• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. KULIT

Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting dan tidak hanya untuk menutupi tubuh atau pembatas bagian tubuh luar dan dalam. Kulit juga merupakan organ tubuh yang paling luas pada tubuh manusia yang juga berfungsi sebagai pelindung utama. Kulit mempunyai lapisan terluar yang melindungi tubuh dari gangguan fisik, kulit juga melindungi dari bakteri dan jamur (Wilkinson et al., 1962).

Menurut Wilkinson et al., (1962) ada 2 struktur kulit manusia, yaitu epidermis, strukturnya agak tipis, terletak sebelah luar dan sensitif, dan lapisan dermis. Lapisan epidermis tebalnya berbeda-beda pada bagian tubuh dan memiliki 5 lapisan (dari luar kedalam) yaitu : stratum corneum

merupakan lapisan paling luar dan terdiri dari sel-sel mati; stratum lucidum; stratum granulosum merupakan lapisan dalam, terdapat butir-butir pigmen yang disebut pigmen melanin; stratum malpighi; serta stratum germinativum

merupakan lapisan dimana terjadinya mitosis dan sel ini akan menghasilkan atau melindungi pigmen melanin. Pada Gambar 1 dapat dilihat struktur jaringan kulit.

Gambar 1. Struktur utama kulit manusia (Mitsui, 1997)

Subcutaneous Rambut Stratum corneum Epidermis Dermis Kapiler

Kulit merupakan salah satu panca indra. Kulit lapisan atas berfungsi sebagai penghubung antara lapisan tubuh dengan lingkungan luar, dapat melindungi tubuh dan mencegah kekeringan. Selain itu, kulit juga berfungsi memelihara tubuh dari radiasi ultraviolet dengan menggunakan melanin (Balsam et al., 1972).

Menurut Warta Konsumen (1987), fungsi kulit adalah pembungkus struktur jaringan tubuh di bawahnya; penghantar cahaya yang kurang baik (sehingga batas-batas tertentu kulit dapat melindungi bagian tubuh lainnya dari pengaruh buruk cahaya berlebih); pengatur suhu. Sedangkan menurut Mitsui (1997), kulit berfungsi untuk menutupi semua bagian tubuh dan melindungi tubuh dari berbagai macam gangguan eksternal dan kerusakan kulit akibat kehilangan kelembaban. Kulit luar terbagi atas tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan sel subcutaneous.

Banyak orang menganggap bahwa kosmetika tidak akan menimbulkan hal-hal yang membahayakan manusia karena hanya ditempelkan di bagian luar kulit. Pendapat ini tentu saja salah karena ternyata kulit mampu menyerap (absorpsi) bahan yang melekat padanya. Kemampuan kulit ini meliputi 2 aspek, pertama merupakan aspek positif yaitu terjadinya penyerapan menyebabkan kosmetika dapat membantu memperbaiki struktur dan faal kulit yang telah aus. Kedua, aspek negatif yaitu penyerapan oleh kulit dapat menyebabkan efek samping kosmetika (Anief, 1997).

Barnett (1972), mengatakan pemakaian sabun dan deterjen secara terus- menerus dapat menyebabkan kehilangan lapisan minyak membuat kulit menjadi kering. Kulit kering ditandai dengan kulit menjadi kasar dan mengelupas, kurang lentur, dan pecah-pecah (Frazier dan Blank, dalam Barnett, 1972).

Dari sudut pandang biokimia, kekeringan adalah ukuran dari kandungan air di kulit sedangkan emollient action merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan konservasi air. Di bawah kondisi normal, kandungan air dan tekanan uap air lebih tinggi daripada kondisi udara sekitar. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya evaporasi dari permukaan kulit. Akibatnya kulit menjadi kering karena kehilangan air dari stratum corneum. Frazier dan Blank

dalam Barnett (1972) menyatakan bahwa bahan-bahan emollient digunakan sebagai pencegahan terhadap kekeringan pada kulit.

