• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

Nyamuk merupakan serangga yang memiliki tubuh berukuran kecil, halus, langsing, kaki-kaki atau tungkainya panjang langsing, dan mempunyai bagian mulut untuk menusuk kulit dan mengisap darah yang disebut dengan probosis (Hadi & Koesharto 2006).

Nyamuk tersebar luas di seluruh dunia dari daerah kutub sampai daerah tropis, dapat dijumpai pada ketinggian 5.000 m di atas permukaan laut sampai kedalaman 1.500 m di bawah permukaan tanah di daerah pertambangan. Karena keberadaannya menyebar di seluruh dunia, maka ektoparasit ini bersifat kosmopolit. Di seluruh dunia, dilaporkan terdapat 3.100 spesies dari 34 genus.

Anopheles, Culex, Aedes, Mansonia, Armigeres, Haemagogus, Sabethes, Culiseta,

dan Psorophora merupakan kelompok dari genus nyamuk yang mengisap darah pada manusia dan berperan sebagai vektor penyebaran penyakit. Namun kelompok nyamuk yang sebagian besar tersebar di Indonesia adalah kelompok nyamuk dari genus Aedes, Culex, Mansonia, dan Anopheles (Hadi & Soviana 2010).

Klasifikasi nyamukmenurut Womack 1993 adalah sebagai berikut : Kerajaan : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Diptera Famili : Culicidae Subfamili : Culicinae

Genus : Culex, Aedes, dan Mansonia

Nyamuk dewasa memiliki ukuran 3-6 mm. Selain tubuhnya yang kecil, nyamuk memiliki sepasang sayap yang lebar. Pada sayapnya terlihat vena dan terdapat sisik sayap yang melingkari seluruh bagian sayap. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, pada dasarnya bagian tubuh dari ektoparasit ini terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, toraks (dada), dan abdomen (perut) (Hadi & Koesharto 2006).

Gambar 1 Gambar skema tubuh nyamuk. Sumber: Darsie & Ward 2000

Kepala

Pada bagian kepala hampir seluruhnya tertutupi oleh sepasang mata majemuk. Pada bagian kepala terdapat antena yang panjang (filiform). Pada nyamuk betina antena tidak selebat pada antena nyamuk jantan. Antena betina disebut pilose sedangkan pada nyamuk jantan disebut plumose. Fungsi dari bulu- bulu yang lebat pada nyamuk jantan adalah sebagai alat bantu untuk mencari keberadaan nyamuk betina. Selain pada antena, penentuan jenis kelamin jantan dan betina dapat dilihat dari palpi maksilari. Pada nyamuk betina, palpi maksilari lebih pendek dari pada probosis, sedangkan palpi maksilari pada nyamuk jantan melebihi panjang probosis. Kepala nyamuk Culex sp. kebanyakan berwarna cokelat sedangkan nyamuk Aedes sp. berwarna hitam (Borror et al. 1992).

Toraks

Pada bagian toraks, nyamuk memiliki skutum yang agak keras yang berfungsi sebagai pelindung. Pada bagian posterior toraks, terdapat skutellum

yang berbentuk trilobus. Di samping itu, pada bagian ini juga terdapat halter yang berfungsi sebagai alat keseimbangan ketika terbang. Sayap dan kaki nyamuk

Culex sp. biasanya terdapat bercak berwarna hitam putih. Kaki nyamuk terdiri atas tiga bagian yaitu, tungkai depan, tungkai tengah, dan tungkai belakang. Tiap tungkai terdiri atas femur, tibia, enam ruas tarsus, dan kuku. Kaki nyamuk Aedes sp. memiliki corak khusus, yakni pola belang-belang hitam dan putih. Warna, pola sisik, dan rambut pada toraks digunakan untuk membedakan genus dan spesies nyamuk. Culex sp. Toraks memiliki warna coklat, sedangkan Aedes sp. toraks berwarna hitam, dengan memiliki corak putih pada dorsal (Hadi & Koesharto 2006).

