil secara geografis.

commit to user

Pemilihan anggota Dewan IMO dilaksanakan 2 tahun sekali, yaitu pada saat dilaksanakan sidang Assembly. Negara-negara anggota yang ingin menjadi anggota Dewan wajib menyampaikan surat kepercayaan (credential letter) ke Sekretaris Jendral IMO untuk mencalonkan diri pada kategori yang mereka inginkan. Pada saat sidang

Assembly, negara-negara yang mencalonkan sebagai anggota Dewan

IMO akan diminta untuk menyampaikan pandangan umum dan tujuan pencalonannya, sebelum pemilihan dilaksanakan.

c. Committee, adalah bagian tubuh IMO yang mengolah aturan-aturan produk IMO untuk disampaikan ke sidang Dewan. Terdapat 5

Committee yaitu:

1) Maritime Safety Committee (MSC), yaitu komite yang menangani

pengaturan-pengaturan masalah keselamatan dan keamanan

pelayaran (maritime safety and security) seperti: keselamatan navigasi, stabilitas kapal, konstruksi pembangunan kapal, komunikasi maritim, keamanan maritime dari anccaman perompakan di laut dan sejenisnya.

2) Marine Environmet Protection Committee (MEPC), komite yang menangani pengaturan-pengaturan tentang perlindungan terhadap pencemaran laut, termasuk pencemaran udara dari kapal-kapal laut. 3) Legal Committee (LEG), yaitu komite yang menangani tentang

pengesahan aturan yang akan diberlakukan oleh IMO.

4) Technical Cooperation Committee (TCC), yaitu komite yang mempunyai tugas untuk membahas negara-negara yang memerlukan bantuan teknis dalam kaitannya dengan implementasi instrumen-instrumen IMO.

5) Facilitation Committee (FAL), yaitu komite yang menangani masalah pengaturan permasalahan dokumen-dokumen yang harus dibawa oleh kapal-kapal, membantu menjembatani antar negara dalam implementasi instrumen IMO sehingga tidak terjadi kerancuan serta upaya menghindari adanya keterlambatan operasi kapal-kapal

commit to user

berkaitan dengan dokumentasi kapal yang masuk wilayah negara lain.

Komite (Committee) membentuk sub-sub komite

(Sub-Committee) yaitu:

1) Bulk Liquids and Gases (BLG)

2) Carriage of Dangerous Goods, Solid Cargoes and Containers (DSC)

3) Fire Protection (FP)

4) Radio-communications and Search and Rescue (COMSAR) bertugas membahas rancangan-rancangan ketentuan mengenai komunikasi radio di kapal dan pengaturan tentang SAR (Search and

Rescue = pencarian dan pertolongan),

5) Safety of Navigation (NAV) bertugas membahas rancangan-rancangan ketentuan mengenai alat bantu navigasi dan alur-alur pelayaran untuk keselamatan pelayaran serta aturan pencegahan tubrukan di laut,

6) Ship Design and Equipment (DE)

7) Stability and Load Lines and Fishing Vessels Safety (SLF) 8) Standards of Training and Watchkeeping (STW)

9) Flag State Implementation (FSI)

Berdasarkan struktur dan fungsi dari badan-badan IMO maka dapat disimpulkan kegiatan-kegiatan IMO secara garis besarnya meliputi:

a. Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemeliharaan keselamatan maritim dan efisiensi pelayaran.

b. Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pencegahan dan pengawasan pencemaran lingkungan laut yang disebabkan oleh kapal-kapal, serta masalah-masalah yang berhubungan dengan hal itu;

c. Kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan perkapalan serta kegiatan-kegiatan laut yang berhubungan khususnya mengenai bantuan di

commit to user

bidang teknis kepada negara-negara berkembang. (Kusumaatmadja, 1978: 212)

Dalam rangka kerjasama antara negara-negara anggota, terutama untuk menunjukkan tujuan utama daripada IMO akan keselamatan di laut serta efisiensi pelayaran, atau inisiatif IMO telah diadakan konvensi-konvensi di bidang maritim sebagai berikut:

a. International Covention for the Safety of Life at Sea(SOLAS), 1948; b. International Regulations for Preventing Collicions at Sea(COLREG),

