• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Minyak Bumi

Minyak Bumi dan Pengilangan Minyak Bumi

Minyak bumi merupakan campuran kompleks hidrokarbon padat, cair dan gas yang merupakan hasil akhir penguraian bahan-bahan hewani dan nabati yang telah terpendam dalam kerak bumi dalam waktu lama dan mengandung sedikit senyawa nitrogen dan belerang (Atlas & Bartha 1981; Keenan et al.

1993). Minyak bumi yang dihasilkan di Indonesia bervariasi jenisnya dari ringan encer yang berwarna kecoklatan dan mengandung bagian-bagian ringan yang mudah disuling sampai pada jenis kental yang merupakan substansi setengah padat berwarna kehitaman dengan sedikit mengandung bagian ringan (Kontawa 1993).

Menurut Keenan et al. (1993) pengilangan minyak bumi merupakan

pemisahan senyawa organik seperti adanya di alam dan pengolahan beberapa diantaranya menjadi senyawa organik lain melalui pemisahan minyak kasar dengan penyulingan bertingkat menjadi kelompok-kelompok dengan interval titik didih yang berlainan. Hasil pengolahan minyak bumi dan kegunaannya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pengolahan minyak bumi dan kegunaannya

No. Hasil Interval Ukuran

Molekul Interval Titik Didih (ºC) Penggunaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Gas Eter petroleum Bensin Minyak tanah Minyak diesel Minyak pelumas Lilin parafin Aspal C1-C5 C5-C7 C5-C12 C12-C16 C15-C18 > C16 > C20 - -164-30 30-90 30-200 175-275 250-400 > 350 52-57 Residu

Bahan bakar gas

Pelarut; binatu kimia (dry cleaning)

Bahan bakar motor

Minyak lampu; minyak kompor Bahan bakar mesin diesel Pelumasan

Lilin; korek api Pelapis jalan

Sumber: Keenan et al. (1993).

Sifat Fisik Minyak Bumi

Hidrokarbon minyak bumi tidak larut atau hanya sedikit sekali larut dalam air tetapi sangat larut dalam pelarut non-polar (Keenan et al. 1993). Menurut Koesoemadinata (1980) dan Speight (1980) secara umum sifat-sifat fisik minyak bumi terdiri atas bobot jenis, titik didih, titik nyala dan nilai kalori (Tabel 2).

Tabel 2 Sifat fisik minyak bumi

No. Sifat Fisik Keterangan

1. 2. 3. 4. Bobot jenis Titik didih Titik nyala Nilai kalori

Bobot jenis (specific gravity) adalah sifat fisik minyak bumi yang penting

dan mempunyai nilai dalam perdagangan. Bobot jenis minyak bumi

dinyatakan dalam derajat API (American Petroleum Institute) atau API

gravity yang menunjukkan kualitas minyak bumi tersebut. Semakin kecil bobot jenisnya atau semakin tinggi derajat API maka minyak bumi itu memiliki nilai jual tinggi karena banyak mengandung bensin. Bobot jenis minyak bumi tergantung pada suhu dimana semakin tinggi suhu maka semakin rendah bobot jenisnya.

Titik didih (boiling point) minyak bumi berbeda-beda sesuai dengan

derajat API-nya. Jika derajat API rendah maka titik didihnya tinggi karena minyak bumi tersebut banyak mengandung fraksi berat. Jika derajat API tinggi maka titik didihnya rendah dan lebih banyak mengandung fraksi ringan (bensin). Titik didih mempunyai arti penting untuk transportasi minyak bumi sehingga proses pembekuan dapat dicegah.

Titik nyala (flash point) adalah suhu dimana minyak bumi dapat terbakar

karena suatu percikan api. Semakin tinggi derajat API maka titik didih dan titik nyalanya semakin rendah sehingga mudah terbakar karena percikan

api. Titik nyala mempunyai arti sangat penting karena semakin rendah

akan semakin berbahaya.

Nilai kalori (heat of combustion) adalah jumlah kalori yang ditimbulkan

oleh 1 g minyak bumi yaitu dengan meningkatkan suhu 1 g air dari 3.5 °C sampai 4.5 °C. Terdapat hubungan antara bobot jenis dan nilai kalori yaitu bobot jenis minyak bumi antara 0.9 sampai 0.95 memberikan nilai kalori sebesar 10 000-10 500 kal/g. Pada umumnya minyak bumi mempunyai nilai kalori 10 000-10 800 kal/g.

