• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klasifikasi dan Deskripsi Ikan

Ikan gelodok adalah ikan yang hidup di habitat intertidal ditemukan di daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Ikan gelodok memiliki daerah distribusi geografis yang mencakup semua Indo-Pasifik dan pantai Atlantik Afrika. Ikan gelodok bergerak cukup aktif pada saat keluar dari air, makan dan berinteraksi satu sama lain dan juga menjaga tempat tinggalnya (Ravi dan Rajagopal, 2009).

Murdi (1989) diacu oleh Ravi dan Rajagopal (2009) menggolongkan ikan gelodok kedalam famili Gobiidae, sub famili Oxudercinae dan membaginya ke dalam 3 genus; Boleophthalmus yang ditemukan oleh Valenciennes pada tahun 1837; Periophthalmodon ditemukan oleh Bleeker pada tahun 1837 dan Periophthalmus (Gambar 2) ditemukan oleh Bloch&Schneider pada tahun 1801.

Gambar 2. Ikan Gelodok (Famili: Gobiidae), Periophthalmus sp.

Genus Boleophthalmus mempunyai badan memanjang, pipih, dan ditutupi oleh 60 sampai lebih 100 sisik sikloid. Kepala subsilindris, ada bagian yang bersisik dan tidak bersisik. Mata berdekatan menonjol diatas kepala. Mulut agak miring, kedua rahangnya hampir sama panjang. Lidah bercabang dua. Mempunyai

dua sirip punggung yang jelas terpisah. D1. V; D2.I. 24-27; P.18-19; A.I.26; C.13 (Day, 1967 diacu oleh Hawa, 2000).

Sisik pada garis sisi 75 - 100 buah dan sisik pada L.tr1 19; L.tr.2 11 buah. Sirip perut bersatu. Dasar sirip dada berotot dan bersisik. Sirip ekor tidak simetris, setengah bagian atas lebih panjang dari setengah bagian bawahnya. Sirip punggung pertama lebih tinggi dari pada tinggi tubuh. Tulang rahang atas memanjang sampai ke belakang mata. Warna tubuh hijau kegelapan dengan 6 sampai 7 garis-garis miring yang berwarna gelap. Kepala dengan bercak-bercak biru atau coklat. Sirip punggung pertama dengan bercak-bercak biru. Sirip punggung kedua dengan bercak-bercak biru yang membentuk 4 garis-garis tak boboturan (Weber dan de Beaufort, 1953 diacu oleh Afriyanti, 2000).

Bioekologi Ikan Gelodok (Famili : Gobiidae)

Ikan gelodok berasal dari Thailand menyebar ke Malaya dan Pakistan ke India. Di Indonesia ikan gelodok banyak terdapat di Bangka, Sumatera (Aceh, Belawan), Jawa (Jakarta, Semarang, Surabaya, Besuki, Karang, Bolong), Madura (Kamal, Sumenep), Kalimantan (Pamangkat, Singkawang, Sungai Duri, Banjarmasin, Samarinda, Sambas) dan Sulawesi (Makassar). Ikan gelodok terdapat juga di Singapura, Malaysia, India, Thailand, Cina, Andaman, Guam dan Papua Nugini (Weber dan de Beaufort, 1953 diacu oleh Afriyanti, 2000).

Ikan gelodok hidup di dalam sarang yang berbentuk saluran-saluran di dalam lumpur pantai dengan kedalaman antara 40 – 100 cm (Gambar 3). Pada permukaan terdapat beberapa buah lubang dengan satu atau dua buah lubang utama untuk keluar masuk ikan. Dari saluran utama ada beberapa buah saluran

cabang ke berbagai arah yang akhirnya menuju ke permukaan. Saluran cabang dapat merupakan saluran buntu atau terbuka. Setiap sarang terdapat satu atau dua buah bagian saluran yang membesar sebagai tempat ikan selama berada di dalam sarang (Effendie dan Sjafei, 1973 diacu oleh Afriyanti, 2000).

Gambar 3. Sarang Ikan gelodok (Effendie dan Sjafei, 1973 diacu oleh Afriyanti, 2000)

Ikan gelodok memiliki kisaran adaptasi perilaku dan fisiologis yang khas seperti gaya amfibi dibandingkan dengan Famili: Gobiidae yang sepenuhnya hidup di dalam air. Hal ini termasuk perilaku adaptasi yang memungkinkan ikan gelodok untuk bergerak secara efektif di darat maupun di air. Ikan gelodok memiliki kemampuan untuk bernapas melalui kulit, lapisan mulut (mukosa) dan tenggorokan (faring). Ikan gelodok menggali liang yang dalam pada substrat, sehingga memungkinkan untuk dapat mengatur suhu tubuh dan untuk menghindari predator laut ketika pasang (Ravi dan Rajagopal, 2009).

