• Tidak ada hasil yang ditemukan

Logam berat

Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3 (Barakat in press). Kelompok logam berat mempunyai afinitas tinggi

terhadap atom S. Logam berat memiliki kisaran nomor atom 22-92 (perioda 4-7). Logam berat bersifat toksik dengan merusak sistem saraf, hati, ginjal, dan tulang. Toksisitas logam berat dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu toksik tinggi (Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn), toksik (Cr, Ni, dan Co), dan toksik rendah (Mn dan Fe) (Wan Ngah & Hanafiah 2008).

Merkuri (Hg) merupakan jenis logam berat dengan toksisitas tinggi (Pohl et al. 2011). Hg berada dalam bentuk Hg(II) di dalam air. United State Environmental Protection Agency menetapkan kadar maksimum Hg(II) di dalam

air sebesar 0,300 ppb. Hg(II) terdeposit pada tubuh manusia terutama di bagian otak, kulit, hati, pankreas, dan miokardium. Deposit Hg(II) di dalam tubuh dapat mengganggu sistem syaraf, sirkulasi, pencernaan, dan iritasi kulit. Toksisitas Hg(II) makin meningkat dalam bentuk metil merkuri. Hal ini disebabkan metil merkuri mampu diserap tubuh hingga 95% melalui ikatan dengan asam amino yang mengandung sulfur. Hal ini menyebabkan terjadinya akumulasi Hg(II) tersebut dalam tubuh manusia (Bizily et al. 2000; Farooq et al. 2010).

Pati Termodifikasi

Pati termodifikasi merupakan salah satu bentuk modifikasi polimer karbohidrat. Modifikasi tersebut meliputi modifikasi fisika, kimia, dan biologis. Umumnya, pati termodifikasi untuk aplikasi luas yang disintesis skala industri menggunakan modifikasi kimia untuk membentuk pati resistan (PR). PR dapat dikelompokkan menjadi 4, yaitu PR1 (nativ-tercerna), PR2 (nativ-tak tercerna), PR3 (berubah granul-tak tercerna), dan PR 4 (termodifikasi kimia). Sekarang ini, PR4 berperan luas dalam aplikasi kesehatan yang mana PR4 secara simultan berperan sebagai serat pangan dan pengontrol indeks glikemik (Haub et al. 2010).

O O O OH OH O O O OH OH O O OH O OH OH Glc Glc O O HO OH O O O HO OH O O O HO O OH OH Glc Glc P OH O O HO P Gambar 1 Struktur PTSF

Gambar 2 Geseran kimia 31P-RMI PTSF dan turunannya (Manoi & Rizvi 2010)

Salah satu jenis PR4 yang paling banyak disintesis adalah pati taut silang fosfat (PTSF) (Gambar 1) (Zhang & Wang 2010). Penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa ikatan taut silang fosfat tersebut terjadi pada atom C3-C6 antarrantai pati (Gambar 2) (Manoi & Rizvi 2010). Syarat utama pati yang menjadi bahan baku PTSF adalah suatu pati harus memiliki kadar amilosa lebih dari 25%. Pati tipe ini umumnya terdapat pada pati jagung, kentang, ubi jalar, dan Sg (Ahmad et al.1999; Blennow et al.2002). Hal ini membuka potensi pati sagu

untuk dimodifikasi dan menambah nilai gunanya menjadi SgP.

Pada penelitian ini, SgP disintesis dengan reagen Na2HPO4-NaH2PO4 dalam suasana asam. Hal ini disebabkan sintesis SgP merupakan reaksi esterifikasi gugus fosfat. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa reaksi fosforilasi PTSF berjalan lebih efisien dalam suasana asam dengan reagen Na2HPO4- NaH2PO4 (Bogaert 2010; Hawkins et al. 2011). Hal ini disebabkan reagen

tersebut memiliki efisiensi substitusi gugus fosfat yang tinggi ke dalam polimer pati dalam suasana asam (Passauer et al. 2010).