Sumber: Koesoemadinata (1980) dan Speight (1980).

Sifat Kimia Minyak Bumi

Minyak bumi tersusun dari senyawa hidrokarbon (> 90%) dan senyawa non-hidrokarbon (Udiharto 1996a). Berdasarkan struktur molekulnya persenyawaan hidrokarbon digolongkan atas 4 jenis, yaitu parafin, olefin, naftalen dan aromatik (Kontawa 1993). Senyawa non-hidrokarbon minyak bumi disusun oleh senyawa organik yang mengandung belerang, nitrogen, oksigen dan logam organik yang terkonsentrasi dalam minyak fraksi berat dan residu (Udiharto 1996a).

Menurut Kadarwati et al. (1994) hidrokarbon parafinik atau alifatik adalah senyawa hidrokarbon yang mempunyai rantai karbon dengan ikatan jenuh dan terbuka. Hidrokarbon naftenik atau sikloparafin adalah senyawa hidrokarbon dengan ikatan jenuh yang mempunyai rantai tertutup atau berbentuk cincin atau lingkar. Hidrokarbon aromatik merupakan senyawa hidrokarbon dengan molekul berbentuk cincin yang terdiri atas 6 atom karbon dengan ikatan rangkap bergantian.

Suatu persenyawaan hidrokarbon berbeda dari persenyawaan hidrokarbon lainnya karena perbedaan perbandingan bobot unsur-unsur karbon

dan hidrogen yang terdapat di dalamnya atau perbedaan susunan unsur-unsur karbon dan hidrogen di dalam molekul-molekul persenyawaan tersebut (Kontawa 1993).

Pencemaran Tanah oleh Minyak Bumi

Menurut Bossert dan Bartha (1984) jenis dan asal pencemaran minyak bumi di tanah dapat terjadi melalui beberapa hal berikut, yaitu rembesan limbah alam berupa minyak dan gas bumi, kecelakaan yang mengakibatkan rembesan atau tumpahan minyak dan pembuangan limbah minyak.

Rembesan Limbah Alam

Pelengkungan formasi geologi dapat menyebabkan minyak bumi meresap melalui celah-celah bebatuan menuju ke permukaan bumi walaupun tanpa proses pengeboran. Jumlahnya diperkirakan 600 000 ton per tahun akan masuk ke perairan dan pada lingkungan terestrial sekitar 245 000 ton minyak bumi tersebut akan terombak oleh aktivitas mikroorganisme. Selain itu, perombakan juga terjadi pada reservoir di dalam tanah dimana oksigen dan nutrisi mineral tersedia melalui infiltrasi. Melalui proses tersebut diperkirakan 10% deposit minyak hancur.

Rembesan dan Tumpahan Minyak Bumi Akibat Kecelakaan

Pada skala besar kecelakaan terjadi pada sumur-sumur bor minyak bumi dan pecahnya pipa-pipa pengangkutan minyak sedangkan pada skala kecil sering terjadi pada proses pengangkutan dengan mobil-mobil tanker dan bocornya katup atau kran-kran kilang minyak.

Pembuangan Limbah Minyak Bumi

Pembuangan limbah minyak dari pabrik pemurnian minyak bumi, dasar tanki penyimpanan dan operasi pembersihan tumpahan minyak akan menghasilkan lumpur berminyak (oil sludge) dimana faktor teknologi dan ekonomi sering menjadi kendala dalam penanganannya. Selain itu, pemanfaatan limbah minyak melalui penyemprotan ke jalan untuk menahan debu dan mengokohkan konstruksi pinggiran jalan dari erosi dengan cara mencampur aspal dan jerami dapat menyebabkan pencemaran air tanah karena terjadi rembesan minyak.

Pengaruh Pencemaran Minyak Bumi Terhadap Manusia, Tumbuhan dan Hewan

Pengaruh Pencemaran Minyak Bumi Terhadap Manusia

Menurut Udiharto (2000) tingkat toksisitas hidrokarbon minyak bumi dapat bersifat akut atau kronik. Toksisitas akut terjadi dalam jangka waktu yang relatif pendek dengan bahan yang berkontak di lingkungan cukup tinggi sedangkan toksisitas kronik terjadi dalam jangka waktu lama dengan bahan yang berkontak relatif lebih rendah. Pengaruh toksik akut pada umumnya menyerang sistem syaraf pusat. Sifat toksik yang kronik dapat mempengaruhi kerusakan sel sumsum tulang dan menyebabkan penyakit kanker.