1960;

c. International Convention for Prevention of Pollution of the Sea by Oil (OILPOL), 1954;

d. The International Convention for the Prevention Pollution from Ships,

1973;

e. Convention on Facilitation of International Maritime Traffic, 1965; f. The International Convention on Load lines, 1966;

g. The International Convention Tonnage Measurement of Ships, 1969 h. The international convention Relating to Intervention on the High Sea in

Cases of Oil Pollution Casualties, 1969.

i. The International Convention on Civil Liability for oil Pollution Damage, 1969

Konvensi international mengenai keselamatan di laut adalah Safety of Life

at Sea (SOLAS), 1974, dimana secara umum, SOLAS dianggap sebagai

perjanjian yang paling penting di IMO dalam hal pengaturan keamanan kapal dagang. Konvensi ini diadopsi pada 1 November 1974 dan diberlakukan pada 5 Mei 1980, serta terus-menerus diperbarui melalui amandemen. Pada 30 Juni 2010, sebanyak 159 negara pihak telah mengadopsi SOLAS, termasuk semua negara-negara ASEAN, kecuali Laos (Beckman, www.tabloiddiplomasi.org

/previous-isuue/105-september-2010/933-konvensi-international-mengenai-keselamatan-di-laut.html, diakses tanggal 16 Desember 2013 Pukul 17:43 WIB)

commit to user

Bab V Pasal 7 dari SOLAS menyatakan bahwa tugas pencarian dan penyelamatan itu merupakan tanggung jawab pemerintah. Hal ini untuk

memastikan bahwa pengaturan yang diperlukan dibuat untuk

mengkomunikasikan musibah yang terjadi dan melakukan koordinasi dengan pemerintah mengenai tanggung jawab untuk menyelamatkan orang-orang yang tengah berada dalam kesulitan di sekitar pantai atau di laut. Pengaturan ini mencakup pembentukan, operasi dan pemeliharaan fasilitas search and rescue

(SAR) yang dianggap praktis dan diperlukan. (Beckman,

www.tabloiddiplomasi.org /previous-isuue/105-september-2010/933-konvensi-international-mengenai-keselamatan-di-laut.html, diakses tanggal 16 Desember 2013 Pukul 17:43 WIB)

Konvensi internasional mengenai search and rescue atau SAR diadopsi pada 1979 dan mulai diberlakukan pada 22 Juni 1985. Konvensi ini kemudian dirubah melalui resolusi Maritime Safety Committee IMO pada 1998 dan diberlakukan pada 1 Januari 2000. Kemudian dirubah kembali pada 2004, dan diberlakukan pada 1 Juli 2006. Pertanggal 30 Juni 2010, sudah sebanyak 95 negara yang menjadi para pihak di konvensi ini, termasuk Singapura dan Vietnam. Sementara Indonesia baru meratifikasi pada tahun 2012.

Konvensi SAR 1979 ini dimaksudkan untuk membangun sistem internasional dengan standar dan prosedur yang umum. Tujuannya adalah untuk mengembangkan International SAR Plan sehingga operasi penyelamatan terhadap orang-orang yang tengah berada dalam musibah di laut akan dikoordinasikan oleh organisasi SAR, dan bila perlu dengan melakukan kerjasama organisasi Search and Rescue antarnegara.

Kerjasama SAR 1979 adalah upaya mendorong para pihak untuk masuk ke dalam perjanjian SAR dengan melibatkan negara tetangga dalam pembentukan SAR regional, pengumpulan fasilitas, pembentukan prosedur umum, serta kerjasama pelatihan dan kunjungan penghubung (Beckman, www.tabloiddiplomasi.org /previous-isuue/105-september-2010/933-konvensi-international-mengenai-keselamatan-di-laut.html, diakses tanggal 16 Desember 2013 Pukul 17:43 WIB).

commit to user

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori (Halaman 35-42)

Dokumen terkait