Abdomen

Bagian abdomen Culex sp. lebih mudah untuk diidentifikasi. Nyamuk ini umumnya memiliki warna abdomen coklat yang terang, dengan tergit berwarna belang-belang cokelat gelap terang dan bersisik. Biasanya nyamuk Cx. quinquefasciatus memiliki pola dorsal abdomen (tergit) berbentuk huruf “M”. Sedangkan Aedes sp. memiliki warna abdomen hitam dengan tergit berwarna belang-belang hitam dan putih. Ujung abdomen Culex sp. betina biasanya tumpul, dengan serkus yang tertarik kedalam. Sedangkan Aedes sp. betina, memiliki ujung abdomen yang meruncing, dengan serkus yang menonjol keluar (Borror et al.1992).

Siklus hidup

Siklus hidup serangga umumnya dibagi dalam dua tahap yaitu tahap perkembangan dan tahap pendewasaan. Selama fase perkembangan energi tercurahkan untuk proses pertumbuhan, sedangkan selama pendewasaan energi tercurahkan untuk penyebaran dan reproduksi. Serangga yang baru menetas mempunyai ukuran dan bentuk yang kadang-kadang berlainan sama sekali dengan serangga dewasa. Perubahan bentuk yang dialami mulai dari telur sampai serangga dewasa disebut metamorfosis (Hadi & Koesharto 2006).

Gambar 2 Siklus hidup nyamuk Sumber: McCafferty & Patrick 2010

Dalam perkembangannya nyamuk mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yang diawali dengan stadium telur, larva (jentik), pupa, dan dewasa (imago) (Gambar 2). Air merupakan faktor terpenting dalam perkembangan nyamuk, karena proses perkembangan pradewasa terjadi di dalam air (Clements 2000).

Telur

Telur-telur nyamuk subfamili Culicinae tidak memiliki pelampung seperti telur nyamuk subfamili Anophelinae. Telur nyamuk Culex sp. tampak pada Gambar 3a berukuran 0,735 mm berkelompok membentuk rakit sehingga terlihat mengapung pada permukaan genangan air (Chadee & Tikasings 1986).

Telur nyamuk Aedes sp. berbentuk oval, tunggal, berwarna hitam, dan berukuran 0,664 mm seperti yang terlihat pada Gambar 3b (Christophers 1960). Pada keadaan kering, telur nyamuk Aedes sp. dapat bertahan hingga enam bulan.

Gambar 3 Telur Culex sp. (a) danTelur Aedes sp. (b) Sumber: McCafferty & Patrick 2010

Telur-telur nyamuk ini biasanya ditemukan pada tempat-tempat yang berisi genangan air jernih yang tidak beralaskan tanah, seperti gentong air, bak mandi, vas bunga, drum, barang bekas, lipatan daun yang menampung air, dan sebagainya di daerah urban dan suburban. Telur menetas antara dua sampai tiga hari pada suhu 30 °C, tetapi membutuhkan tujuh hari pada suhu 16 °C (Hadi & Soviana 2010).

Larva

Larva nyamuk beras al dari telur nyamuk yang telah menetas. Larva nyamuk tidak berkaki dan memiliki toraks yang lebih besar daripada kepala. Kepala berkembang baik dengan sepasang antena dan mata majemuk, serta sikat mulut (mouth brush) yang menonjol. Abdomen memiliki sembilan ruas yang jelas, dan pada ruas yang terakhir terdapat sifon (tabung udara) sebagai alat pernapasan sebagaimana terlihat pada Gambar 4. Ketika berada di dalam air, larva terlihat membentuk sudut terhadap permukaan air. Larva Culex sp. memiliki sifon yang panjang dan ramping, sedangkan larva Aedes sp. memiliki sifon yang relatif lebih pendek dan menggembung (Borror et al.1992).

Bagi seekor nyamuk stadium larva ini merupakan stadium makan. Kebanyakan jenis larva memakan alga dan kotoran organik, tetapi beberapa bersifat pemangsa dan makan larva nyamuk lain. Dalam kondisi yang sesuai, larva nyamuk akan berkembang dalam waktu 6-8 hari sejak dari larva stadium pertama (instar I) hingga stadium terakhir (instar IV), dan akan berubah menjadi pupa (kepompong). Selama perkembangan larva terjadi pertambanhan ukuran dari instar I-IV yaitu 0,3-0,95 mm (Christophers 1960).