Pengaruh Pencemaran Minyak Bumi Terhadap Tumbuhan

Menurut Bossert dan Bartha (1984) tumpahan minyak bumi di permukaan tanah memberikan pengaruh negatif terhadap tumbuhan, yaitu toksisitas akibat kontak langsung atau tidak langsung karena adanya interaksi minyak dengan komponen abiotik dan mikroorganisme tanah.

Toksisitas kontak terjadi karena hidrokarbon melarutkan struktur membran lipid sel. Walaupun komponen minyak bumi bertitik didih rendah cepat hilang melalui evaporasi dan pencucian (pada tanah dengan kondisi lembab dan beraerasi baik), tetapi menyebabkan toksisitas kontak yang tinggi terhadap akar dan daun. Tingkatan toksisitas sebagai berikut: monoaromatik > olefin dan naftalen > parafin dimana setiap tingkatan berbanding lurus dengan peningkatan polaritas dan berbanding terbalik dengan penambahan bobot molekul (Bossert & Bartha 1984). Mason (1996) menyebutkan tumpahan minyak dapat menghambat laju fotosintesis karena mempengaruhi permeabilitas membran sel dan mengurangi penyerapan cahaya matahari oleh kloroplas.

Pengaruh tidak langsung terjadi karena adanya kompetisi penggunaan nutrisi mineral dan oksigen antara akar tumbuhan dan mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon dan mendorong terbentuknya kondisi anaerobik sehingga dihasilkan senyawa fitotoksik seperti H2S. Selain itu, minyak dengan

sifatnya yang hidrofobik dapat menyebabkan struktur tanah menjadi buruk sehingga membatasi kemampuannya dalam menyerap air dan udara (Bossert & Bartha 1984).

Kontaminasi hidrokarbon minyak bumi di permukaan tanah menyebabkan terhambatnya perkembangan tumbuhan. Mishra et al. (2001) melaporkan di

lokasi kilang minyak Mathura-India yang tercemar limbah minyak tidak ada vegetasi yang tumbuh. Bossert dan Bartha (1984) menyebutkan bahwa tanaman umbi-umbian seperti ubi jalar dan singkong sangat sensitif terhadap hidrokarbon minyak bumi sedangkan mangga, pisang dan tanaman yang mempunyai rhizoma lebih mampu beradaptasi.

Konsentrasi hidrokarbon minyak bumi dalam jumlah sedang (1-5%) di atas permukaan tanah umumnya kurang merusak terhadap tumbuhan. Konsentrasi yang rendah (< 1%) kadang-kadang meningkatkan perkembangan tumbuhan. Hal ini mungkin disebabkan adanya bagian dari komponen hidrokarbon minyak bumi yang berfungsi sebagai hormon tumbuh (Bossert & Bartha 1984).

Pengaruh Pencemaran Minyak Bumi Terhadap Hewan

Inverterbrata tanah mempunyai kandungan lipid yang tinggi dan laju metabolisme yang cepat sehingga sangat sensitif terhadap toksisitas kontak dari minyak bertitik didih rendah. Hidrokarbon dengan titik didih yang lebih tinggi dan kurang fitotoksisitasnya dapat menyumbat stomata mikroartropoda sehingga menghambat proses respirasi. Hal tersebut dijadikan dasar dalam mengendalikan larva nyamuk dengan menggunakan minyak (Bossert & Bartha 1984).

Amfibi lebih mudah terkena dampak negatif dari minyak karena kulitnya yang permeabel. Pada percobaan dengan menggunakan beberapa konsentrasi minyak, telur dapat menetas menjadi berudu tanpa dipengaruhi oleh konsentrasi minyak. Tetapi, perkembangan berudu terhambat pada konsentrasi minyak yang tinggi bahkan pada konsentrasi > 100 mg/l tidak ada berudu yang mengalami metamorfosa menjadi katak dewasa (Mason 1996).

Tumpahan minyak bumi menyebabkan terganggunya perkembangbiakan burung karena lingkungan menjadi tidak sesuai untuk penetasan telur dan terdapatnya unsur beracun. Beberapa percobaan menunjukkan bahwa minyak yang diberikan pada kulit telur mallard (Anas platyrhynchos) menyebabkan telur tidak menetas karena terdapat komponen aromatik yang toksik bagi telur. Pada dosis 10 µl, embrio menjadi abnormal yang ditandai dengan berubahnya bentuk paruh, susunan tulang dan bulu burung yang tidak lengkap (Mason 1996).

