Klasifikasi tanaman binahong menurut Mus (2008) yaitu Kingdom : Plantae; Subdivisi : Spermatophyta; Divisi : Angiospermae; Kelas : Dicotyledoneae; Ordo : Caryophyllales; Famili : Basellaceae; Genus : Anredera; Spesies : Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.
Gambar 1. Binahong
Tanaman binahong berupa tumbuhan menjalar, berumur panjang (perenial), bisa mencapai panjang +/- 5 m. Akar berbentuk rimpang, berdaging lunak. Batang lunak, silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam solid, permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan bertekstur kasar. Daun tunggal, bertangkai sangat pendek (subsessile), tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung (cordata), panjang 5 - 10 cm, lebar 3 - 7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk (emerginatus), tepi rata, permukaan licin, bisa dimakan. Bunga majemuk berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna krem keputih-putihan berjumlah lima helai tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5-1 cm, berbau harum. Perbanyakan generatif
(biji), namun lebih sering berkembang atau dikembangbiakan secara vegetatif melalui akar rimpangnya (Mus, 2008).
Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) merupakan tanaman menjalar, berumur panjang, bisa mencapai panjang ± 5 m. Batang lunak, silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam solid, permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan bertekstur kasar (Pink, 2004).
Daun binahong memiliki ciri-ciri seperti: berdaun tunggal, memiliki tangkai yang pendek (subsessile), tersusun berseling-seling, daun berwarna hijau, bentuk daun menyerupai jantung (cordata), panjang daun 5-10 cm sedangkan lebarnya 3-7 cm, helaian daun tipis lemas dengan ujung yang meruncing, memiliki pangkal yang berlekuk (emerginatus), tepi rata, permukaan licin, dan bisa dimakan (Suseno, 2013 dalam Tomahayu et al, 2014).
Efek Farmakologis
Tanaman Binahong diketahui mengandung saponin triterpenoid, flavonoid dan minyak atsiri (Rachmawati, 2008). Ekstrak etil asetat dari batang binahong mengandung polifenol, flavonoid, dan saponin (Yuliastuti, 2011). Adapun ekstrak etanol 70% daun binahong diketahui mengandung polifenol, flavonoid, tanin, saponin, dan alkaloid (Andreani, 2011), sedangkan ekstrak etanol 70% batang binahong mengandung polifenol, flavonoid, dan saponin (Kumalasari, 2011). Golongan senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa bioaktif dalam
tanaman, sehingga diduga juga berpotensi sebagai antibakteri (Wardhani dan Sulistyani, 2012).
Kandungan senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin dilaporkan mampu menyembuhkan luka bakar dan analgesik (mengurangi rasa nyeri). Aktivitas farmakologi flavonoid adalah sebagai anti-inflamasi, dan antioksidan, alkaloid sebagai hipoglikemik. Terpenoid dapat membantu tubuh dalam proses sintesis organik dan pemulihan sel-sel tubuh, sedangkan saponin berperan untuk menurunkan kolesterol dan anti karsinogenik (Manoi, 2009). Pada umumnya binahong digunakan masyarakat sebagai penyembuh luka setelah operasi, tipus, radang usus, asam urat, disentri, dan ambeien (Baskoro, 2011).
Daun binahong telah digunakan sebagai obat tradisional sebagai terapi untuk gagal ginjal, diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, infeksi dan lainnya. (Sukandar dkk., 2010). Cloridina & Nugrohowati (2009) menenyatakan uji farmakologis mendapati tumbuhan ini mampu berperan sebagai antibakterial, antiobesitas dan antihiperglikemik, antimutagenik, antiviral, antiulser dan antiinflamasi. Analisa fitokimia mengindikasikan daun binahong mengandung saponin, alkaloid dan flavonoid) dalam (Kurniawan et al.,2005).
Daun binahong secara tradisional digunakan untuk mengobati asam urat, jantung, ginjal, kencing manis, stroke, asma, jerawat, influenza, pegal, terbakar, dan sebagainya (Susetya, 2012). Daun binahong mempunyai efek farmakologis seperti: antibakteri, antiobesitas, antihiperglikemia, sitotoksik, antimutagenik, antivirus, antidiabetes, antiulcer dan antiinflamasi. (Kottaimuthu, et al. 2012) Rachmawati (2008) menyatakan kemampuan binahong untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit ini berkaitan erat dengan senyawa aktif yang terkandung didalamnya. Tanaman binahong mengandung saponin, alkaloid, polifenol, flavonoid dan mono polisakarida yang termasuk dalam golongan L-arabinose, D-
galaktose, L-rhamnose, Dglukosa dalam (Meiliani et al.,2014). Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman Binahong tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini juga dapat tumbuh pada ketinggian 3000 meter di atas permukaan laut dengan suhu 200C -300C pada bulan Januari dan 100C – 300C pada bulan Juli serta dengan curah hujan 500 – 2000 mm per tahun. Tanaman ini tumbuh pada beberapa vegetasi, seperti hutan, lahan pertanian dan lahan yang berumput. Pada tanah lembab yang subur, tanaman ini dapat tumbuh secara agresif setinggi 40 meter dan membentuk pohon kanopi. Kecepatan pertumbuhan binahong 1 meter per bulan, dan lebih dari 1 meter pada musim panas. Binahong lebih cepat tumbuh di daerah yang memiliki banyak cahaya.13 Oleh karena itu, tanaman binahong dapat tumbuh dengan mudah di Indonesia karena Indonesia merupakan negera tropis yang mendapat intensitas sinar matahari yang tinggi (Aini, 2014).