Adsorpsi isoterm

Pada penelitian ini, adsorpsi Hg(II) oleh SgP memenuhi tiga persamaan, yaitu persamaan Freundlich (Persamaan 1), Langmuir (Persamaan 2), dan Dubinin-Radushkevich (Persamaan 3). Hal ini disebabkan adanya faktor sisi aktif pada gugus taut silang fosfat dan kondisi adsorpsi yang bersifat isotermal.

Ce/Qe = Ce/Qm + 1/(QmKL) Persamaan 1 ln Qe = (1/n) ln Ce + ln KF Persamaan 2 ln Qe = Kε2 + ln QDR Persamaan 3 di mana Ce merupakan konsentrasi kesetimbangan Hg(II) (mg/L); Qe merupakan kapasitas adsorpsi Hg(II) (mg/g); Qm (mg/g), KF (mg/g), dan QDR (mg/g) merupakan kapasitas sorpsi Hg(II) maksimum pada persamaan Langmuir, Freundlich, dan Dubinin-Radushkevich, secara berturut-turut. Adapun nilai Qe dihitung berdasarkan Persamaan 4:

Qe = (Ci– Cf).V/W Persamaan 4 di mana Ci dan Cf menyatakan konsentrasi awal dan akhir larutan Hg(II), secara berturut-turut; V menyatakan volume larutan (mL); dan W menyatakan massa SgP yang digunakan (g).

Pada Persamaan Dubinin-Radushkevich, nilai ε merupakan potensial Polanyi yang dapat ditentukan dalam Persamaan 5.

ε = RT ln (1 + 1/Ce) Persamaan 5 di mana R merupakan konstanta gas ideal (J/K.mol) dan T merupakan suhu kontak. Energi bebas rata-rata adsorpsi (Ea) (kJ/mol) dapat ditentukan berdasarkan Persamaan 6 dengan menyubstitusi nilai konstanta Dubinin-Radushkevich, K (kJ2/mol2), dari plot ln Qe terhadap ε2.

Ea = (-2K)-0,5 Persamaan 6 Berdasarkan nilai Ea yang didapat, maka ada dua asumsi terhadap jenis adsorpsi. Jika Ea kurang dari 8,00 kJ/mol maka adsorpsi Hg(II) oleh SgP merupakan adsorpsi fisika. Jika nilai Ea yang didapat lebih dari 8,00 kJ/mol maka adsorpsi tersebut merupakan adsorpsi kimia. Berdasarkan hal di atas pula, jika nilai Ea berkisar 8,00-16,00 kJ/mol, maka adsorpsi kimia tersebut terjadi melalui pertukaran ion (Chen et al. 2011; Güney et al. 2007).

BAHAN DAN METODE

Alat dan bahan

Adapun instrumen analitik yang digunakan pada penelitian ini di antaranya, difraktometer sinar-X (DSX) (Shimadzu 4.5, filter Ni, sumber radiasi Cu-Kα, = 1.54060 Å, V = 40 kV, I = 30.0 mA), mikroskop pemayaran elektron (MPE) (Zeiss-7000), pH-meter (TOA HM-20S), spektrofotometer TFIM (Vector-33), dan spektrofotometer UV/Vis (Spectronic 20D+).

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya berupa Sg (~26% amilosa) yang dibeli dari pasar tradisional Laladon, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Reagen Hg(NO3)2.H2O, NaH2PO4.H2O, dan Na2HPO4.2H2O, diperoleh dari Merck (Darmstadt, Jerman). Enzyplex (α-amilase) diperoleh dari PT Medifarma Laboratories (Westmont Pharmaceuticals Ltd, USA). Semua reagen kimia umum yang digunakan pada penelitian ini memenuhi standar laboratorium.

Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bersama, Kimia Anorganik, dan Kimia Fisik-Lingkungan, Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung dari bulan Maret- Juni 2011.