Gambar 4 Jentik Cx. quinquefasciatus (a) dan jentik Ae. albopictus (b) Sumber: ICPMR 2002

b a

Pupa

Pupa (kepompong) merupakan stadium terakhir yang berada di dalam air. Pupa nyamuk berbentuk seperti koma, kepala dan dada bersatu dilengkapi dengan sepasang terompet pernapasan, sebagaimana terlihat pada Gambar 5. Stadium ini disebut juga stadium inaktif dan tidak memerlukan makanan. Tetapi tetap ada proses pernapasan melalui sifon yang menempel pada permukaan air. Bentuk

sifon pada stadium pupa, menyerupai sifon pada stadium larva dan bervariasi bergantung pada jenis spesies nyamuk (Clements 2000). Pada fase ini pupa membutuhkan dua sampai tiga hari untuk menjadi nyamuk dewasa, namun fase ini dapat menjadi lebih lama hingga sepuluh hari pada suhu rendah (< 25 °C). Pada suhu lingkungan dibawah 10 °C tidak akan terjadi perkembangan menjadi dewasa (Hadi & Soviana 2010).

Dewasa

Waktu menetas (ekslosi), kulit pupa tersobek oleh gelembung udara dan oleh kegiatan bentuk dewasa yang melepaskan diri. Siklus hidup nyamuk dapat selesai atau sempurna dalam kurun waktu seminggu (6-7 hari) tergantung terhadap suhu, makanan, spesies, dan faktor lain. Nyamuk jantan rata-rata dapat hidup di alam selama satu minggu, sedangkan nyamuk betina dewasa rata-rata hidupnya selama 3-6 minggu bahkan dapat mencapai diatas 5 bulan. Nyamuk dewasa hanya mengisap sari-sari tanaman sebagai sumber energi. Namun, nyamuk betina juga mengisap darah untuk memenuhi kebutuhan energi dalam upaya proses pematangan telur (Rey 2006).

Gambar 5 Pupa Culex sp. (a)dan Pupa Aedes sp. (b) Sumber: McCafferty & Patrick 2010

Gambar 6 Culex sp. dewasa(a) dan Aedes sp. dewasa (b) Sumber: ICPMR 2002

Nyamuk dewasa akan mencari pasangan dan melakukan perkawinan setelah keluar dari pupa. Nyamuk betina yang sudah kawin akan mengisap darah. Darah merupakan sumber protein yang esensial untuk mematangkan telur. Perkembangan telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10 sampai 12 hari.

Bioekologi

Perilaku dan daur hidup nyamuk bergantung kepada kondisi lingkungan di sekitar seperti ketersediaan makanan, habitat, dan predator. Nyamuk tertarik pada cahaya, lokalisasi yang dekat pada suhu yang hangat, dan lembab serta manusia dan hewan. Ketertarikan nyamuk akan manusia dan hewan adalah, karena kemampuan manusia dan hewan untuk mengeluarkan zat-zat yang mampu merangsang nyamuk untuk menghampiri, seperti karbon dioksida (CO2), panas tubuh, dan bau badan atau keringat (Hadi & Koesharto 2006). Kesukaan nyamuk terhadap inang yang berbeda-beda mempengaruhi perilaku mengisap darah. Beberapa nyamuk lebih menyukai darah manusia (anthropophilic) dan lainnya lebih menyukai darah hewan (zoophilic) atau bahkan menyukai keduanya seperti nyamuk Cx. quinquefasciatus. Sedangkan Ae. albopictus merupakan salah satu dari beberapa spesies yang tergolong anthropophilic (Hadi & Soviana 2010).

Nyamuk Cx. quinquefasciatus merupakan nyamuk rumahan yang biasanya hidup atau tinggal di sekitar rumah. Habitat yang biasanya menjadi tempat berkembangbiak adalah genangan air yang keruh, kolam ikan yang sudah tidak terpakai lagi, selokan, dan tempat-tempat lembab lainnya. Nyamuk ini aktif mengisap ketika matahari terbenam sampai sebelum matahari terbit, namun puncak terjadi sekitar pukul 22.00-02.00 (Hadi & Koesharto 2006).

