• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tomato Chlorosis Virus (ToCV)

ToCV merupakan virus tanaman tomat yang termasuk ke dalam genus Crinivirus, famili Closteroviridae yang terbatas pada jaringan floem. Virus ini pertama kali menyerang tanaman tomat di rumah kaca di daerah Florida utara- tengah sejak tahun 1989 (Wisler et al. 1996, 1998b) dan menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Keberadaan ToCV telah dilaporkan di berbagai negara, seperti Spanyol (Navas-Castillo et al. 2000), Portugal (Louro et al. 2000), Yunani (Dovas et al. 2002), Perancis (Jackuemond et al. 2008), dan Taiwan (Tsai et al. 2004). Bahkan diduga ToCV sudah tersebar di Indonesia.

Gejala tanaman tomat yang terinfeksi oleh ToCV yaitu menguningnya daun menyerupai gejala kekurangan nutrisi, kemudian gejala menguning berlanjut hingga ke jaringan intervenal di antara tulang daun (interveinal yellowing). Klorosis awalnya terjadi pada daun-daun tua di bagian bawah, kemudian berkembang ke bagian pucuk tanaman (Gambar 1). Gejala lanjut menyebabkan daun menjadi lebih tebal dan kriting, serta mudah rapuh jika dipatahkan (Navas- Castillo et al. 2000).

Gambar 1 Gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat yang disebabkan oleh ToCV

ToCV yang merupakan kelompok dari genus Crinivirus, partikelnya tampak seperti benang yang sangat panjang (Duffus et al. 1996; Liu et al. 2000). Virion

terdiri atas kapsid, kapsid tersebut tidak mempunyai envelope, kapsid atau nukleokapsid memanjang dengan simetri helix. ToCV merupakan kelompok RNA dengan panjang partikel 800-850 nm (Wintermantel et al. 2005). Virus ini mempunyai dua jenis genom (bipartite) berupa RNA utas tunggal single-stranded RNA (ssRNA), yaitu RNA 1 dan RNA 2 yang masing-masing berukuran 7,8 dan 8,2 kbp (Wisler et al. 1998b). RNA 1 memiliki 8595 nukleotida, terdiri dari empat open reading frames (ORFs) dan mengkodekan protein yang terlibat dalam replikasi virus. RNA 2 terdiri dari sembilan ORFs dengan panjang 8247 nukleotida, dan mengkodekan beragam protein yang terlibat dalam perlindungan genom yaitu sebuah protein kecil yang hidrofobik, sebuah protein yang terkait dengan virion dengan ukuran 55-60 kDa, dan dua jenis protein mantel yaitu main capsid protein (CP) dan minor capsid protein (CPm). Selubung protein minor (CPm) pada ToCV membentuk bagian ekor atau ujung virion yang berperan dalam penularan dengan kutu kebul (Wintermantel et al. 2005). CPm dari ToCV memiliki ksepesifikan dengan reseptor Trialeurodes vaporarorium dan Bemisia tabaci. Menurut Wintermantel & Wisler (2006), kespesifikan virus dan vektornya sangat ditentukan oleh reseptor yang ada pada stilet serangga dengan CP dari virus bersangkutan.

Virus ToCV terbatas pada jaringan floem (Medina et al. 2003) dan terakumulasi pada tingkat rendah pada tanaman yang terinfeksi, sehingga pembuatan antiserum masih sulit untuk dilakukan. Sampai saat ini hanya antiserum poliklonal untuk TICV yang baru tersedia (Duffus et al. 1996), sehingga deteksi yang bisa dilakukan adalah deteksi molekuler melalui Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Menurut Wintermantel et al. (2009), ToCV memiliki sikuen poli (A) pada awal urutan nukeotida RNAnya, sehingga dalam metode RT-PCR dapat digunakan primer oligo (dT).

ToCV memiliki kisaran inang yang luas, tetapi berdasarkan hasil penelitian Duffus et al. (1996), menunjukkan bahwa ToCV tidak menginfeksi selada. ToCV mampu menginfeksi 24 spesies inang tanaman dari tujuh keluarga yang berbeda (Wintermantel & Wisler 2006).