Metode Penelitian

Metode penelitian ini dibagi ke dalam dua tahap (Lampiran 1). Tahap pertama adalah sintesis dan karakterisasi fisikokimia SgP sebelum proses adsorpsi. Tahap kedua adalah aplikasi SgP sebagai bioadsorben Hg(II), baik dalam larutan berair maupun dalam sistem pencernaan manusia secara in vitro.

Fosforilasi pati sagu taut silang fosfat (SgP) (Romengga dkk. siap terbit)

Sg disuspensikan menjadi 35% dalam larutan 0,1 M Na2HPO4 dan larutan 0,1 M NaH2PO4 (3:2) (pH awal 6,89), serta diatur pH-nya hingga 6,50 dengan penambahan beberapa tetes 0,01 M HCl dan 0,01 M NaOH. Suspensi tersebut dipanaskan pada suhu 40oC dan diaduk dengan kecepatan 300 rpm selama 20 menit. Selanjutnya, endapan yang terbentuk dipisahkan dari filtrat dengan disaring menggunakan kertas saring Whatmann 40. Endapan tersebut dikeringkan di dalam oven (80 + 5oC) selama 24 jam, dan diayak dengan ayakan 10 m. Butiran SgP yang diperoleh selanjutnya disimpan dalam wadah kedap udara sebelum digunakan lebih lanjut selama penelitian berlangsung.

Penentuan nilai derajat substitusi fosfat (DSp) (Igura & Okazaki 2010, dengan sedikit modifikasi)

Penentuan nilai DSp juga dapat dihitung berdasarkan rasio absorbansi relatif regangan C-O-P yang didapat pada spektra TFIM SgP dengan menggunakan Persamaan 8.

DSp = A1200 cm-1/1325 cm-1 A990 cm-1/1325 cm-1 Pembuatan larutan stok Hg(II)

Sebanyak 1,71 g Hg(NO3)2.H2O dan 10 g NaCl dilarutkan ke dalam wadah berisi 1 L akuades disertai penambahan beberapa tetes 0,1 M HNO3. Variasi konsentrasi setiap larutan sampel berkisar 50-250 mg/L diperoleh dengan metode pengenceran. Konsentrasi sampel sebelum dan sesudah adsorpsi ditentukan dengan spektrofotometer UV/Vis pada maks = 575 nm dengan penambahan larutan KI-I2 2%.

Pembuatan larutan stok α-amilase (Alias et al. 2008, dengan modifikasi pada komposisi larutan).

Sebanyak 1 butir salut Enzyplex (α-amilase ~10.000 IU) dilarutkan dalam air deionisasi hingga volume 500 mL. Selanjutnya, larutan tersebut ditambah 1 g NaCl-KCl (3:2), dan larutan buffer fosfat (pH = 6,60-6,80). Larutan tersebut diinkubasi dalam lemari es pada suhu 4oC dan dipanaskan pada suhu 38oC selama 30 menit sebelum digunakan dalam bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP secara in vitro.

Analisis spektrofotometer TFIM

Penentuan gugus fungsi dari sampel diuji dengan spektrofotometer TFIM dalam pelet KBr yang mengandung 1% sampel pada panjang gelombang 4000-400 nm.

Mikroskopi pemayaran elektron (MPE)

Pemayaran objek sampel diamati dengan perbesaran 500-1500 .

Analisis difraktometri sinar-X (DSX)

Sampel dilekatkan pada lempeng aluminium dengan ditambahkan beberapa tetes etanol dan dimampatkan ke dalam kaca objek. Selanjutnya, sampel tersebut dibiarkan mengering pada suhu ruang selama 20 menit sebelum pemayaran sampel dilakukan. Adapun derajat kristalinitas sampel ditentukan dengan metode Gaussian terhadap luas area di bawah pola DSX kedua sampel.