Berbeda dengan Cx. quinquefasciatus, nyamuk Aedes sp. cenderung memilih berkembang biak dalam tempat penampungan air yang tidak beralaskan tanah dan berisi air bersih seperti bak mandi, gentong air, drum, vas bunga dan barang bekas yang dapat menampung air. Aktivitas Ae. albopictus mengisap darah terjadi pada pagi dan sore hari. Daya jelajah terbang nyamuk ini tidak jauh, hanya sekitar 50 sampai 100 m, kecuali jika terbawa angin kencang (Hadi & Soviana 2010).

Setelah nyamuk betina mengisap darah, nyamuk akan beristirahat selama 2 sampai 3 hari pada tempat yang gelap dan lembab. Waktu istirahat ini digunakan untuk proses penyerapan darah untuk perkembangan telur. Kemudian nyamuk ini akan mencari tempat untuk bertelur. Setelah bertelur, nyamuk akan mencari darah lagi untuk proses pematangan telur selanjutnya siklus ini disebut sebagai siklus gonotrofik (Clements 2000).

Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk adalah suhu, kelembaban, dan curah hujan.

Suhu

Suhu merupakan kandungan panas pada suatu zat atau benda tertentu (Wang

et al. 2001; Grissom et al. 2000). Suhu udara diartikan sebagai suatu derajat panas udara, yang dinyatakan dalam derajat celcius ( °C). Suhu udara dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah sinar matahari, vegetasi, dan polusi udara (Flannigan et al. 2000). Suhu optimum perkembangbiakan nyamuk adalah 25-27 °C, suhu terlalu tinggi (>35 °C) dapat meningkatkan mortalitas nyamuk (Martens 1997; Epstein et al. 1998).

Kelembaban

Air sangat penting bagi fungsi fisiologis bagi tubuh, kondisi air dalam tubuh dipengaruhi oleh faktor kelembaban. Kelembaban udara merupakan jumlah air yang terdapat dalam udara yang dinyatakan dalam persen (%). Uap air di alam sebagian besar berasal dari penguapan air laut. Kelembaban udara mempengaruhi kelangsungan hidup (survival rate), kebiasaan mencari darah dan istirahat nyamuk. Kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk. Peningkatan kelembaban udara berbanding lurus dengan peningkatan kepadatan nyamuk (Epstein et al. 1998). Pada kelembaban yang lebih tinggi, nyamuk akan

menjadi lebih aktif dan lebih sering mengisap darah. Menurut Martens 1997, nyamuk pada umumnya menyukai kelembaban diatas 60 %. Penularan lebih mudah terjadi ketika kelembaban tinggi, sebaliknya di daerah yang gersang penularan tidak terjadi karena usia nyamuk yang pendek sehingga parasit tidak dapat menyelesaikan masa siklusnya. Sistem pernafasan nyamuk menggunakan pipa udara (trachea) dengan lubang-lubang pada dinding tubuh nyamuk (spirakle).

Curah hujan

Epstein et al. (1998) menyatakan bahwa semakin tinggi curah hujan akan menaikan kepadatan nyamuk, demikin juga sebaliknya rendahnya curah hujan akan mengurangi kepadatan nyamuk. Hujan yang tidak terlalu deras akan menguntungkan bagi perkembangbiakan nyamuk, namun sebaliknya jika hujan yang turun terlalu deras akan menyapu tempat perkembangbiakan nyamuk yang berpotensi untuk menjadi telur, larva, dan pupa nyamuk. Hujan juga dapat meningkatkan kelembaban relatif, sehingga dapat memperpanjang usia nyamuk. Curah hujan minimal yang dibutuhkan oleh perkembanganbiakan nyamuk adalah 1,5 mm per hari (Martens 1997).

Penyakit yang ditularkan

Peranan nyamuk dalam dunia kesehatan sangat jelas yaitu sebagai serangga pengganggu dan juga vektor penularan berbagai jenis penyakit. Berbagai agen penyakit dapat ditularkan oleh nyamuk karena sifatnya yang mengisap darah. Proses penularan penyakit oleh nyamuk diawali ketika seekor nyamuk mengisap darah seseorang yang mengandung agen penyakit dalam stadium infektif. Di dalam tubuh nyamuk tesebut agen penyakit berkembang dan akhirnya dapat ditularkan kepada orang lain ketika nyamuk mengisap darah kembali (Rey 2006).