Ikan gelodok melakukan pernapasan menggunakan kulit apabila berada pada keadaan surut/kering, agar kondisi tubuhnya tetap lembab. Inilah cara bernapas yang dilakukan mirip dengan amfibi. Ikan gelodok memiliki adaptasi penting lain yang membantu pernapasan saat keluar dari air adalah dengan membesarkan rongga yang terdapat pada insang untuk mempertahankan gelembung udara. Hal tersebut dilakukan untuk menyediakan oksigen yang digunakan pada saat respirasi di darat (Graham 1997 diacu oleh Al-Behbehani dan

Ikan gelodok dapat mengatasi perubahan suhu lingkungan yang ekstrim. Ketika keluar dari air, suhu pada permukaan substrat dapat ditolerir oleh ikan gelodok berkisar antara 10-15 oC. Sementara disaat air pasang ikan gelodok dapat mentolerir suhu mencapai sekitar 40oC (Taylor, dkk., 2005 diacu oleh Polgar dan Lim, 2011). Menurut Tytler dan Vaughan (1983) diacu oleh Al-Behbehani dan Ebrahim (2010) melaporkan bahwa kisaran suhu yang dapat ditolerir ikan gelodok adalah 14 – 35oC. Kisaran suhu lainnya yang dapat ditolerir ikan gelodok adalah 10 – 42oC, hal ini karena adanya adaptasi pernapasan.

Jenis ikan gelodok ditemukan dibagian hamparan lumpur yang berbeda- beda, dan mempunyai makanan yang berbeda pula, dari pemakan detritus (Boleophthalmus boddarti) sampai jenis-jenis pemakan daging yang memangsa ketam kecil, serangga, dan siput (MacKinnon, dkk, 2000). Cara memakannya ialah dengan menggunakan mulutnya yang bergigi seperti sisir ke kiri dan ke kanan di atas permukaan lumpur. Ketika mencari makan, ikan gelodok bergerak lambat dengan menggunakan kedua sirip dada (Muliasusanty, 2000).

Hubungan Panjang Bobot

Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dengan bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Kurva hubungan panjang dan bobot ikan dapat dilihat pada Gambar 4.

Berat (g)

Panjang (mm) Gambar 4. Kurva Hubungan Panjang dan Bobot (Effendie, 1997)

Hubungan bobot panjang ikan, dapat digunakan untuk mengetahui koefisien kondisi ikan yang menunjukan kegemukan atau kemontokan ikan tersebut. Data hubungan bobot panjang juga diperlukan dalam manajemen perikanan yaitu untuk mengetahui selektivitas alat agar ikan-ikan yang ukurannya tidak dikehendaki tidak ikut tertangkap (Vanichul dan Hongskul, 1966).

Menurut Effendie (1997), hubungan panjang dan bobot ikan tidak mengikuti hukum kubik (bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya), karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Perbedaan tersebut karena adanya faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, yaitu: (1) suhu dan kualitas air; (2) ukuran; (3) umur dan jenis ikan gelodok; (4) jumlah ikan-ikan lain yang memanfaatkan sumber yang makanan yang sama. Selain faktor-faktor yang di atas pertumbuhan juga dipengaruhi kematangan gonad ikan itu sendiri. Ikan selalu tumbuh sehingga untuk mengukur panjang dan bobot ikan dapat digunakan rumus Effendie, 1997 sebagai berikut :

W = aLb Keterangan:

W = bobot ikan (g) L = panjang ikan (mm) a dan b = konstanta.

Logaritma persamaan tersebut yaitu: Log W=log a + b Log L. Nilai b menunjukkan bentuk pertumbuhan ikan. Satu diantara nilai yang dapat dilihat dari adanya hubungan panjang bobot ikan adalah bentuk atau tipe pertumbuhannya. Apabila b = 3 maka dinamakan isometrik yang menunjukkan ikan tidak berubah bentuknya dan pertambahan panjang ikan seimbang dengan pertambahan bobotnya. Apabila b < 3 dinamakan alometrik negatif, bila pertambahan panjangnya lebih cepat dibanding pertambahan bobotnya. Jika b > 3 dinamakan alometrik positif yang menunjukkan bahwa pertambahan bobotnya lebih cepat dibanding dengan pertambahan panjangnya. Nilai praktis yang didapat dari perhitungan panjang bobot ikan adalah dapat digunakan untuk menduga bobot panjang ikan atau sebaliknya, keterangan tentang pertumbuhan ikan, kemontokan, perubahan lingkungan (Effendie, 1997).