Efek parameter adsorpsi Hg(II) dalam larutan berair (Amitava 2010, dengan sedikit modifikasi)

a. Efek konsentrasi adsorbat

Sebanyak 25 mL larutan Hg(II) (50, 100, 150, 200, dan 250 ppm) pada wadah terpisah diatur pada pH 4,00. Larutan tersebut ditambahkan sebanyak 0,1 gram SgP dan diaduk dengan kecepatan 150 rpm selama 1 jam. Sebanyak 0,1 M larutan HNO3 digunakan untuk mengatur nilai pH larutan tersebut. Setelah proses adsorpsi, supernatan disaring dan konsentrasi Hg(II) ditentukan secara spektrofotometri UV/Vis pada maks 575 nm. Jumlah Hg(II) yang teradsorpsi oleh SgP dihitung berdasarkan selisih konsentrasi Hg(II) yang tersisa di dalam filtrat. Persentase adsorpsi Hg(II) oleh SgP dihitung berdasarkan Persamaan 8.

Hg(II) teradsorpsi = 100% x [Hg(II)] teradsorpsi (mg/L) [Hg(II)] awal(mg/L)

b. Efek massa adsorben

Sebanyak 0,05; 0,075; 0,10; 0,15; dan 0,20 g SgP diaduk dalam 25 mL larutan sampel Hg(II) (konsentrasi optimum poin (a)) diatur pada pH 5,0, kecepatan 150 rpm, dan waktu kontak selama 1 jam pada wadah terpisah. Jumlah Hg(II) yang teradsorpsi tersebut dihitung dengan cara yang sama pada Persamaan 8.

c. Efek pH

Sebanyak 25 mL larutan Hg(II) (konsentrasi optimum poin (a)) pada wadah terpisah diatur pada variasi pH 2,0; 3,0; 3,5; 4,0; 5,0; dan 6,0. Larutan tersebut ditambahkan massa optimum SgP yang didapat pada poin (b). suspensi tersebut diaduk dengan laju pengadukan 150 rpm selama 1 jam. Jumlah Hg(II) yang teradsorpsi tersebut dihitung dengan cara yang sama pada Persamaan 8.

d. Efek waktu agitasi

Sebanyak 25 mL larutan Hg(II) (konsentrasi optimum poin (a)) pada wadah terpisah masing-masing diatur pH-nya pada kondisi optimum pada poin (c) dengan penambahan sejumlah massa optimum SgP yang didapat pada poin (b). Larutan tersebut diaduk pada kecepatan 150 rpm selama 0, 5, 10, 20, 30, 45, dan 60 menit. Jumlah Hg(II) yang teradsorpsi tersebut dihitung dengan cara yang sama pada Persamaan 8.

e. Efek laju agitasi

Sebanyak 25 mL larutan Hg(II) (konsentrasi optimum poin (a)) pada wadah terpisah dan diatur pH-nya pada kondisi optimum (poin (c)). Larutan tersebut ditambahkan SgP sebanyak massa optimum (poin (b)), diaduk dengan variasi laju agitasi 50, 100, 150, 200, dan 400 rpm selama waktu kontak optimum (poin (d)). Jumlah Hg(II) yang teradsorpsi tersebut dihitung dengan cara yang sama pada Persamaan 8.

Kinetika adsorpsi Hg(II)

Sebanyak 0,1 g SgP dilarutkan ke dalam 50 mL larutan Hg(II) 100 ppm, diatur pH-nya = 3,00 dengan interval waktu 0-60 menit. Selanjutnya, larutan tersebut disaring dan diambil filtratnya untuk menentukan konsentrasi Hg(II) secara kolorimetrik. Adapun persamaan yang digunakan, yaitu Persamaan 9 untuk orde I dan Persamaan 10 untuk orde II.

ln (Qe – Qt) = ln Qe - k1t Persamaan 9 t/Qt = 1/(k2Qe2) + t/Qe Persamaan 10

Kesetimbangan adsorpsi

Sebanyak 50 mL larutan Hg(II) dengan variasi konsentrasi awal (0-250) ppm diatur pada pH = 3,00 sambil diaduk dengan laju pengadukan selama 1 jam. Larutan tersebut selanjutnya disaring dan ditentukan konsentrasi akhirnya ditentukan secara spektrofotometri UV/Vis pada maks 575 nm. Jumlah kapasitas adsorpsi Hg(II) oleh SgP dihitung berdasarkan Persamaan 4. Data yang diperoleh selanjutnya dihitung dan diolah secara grafik berdasarkan Persamaan 1, 2, dan 3.

Bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP dalam sistem pencernaan tiruan

Sebanyak 5 mL larutan Hg(II) (100 ppm) ditambahkan 0,300 g SgP dan diencerkan hingga 100 mL. Selanjutnya, pH media bioadsorpsi Hg(II) yang dijaga konstan pada pH 1,50 selama 3 jam; 6,80 selama 2 jam (dengan penambahan 500 IU α-amilase); 5,80 selama 2 jam; dan 8,60 selama 1 jam, secara berturut-turut. Suspensi tersebut diaduk dengan laju 300 rpm pada suhu 38oC. Selanjutnya, suspensi tersebut disaring untuk memisahkan filtrat dan residunya. Residu yang didapat dikeringanginkan dan dilarutkan ke dalam larutan HNO3 (0,1 M; 25 mL) pada suhu ruang selama 1 jam. Konsentrasi Hg(II) teradsorpsi dalam SgP tersebut setara dengan konsentrasi Hg(II) yang terdesorpsi ke dalam larutan 0,1 M HNO3. Jumlah Hg(II) yang teradsorpsi tersebut dihitung dengan cara yang sama pada Persamaan 8.

Analisis data

Semua data yang didapat dalam penelitian ini dianalisis secara statistik menggunakan Microsoft Excel 2007, Windows XP Professional, Microsoft Inc., USA dengan prosesor Intel Pentium Dual Core.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik fisikokimia

Sintesis Sg menjadi SgP menyebabkan perubahan karakteristik fisikokimia. Hal ini disebabkan terjadinya substitusi gugus fosfat anorganik terhadap gugus hidroksil bebas pada komponen pati. Subsitusi tersebut terjadi pada C3 dan C6 monomer D-glukosa antarantai polimer pati (Manoi & Rizvi 2010). Perubahan karakteristik fisikokimia tersebut dianalisis berdasarkan perubahan gugus fungsi, absorbansi relatif TFIM, nilai DSp, morfologi granula, dan tipe-pola kristalinitas. Perubahan karakteristik fisikokimia tersebut dapat menjadi indikator bahwa sintesis SgP dalam suasana asam pada penelitian ini telah berhasil dilakukan.

Perubahan gugus fungsi antara Sg dan SgP ditampilkan pada spektra TFIM keduanya (Gambar 3). Kedua spektra TFIM tersebut menunjukkan adanya pita serapan lebar pada 3400 cm-1 (regangan O-H), 2900-2980 cm-1 (regangan C- H), dan 1159-1080 cm-1 (regangan C-O) (Silverstein et al. 2005). Pada Gambar

3B, terdapat puncak serapan spesifik pada 2362 cm-1 yang merujuk sebagai gugus diester fosfat anorganik yang terjadi pada atom C3 dan C6 pada monomer D- glukosa antarrantai polimer karbohidrat (Wanrosli et al. 2011). Pada area sidik jari,

terjadi peningkatan intensitas absorbansi relatif pada 1200 cm-1 (P=O) dan 990 cm-1 (C-O-P) yang dibandingkan terhadap puncak pada 1325 cm-1 (ayunan C-H), secara berturut-turut (Tabel 1) (Igura & Okazaki 2010; Passauer et al. 2010;

Zhang & Wang 2009). Hal ini membuktikan bahwa sintesis SgP pada penelitian ini menghasilkan PTSF berderajat substitusi tinggi.