Beberapa tipe produk yang dapat digunakan untuk menjaga kelembaban kulit dapat dikelompokkan menjadi skin lotion, emulsi minyak dalam air baik dengan atau tanpa perekat, emulsi air dalam minyak serta campuran antara minyak dan lilin tanpa adanya kandungan air (Wilkinson et al., 1962).

Kulit menjadi kering sebagai akibat dari kekurangan air di stratum corneum, kelembaban yang rendah, hidarasi yang tidak cukup dari lapisan bawah epidermal dan pergerakan air (Keithler, 1956). Kehilangan air dari lapisan corneum dipengaruhi oleh lingkungan sekitar (temperatur, kelembaban, angin), dan ada/tidaknya lapisan minyak (Jellinek, 1970).

Menurut Brown dalam Wilkinson et al.,(1962), kulit mengandung beberapa komponen kimia, diantaranya kalsium, magnesium, sodium, potasium, fosfor dan silikon.

B. SKIN LOTION

Lotion merupakan salah satu bentuk emulsi, didefinisikan sebagai campuran dari dua fase yang tidak bercampur, yang distabilkan dengan sistem emulsi dan jika ditempatkan pada suhu ruang berbentuk cairan yang dapat dituang. Proses produksi skin lotion adalah dengan cara mencampurkan bahan-bahan yang larut dalam fase air pada bahan-bahan yang larut dalam fase lemak, dengan cara pemanasan dan pengadukan (Schmitt, 1996).

Lotion merupakan produk kosmetika berupa cairan yang digunakan untuk memelihara kesehatan kulit dan tetap menjaga kesehatan. Lotion terdiri dari sebuah emulsi berbentuk o/w (minyak dalam air) atau oil in water. Emulsi adalah suatu campuran (koloid) dari dua cairan atau lebih yang tidak saling melarutkan tetapi ingin saling terpisah (antagonis) karena mempunyai berat jenis yang berbeda. Cairan yang terdispersi disebut fase internal atau

uncontinous phase sedangkan cairan yang mendispersi (pendispersi) disebut fase eksternal atau continous phase (Barnett, 1972).

Hand and body lotion umumnya berbentuk emulsi minyak dalam air (o/w), dimana minyak merupakan fase terdispersi (internal) dan air merupakan

fase pendispersi (eksternal). Tipe skin lotion umumnya terdiri dari 10-15 % fase minyak, 5-10 % humektan, dan 75-85 % fase air. Karakteristik dasarnya mempunyai kemampuan melembabkan kulit dengan segera dan mengurangi kekeringan kulit atau gejala kulit kering (Balsam et al., 1972).

Lotion digunakan untuk mempertahankan kelembaban kulit, melembutkan kulit, mencegah kehilangan air, membersihkan kulit dan mempertahankan bahan aktif, pelarut, pewangi, dan pengawet (Schmitt, 1996). Fungsi utama skin lotion untuk perawatan kulit adalah sebagai pelembut (emollient). Hasil akhir yang diperoleh tergantung dari daya campur bahan baku dengan bahan lainnya untuk mendapatkan kelembaban, kelembutan dan perlindungan dari kekeringan. Bahan-bahan yang berfungsi sebagai pelembut adalah mineral oil, ester isopropil, alkohol alifatik, turunan lanolin, alkohol dan trigliserida serta asam lemak. Sedangkan bahan pelembab diantaranya adalah gliseril, propilen glikol, dan sorbitol dengan kisaran penggunaan pelembut dan pelembab masing-masing 0,5 % - 15 %.

Ditambahkan oleh Keithler (1956), metode yang digunakan pada pembentukan emulsi pada produk skin lotion sangat penting. Pada kebanyakan emulsi kosmetika, 2 fase secara terpisah dipanaskan pada suhu yang sama, kemudian fase yang satu dituangkan ke fase yang lainnya dan dipanaskan pada temperatur yang sama dengan pengadukan. Pengadukan terus dilakukan sampai emulsi dapat didinginkan pada suhu kamar.