Beberapa penyakit yang dapat ditularkan oleh nyamuk Culex sp. adalah penyakit kaki gajah atau filariasis Wuchereria bancrofti, West Nile Virus (WNV), dan juga encephalitis. Sedangkan beberapa penyakit yang sering kali ditularkan oleh nyamuk Aedes sp. adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan penyakit Chikungunya (Hadi & Soviana 2010).

Nyamuk juga mengganggu hewan dan menularkan penyakit cacing jantung pada anjing (Dirofilariasis immitis) yang ditularkan oleh nyamuk Cx. quinquefasciatus. Selain pada manusia, Japaneses encephalitis (JE) juga dapat menyerang kuda, babi, unggas, dan kelelawar dengan perantara nyamuk Cx. tritaeniorynchus, dan Cx. quinquefasciatus (Hadi & Koesharto 2006)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama, merupakan tahap pengumpulan nyamuk dewasa yang dilaksanakan sejak Oktober s/d November 2010. Tahap kedua merupakan tahapan identifikasispesimen yang dilaksanakan sejak awal Maret 2011 hingga Juni 2011.

Koleksi nyamuk dilakukan di dalam 14 rumah diKompleks Perumahan Pegawai FKH IPB di Daerah Cikampak, Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Gambar 7). Identifikasi nyamuk dilaksanakan di Laboratorium Entomologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 7 Lokasi Komplek Perumahan Pegawai FKH IPB di Desa Cikampak Kecamatan Ciampea Bogor Jawa Barat.

Metode Penelitian

Penelitian diawali dengan penentuan 14 rumah dalam satu komplek perumahan secara random (acak). Rumah-rumah yang telah dipilih harus memiliki tipe dan ukuran yang sama satu dengan yang lainnya. Setelah itu ditentukan orang yang bertindak sebagai penangkap nyamuk (kolektor) dan orang yang bertindak sebagai umpan dari masing-masing rumah tersebut. Penangkapan dilakukan tiap jam selama 4 jam sejak pukul 21.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB. Tiap jamnya waktu yang dilakukan untuk penangkapan nyamuk yang hinggap pada umpan selama 40 menit sedangkan 20 menit waktu untuk persiapan dan istirahat bagi kolektor. Penangkapan dilakukan sebanyak tiga kali dengan jarak antar penangkapan selama satu minggu.

Penangkapan nyamuk ini dilakukan dengan metode bare leg collection

(BLC). Pertama-tama orang yang bertindak sebagai umpan menggulung celana hingga ke bagian lutut dan duduk pada tempat yang telah disediakan. Kemudian ketika nyamuk hinggappada umpan, kolektor dengan cepat menangkap nyamuk dengan aspirator. Nyamuk yang telah tertangkap kemudian dimasukan ke dalam gelas kertas (paper cup) yang tertutup kain kasa. Setiap nyamuk yang tertangkap, dipisahkan berdasarkan jam penangkapannya. Nyamuk yang sudah tertangkap kemudian dimatikan dengan menggunakan klorofom dan nyamuk dipinning.

Gambar 8 Koleksi nyamuk dengan menggunakan metode BLC, (a) di Rumah C 30 dan (b) di Rumah B 1

Proses identifikasi nyamuk dilakukan dengan menggunakan Mikroskop Stereo dan dicocokkan dengan Kunci Identifikasi Culex dan Aedes Jentik dan Dewasa di Jawa (DEPKES 1989).

Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan hubungan antara beberapa parameter dianalisis dengan menggunakan uji korelasi pearson (bivariate) dan kemudian dijelaskan dengan menggunakan gambar dan grafik serta dijabarkan dalam bentuk narasi.

Man Hour Density (MHD) merupakan jumlah nyamuk spesies tertentu yang menggigit orang per jam dalam satu hari.

Σ Spesies nyamuk tertentu Σ waktu (jam) x Σ kolektor

Man Biting Rate (MBR) merupakan jumlah nyamuk spesies tertentu yang menggigit orang dalam sehari.