Nilai DSp dan absorbansi relatif C-O-P berhubungan erat dalam penentuan nilai derajat substitusi (Tabel 1). Hal ini dapat digunakan untuk meramalkan ada tidaknya ikatan taut silang fosfat antarrantai polimer pati pada penelitian ini. Hasil pengujian nilai DSp berdasarkan nilai absorbansi relatif C-O-P menunjukkan bahwa DSp pada SgP sebesar 0,355. Hal ini menunjukkan bahwa substitusi gugus fosfat ke dalam SgP tersebut cukup tinggi karena sintesis SgP tersebut dilakukan dalam suasana asam. Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan adanya hubungan antara nilai rasio absorbansi relatif dan derajat substitusi taut silang polimer karbohidrat (Fahmy et al. 2008; Reddy & Yang 2010; Silva et al. 2006).

Gambar 3 Spektra TFIM: A. Sg; B. SgP

Gambar 4 Morfologi granula: A. Sg; B. SgP Tabel 1 Absorbansi relatif ikatan C-O-P

Baik Sg maupun SgP terjadi perbedaan morfologi granula pati (Gambar 4). Sg memiliki granula bulat, oval, mencekung, dan berbentuk kubah secara tidak seragam. Pada sisi lain, SgP memiliki bentuk granula yang bulat mengembung dengan seragam. Substitusi ikatan taut silang gugus HPO3 antarrantai pati diduga membentuk pilarisasi atau jembatan sehingga terjadi pengembungan granula pati. Gugus HPO3 tersebut juga bersifat higroskopis sehingga granula SgP mengalami pengembungan karena mengikat air secara intramolekuler. Hal ini dibuktikan

Sampel Absorbansi relatif

1200 cm-1/1325 cm-1 990 cm-1/1325 cm-1

Sg 1,04 0,05

dengan meningkatnya nilai absorbansi pada 1650 cm-1 yang merujuk adanya molekul air terikat secara intramolekuler (Lampiran 2A) (Luo et al. 2009).

Baik Sg maupun SgP memiliki perbedaan pola DSX (Gambar 5). Gambar 5A menyatakan bahwa Sg memiliki tipe kristal A sebagai ciri khas tipe kristal pati yang terbentuk pada umbi dan batang di dalam tanah (Jiang et al. 2010). Pada

Gambar 5B, terdapat puncak spesifik pada 26o (d = 1,757) yang menandakan

bahwa SgP memiliki tipe kristal B. Perbedaan tersebut menyatakan bahwa SgP yang terbentuk pada penelitian ini telah mengalami gelatinisasi (Htoon et al.

2010). Adanya gugus taut silang fosfat dibuktikan pada Gambar 5B melalui puncak berintensitas medium pada 44o (d = 1,109) (Li et al. 2009; Li et al. 2010).

Selain itu, fosforilasi Sg menjadi SgP meningkatkan derajat kristalinitas granula pati (Lampiran 2B). Hal ini diduga gugus fosfat meningkatkan kerapatan antarrantai polimer pati (BeMiller & Whistler 2009).

Studi dinamika bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP

Ada 5 parameter bioadsorpsi yang digunakan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan terhadap proses bioadsorpsi Hg(II). Kelima efek tersebut dilakukan secara metode lompok untuk menentukan kapasitas optimum bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP (Lampiran 3). Hasil pengujian menunjukkan bahwa bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP mencapai kondisi optimum pada konsentrasi Hg(II) 100 ppm; massa SgP 0,100 g; pH 3,00; waktu agitasi 10 menit; dan laju agitasi 150 rpm (Tabel 2).

Tabel 2 Kondisi optimum bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP dan faktor penyebabnya

Parameter Variasi Nilai Optimum Alasan Literatur

Konsentrasi Hg(II) 50-250 ppm 100 ppm Tingginya gaya interaksi Hg(II) pada sisi aktif SgP dan terjadinya mekanisme transfer massa konstan dari ion Hg(II) ke molekul SgP. Guo et al. 2006. Massa SgP 0,050-0,300 g 0,100 g Kenaikkan luas permukaan dan situs aktif pada konsentrasi adsorbat konstan. Javaid et al. in press. pH 2,00-9,00 3,00 Spesi Hg(II) bebas berada dominan dalam larutan berair pada pH tersebut. Rao et al. 2009; Silva et al. 2010. Waktu agitasi 0-60 menit 10 menit (> 50% teradsorpsi) Karakteristik waktu agitasi adsorpsi logam berat, khususnya ion Hg(II) oleh beberapa polimer karbohidrat termodifikasi.