Pada umumnya skin lotion disusun oleh komponen-komponen emulsifier (pengemulsi), humektan, emolien, bahan aktif, dan air (Keithler, 1956). Sedangkan menurut Barnett (1972), bahan penyusun skin lotion terdiri dari astringent, antiseptik, alkohol, humektan, minyak, lemak, pengemulsi, surfaktan, dan emolien.

Komponen bahan pengawet dan pewangi menurut Keithler (1956) juga penting untuk ditambahkan tetapi harus stabil pada suhu, pencahayaan dan kelembaban. Mitsui (1997), menambahkan skin lotion merupakan campuran dari air, alkohol, emolien, humektan, bahan pengental, pengawet dan pewangi.

Emulsifier atau pengemulsi yang digunakan dalam pembuatan skin lotion hampir sama dengan pembuatan krim, triethanolamin stearat dan oleat adalah emulsifier yang umum digunakan. Selain itu asam stearat juga dapat digunakan dalam formulasi sesuai dengan sifatnya yang dapat menghasilkan kilauan yang khas pada produk skin lotion (Wilkinson et al., 1962).

Menurut Mitsui (1997), asam stearat dapat diproduksi dengan dua cara yaitu : (1) dengan mengekstraksi cairan asam (asam oleat) dari asam lemak yang berasal dari lemak sapi; (2) dengan proses destilasi asam lemak yang berasal dari minyak kacang kedelai atau minyak biji kapas. Asam stearat yang tersedia secara komersial seringkali merupakan campuran asam-asam lemak C16 dan C18.

Gliseril monostearat dalam formulasi dapat berfungsi sebagai emulsifier pada skin lotion. Emulsi yang dihasilkan oleh komponen ini sangat stabil pada pH 7. Lotion yang diformulasikan menggunakan gliseril monostearat biasanya sangat tebal dan berat. Selain sebagai emulsifier, gliseril monostearat juga berfungsi sebagai emolien (Wilkinson et al., 1962). Sedangkan menurut Barnett (1972), gliseril monostearat merupakan emollient wax like thickeners

dengan polyethylene glycol 400 efektif digunakan pada konsentrasi yang rendah sebagai bahan pengental dan penstabil. Konsentrasi yang berlebih dari bahan-bahan ini harus dihindarkan karena dapat menyebabkan atau menghasilkan ‘gel’ pada skin lotion. Gliseril monostearat diperoleh melalui gliserolisis trigliserida dengan gliserol (Schmitt, 1996).

Gliseril monostearat memiliki rumus molekul C21H42O4 pada konsentrasi penggunaan 0,5-5 % dapat meningkatkan viskositas emulsi secara langsung (Balsam et al., 1972). Gliseril monostearat adalah suatu zat berbentuk flakes seperti lilin yang larut dalam pelarut organik dengan titik leleh 56-58°C Gliseril monostearat sering digunakan sebagai agen aktifitas permukaan (surface active agent) dan sebagai zat tambahan makanan.

Humektan merupakan salah satu bagian terpenting pada skin lotion. Semua alkohol polihidrat termasuk kedalam jenis humektan karena mempunyai struktur alkohol. Humektan merupakan zat yang melindungi emulsi dari ‘pengeringan’, zat ini penting untuk produk-produk pelembab dan

pasta gigi (Schmitt, 1996). Ditambahkan oleh Wilkinson dan Moore (1982) bahwa humektan merupakan senyawa material higroskopis yang dapat menarik uap air dari udara sampai beberapa derajat. Sedangkan menurut (Balsam et al., 1972) humektan adalah suatu zat pengatur perubahan kelembaban antara produk dengan udara, di atas kulit dan zat ini paling luas digunakan dalam hand and body lotion dan cream dibanding produk kosmetika lainnya, terlebih yang tujuan utamanya sebagai pelembab.

Humektan ditambahkan pada produk skin lotion terutama pada produk dengan tipe emulsi minyak dalam air untuk mengurangi kekeringan ketika produk disimpan pada suhu ruang. Humektan juga membantu dalam menyediakan kontrol untuk mengurangi rata-rata kehilangan air dan peningkatan viskositas. Terdapat 3 jenis humektan yaitu, anorganik humektan, metal-organik humektan, dan organik humektan (Wilkinson et al., 1962).