Dinamika Tumpahan Minyak Bumi di Tanah

Penyebaran

Penyebaran tumpahan minyak bumi di permukaan tanah ditentukan oleh beberapa faktor utama diantaranya volume tumpahan, kekentalan minyak, kontur lahan dan porositas tanah sedangkan beberapa faktor lain seperti tanaman penutup dan keadaan cuaca juga ikut menentukan penyebarannya. Penyebaran minyak secara horizontal menambah luasan lahan yang tercemar sedangkan pergerakan secara vertikal menyebabkan terkontaminasinya air tanah (Gambar 1) (Raisbeck & Mohtadi 1974; Somers 1974; MacKay & Mohtadi 1975; Van Loocke et al. 1975; McGill et al. 1981).

Gambar 1 Penyebaran tumpahan minyak di permukaan tanah (Bossert & Bartha 1984).

Penguapan

Menurut McGill et al. (1981) sebesar 20-40% minyak bumi akan

mengalami proses penguapan dari tanah tercemar. Besarnya penguapan tergantung dari suhu, permukaan yang impermeabel dan vegetasi. Penguapan tertinggi terjadi bila kondisi kelembaban tanah rendah dan suhu lingkungan tinggi.

Penguapan terjadi pada senyawa-senyawa hidrokarbon dengan bobot molekul rendah. Penguapan tidak berlangsung terus-menerus karena dalam minyak bumi terdapat senyawa hidrokarbon yang mempunyai bobot molekul lebih tinggi. Hidrokarbon dengan bobot molekul kurang dari C15 (titik didih < 250

°C) lebih mudah menguap, antara C15-C25 (titik didih 250-400 °C) menguap lebih

Pencucian

Pencucian hidrokarbon minyak bumi pada permukaan dan air tanah ditentukan oleh kelarutan minyak dalam fase cairan, tekstur tanah dan kuantitas- intensitas air hujan. Francke dan Clark (1974) melaporkan hanya 1.6% minyak hilang karena pencucian setelah hujan lebat pada minggu pertama percobaan.

Degradasi Secara Fotooksidasi

Tumpahan minyak bumi di atas permukaan impermeabel atau bebatuan akan mengalami degradasi secara fotooksidasi. Senyawa logam organik bertindak sebagai katalisator sedangkan senyawa mengandung sulfur menghambat proses tersebut. Proses fotooksidasi berjalan efektif oleh cahaya ultraviolet pada panjang gelombang < 400 nm (Clark & MacLeod 1977). Atlas dan Bartha (1981) menyebutkan tumpahan minyak yang terpapar sinar matahari selama 8 jam terdegradasi 0.2 ton per km2. Menurut Floodgate (1984) produk yang dihasilkan melalui fotooksidasi lebih mudah larut dan peka terhadap serangan mikroorganisme tetapi jika terjadi reaksi polimerasi akan terbentuk senyawa rekalsitran yang lebih tahan.

Bioremediasi Minyak Bumi

Bioremediasi merupakan bagian dari bioteknologi lingkungan yang memanfaatkan proses alami biodegradasi dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme yang dapat memulihkan tanah, air dan sedimen dari kontaminasi terutama senyawa organik (Yani et al. 2003). Jenis-jenis teknologi bioremediasi disajikan pada Tabel 3.

Teknologi bioremediasi pada umumnya dapat dibedakan menjadi teknologi ex situ dan in situ. Teknologi ex situ adalah pengolahan yang mencakup pemindahan bahan yang terkontaminasi atau buangan limbah ke tempat lain untuk diolah lebih lanjut. Sebaliknya teknologi in situ mencakup pengolahan bahan yang terkontaminasi atau buangan limbah yang dilakukan tanpa memindahkan bahan-bahan tersebut ke tempat lain (Kadarwati et al.

1996).

Bioremediasi dapat mengatasi masalah-masalah yang tidak teratasi dengan cara-cara konvensional seperti secara mekanik, fisika dan proses kimia. Bioremediasi diharapkan dapat membersihkan lingkungan yang terkontaminasi

oleh campuran kompleks dari senyawa-senyawa organik seperti limbah kilang minyak (Kadarwati et al. 1996).