Igura & Okazaki 2010; Rao et al. 2009. Laju agitasi 50-300 rpm 150 rpm Mampu meningkatkan interaksi situs aktif pada SgP dengan Hg(II) melalui tumbukan. Anwar et al. 2010; Demirbas et al. 2002.

Pada penelitian ini, kinetika adsorpsi Hg(II) mengikuti kinetika adsorpsi orde kedua semu (Tabel 3; Lampiran 4). Hal ini menunjukkan terjadinya kemisorpsi yang melibatkan daya tarik valensi atom logam dan gugus fungsi fosfat melalui pengelatan dan pengompleksan antara SgP dan Hg(II) (Chen et al.

2011; Gupta et al. 2010). Hal ini disebabkan adanya sisi koordinasi multidentat

pada gugus fosfat (Wan Ngah et al. 2011). Ikatan P=O, P-O, dan OH diduga

mengelat dengan ion Hg(II) (Gambar 6).

Tabel 3 Parameter kinetika bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP

Kinetika orde pertama semu Kinetika orde kedua semu

Qe k1 R2 Qe k2 R2

86,834 -0,238 0,833 66,667 0,0014 0,975

Tabel 4 Parameter isotermal bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP

Langmuir Freundlich Dubinin-Radushkevich

Qm KL R2 KF 1/n R2 ln QDR K R2

8,333 0,120 0,833 1,022 0,036 0,999 3,316 -0,007 0,985

Pada penelitian ini, ekuilibrium bioadsorpsi Hg(II) memenuhi persamaan Freundlich (Tabel 4; Lampiran 5). Hal ini menyatakan bahwa bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP bersifat heterogen. Berdasarkan hal itu pula, persamaan Dubinin- Radushkevich berperan dalam penentuan Ea dari bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP yang bersifat heterogen pada penelitian ini. Adapun nilai Ea dari proses bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP yang diturunkan dari Persamaan 6 sebesar 8,452 kJ/mol. Hal ini menyatakan bahwa bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP merupakan kemisorpsi. Ditambahkan pula, bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP pada penelitian ini diduga melalui reaksi pertukaran ion karena nilai Ea berkisar 8,0-16,0 kJ/mol (Chen et al. 2011; Güney et al. 2007; Gupta et al. 2010).

Uji in vitro bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP

Sistem in vitro pencernaan manusia yang digunakan pada penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan nilai pH serupa dengan sistem pencernaan manusia (Murray et al. 2003). Adapun resistansi SgP yang digunakan pada

penelitian ini diuji secara in vitro (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa SgP memiliki resistansi tinggi terhadap perubahan ekstrem pH, suhu, pengadukan, dan aktivitas enzimatis (BeMiller & Whistler 2009; Haub et al. 2010). Keadaan

tersebut menjadikan SgP berpotensi sebagai suatu bioadsorben Hg(II). Bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP minimum pada pH 1,50 (asam lambung). Hal ini disebabkan pada pH tersebut terjadi kompetisi ion Hg(II) dengan ion H+ dan Na+ terhadap gugus fosfat (Igura & Okazaki 2010). Hal ini diduga disebabkan ion H+ dan Na+ tersebut merupakan asam keras yang lebih mudah berinteraksi dengan gugus fosfat pada SgP sebagai pasangan asam-basa keras (Lippard & Berg 1994).