Humektan yang digunakan dalam pembuatan skin lotion saat ini ada yang bersifat alami, misalnya sorbitol dan ada juga yang berupa zat-zat kimia yang merupakan salah satu bentuk dari alkohol, misal polietilen glikol. Humektan sintetis ini biasanya akan menjadi masalah bila kelembaban sekeliling lebih rendah, karena zat humektan tadi akan menyerap air dari kulit manusia sehingga kulit akan berubah menjadi kering dan kondisi ini memudahkan kulit mengalami iritasi (Simanjutak, 2000). Syarat dasar humektan adalah harus mempunyai kemampuan menyerap air yang baik, mempertahankan penyerapan air (kelembaban pada kulit), menguap paling rendah, berbaur yang baik dengan unsur lain, harus aman, tidak berwarna dan tidak berbau, serta tawar (Takeo, 1997).

Humektan yang paling penting adalah gliserol, yang diperoleh dari proses saponifikasi trigliserida, dan sorbitol [C6H8(OH)6], suatu alkohol heksa (Mitsui, 1997). Gliserin merupakan humektan yang paling baik digunakan dalam pembuatan skin lotion. Menurut de Navarre (1945), dalam produksi oil in water hand lotion yang berhubungan dengan konsistensinya, penggunaan gliserin akan menghasilkan skin lotion dengan karakteristik skin lotion yang terbaik sedangkan penggunaan propilen glikol dan sorbitol menunjukkan hasil

pada formula berkisar 3-10 %. Penggunaan gliserin yang terlalu besar dapat menyebabkan komponen higroskopik ini mempertahankan skin lotion dari kekeringan dan mencegah terjadinya hidrasi pada kulit.

Tabel 1. Syarat-syarat humektan yang ideal Kemampuan

higroskopis

Produk harus dapat menyerap kelembaban dari atmosfer dan menahannya sampai keadaan pada kondisi normal dari kelembaban atmosfer

Viskositas Viskositas yang rendah dari humektan dapat menyebabkannya mudah dicampur pada produk, tetapi viskositas yang tinggi mencegah creaming

atau pemisahan dari emulsi atau membuat suspensi stabil

Kecocokan Humektan harus cocok dengan bahan penyusun lainnya

Warna, bau, rasa Warna yang baik, bau dan rasa yang essensial Tingkat keracunan Humektan tidak mengandung racun

Korosi Humektan tidak boleh korosif terhadap bahan kemasan

Stabilitas Humektan harus non volatil dan tidak boleh berbentuk padat/kristal pada suhu yang normal Reaksi Humektan harus netral pada reaksi yang terjadi Ketersediaan bahan Humektan harus tersedia dan bila memungkinkan

tidak terlalu mahal Sumber : Wilkinson dan Moore (1982)

Menurut Mitsui (1997), gliserin merupakan humektan yang sudah digunakan sejak lama dalam pembuatan skin lotion. Gliserin diperoleh dari hasil samping industri sabun atau asam lemak dari tanaman dan hewan. Gliserin tidak berwarna dan tidak berbau ketika mengalami dehidrasi. Gliserin berfungsi sebagai penarik air, penahan dan penyimpan air dan penyuplai sumber air pada celah lapisan cornified di permukaan kulit (Barnett, 1972).

Emolien (pelunak, zat yang mampu melunakan kulit) didefinisikan sebagai sebuah media, bila digunakan pada lapisan kulit yang keras dan kering akan mempengaruhi kelembutan kulit dengan adanya hidrasi ulang (Schmitt, 1996). Menurut Burton dalam Barnett (1972) emolien terdiri dari dua kelompok, yaitu dapat larut dalam air dan dapat larut dalam minyak.