Faktor Kondisi

Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan. Faktor kondisi dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, makanan, dan tingkat kematangan gonad (TKG). Faktor kondisi atau Ponderal index merupakan satu derivat penting dari pertumbuhan. Faktor kondisi ini merupakan keadaan dari ikan, dilihat dari segi kapasitas fisik untuk kelangsungan hidup dan reproduksi (Effendie, 1997).

Faktor kondisi dari suatu jenis ikan tidak tetap sifatnya. Apabila dalam suatu perairan terjadi perubahan yang mendadak terhadap kondisi ikan maka dapat mempengaruhi ikan tersebut. Bila kondisinya kurang baik, mungkin disebabkan populasi ikan terlalu padat. Bila kondisinya baik, maka kemungkinan

terjadi pengurangan populasi atau ketersediaan makanan di perairan cukup melimpah sehingga populasinya menyebar (Masriwaty, 2002).

Bobot ikan dianggap ideal jika sama dengan pangkat tiga dari panjangnya dan itu berlaku untuk ikan kecil dan besar. Bila tidak terdapat perubahan bobot tanpa diikuti oleh perubahan panjang atau sebaliknya, akan menyebabkan perubahan nilai perbandingan tersebut. Nilai faktor kondisi akan mengalami perubahan jika terjadi perubahan kondisi perairan dan biologi ikan. Bila faktor kondisi berkisar antara 3-4 menunjukkan tubuh ikan agak pipih dan bila berkisar 1-2 menunjukkan tubuh ikan kurang pipih (Effendie, 1997).

Pola Penyebaran

Penyebaran ikan gelodok tergantung pada responsnya terhadap faktor lingkungan. Organisme yang dapat hidup pada selang faktor lingkungan yang lebar (euri), cenderung akan tersebar luas di permukaan bumi ini. Jenis organisme yang hanya dapat hidup pada selang faktor lingkungan yang sempit (steno) penyebarannya sangat terbatas. Organisme yang tersebar sangat luas, umumnya mempunyai pola penyebaran random. Organisme yang penyebarannya terbatas pola penyebarannya berkelompok atau beraturan (Suin, 2003).

Faktor abiotik merupakan salah satu faktor pembatas mengapa suatu jenis organisme tidak dapat hidup. Faktor abiotik yang merupakan faktor pembatas dapat hidupnya suatu organisme di suatu habitat adalah faktor fisika dan kimia antara lain : suhu, kelembapan, cahaya, tekstur tanah, nutrien dalam substrat, pH, salinitas, dispersal, oksigen, seleksi habitat, hubungan sesamanya dan kecepatan arus (Suin, 2003).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove adalah tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut. Adapun ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme yang berinteraksi dengan faktor lingkungan di dalam suatu habitat mangrove (Kusmana, dkk diacu oleh Yunasfi, 2006). Ekosistem mangrove dapat dikatakan daerah pertemuan antara lautan dan daratan. Mangrove menjadi daerah yang memiliki wilayah yang basah dan kering dalam suatu waktu tertentu. Menghadapi lingkungan yang seperti ini biota yang hidup didalamnya telah mengembangkan kemampuan menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Satu diantara contoh biota yang mampu hidup dalam keadaan tersebut adalah ikan gelodok.

Daerah Pantai Bali merupakan salah satu pantai yang terdapat di pesisir daerah Batu Bara, tepatnya terletak di Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. Pantai ini masih memiliki kondisi yang alami. Hutan mangrove menempati pantai ini dengan luas 46 Ha. Hutan mangrove yang cukup luas itu merupakan habitat yang baik bagi ikan gelodok, karena ikan tersebut masih banyak ditemukan disana.

Ikan gelodok merupakan ikan yang unik, ikan ini dapat bergerak menggunakan siripnya sebagai bentuk adaptasi morfologi terhadap kondisi tempat tinggalnya. Ikan ini memiliki nama internasional mudskipper. Nama lokal ikan ini berbeda di setiap daerah, seperti gelodok, belodok, belodog, atau blodog, lalu tembakul, tempakul, timpul atau belaca, gabus laut dan lunjat. Secara taksonomi ikan ini masuk ke dalam famili Gobiidae.