Tabel 3. Jenis-jenis teknologi bioremediasi

No. Jenis Proses

1. Biostimulasi Penggunaan nutrien atau substrat seperti pupuk dan suplemen

pertumbuhan untuk menstimulasi mikroorganisme yang dapat melakukan bioremediasi.

2. Bioaugmentasi Penambahan kultur bakteri atau enzim pada media yang

terkontaminasi.

3. Biofilter Memisahkan gas organik dengan melewatkan udara melalui kompos

atau tanah yang mengandung mikroorganisme yang mampu mendegradasi gas. Teknik ini digunakan untuk memisahkan komponen volatil (VOC’s) dari udara.

4. Bioreaktor Penanganan terhadap bahan yang terkontaminasi pada tanki besar

yang mengandung organisme atau enzim.

5. Bioventing Teknik yang mirip dengan biostimulasi. Teknik ini dilakukan dengan

menyemburkan oksigen ke dalam tanah untuk menstimulasi pertumbuhan mikroorganisme.

6. Pengomposan Teknik ini dilakukan dengan mencampur bahan terkontaminasi dengan

kompos yang mengandung mikroorganisme bioremediasi. Campuran diinkubasi pada kondisi aerobik dan hangat.

7. Landfarming Penggunaan teknik farming tilling dan soil amandement untuk

mendorong pertumbuhan mikroorganisme bioremediasi di lokasi terkontaminasi.

Sumber: Yani et al. (2003).

Ide yang mendasari bioremediasi adalah semua mikroorganisme mampu mengkonsumsi substrat dari alam untuk pertumbuhan dan metabolismenya. Bakteri, protista dan jamur sangat baik digunakan untuk mendegradasi molekul kompleks dengan memasukkan bahan tersebut ke dalam metabolismenya. Kemampuan untuk mendegradasi tergantung pada enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme. Minyak bumi dapat didegradasi oleh mikroorganisme karena kemampuannya menghasilkan enzim yang selektif terhadap minyak sebagai substratnya (Yani et al. 2003).

Menurut Wisjnuprapto (1996) bioremediasi mempunyai keuntungan dan kerugian yang harus dipertimbangkan. Dua keuntungan utama adalah biaya investasi yang rendah (Tabel 4) dan efektif dalam mengolah polutan sampai pada tingkat yang dapat diterima oleh lingkungan. Kerugiannya adalah dalam hal perancangan dan operasi karena dengan bioremediasi sistemnya harus dikelola dengan sangat baik. Tetapi hal ini seimbang dengan biaya investasi yang rendah. Masalah lain adalah kemungkinan adanya hasil samping yang tidak dikenal yang dapat tersebar tanpa terdeteksi selama proses bioremediasi. Pemantauan lapangan, adanya pengetahuan tentang produk degradasi dan studi tentang pengolahan yang cukup memadai akan memberikan informasi untuk mencegah penyebaran hasil samping yang tidak diinginkan.

Tabel 4. Biaya pengolahan oil sludge pada berbagai metode bioremediasi

Biaya/m3

Metode

Pound Sterling US Dollar

Landfill Inggris Amerika Serikat 25-120 100-200 35-171 143-286 Thermal Ex situ In situ 100-500 75-300 143-715 107-429 Soil washing 35-100 50-72 Bioremediation 5-75 7-107 Sumber: Mursida (2002).

Penerapan bioremediasi sebagai teknik pengolahan limbah sudah semakin berkembang terutama karena alasan biaya operasional yang relatif murah dibandingkan dengan teknologi lain. PT Caltex Pacific Indonesia, Exxon Mobil Oil, Unocol, Vico dan Total telah menerapkan teknologi ini (Edvantoro 2003). Di PT Caltex Pacific Indonesia, bioremediasi dengan mengoptimalkan kondisi tanah untuk pertumbuhan bakteri indigenous menghasilkan konsentrasi TPH • 1% dalam waktu 4 bulan (PT Caltex Pacific Indonesia 2003). Menurut Edvantoro (2003) pengolahan limbah menggunakan teknik bioremediasi pada prinsipnya dapat diterapkan di Indonesia selama pelaksanaan kegiatan pengolahannya memenuhi persyaratan teknis dan aman bagi lingkungan. Konsentrasi TPH akhir yang diperkenankan pada pengolahan limbah minyak bumi melalui teknik bioremediasi adalah 10 000 ppm.