Dalam skin lotion, emolien yang digunakan memiliki titik cair yang lebih tinggi dari suhu kulit. Fenomena ini dapat menjelaskan timbulnya rasa nyaman, kering, dan tidak berminyak bila skin lotion/krim dioleskan pada kulit. Oleh karena itu dalam membuat formula skin lotion harus diperhatikan fungsi utama dari pengunaan skin lotion yang melembutkan tangan, mudah dan cepat menyerap pada permukaan kulit, tidak meninggalkan lapisan tipis, tidak menimbulkan lengket pada kulit setelah pemakaian, tidak mengganggu pernafasan normal tangan, antiseptis, memiliki bau yang khas (menyegarkan) dan memiliki warna yang menarik dan tetap (Schmitt, 1996).

Emolien yang digunakan dalam formulasi skin lotion sangat terbatas pada beberapa jenis. Cetil alkohol adalah emolien yang juga berfungsi sebagai bahan pengental. Cetil alkohol yang umum digunakan berkisar antara 1-3 % pada formulasi produk. Semakin besar konsentrasi alkohol yang digunakan pada formulasi, emulsi yang terbentuk akan semakin tebal dan padat, dan kemungkinan akan terjadi granulasi (Wilkinson dan Moore, 1982).

Cetil alkohol diproduksi dengan cara destilasi fraksional alkohol yang disaponifikasi oleh minyak. Selain itu cetil alkohol juga dapat diproduksi dengan cara destilasi fraksional lemak sapi yang telah direduksi. Cetil alkohol merupakan lemak putih agak keras yang mengandung gugusan kelompok hidroksil dan digunakan sebagai penstabil emulsi pada produk emulsi seperti krim dan skin lotion (Mitsui, 1997).

Cetil alkohol (C15H33OH) yaitu lilin yang berwarna, tidak larut dalam air, bersinar mengkilap, bersisik dengan bentuk mikrokristalin, leleh pada suhu 48-45°C, jika dicampur dengan 25 cc alkohol dan dipanasi akan terbentuk warna jernih. Pada umumnya larut dalam kloroform, eter dan alkohol panas tetapi tidak larut dalam air (Tono, 1996). Cetil alkohol terbukti paling efektif sebagai pelembut karena bersifat hidrofobik, yaitu memproduksi

film penghambat yang menghindari hidrasi dari kulit kering (Balsam et al.,

1972).

Trietanolamin (HOCH2CH2)3N adalah cairan higroskopis, kental, berbau amonia, larut dalam kloroform, air dan alkohol, mendidih pada suhu 335°C (Tono, 1996). Trietanolamin sering disingkat TEA, suatu zat berbentuk cairan kental yang bersifat higroskopis dan sering digunakan pada kosmetika.

Alpha hydroxy acids dapat mengatasi kulit kering dengan dua cara. Pertama, alpha hydroxy acids membantu meningkatkan pergantian sel mati yaitu dengan menghilangkan kekeringan, sel kulit yang keriput dan menggantinya dengan sel kulit baru. Kedua, penggunaan alpha hydroxy acids

secara kontinyu dapat meningkatkan jumlah hyaluronic acid pada kulit

(www.skincarerx.com/hand-lotions.html). Selain itu, asam ini bekerja pada

lapisan stratum corneum bagian dasar, mengatasi semen yang mengikat kulit mati. Hal tersebut meningkatkan pergantian kulit mati dan memperbaharui struktur stratum corneum sehingga akan membuat kulit lebih fleksibel, lebih halus, dan lebih lembab (www.skincarerx.com/aha.html).

Beberapa minyak juga dapat digunakan dalam pembuatan skin lotion. Minyak yang umumnya digunakan yaitu almond, olive, sesame, minyak kapas dan minyak jagung. Minyak tersebut digunakan karena mengandung kelompok lipofilik (Barnett, 1972).