Jenis ikan ini termasuk khas karena tidak dapat ditemukan diseluruh wilayah perairan. Menurut Al-Behbehani dan Ebrahim (2010) ikan gelodok mampu bertahan di daerah pasang surut karena memiliki kemampuan bernafas melalui kulit tubuhnya dan lapisan selaput lendir di mulut serta kerongkongannya. Cara lain adaptasinya agar tetap hidup di daerah mangrove adalah dengan menggali lubang lumpur lunak yang dimanfaatkan jadi sarangnya.

Pada ekosistem mangrove ikan gelodok merupakan konsumen tingkat pertama maupun tingkat kedua dalam rantai makanan. Menurut Polgar dan Lim (2011), ikan gelodok merupakan jenis ikan yang berukuran kecil yang menempati posisi konsumen primer dan sekunder dalam rantai makanan. Selain itu ikan gelodok juga merupakan bioindikator pencemaran lingkungan pada ekosistem mangrove. Ikan ini termasuk toleran terhadap amoniak.

Peran ikan gelodok bagi manusia adalah sebagai bahan pangan atau umpan untuk memancing ikan. Daging ikan gelodok memiliki nilai gizi yang tinggi. Di Bangladesh, Cina, Jepang, Korea, Filipina, Taiwan, Thailand dan Vietnam beberapa beberapa spesies dianggap memiliki kelezatan tersendiri dan dibudidayakan secara ekstensif. Di India, ikan ini dikonsumsi oleh nelayan sebagai obat tradisional untuk menghilangkan sering buang air kecil pada anak- anak (Ravi dan Rajagopal, 2000). Di Indonesia pemanfaatan ikan gelodok masih sangat sedikit.

Menurut Sulistiono (1988) dalam Hawa (2000) jenis ikan ini sangat potensial untuk diperdagangkan, baik sebagai ikan konsumsi maupun sebagai bahan baku untuk makanan ternak dan ikan. Hal ini disebabkan karena populasinya yang masih melimpah dan berprotein tinggi. Belum ada ditemukan

teknik untuk membudidaya ikan gelodok, sehingga masih dilakukan penangkapan secara langsung.

Informasi tentang kajian mengenai ikan gelodok di Indonesia masih sedikit. Untuk itu diperlukan informasi lebih lanjut tentang ikan gelodok meliputi bioekologi, pola penyebaran dan daerah paling sering ditemukan ikan tersebut. Hal ini dapat membantu dalam pemanfaatannya pada masa yang akan datang.

Rumusan Masalah

Ikan gelodok masih banyak ditemukan di Pantai Bali Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. Ikan ini merupakan ikan khas daerah mangrove yang memiliki nilai potensial untuk dimanfaatkan di masa yang akan datang. Ikan gelodok dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan maupun panganan. Pada rantai makanan ikan ini menduduki konsumen tingkat pertama dan ke dua. Ikan ini juga merupakan bioindikator pencemaran pada lingkungan mangrove. Sehingga perlu dilakukan suatu kajian mengenai ikan gelodok di Pantai Bali Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan suatu masalah:

1. Bagaimanakah hubungan panjang dan bobot ikan gelodok pada ekosistem mangrove di Pantai Bali Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara ?

2. Bagaimanakah pola penyebaran ikan gelodok pada ekosistem mangrove di Pantai Bali Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara ?

3. Bagaimanakah kondisi lingkungan paling sering ditemukannya ikan gelodok pada ekosistem mangrove di Pantai Pantai Bali Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara ?

Kerangka Pemikiran

Mangrove merupakan habitat bagi ikan gelodok (Famili: Gobiidae). Habitat tersebut mempengaruhi kondisi bioekologi ikan tersebut. Bioekologi ikan gelodok di Pantai Bali Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara perlu diketahui untuk melakukan suatu starategi pengelolaan yang baik di masa yang akan datang. Untuk habitat, hal yang akan diteliti dibagi menjadi dua bagian yaitu vegetasi dan lingkungan.

