• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Lereng

Suatu permukaan tanah yang miring dengan sudut tertentu terhadap bidang horizontal dan tidak dilindungi, disebut talud tak tertahan (unrestrained slope). Talud ini dapat terjadi secara alamiah atau buatan. Bila permukaan tanah tidak datar, maka komponen berat tanah yang sejajar dengan kemiringan talud akan menyebabkan tanah bergerak ke arah bawah seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.1.

Bila komponen berat tanah tersebut cukup besar, kelongsoran talud dapat terjadi, yaitu tanah dalam zona a b c d e a dapat menggelincir ke bawah. Dengan kata lain, gaya dorong (driving force) melampaui gaya berlawanan yang berasal dari kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor (Das, 1985).

Konsistensi tanah Taksiran harga kekuatan geser undrained, Cu Taksiran harga SPT, harga N

Taksiran harga tahanan conus, qc (dari Sondir)

kPa ton/m2 kg/cm2 kPa Sangat lunak (very soft) 0 – 12.5 0 – 1.25 0 – 2.5 0 – 10 0 – 1000 Lunak (soft) 12.5 – 25 1.25 – 2.5 2.5 – 5 10 – 20 1000 – 2000 Menengah (medium) 25 – 50 2.5 – 5.0 5 – 10 20 – 40 2000 – 4000 Kaku (stiff) 50 – 100 5.0 – 10 10 – 20 40 – 75 4000 – 7500 Sangat kaku (very stiff) 100 – 200 10 – 20 20 – 40 75 – 150 7500 – 15000 Keras (hard) >200 >20 >40 >150 >15000

Gambar 2. 1 Diagram Skematik Kelongsoran Talud (Sumber: Das 2010)

2.2.1Jenis-Jenis Lereng

Lereng dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Inifinite slope (tinggi tak terbatas)

Lereng tinggi tak terbatas atau lereng menerus diasumsikan bahwa permukaan kelongsoran potensial adalah sejajar dengan permukaan lereng dengan kedalaman yang dangkal bila dibandingkan dengan panjang lereng. Lereng tersebut dianggap memiliki panjang tak terhingga dengan mengabaikan pengaruh ujungnya (Craig, 1987).

2. Finite slope ( tinggi terbatas)

Lereng dengan tinggi terbatas adalah apabila harga Hcr mendekati tinggi lereng (Das, 1985). Analisis terhadap lereng dengan tinggi terbatas yang berada pada tanah yang homogen, dilakukan dengan asumsi bidang longsor terjadi pada bidang yang lengkung.

2.2.2 Macam- macam kelongsoran lereng

Terdapat beberapa tipe kelongsoran yang sering terjadi, berikut ini adalah tipe kelongsoran berdasarkan jenis bidang longsornya yang dibagi menjadi 4 (empat) yaitu Rotational Slide, Translational Slide, Surface Slide , Deep slide . Rotational Slide merupakan kelongsoran yang bidang longsornya serupa dengan busur derajat, log spiral dan bentuk lengkung yang tidak teratur seperti yang ditunjukan pada

Gambar 2.2. Jenis kelongsoran tipe Translational Slide ini terjadi apabila ada dua tanah yang memiliki kekuatan geser yang berbeda dan bidang longsornya terjadi pada batas lapisan tanah yang berbeda tersebut (Gambar 2.3). Kelongsoran yang terjadi pada tipe Surface Slide yaitu bidang longsornya berbentuk dangkal dan masih dalam batas lereng seperti ditunjukan pada Gambar 2.4. Deep slide memiliki bidang longsor ysng terletak jauh dibawah permukaan tanah dan dalam seperti ditunjukan pada Gambar 2.5.

Gambar 2. 3 Translational Slide

Gambar 2. 4 Surface Slide

2.2.3 Penyebab Kelongsoran pada Lereng

Faktor-faktor penyebab ketidakstabilan talud yang dapat dibagi menjadi dua kelompok besar (Terzaghi, 1950) adalah:

a. Faktor Dari Luar

Faktor ini disebabkan karena meningkatnya tegangan geser yang terjadi pada tanah sehingga faktor keamanannya menjadi turun (fk<1). Hal ini dapat disebabkan oleh:

1. Turunnnya tegangan horizontal tanah 2. Peningkatan tegangan vertikal tanah 3. Gempa bumi

b. Faktor Dari Dalam

Faktor ini disebabkan oleh penurunan kekuatan geser tanah yang disebabkan oleh:

1. Peningkatan kadar airyang terjadi pada tanah lempung 2. Struktur geologi dan keadaan geometri talud

3. Absorbsi oleh mineral lempung yang biasanya diikuti oleh penurunan harga kohesi tanah

4. Penyusutan tanah lempung

5. Perubahan berat volume dan tekanan air pori tanah Sedangkan menurut Vames (1958) dalam Bismoseno (2006), faktor-faktor ketidakstabilan suatu lereng diuraikan menjadi 2 kelompok juga yaitu:

a. Tegangan geser yang meningkat yang disebabkan oleh bertambahnya beban lereng (bangunan dan timbunan pada bagian atasnya), hilangnya dukungan lateral (pemotongan dan penggalian pada kaki lereng), perubahan muka air yang berbatasan dengan lereng dan berlangsung cepat (sudden draw down), meningkatnya tegangan lateral (celah-celah retakan terisi oleh air), dan akibat beban gema yang terjadi.

b. Terjadi pengurangan tahanan geser yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan air pori yang mengurangi tegangan efektif (infiltrasi air hujan kedalam lereng, tidak terkontrolnya aliran air dalam drainase, gempa bumi yang menyebabkan

tekanan air murni), pengembangan pada tanah lempung, pelapukan dan degradasi sifat kimia serta keruntuhan progresif karena melemahnya tegangan geser.