Selain itu, pada pembuatan skin lotion juga sering ditambahkan pengawet sebesar 0,1-0,2 % (Schmitt, 1996). Pengawet yang digunakan sebagai tambahan pada produk menyebabkan tidak dapat tumbuhnya mikroba karena pengawet bersifat anti mikroba. Pengawet juga harus ditambahkan pada suhu yang tepat pada saat proses pembuatan, yaitu antara 35-45°C agar tidak merusak bahan aktif yang terdapat dalam pengawet tersebut yang dapat mengganggu emulsi yang terbentuk. Pengawet yang baik memiliki persyaratan yaitu efektif mencegah tumbuhnya berbagai macam organisme yang dapat menyebabkan penguraian bahan, dapat larut dalam berbagai konsentrasi yang digunakan dan tidak menimbulkan bahaya (racun) secara internal dan eksternal pada kulit.

Air merupakan komponen yang paling besar persentasenya dalam pembuatan skin lotion. Air merupakan substansi yang paling reaktif diantara bahan-bahan penyusun produk kosmetika. Pada kosmetika, air merupakan bahan pelarut dan bahan baku yang tidak berbahaya dibandingkan bahan baku lainnya, tetapi air mempunyai sifat korosi. Air murni juga mengandung beberapa zat pencemar, untuk itu air yang digunakan untuk produk kosmetika harus dimurnikan terlebih dahulu (Wilkinson et al., 1962). Pada sistem emulsi, air juga memainkan peranan penting sebagai emolien yang efektif dan sebagai fase pendispersi dalam tipe air dalam minyak dan satu-satunya

plasticizer pada stratum corneum (Barnett, 1972).

Air yang digunakan juga dapat mempengaruhi kestabilan dari emulsi yang dihasilkan. Menurut Keithler (1956), stabilitas emulsi juga tergantung pada penambahan air yang sebanyak elektrolit yang dapat larut yang secara langsung mempengaruhi produk.

Lotion merupakan salah satu contoh produk emulsi. Stabilitas emulsi menunjukkan kestabilan suatu bahan dimana emulsi yang terdapat dalam bahan tidak mempunyai kecenderungan untuk bergabung dengan partikel lain dan membentuk lapisan yang terpisah. Emulsi yang baik mempunyai sifat tidak berubah menjadi lapisan-lapisan, tidak berubah warna dan tidak berubah konsistensinya selama penyimpanan. Menurut Nowak (1962), faktor mekanis dan proses pembentukan emulsi pada skin lotion merupakan faktor kritis dalam stabilitas emulsi dan viskositas.

Menurut Suryani et al., (2000) beberapa usaha untuk mempertahankan stabilitas sebelum proses pembuatan emulsi yaitu antara lain pemilihan jenis dan jumlah pengemulsi dan stabilizer. Temperatur yang tepat pada saat proses pembentukan emulsi juga memberikan pengaruh pada terbentuknya emulsi yang stabil.

Viskositas merupakan salah satu parameter penting untuk menunjukkan stabilitas produk maupun untuk penanganan suatu produk kosmetika selama penanganan dan distribusi produk (Schmitt, 1996). Thickening agents atau bahan pengental digunakan untuk mengatur kekentalan produk sehingga

sesuai dengan tujuan penggunaan kosmetika tersebut dan mempertahankan kestabilan dari produk tersebut (Mitsui, 1997).

Selain itu, menurut Strianse (1996), bahan pengental berfungsi sebagai pengikat fasa minyak dan fasa air yang terkait dengan hidrofil lipofil balance

yaitu keseimbangan antara komponen yang larut air dan larut minyak (tidak larut air). Bahan pengental yang digunakan dalam skin lotion atau foundation

bertujuan untuk mencegah terpisahnya partikel dari emulsi. Umumnya water soluble polymers digunakan sebagai bahan pengental yang diklasifikasikan sebagai polimer natural, semi sintetis polimer, dan polimer sintetis (Mitsui, 1997). Menurut Schmitt (1996), pengental-pengental polimer seperti gum- gum alami, derivatif selulose dan karbomer lebih sering digunakan dalam emulsi dibandingkan dalam formulasi berbasis surfaktan.