Pada vegetasi, aspek yang akan diteliti adalah kondisi substrat, dengan diketahuinya kondisi substrat dapat diperkirakan pengaruhnya terhadap morfologi, hubungan panjang bobot dan faktor kondisi pada ikan. Pada lingkungan, aspek yang akan diteliti adalah kondisi pasang surut, kondisi tersebut berkemungkinan menentukan pola sebaran dan kepadatan ikan gelodok tersebut. Kerangka pemikiran penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Keterangan : : batasan penelitian : manfaat penelitian Ekosistem Mangrove Vegetasi Lingkungan

Substrat Pasang - Surut

- Pola Sebaran - Densitas (Kepadatan) - Morfologi - Hubungan Panjang – Bobot - Faktor Kondisi Ikan Gelodok (Famili : Gobiidae) Bioekologi Ikan Gelodok (Famili : Gobiidae) di Pantai Bali Strategi Pengelolaan

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui hubungan panjang bobot ikan gelodok di Pantai Bali Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara.

2. Mengetahui pola penyebaran ikan gelodok di Pantai Bali Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara.

3. Mengetahui lingkungan paling sering ditemukannya ikan gelodok di Pantai Bali Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian

Data hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber informasi dan inventarisasi tentang ikan gelodok serta kajian dasar untuk pengelolaan di Pantai Bali Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara.

ABSTRAK

SABILAH FI RAMADHANI. Studi Bioekologi Ikan Gelodok (Famili : Gobiidae) di Pantai Bali Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. Di bawah bimbingan YUNASFI dan AHMAD MUHTADI RANGKUTI.

Daerah Pantai Bali merupakan salah satu pantai yang terdapat di pesisir daerah Batu Bara, tepatnya terletak di Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. Hutan mangrove menempati pantai ini dengan luas 46 Ha. Hutan mangrove yang cukup luas itu merupakan habitat yang baik bagi ikan gelodok, karena ikan tersebut masih banyak ditemukan disana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bioekologi ikan gelodok. Bioekologi ikan gelodok diketahui melalui pengambilan ikan contoh lalu menganalisis data hubungan panjang bobot, kepadatan populasi, pola sebaran populasi, substrat dan pengaruh pasang surut dan lingkungan terhadap kepadatan ikan gelodok. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Maret sampai Mei 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah Purposive Random Sampling untuk pengambilan ikan contoh. Stasiun yang digunakan terdiri atas 3 stasiun dengan transek pantai, mangrove, sungai. Terdapat empat jenis ikan gelodok yaitu Periophthalmus chrysospilos, P. gracilis, B. boddarti dan Periophthalmonodon schlosseri. Hubungan panjang bobot bila diurutkan memiliki nilai 3,2562, 0,9065,3,06 dan 3,0052. Kepadatan tertinggi terjadi pada saat pasang di daerah pantai dan surut di daerah sungai, dengan pola sebaran yang mengelompok. Pasang surut dan lingkungan memberikan pengaruh pada kepadatan ikan gelodok.

Kata kunci : hubungan panjang bobot, ikan gelodok, kepadatan populasi, Pantai Bali, pola sebaran.

ABSTRACT

SABILAH FI RAMADHANI. Study Bioecology Of Mudskipper (Family: Gobiidae) At The Bali Beach, Mesjid Lama Village, Sub-district Talawi, District Of Batu Bara, North Sumatra Province. Under the directions of Mr. YUNASFI and Mr. AHMAD MUHTADI RANGKUTI.

Bali beach area is one of the beaches in the Batu Bara, precisely located in the Mesjid Lama Village, Sub-district, Talawi, District of Batu Bara, North Sumatra. There is a coastal mangrove forests in this area, where has an area of 46 ha. Mangrove forests are broad enough that a good habitat for Mudskipper. The research aims to determine bioecology of Mudskipper. Bioecology of Mudskipper known by taking of the samples and then analyze the data of length weight relationships, population density, population distribution patterns of Mudskipper, substrate and the tidal and enviromental influences on the Mudskipper density. The research was conducted from March until May 2014. The Method of the research is purposive sampling. For example, fishing. The Stations or area was used consisted of three transect of stations with beaches, mangroves, and rivers. There are four types of fish can be found in those areas, which are P. chrysospilos, P. gracilis, B. boddarti and Pn. schlosseri. If we sorted that length weight relationship has value 3.2562 cm, 0.9065 cm, 3.06 cm, and 3.0052 cm. The highest density occurs at high tide and low tide in the coastal areas at the river, with a clustered distribution patterns. The impact of tidal and environmental on the Mudskipper density.

Keywords: length weight relationship, Mudskipper, population of Mudskipper density,

STUDI BIOEKOLOGI IKAN GELODOK (FAMILI : GOBIIDAE)

Dokumen terkait