Σ Spesies nyamuk tertentu Σ waktu (malam) x Σ kolektor

Kelimpahan Nisbi merupakan perbandingan antara jumlah nyamuk spesies tertentu dengan total jenis nyamuk dari berbagai spesies yang ditangkap.

Σ Spesies nyamuk tertentu Σ total spesies nyamuk yang tertangkap

Angka Frekuensi adalah perbandingan antara banyaknya nyamuk spesies tertentu yang ditangkap dengan banyaknya penangkapan yang dilakukan menurut cara tertentu.

Banyaknya spesies nyamuk yang tertangkap Σ Perlakuan

Angka Dominansi Spesies merupakan hasil perkalian dari kelimpahan nisbi dengan angka frekuensi nyamuk spesies tertentu yang tertangkap.

Angka Frekuensi x Kelimpahan Nisbi MHD =

MBR =

Kelimpahan Nisbi =

Angka Frekuensi =

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis-Jenis Nyamuk yang Tertangkap

Hasil penangkapan nyamuk dengan metode BLC yang dilakukan di Komplek Perumahan Pegawai FKH IPB di Daerah Cikampak di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat menunjukkan keanekaragaman fauna nyamuk yang mengisap darah manusia atau bersifat antropofilik. Data yang dihasilkan menunjukkan bahwa nyamuk yang tertangkap pada pukul 21.00 WIB s/d 01.00 WIB berjumlah 1.350 nyamuk, yang terdiri atas dua genus nyamuk dan empat spesies, yaitu tiga spesies Culex (98,82 %) dan satu spesies Aedes (1,18 %), seperti yang tertera pada Tabel 1.

Pada Tabel 1 terlihat bahwa jenis nyamuk yang paling banyak tertangkap adalah nyamuk Cx. quinquefasciatus, yakni sebanyak 1.210 nyamuk (89,63 %), 84 nyamuk Cx. hutchinsoni (6,22 %), 40 nyamuk Cx. tritaeniorynchus (2,96 %), dan 16 nyamuk Ae. albopictus (1,19 %). Banyaknya spesies Culex yang tertangkap disebabkan karena sifatnya yang nokturnal, yaitu beraktivitas pada malam hari. Selain itu, Culex juga bersifat endofagik dan endofilik, yaitu mencari makan dan beristirahat di dalam rumah (Rey 2006).

Cx. quinquefasciatus memiliki ciri-ciri yang spesifik yaitu tidak memiliki gelang putih pada probosisnya, memiliki tergit belang hitam-putih, toraks berwarna coklat pudar dan integument pleuron berwarna pucat merata. Nyamuk

Cx. hutchinsoni memiliki ciri-ciri yang hampir serupa dengan nyamuk Cx. quinquefasciatus, tetapi integument pleuron berwarna coklat kehitam-hitaman sehingga Cx. hutchinsoni terlihat lebih gelap dibandingkan Cx. quinquefasciatus

(Gambar 9a dan 9b).

Nyamuk Cx. tritaeniorynchus (Gambar 9c), memiliki perbedaan yang mendasar pada probosisnya. Probosis nyamuk ini memiliki gelang putih, sebagaimana pada nyamuk dari grup sitiens dan secara umum menjadi dasar pembeda dengan nyamuk grup pipiens. Jenis nyamuk yang termasuk dalam grup pipiens adalah Cx. quiquefasciatus dan Cx. hutchinsoni, sedangkan yang termasuk dalam grup sitiens adalah Cx. tritaeniorynchus. Pada ventral probosis grup pipiens juga tidak ditemukan bercak pucat.

Tabel 1 Jenis-jenis nyamuk yang tertangkap di Perumahan Pegawai FKH IPB di Daerah Cikampak, Oktober-November 2010.

Spesies Jumlah Persentase (%)

Cx. quinquefasciatus 1210 89,63

Cx. hutchinsoni 84 6,22

Cx. tritaeniorynchus 40 2,96

Ae. albopictus 16 1,19

Total 1350 100,00

Ciri-ciri grup pipiens lainnya adalah tergit abdomen belang hitam dan putih,

scutum tertutup sisik-sisik coklat merata, dan pada sayap terdapat noda seperti pada Anopheles dengan sisik berwarna kuning atau putih yang jelas.

