• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumah susun merupakan kategori rumah resmi pemerintah Indonesia untuk tipe hunian bertingkat seperti apartemen, kondominium, flat, dan lain-lain. Pada perkembangannya istilah rumah susun digunakan secara umum untuk menggambarkan hunian bertingkat kelas bawah, yang artinya berbeda

62

Effendi Perangin-angin, Prak tik Penggunaan Tanah Sebagai Jaminan Kredit , Rajawali Pers, Jakarta, 1981, hlm. 9.

63 Sri Soedewi M. Sofyan, Huk um Jaminan Di Indonesia Pok ok -pok ok Huk um Jaminan

dengan apartemen. Ada dua jenis rusun, yaitu rusunami dan rusunawa. Rusun adalah singkatan dari rumah susun. Rumah susun sering kali dikonotasikan sebagai apartemen versi sederhana, walupun sebenarnya apartemen bertingkat sendiri bisa dikategorikan sebagai rumah susun. Rusun dibangun sebagai jawaban atas terbatasnya lahan untuk pemukiman di daerah perkotaan.

Rusunami merupakan akronim dari Rumah Susun Sederhana Milik. Penambahan kata “sederhana” setelah rusun bisa berakibat negatif, karena pada pikiran masyarakat awam rusun yang ada sudah sangat sederhana. Namun kenyataannya rusunami yang merupakan program perumahan yang digalakkan pemerintah ini, merupakan rusun bertingkat tinggi yaitu rusun dengan jumlah lantai lebih dari 8. Secara fisik, tampilan luarnya mirip dengan apartemen. Kata “milik” yang ditambahkan di belakangnya berarti pengguna tangan pertama adalah pembeli yang membeli secara langsung dari pengembangnya. Istilah lain yang sering diusung oleh para pengembang untuk rusunami adalah “apartemen bersubsidi”.

Para pengembang umumnya lebih senang menggunakan istilah “Apartement” daripada “Rusun” karena konotasi negatif yang melekat pada istilah “rusun”. Sedangkan penambahan kata “bersubsidi” disebabkan karena pemerintah memberikan subsidi bagi pembeli rusunami. Namun hanya pembeli yang memenuhi syarat saja yang berhak diberi subsidi. Warga masyarakat yang tidak memenuhi syarat tetap dapat membeli rusunami, namun tidak berhak atas subsidi.

Di dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) tidak disebutkan secara khusus mengenai rumah susun, hanya berbunyi sebagai berikut:

a. hak milik;

b. hak guna usaha; c. hak guna bangunan; d. hak pakai;

e. hak sewa;

f. hak membuka tanah; g. hak memungut hasil hutan;

h. hak-hak lain yang tidak termasuk hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.

Hak-hak atas tanah tersebut didasarkan pada pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang berbunyi:

Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama sama dengan orang lain serta badan-badan hukum

Menurut Undang–Undang No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, pengertian Rumah Susun adalah sebagai berikut:

Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun merumuskan bahwa bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara terpisah tidak untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. Penjelasan Pasal 25 ayat 1 undang-undang tersebut memberi contoh bagian bersama adalah antara lain : pondasi, kolom, balok, dinding, lantai, atap, talang air, tangga, lift, selasar, saluran-saluran, pipa-pipa, jaringan-jaringan listrik, gas dan telekomunikasi.

Berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, “Rumah Susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri serta benda lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan atau fidusia”. Dapat dibebani hak tanggungan apabila rumah susun tersebut dibangun di atas tanah hak milik atau hak guna bangunan, dan dibebani fidusia apabila dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah Negara. Hal ini dimaksudkan supaya dapat dimungkinkan adanya pemilikan satuan rumah susun dengan cara jual beli yang pembayarannya dilakukan secara bertahap atau angsuran.

Namun pada saat ini disamping sebagai akibat dari semakin padatnya penduduk dan pesatnya perdagangan dimana tanah-tanah dipusat-pusat kota sudah semakin terbatas, bagi golongan ekonomi yang lebih tinggi yang memerlukan fasilitas yang lebih baik, komunikasi yang cepat dan lancar, pembangunan rumah susun semakin diminati. Pembangunan rumah susun untuk golongan ekonomi lemah berbeda dengan untuk golongan ekonomi

tinggi yang disebut flat, apartemen dan condominium dengan sifat mewah dan mempunyai fasilitas yang lengkap dan sifat-sifat khusus.

2. Asas-Asas dan Arah Pembangunan Rumah Susun

Perumahan merupakan salah satu unsur penting dalam strategi pengembangan wilayah yang menyangkut aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan Ketahanan Nasional. Dari hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa perumahan merupakan masalah nasional yang dampaknya sangat dirasakan di seluruh wilayah tanah air, terutama di daerah pekotaan yang berkembang pesat.

Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Dengan semakin bertambahnya penduduk, sedangkan lahan yang tersedia sangat terbatas, maka pembangunan rumah dibuat bertingkat atau yang kita kenal dengan rumah susun. Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh.

Pembangunan rumah susun berlandaskan pada asas- asas sebagai berikut:

a. Asas Kesejahteraan, sebagai landasan pembangunan rumah susun dengan maksud untuk mewujudkan kesejahteraan

lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melalui pemenuhan kebutuhan akan perumahan sebagai kebutuhan dasar bagi setiap warga negara Indonesia dan keluarganya; b. Asas Keadilan dan Pemerataan, memberikan hasil

pembangunan di bidang rumah susun agar dapat dinikmati secara proporsional dan merata bagi seluruh rakyat;

c. Asas Kenasionalan, memberikan landasan agar kepemilikan sarusun dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan nasional;

d. Asas Keterjangkauan dan Kemudahan, agar hasil pembangunan rumah susun dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mendorong terciptanya iklim kondusif dengan memberikan kemudahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah;

e. Asas Keefisienan dan Kemanfaatan, mengamanatkan penyelenggaraan rumah susun yang dilakukan dengan memaksimalkan potensi sumber daya tanah, teknologi rancang bangun, dan industry bahan bangunan yang sehat serta memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat;

f. Asas Kemandirian dan Kebersamaan, mengamanatkan penyelenggaraan rumah susun agar bertumpu pada prakarsa, swadaya, dan peran serta masyarakat sehingga mampu membangun kepercayaan, kemampuan, dan kekuatan sendiri serta terciptanya kerja sama antar pemanku kepentingan;

g. Asas Kemitraan, penyelenggaraan rumah susun dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan pelaku usaha dan masyarakat dengan prinsip saling mendukung;

h. Asas Keserasian dan Keseimbangan, agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan dengan mewujudkan keserasian dan keseimbangan pola pemanfaatan ruang;

i. Asas Keterpaduan, mengamanatkan agar pembangunan rumah susun diselenggarakan secara terpadu dalam hal kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengendalian;

j. Asas Kesehatan, agar pembangunan rumah susun harus memenuhi standar rumah sehat, syarat kesehatan lingkungan, dan perilaku hidup sehat.

k. Asas Kelestarian dan Berkelanjutan, agar rumah susun diselenggarakan dengan menjaga keseimbangan

lingkungan hidup dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan;

l. Asas Keselamatan, Kenyamanan, dan Kemudahan, mengamanatkan bahwa bangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan keselamatan, yaitu kemampuan bangunan rumah susun mendukung muatan, pengamanan bahaya kebakaran dan petir; persyaratan kenyamanan ruang gerak antar ruang, pengkondisian udara, pandangan, getaran, dan kebisingan; serta persyaratan kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan, kelengkapan prasarana, dan sarana rumah susun termasuk fasilitas, dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia;

m. Asas Keamanan, Ketertiban, dan Keteraturan, agar pengelolaan dan pemanfaatan rumah susun lebih terjamin bangunan, lingkungan, dan penghuni dari segala gangguan dan ancaman keamanan; ketertiban dalam melaksanakan kehidupan sosialnya; serta keteraturan dalam pemenuhan ketentuan administratif.

Arah kebijaksanaan pembangunan rumah susun di Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun sebagaimana telah diubah Undang–Undang No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun berisi 3 (tiga) unsur pokok, yakni:

a. Konsep tata ruang dan pembangunan perkotaan, dengan mendayagunakan tanah secara optimal dan mewujudkan pemukiman dengan kepadatan penduduk;

b. Konsep pembangunan hukum, dengan menciptakan hak kebendaan baru yaitu satuan rumah susun yang dapat dimiliki secara perseorangan dengan pemilikan bersama atas benda, bagian dan tanah dan menciptakan badan hukum baru yaitu Perhimpunan Penghuni, yang dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya dapat bertindak ke luar dan ke dalam atas nama pemilik satuan rumah susun, berwenang mewujudkan ketertiban dan ketenteraman dalam kehidupan rumah susun;

c. Konsep pembangunan ekonomi dan kegiatan usaha, dengan dimungkinkannya kredit konstruksi dengan pembebanan hipotik atau fidusia atas tanah beserta gedung yang masih dibangun.

Dari uraian tersebut di atas, maka kebijaksanaan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:

a. memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, secara adil dan merata, serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia.

b. mewujudkan pemukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata ruang kota dan tata daerah serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna.

Di dalam Penjelasan Umum Undang–Undang No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun ditegaskan bahwa pembangunan rumah susun ditujukan terutama untuk tempat hunian, khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun demikian pembangunan rumah susun harus dapat mewujudkan pemukiman yang lengkap dan fungsional, sehingga diperlukan adanya bangunan bertingkat lainnya untuk keperluan bukan hunian yang terutama berguna bagi pengembangan kehidupan masyarakat ekonomi lemah.

Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan-persyaratan teknis dan administratif yang lebih ketat. Untuk menjamin keselamatan bangunan, keamanan, dan ketenteraman serta ketertiban penghunian, dan keserasian dengan lingkungan sekitarnya, maka satuan rumah susun baru dapat dihuni setelah mendapat izin kelayakan untuk dihuni dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penghuni satuan rumah susun (Sarusun) tidak dapat menghindarkan diri atau melepaskan kebutuhannya untuk menggunakan bagian bersama,

benda bersama, dan tanah bersama, karena secara keseluruhan merupakan kebutuhan fungsional yang saling melengkapi.

Dalam Pasal 16 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun sebagaimana telah diubah Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun yang mengatur mengenai pembangunan Rumah Susun (Apartement) menyebutkan bahwa:

Pelaku pembangunan rumah susun komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun.

Pemasaran dan jual beli Rumah Susun (Apartement) dapat dilakukan sebelum bangunan selesai dibangun, sebagaimana diatur dalam Pasal 42 Ayat (1) dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 Tentang Rumah Susun sebagaimana telah diubah Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, yaitu:

Pasal 42 Ayat (1): Pelaku pembangunan dapat melakukan pemasaran sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan.

Pasal 43 Ayat (1): Proses jual beli sarusun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat di hadapan notaris. Pasal 43 Ayat (2): Perjanjian Pengikatan Jual Beli

Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas:

a. Status kepemilikan tanah;

b. Kepemilikan IMB (Izin Mendirikan Bangunan;

c. Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;

d. Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen); dan

e. Hal yang diperjanjikan. 3. Tujuan Pembangunan Rumah Susun (Apartement)

Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata, sebagai salah satu usaha untuk mengisi cita-cita perjuangan bangsa Indonesia bagi terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan akan perumahan yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga Negara Indonesia dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Di samping itu, pembangunan perumahan merupakan salah satu unsur yang penting dalam strategi pengembangan wilayah, yang menyangkut aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan Ketahanan Nasional.64

Adapun konsep pembangunan rumah susun ini lahir untuk menjawab keterbatasan tanah yang tersedia, dengan mempertimbangkan efesiensi dan efektivitas penggunaan tanah, mengingat kurang memungkinkan untuk membangun perumahan secara mendatar/horizontal. Hal tersebut di atas mendorong pemerintah untuk membuat Undang-Undang dan Peraturan

tentang Rumah Susun yaitu Undang–Undang No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun Juncto Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988. Alasan, tujuan dan atau dasar pembentukan Undang-Undang Rumah Susun (UURS) adalah :

a. Demi terwujudnya kesejahteraan umum dan peningkatan taraf hidup rakyat, khususnya dalam usaha pemerataan

pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan

sebagaimana diamanatkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara.

b. Demi terlaksananya tujuan/cita-cita luhur tersebut diperlukan perumahan yang layak dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli rakyat, terutama golongan masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah.

Dibangunnya perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai, disebabkan dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan, perlu lebih ditingkatkannya kualitas lingkungan perumahan dimaksud, terutama di daerah-daerah yang berpenduduk padat, padahal luas tanah yang tersedia terbatas.

Sehubungan dengan uraian tersebut, maka kebijaksanaan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:65

a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, secara adil, dan merata, serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia;

b. Mewujudkan permukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata ruang kota dan tata daerah serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna. Sejalan dengan arah kebijaksanaan umum tersebut, maka di daerah perkotaan yang berpenduduk padat, sedangkan tanah yang

tersedia sangat terbatas, perlu dikembangkan pembangunan perumahan dan pemukiman dalam bentuk rumah susun yang lengkap, seimbang, dan serasi dengan lingkungannya.66 Pembangunan rumah susun ditujukan terutama untuk tempat hunian, khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Namun demikian, pembangunan rumah susun harus dapat mewujudkan permukiman yang lengkap dan fungsional, sehingga diperlukan adanya bangunan gedung bertingkat lainnya untuk keperluan bukan hunian yang terutama berguna bagi pengembangan kehidupan masyarakat ekonomi lemah. Oleh karena itu, dalam pembangunan rumah susun yang digunakan bukan untuk hunian yang fungsinya memberikan lapangan kehidupan masyarakat. Adapun tujuan pembangunan rumah susun seperti yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011:67

a. Menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya;

b. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang

dengan memperhatikan prinsip pembangunan

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;

c. Mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh;

66 Ibid, hlm. 159.

d. Mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif;

e. Memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR;

f. Memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun;

g. Menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingku ngan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu; dan

h. Memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.

Dokumen terkait