Tanaman binahong berasal dari Amerika Selatan. Tumbuhan ini mudah tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Banyak ditanam di dalam pot sebagai tanaman hias dan obat. Berkembang secara generatif (biji), namun lebih
sering dikembangbiakan secara vegetatif melalui akar rimpangnya (Hidayati, 2009).
Tanah
Hujan yang cukup pada saat tanam sangat dibutuhkan agar tanaman tumbuh dengan baik. Distribusi curah hujan yang merata selama periode tumbuh akan menjamin pertumbuhan vegetatif. Jenis tanah lempung berpasir, atau lempung liat berpasir sangat cocok untuk tanaman obat pada umumnya.
Kemasaman (pH) tanah yang cocok untuk tanaman obat adalah 6-7 (Syukur, 2001).
Bahan Tanam
Umbi batang berbeda dari rhizoma karena umbi batang ini terbentuk pada bagian distal dari batang yang tumbuh mendatar di bawah permukaan tanah. Jadi umbi batang tidak berstruktur simpodial seperti halnya rhizoma. Bentuk lain dari umbi yang merupakan hasil modifikasi batang adalah umbi yang terbentuk pada batang yang tumbuh di atas permukaan tanah (aerial shoot). Umbi seperti ini biasanya terbentuk sebagai akibat perkembangan tunas aksilar untuk memenuhi kebutuhan akan organ tempat menyimpan makanan cadangan, Oleh karena itu, umbi yang terbentuk letaknya selalu berada pada ketiak daun, seperti pada Dioscorea. Umbi seperti ini dapat pula disebut sebagai umbi cabang. Biasanya umbi cabang mudah lepas dari batangnya dan berfungsi sebagai alat reproduksi vegetative (Kusdianti, 2013).
Gambar 2. Umbi ketiak daun binahong
Berdasarkan penelitian Tatik, et al (2014) bahan tanam dengan umbi ketiak daun memberikan hasil tertinggi karena umbi ketiak daun mempunyai cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan setek batang. Sehingga tanaman binahong lebih baik pertumbuhannya. Sedangkan pada
perlakuan dengan bahan tanam rimpang, meskipun rimpang juga memiliki cadangan makanan yang banyak akan tetapi pertumbuhan tunasnya lebih lambat sehingga pertumbuhan vegetatif tanaman binahong lebih cepat dengan bahan tanam yang berasal dari umbi ketiak daun.
Bahan setek berasal dari pucuk sering kali masih terlalu muda sehingga lunak mengakibatkan setek menjadi lemah dan akhirnya mati. Kemampuan setek membentuk akar dan tunas dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat dan keseimbangan hormon yang tercermin pada C/N rasio (Salisbury dan Ross, 1992). Pupuk urin Kelinci
Riset Badan Penelitian Ternak (Balitnak) Bogor, pada tahun 2005 menyatakan bahwa urin kelinci mengandung unsur N 2,72%, P 1,1%, dan K 0,5% dan kandungan ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan urin hewan yang lain seperti sapi, kambing , domba, kuda dan babi. Manfaat urin kelinci semakin baik, jika urin kelinci yang telah diolah menjadi pupuk organik cair di dapat dari ternak yang mencapai umur dewasa 6 hingga 8 bulan. Ini karena urin kelinci dewasa telah terbukti paling tinggi dan kaya kandungan unsur N, P, dan K.
Pemberian perlakuan pupuk organik urin kelinci dilakukan sesuai konsentrasi perlakuan pada pagi hari. Perlakuan dimulai pada bibit yang sudah berumur satu minggu sejak dipindahkan dan diulang seminggu sekali, konsentrasi yang diberikan sesuai perlakuan (Mutryarny, et al. 2013).
Menurut Paiman dan Erika (2010), hasil penelitian pada tanaman tomat menunjukan bahwa konsentrasi urin kelinci memberikan pengaruh nyata terhadap berat segar tanaman, berat kering tanaman, berat kering daun, berat kering batang, dan berat kering akar. Penelitian Djafar, et al (2013) urin kelinci 60 ml/l
menunjukkan hasil terbaik pada tinggi tanaman, luas daun, jumlah daun, bobot kering tanaman, bobot basah tanaman, produksi perplot, dan produksi perhektar tanaman sawi.
Urin kelinci yang digunakan merupakan hasil fermentasi dimana cara pembuatannya yaitu urin kelinci sebanyak 25 liter dicampur dengan larutan gula sebanyak 250 ml dan bioaktivator sebanyak 250 ml lalu diaduk di wadah yang tertutup rapat. Setiap minggu diaduk hingga 2 minggu lalu pupuk urin kelinci siap digunakan. Aplikasi pupuk organik cair dari urin kelinci dilakukan mulai 1 MST sampai pada akhir masa vegetatif yaitu 5 MST (Lubis, 2015).
PH diantara 5,5-7,0 cocok untuk kebanyakan tanaman. Ada beberapa pengecualian, yaitu sebagian besar tanaman akan tumbuh dengan baik dalam jangkauan itu tetapi harus sesuai dengan lingkungan yang diinginkannya. Namun pH di atas 7.0 akan membuat elemen yang diperlukan seperti besi, mangan, tembaga dan seng kurang larut dan tanaman mungkin menunjukkan gejala defisiensi untuk elemen-elemen ini (Seward, 2014) Sementara tanah dengan pH tinggi ( > 7,4 ) mengakibatkan berkurangnya ketersediaan beberapa nutrisi , terutama P , Zn , Fe , dan Mn, penurunan pH tanah belum terbukti ekonomis untuk memproduksi tanaman agronomi (Fernandez dan Hoeft, 2009).
PENDAHULUAN