Gambar 9 (a) Cx. quinquefasciatus, (b) Cx. hutchinsoni,

(c) Cx. tritaeniorynchus, (d) Ae. albopictus.

a b

Nyamuk yang berhasil ditangkap selain jenis Culex sp. adalah nyamuk jenis

Ae. albopictus (Gambar 9d). Ciri-ciri khusus yang terdapat pada semua Ae. albopictus adalah garis putih memanjang pada mesonotum, pada pleuron terdapat bercak putih juga tungkai berpola belang hitam-putih. Probosis lebih pendek dari pada femur kaki depan (DEPKES 1989).

Ae. albopictus yang ditemukan pada malam hari menunjukkan adanya perubahan aktivitas mencari inang, karena pada umumnya Ae. albopictus

memiliki sifat diurnal, yaitu beraktivitas pada siang hari (Hadi & Koesharto 2006).

Kelimpahan Nisbi, Angka Frekuensi, dan Angka Dominasi Nyamuk Yang Tertangkap

Data Tabel 2 menunjukkan bahwa nyamuk Cx. quinquefasciatus memiliki kelimpahan nisbi 89,62 %, frekuensi tertangkap 0,99, dan angka dominansi 88,73. Hal ini menunjukkan bahwa Cx. quinquefasciatus merupakan jenis nyamuk yang mendominasi komposisi nyamuk antropofilik di wilayah ini. Populasi terendah adalah Ae. albopictus dengan kelimpahan nisbi 1,19 %, frekuensi tertangkap 0,05, dan angka dominansi 0,06. Nyamuk Cx. hutchinsoni dan Cx. tritaeniorynchus

juga berhasil ditangkap dalam penelitian ini dengan angka kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominansi berturut-turut adalah 6,22 %, 0,23, dan 0,50 pada nyamuk Cx. hutchinsoni dan 2,96 %, 0,08, dan 0,68 pada nyamuk Cx. tritaeniorynchus.

Tabel 2 Kelimpahan nisbi, frekuensi tertangkap, dan angka dominansi nyamuk yang tertangkap di Perumahan Pegawai FKH IPB di Daerah Cikampak, Oktober-November 2010.

.

Spesies Kelimpahan nisbi

(%) Angka frekuensi Angka dominansi Cx. quinquefasciatus 89,62 0,99 88,73 Cx. hutchinsoni 6,22 0,23 0,50 Cx. tritaeniorynchus 2,96 0,08 0,68 Ae. albopictus 1,19 0,05 0,06

Banyaknya nyamuk Cx. quinquefasciatus yang tertangkap disebabkan karena nyamuk Culex sp. memiliki sifat nokturnal (aktif di malam hari) dan nyamuk

Aedes sp. sangat sedikit tertangkap dikarenakan sifatnya yang diurnal (aktif di siang hari) (Borror et al, 1992).

Satriyo (2009) melaporkan bahwa dari 1.323 ekor nyamuk yang tertangkap dengan menggunakan metode BLC di Desa Babakan Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor terdiri atas lima spesies Culex (99,24 %), dua spesies Aedes

(0,61 %), dan satu spesies Armigeres (0,15 %). Nyamuk yang paling banyak tertangkap adalah Cx. quinquefasciatus dengan angka dominansi 63,87 %. Nyamuk Cx. tritaeniorynchus ditemukan cukup tinggi, hal ini dikarenakan adanya banyak warga yang berternak kerbau di sekitar pemukiman penduduk. Diketahui bahwa nyamuk ini bersifat antropozoofilik.

Nyamuk Cx. quinquefasciatus merupakan jenis nyamuk yang dominan ditemukan di wilayah sekitar permukiman penduduk di daerah DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Hampir di seluruh genangan air yang terdapat dalam sistem pembuangan air limbah (selokan, kolam, parit dan lain-lain) jentik dan nyamuk Cx. quinquefasciatus dewasa selalu ditemukan (Laksono 2010).

Tingginya angka kelimpahan nisbi dari nyamuk Cx. quinquefasciatus juga ditemukan oleh Zinser et al. (2007) di Harris County, Texas Amerika Serikat. Dari total nyamuk yang berhasil ditangkap, kelimpahan nisbi Cx.

Dokumen terkait