2.2.4 Tahanan Geser Tanah

Kekuatan geser suatu massa tanah merupakan perlawanan internal tanah tersebut persatuan luas terhadap keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang geser dalam tanah yang dimaksud. Untuk menganalisis masalah stabilitas tanah seperti daya dukung, stabilitas talud (lereng), dan tekanan tanah ke samping pada turap maupun tembok penahan tanah, mula-mula kita harus mengetahui sifat-sifat ketahanan penggesernya tanah tersebut (Das, 1985).

Teori tentang keruntuhan disuguhkan oleh Mohr (1980). Teori tersebut menyatakan bahwa keruntuhan terjadi pada suatu material akibat kombinasi kritis antara tegangan normal dan teangan geser, dan bukan hanya akiba teganan normal maksimum atau tegangan geser maksimum saja seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.6

Gambar 2. 6 Kriteria keruntuhan Mohr-Coulumb (Sumber: Das 2010)

Teori keruntuhan Mohr-Coulomb menghasilkan persamaan yang dapat ditulis sebagai berikut:

𝜏𝑓 = 𝑓(𝜎) (2.1) Garis keruntuhan yang dinyatakan pada Persamaan (2.1) berbentuk lingkaran seperti yang diperlihatkan oleh gambar 2.6 (b). Untuk sebagian besar masalah-masalah mekanika tanah, garis tersebut cukup didekati dengan sebuah garis lurus yang menunjukkan hubungan linier antara tegangan normal dan tegangan geser (Coulumb, 1776). Sehingga Persamaan (2.1) dapat ditulis sebagai berikut:

τf= c + σ tan ϕ (2.2)

Keterangan : c = kohesi

ϕ = sudut geser tanah

σ = tegangan normal rata-rata pada permukaan bidang longsor

Nilai c dan ϕ merupakan komponen utama pada kuat geser tanah. Nilai c (kohesi) adalah nilai lekatan yang dimiliki suatu elemen tanah. Namun hanya tanah yang bersifat lempung saja yang memiliki nilai c, sedangkan pasir tidak tidak memiliki nilai c. Kemudian untuk sudut geser dalam pada saat keruntuhan adalah sebesar θ = 45 + (ф/2). Hubungan antara nilai c, ф, θ, tegangan geser, dan tegangan normal dapat dilihat pada Gambar 2.7. Gambar 2.7 disebut juga sebagai lingkaran Mohr yang mewakili tegangan pada saat runtuh. Garis keruntuhan dinyatakan dengan Persamaan (2.2) menyinggung lingkaran Mohr pada titik d. Jadi, keruntuhan geser yang terjadi pada bidang tertentu dapat dinyatakan dengan lingkaran berjari-jari da, dan bidang tersebut harus membentuk kemiringan sudut θ = 45 + (ф/2) terhadap bidang utama.

Gambar 2. 7 Lingkaran Mohr (Das, 2010)

2.2.5 Analisa Stabilitas Lereng

Analisis stabilitas lereng merupakan suatu analisis guna memeriksa keamanan lereng alamiah, lereng galian maupun lereng timbunan. Sehingga faktor keamanan atau safety factor (SF) harus diperhitungkan. Untuk menentukan angka keamanan dari suatu lereng dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Das 1985) :

𝐹𝑠 =𝜏𝑓𝜏𝑑 Dimana :

Fs = angka keamanan

𝜏𝑓 = kekuatan tanah untuk menahan kelongsoran

𝜏𝑑 = gaya dorong yang bekerja sepanjang bidang longsor Suatu lereng dapat diketahui longsor atau tidak berdasarkan nilai SF nya. Apabila nilai SF < 1, maka lereng tersebut terjadi longsor. Jika SF = 1, maka kondisi lereng dapat dinyatakan kritis atau tepat akan mengalami longsor. Sedangkan apabila SF

> 1 maka lereng dapat dinyatakan stabil dan tidak mengalami longsor.

2.2.6 Teori bishop

Analisa kelongsoran dapat dihitung dengan menggunakan metode irisan yang telah disederhanakan (Bishop,1955). Metode bishop ini menganggap bahwa gaya-gaya yang bekerja pada sisi irisan mempunyai resultan nol pada arah vertikal. Metode ini digunakan untuk mencari jari-jari kelongsoran. Metode Bishop lebih banyak dipakai karena lintasan longsor kritis yang dihasilan dari perhitungan lebih mendekati dengan hasil pengamatan di lapangan. Berikut adalah prinsip Metode Bishop: F = [ 𝑐′.𝑏𝑖+(𝑤𝑖−𝑢𝑖.𝑏𝑖)𝑡𝑔 ∅′] 1 cos 𝛼𝑖 (1+𝑡𝑔𝛼𝑖.𝑡𝑔∅𝐹 ) 𝑖=𝑚 𝑖=1 𝑖=𝑚𝑖=1 𝑤𝑖.sin 𝛼𝑖 ≥ 2 Dimana: F = faktor keamanan c’= kohesi tanah efektif

ɸ’ = sudut geser dalam tanah bi = lebar irisan ke-i

wi = berat tanah irisan ke-i αi = sudut yang didefinisikan ui = tekanan air pori pada irisan ke-i

Gambar 2. 8 Metode Bishop

Dokumen terkait