Pada penelitian ini, kesetimbangan bioadsorpsi terjadi pada pH ~5,80-8,60. Hal ini diduga pada pH tersebut ion-ion Hg(II) telah jenuh terikat pada gugus HPO3. Faktor lainnya yang dapat diduga adalah terjadinya hidrolisis sebagian rantai polimer SgP menjadi D-glukosa (Tabel 5). Tercapainya kondisi maksimum bioadsorpsi Hg(II) pada pH ~8,60 diduga akibat terjadinya hidrolisis ester fosfat yang umumnya terjadi pada pH ~8,60 dalam sistem pencernaan manusia yang biasanya dikatalisis oleh fosfatase (Murray et al. 2003). Berdasarkan hal di atas,

Tabel 5 Resistensi Sg dan SgP dalam sistem pencernaan manusia secara in vitro

Perlakuan pH =1,50 pH = 6,80 pH = 5,80 pH = 8,60 Perlakuan pH =1,50 pH = 6,80 pH = 5,80 pH = 8,60 D-glukosa D-glukosa D-glukosa D-glukosa D-glukosa D-glukosa D-glukosa D-glukosa

Sampel Sampel Sg1* +** + +++ +++ SgP1 + + ++ - Sg2 + ++ +++ +++ SgP2 + + - - Sg3 + ++ +++ +++ SgP3 - - - - Sg4 + +++ ++++ ++++ SgP4 - - - - Sg5 + ++ ++ +++ SgP5 - - - - Sg6 + ++ ++ +++ SgP6 - - - - Sg + ++ +++ +++ SgP - - - -

Keterangan: * angka 1-6 menyatakan kesetaraan nilai dengan 0,100-0,600 gram Sg dan SgP yang digunakan.

** rasio visual jumlah endapan Cu2O yang terbentuk dengan uji Fehling hasil hidrolisis Sg dan SgP dalam sistem in vitro. *** α-amilase ~500 IU dari larutan stok ditambahkan pada saat pH ~6,80.

Gambar 7 Persentase bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP secara in vitro sistem

pencernaan manusia

Persentase bioadsorpsi optimum dan maksimum tersebut sebesar 20,84% dan 31,39%, secara berturut-turut (Gambar 7). Hal ini disebabkan bahwa pH efektif tercapainya kondisi bioadsorpsi optimum dan maksimum Hg(II) umumnya terjadi serentak pada pH ~5,00 dalam larutan berair (Farooq et al. 2010).

Pada penelitian ini, kapasitas bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP secara in vitro memiliki kinerja yang baik. Hal ini dapat dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya seputar bioadsorpsi Hg(II) oleh adsorben termodifikasi dalam larutan berair (Tabel 6). Hal ini disebabkan bioadsorpsi Hg(II) pada penelitian ini tidak hanya dilakukan pada larutan berair, tetapi juga bioadsorpsi Hg(II) ini dilakukan pada sistem pencernaan manusia secara in vitro.

Tabel 6 Perbandingan nilai adsorpsi Hg(II) oleh beberapa adsorben termodifikasi

Bioadsorben Qe (mg/g) Referensi

Serabut kelapa termodifikasi tiol 909,09 Igwe et al. 2008

Asam poli-γ-glutamat 96,79 Inbaraj et al. 2009

Karbon aktif 18,87 Amitava 2010

Karbon aktif termodifikasi sulfur 380,00 Silva et al. 2010

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini ada 2. Pertama, bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP memenuhi kinetika adsorpsi orde kedua semu yang memenuhi persamaan Freundlich sebagai suatu kemisorpsi melalui reaksi pembentukan kompleks. Bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP tersebut mencapai kondisi optimum pada saat konsentrasi Hg(II) 100 ppm; massa SgP 0,100 g; pH 3,00; waktu agitasi 10 menit; dan laju agitasi 150 rpm. Kedua, kapasitas bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP dalam sistem pencernaan manusia secara in vitro adalah sebesar 104,63 mg/g.

Saran

Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah perlu adanya penelitian lanjutan bioadsorpsi Hg(II) dalam sistem in vivo. Hal ini disebabkan adanya peluang interaksi molekuler ion Hg(II) dengan asam amino berantai samping sulfur pada sistem pencernaan manusia yang mampu menurunkan kapasitas bioadsorpsi Hg(II) oleh SgP.

Dokumen terkait