Mikroorganisme Pendegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi

Keberhasilan biodegradasi hidrokarbon minyak bumi tergantung kepada aktivitas mikroorganisme dan kondisi lingkungannya. Menurut Kadarwati et al.

(1994) mikroorganisme yang banyak hidup dan berperan di lingkungan hidrokarbon minyak bumi sebagian besar adalah bakteri. Bakteri yang sesuai harus mempunyai kemampuan fisiologi dan metabolik untuk mendegradasi bahan pencemar (Udiharto et al. 2000). Menurut Miller (1995) bakteri mampu beradaptasi pada lingkungan hidrokarbon melalui beberapa cara, yaitu: (i) pembentukan bagian hidrofobik pada dinding sel sehingga meningkatkan afinitas sel terhadap hidrokarbon, (ii) dihasilkannya surfaktan ektraselular yang dapat meningkatkan kelarutan hidrokarbon dan (iii) modifikasi intraselular membran sitoplasmik yang dapat mengurangi toksisitas hidrokarbon terhadap bakteri.

Dalam beberapa hal, lingkungan yang akan dilakukan bioremediasi sudah terdapat bakteri indigenous tetapi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik perlu ditambahkan bakteri eksogenous yang lebih sesuai (Noegroho 1999). Mishra et

al. (2001) menyatakan jika jumlah bakteri indigenous kurang dari 105 SPK/g tanah maka biodegradasi tidak berjalan maksimal sehingga perlu dilakukan penambahan bakteri eksogenous.

Atlas (1981) melaporkan sejumlah mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon minyak bumi, yaitu: (i) Bakteri: Pseudomonas, Achromobacter,

Arthrobacter, Michrococcus, Nocardia, Vibrio, Acinetobacter, Brevibacterium,

Corynebacterium, Flavobacterium, Leucothrix, Rhizobium, Spirillum, Alcaligenes,

Xanthomonas, Cytophaga, Thermomicrobium dan Klebbsiella; (ii) Khamir:

Candida, Rhodotorulla, Aurobasidium, Rhodosporidium, Saccharomyces,

Sporobolomyces, Trichosporon dan Cladosprium; (iii) Fungi: Penicillium,

Cunninghamella, Verticillium spp., Aspergillus, Mucoterales, Monilales,

Graphium, Fusarium, Trichoderma, Acremonium, Mortierella, Gliocladium dan

Sphaeropsidales; (iv) Algae: Protopheca dan (v) Cyanobacteria: Mierocoleus sp.,

Anabaena spp., Agmenellum sp., Coccochloris sp., Nostoc sp., Chlorella spp.,

Dunaalella sp., Ulva sp., Amphora sp., Chlamydomonas sp., Cylindretheca dan

Petalonia.

Walker et al. (1975) melaporkan kemampuan alga (Protopheca zopfii) dalam mendegradasi minyak. Pada minyak motor senyawa aromatik terdegradasi lebih besar daripada senyawa hidrokarbon jenuh sedangkan pada minyak mentah senyawa hidrokarbon jenuh terdegradasi lebih besar daripada aromatik.

Oetomo (1997) mengisolasi bakteri perombak hidrokarbon minyak bumi dari lingkungan laut Tanjung Priok yang tercemar minyak, yaitu Pseudomonas

sp., Bacillus sp., Nocardia sp., Staphylocuccus sp., Vibrio sp. dan Mycobacterium

sp. Pseudomonas sp. mempunyai kemampuan tertinggi dalam mendegradasi minyak bumi baik pada media air laut maupun air tawar.

Masitho (1999) mengisolasi Bacillus sp., Acinetobacter sp. 1 dan

Acinetobacter sp. 2 dari ekosistem mangrove. Acinetobacter sp. 1 dapat mendegradasi hidrokarbon minyak bumi lebih baik dari kedua isolat lainnya.