Selain polimer, bahan pengental dengan berat molekul tinggi seperti PEG-6000 distearat, tallowet-60 miristilglikol atau PEG-120 metil glukosa dioleat juga dapat digunakan pada pembuatan skin lotion. Keuntungan dari penggunaan tallowet-60 miristil glikol adalah bahan pengental ini stabil terhadap hidrolisis pada suhu tinggi atau pada pH yang sangat ekstrim. Efek samping bahan pengental dengan berat molekul tinggi adalah bahan-bahan ini mempengaruhi sifat-sifat alir bahan yang menyebabkan meningkatnya aliran Newtonian. Sedangkan sistem yang terkentalkan oleh garam atau polimer menunjukkan sifat alir yang pseudoplastik (Schmitt, 1996). Menurut Strianse (1996), penggunaan thickener dalam pembuatan skin lotion biasa digunakan dalam proporsi yang kecil yaitu di bawah 2,5 %.

Penampilan produk akhir juga dapat merupakan bagian yang penting. Beberapa industri memilih skin lotion yang berwarna, sedangkan sebagian yang lain memilih yang putih. Pemakaian cetil alkohol pada formulasi menambahkan warna putih pada emulsi. Warna ini juga dapat dihasilkan oleh pemakaian asam stearat, semakin besar pemakaian asam stearat maka warna putih akan semakin berkilau (Barnett, 1972).

Penambahan pewangi pada produk juga merupakan upaya agar produk yang dihasilkan mendapatkan tanggapan yang positif. Hanya saja penambahan pewangi haruslah dilakukan pada suhu yang tepat pada proses pembuatan skin

lotion. Pada proses pembuatan skin lotion pewangi dipanaskan pada suhu 35°C dan ditambahkan pada suhu kamar agar tidak merusak emulsi yang telah terbentuk (Nowak, 1962).

C. DIMETHICONE

Dimethicone merupakan silikon organik yang paling luas digunakan, secara kimia disebut juga polydimethylsiloxane. Secara optik penampakannya bening, inert, tidak beracun dan tidak mudah terbakar. Rumus kimia

dimethicone adalah (CH3)3SiO[SiO(CH3)2]nSi(CH3)3, dimana n merupakan jumlah monomer [SiO(CH3)2]. Secara sintesis berasal dari reaksi antara dimethylchlorosilane dan air, reaksinya adalah sebagai berikut :

n [Si(CH3)2Cl2] + n [H2O] → [Si(CH3)2O]n + 2n HCl

Dimethicone digunakan sebagai bahan dalam pembuatan obat salep dan aplikasi pada sediaan kosmetika lain untuk melindungi kulit dari iritasi

(www.mercksource.com).

Gambar 2. Struktur molekul dimethicone

Silicone oil merupakan komponen yang bersifat non polar yang dapat digunakan sebagai emollient karena kemampuannya dalam melindungi kulit. Secara kimia bahan tersebut inert dan tidak mampu mengangkat sebum dari kulit seperti pada mineral oil. Silicone oil dapat menjadi barrier yang efektif terhadap senyawa kimia yang mengiritasi kulit (Barnett, 1972).

Silicone oil merupakan salah satu bahan yang termasuk sebagai

emollient yang meninggalkan film pelindung pada permukaan kulit dimana film tersebut membantu melindungi kulit dari dehidrasi atau kehilangan air

( www.celltechpersonalcare.com/glossary.jsp). Silikon digunakan sebagai

emollients (pelunak kulit), sebagai pelumas, thickeners. merupakan cairan yang mudah menguap dan mampu memberikan rasa halus pada kulit, tetapi menguap tanpa meninggalkan suatu residu yang berminyak. Silikon digunakan pada kosmetik karena mampu membentuk film pada kulit yang menyerap sebum (kulit berminyak) dan mencegah kilauan (www.sci-

toys.com/ingredients/dimethicone.html). Silikon merupakan salah satu

mineral yang dapat berfungsi sebagai emollient dan mampu membentuk suatu film yang bersifat melindungi kulit dari kekeeringan. Silikon juga dapat

Dokumen terkait