Saidi et al. (1999) mengisolasi bakteri perombak minyak bumi dan solar dari ekosistem air hitam Kalimantan Tengah, yaitu Brevibacillus thuringiensis

(Ah41-Ms1), Bacillus fusiformis (Pr61-Ms1), Bacillus fusiformis (Si201-Ms1),

Klebsiella planticola (Bb171-Mb2), Bacillus thrungiensis (Si191-Mb1) dan

Brevibacillus chossihinensis (Nn311-Mb2). Hasil pengujian bakteri terpilih pada media minimal cair setelah 10 hari inkubasi dapat meningkatkan produksi CO2-C

dan biodegradasi minyak serta menurunkan pH dan bobot minyak dimana nilai tertinggi ditunjukkan Bacillus fusiformis (Si201-Ms1) dan Bacillus fusiformis

(Pr61-Ms1). Hasil pengujian bakteri terpilih pada tanah entisol yang ditambahkan minyak bumi dan solar dapat menurunkan pH, bobot minyak dan konsentrasi fenol dan meningkatkan produksi CO2-C serta biodegradasi minyak bumi.

Mishra et al. (2001) melaporkan pengaruh inokulasi bakteri dalam proses bioremediasi in situ tanah terkontaminasi oil sludge dimana populasi bakteri indigenous rendah (103-104 SPK/g tanah). Plot A dan B diberi perlakuan inokulasi bakteri dan nutrisi. Hasilnya terjadi perombakan TPH sebesar 92% dan 82.7% selama 1 tahun sedangkan plot C sebagai kontrol hanya 14%. Pada akhir percobaan terjadi peningkatan daya memegang air dari 59 ± 4% menjadi 71 ± 3% karena telah terjadi penurunan konsentrasi minyak di dalam tanah. Tidak ada vegetasi yang tumbuh pada lahan tersebut tetapi 3 bulan setelah inokulasi mulai terlihat adanya vegetasi sejalan dengan meningkatnya kemampuan tanah memegang air.

Mekanisme Biodegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi

Bakteri menggunakan hidrokarbon minyak bumi sebagai sumber karbon dan energi (Atlas 1981; Udiharto 1996a). Proses biodegradasi hidrokarbon minyak bumi akan menghasilkan CO2, H2O dan biomassa sel (Bossert & Bartha

1984).

Menurut Udiharto et al. (1995) selama aktivitas berlangsung bakteri mengeluarkan metabolit-metabolit ke dalam media berupa asam, surfaktan dan gas yang dapat mempengaruhi lingkungannya diantaranya asam menurunkan pH dan surfaktan menurunkan tegangan antar muka media. Penurunan tegangan antar muka media menyebabkan minyak terdispersi dan memperbesar kontak permukaan antara bakteri dan minyak sehingga akan terjadi peningkatan biodegradasi hidrokarbon minyak bumi. Selain itu, biomassa yang dihasilkan merupakan akumulasi massa sel yang sebagian besar tersusun oleh protein. Protein dapat meningkatkan kesuburan tanah tercemar karena merupakan sumber pupuk nitrogen bagi lahan yang mendapatkannya.

Sebelum biodegradasi berlangsung, hidrokarbon minyak bumi akan masuk ke dalam sitoplasma bakteri. Ada dua teori mekanisme masuknya hidrokarbon ke dalam sitoplasma. Pertama, hidrokarbon menjadi mudah larut

dan yang kedua terjadi adhesi antara butiran hidrokarbon dengan cairan dalam sel (Higgins & Gillbert 1977).

Proses selanjutnya, bakteri memproduksi enzim yang dapat mendegradasi hidrokarbon minyak bumi. Enzim mendegradasi senyawa tersebut dengan cara mengeksploitasi kebutuhan bakteri akan energi (Wisjnuprapto 1996). Menurut Kadarwati et al. (1994) dalam pertumbuhannya bakteri akan mengeluarkan enzim yang akan bergabung dengan substansi membentuk senyawa kompleks enzim-substansi, kemudian terurai menjadi produk lain. Enzim tidak habis dalam reaksi tersebut tetapi dilepaskan kembali untuk reaksi selanjutnya dengan substansi lainnya. Proses ini terjadi berulang-ulang sampai semua substansi yang tersedia terpakai.

Bentuk-bentuk penggunaan hidrokarbon minyak bumi oleh bakteri disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2 Penggunaan hidrokarbon minyak bumi oleh bakteri: (A) penggunaan hidrokarbon terlarut, (B) kontak langsung bakteri dengan hidrokarbon pada antar muka air-minyak, (C) kontak langsung bakteri dengan butiran-butiran hidrokarbon yang terdispersi dalam larutan dan (D) peningkatan kelarutan hidrokarbon karena dihasilkan biosurfaktan (Miller 1995).

Dokumen terkait