ToCV tidak bisa ditularkan secara mekanis, sehingga penyebarannya tergantung oleh keberadaan vektor kutu kebul. ToCV ditransmisikan secara semi

persisten oleh empat spesies vektor kutu kebul dari ordo Hemiptera, famili Aleyrodidae, yaitu Trialeurodes vaporarorium, T. abutilonea, dan Bemisia tabaci biotipe A dan B (Wisler et al. 1998a). Vektor T. abutilonea dan B. tabaci biotipe B dilaporkan lebih efisien menularkan ToCV dibandingkan T. vaporarorium dan B. Tabaci biotipe A. ToCV ditularkan oleh keempat kutu kebul tersebut secara semipersisten (Wintermantel & Wisler 2006).

Tomato Infectious Chlorosis Virus (TICV)

TICV pertama kali ditemukan di lahan tomat di daerah California tahun 1993. Lahan pertanaman tomat di daerah Irvine (Orange, California) terserang penyakit klorosis. Tanaman yang sakit ini menunjukkan gejala menguning pada bagian di antara tulang daun (interveinal yellowing), nekrosis, dan serangan yang parah menyebabkan kehilangan hasil di seluruh daerah. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh Tomato infectious chlorosis virus (TICV). Virus ini tidak hanya menginfeksi tanaman tomat, tetapi juga menginfeksi tanaman budidaya lain yang mempunyai nilai ekonomi, dan juga dapat menginfeksi beberapa gulma (Duffus et al. 1994). Penyakit ini menyebar dan menimbulkan kerugian yang sangat besar di negara penghasil tomat seperti Italia (Vaira et al. 2000), Yunani (Dovas et al. 2002), Perancis (Dalmon et al. 2005), dan Spanyol (Font et al. 2002). Di Asia, TICV telah menyebar di Jepang (Hartono et al. 2003), Taiwan (Tsai et al. 2004), dan bahkan sudah ada di Indonesia (Hartono & Wijonarko 2007; Suastika et al. 2010).

Sama seperti ToCV, TICV juga memiliki inang yang luas. TICV mampu menyerang 26 spesies dari delapan keluarga yang berbeda. Inang TICV mencakup beberapa tanaman penting termasuk tomat (Lycopersicon esculentum Mill.), tomatilo (Physalis ixocarpa Brot.), kentang (Solanum tuberosum L.), artichoke (Cynara scolymus L.), selada (Lactuca sativa L.), bunga petunia (Petunia x hybrida Vilm.), dan Ranunculus (Lie et al. 1998).

TICV termasuk ke dalam genus Crinivirus, famili Closteroviridae yang terbatas pada jaringan floem. Virus ini diketahui sebagai virus yang ditransmisikan oleh kutukebul pada tanaman yang terinfeksi (Klaaasen et al. 1995). Tidak seperti ToCV yang ditularkan oleh Trialeurodes vaporarorium, T.

abutilonea, dan Bemisia tabaci biotipe A dan B (Wisler et al. 1998a), TICV hanya ditularkan oleh T. vaporarorium (Hemiptera: Aleyrodidae).

Taksonomi TICV, yaitu:

Kingdom : Virus Filum : Not divided Kelas : Not divided Ordo : Unassigned Family : Closteroviridae Genus : Crinivirus

Spesies : Tomato infectious chlorosis virus (Duffus et al. 1994)

Partikel TICV memiliki panjang rata-rata 645 nm, modal length 850 nm, dan partikel terpanjang 1600 nm (Duffus et al. 1996; Liu et al. 2000). Menurut Wisler et al. (1996) hasil ekstraksi tanaman tomat sakit dan purifikasi menunjukkan partikel virus yang seperti benang (threadlike) berbentuk panjang (filamentous), lentur (flexuous), dengan panjang 850 sampai 900 nm, lebar 12 nm (Gambar 2).

Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000).

TICV berbentuk memanjang, lentur, partikel berfilamen dengan ukuran sekitar 850-900 nm. Closterovirus ini menginduksi sitoplasma pada floem tanaman terinfeksi (Duffus et al. 1996). Genom TICV bersegmen (segmented). TICV mempunyai dua genom (bipartite), positif sense single strain (ss) RNA,

yaitu genomik RNA 1 dan RNA 2 dengan ukuran 7,8 dan 7,4 kb (Liu et al. 2000). Genom virus menyandikan protein struktural dan protein non struktural. RNA 1 mengkode dua jenis protein yang terlibat dalam replikasi virus, sedangkan RNA 2 mengandung beberapa gen yaitu untuk sebuah protein kecil yang hidrofobik (small hydrophobic protein), sebuah protein berukuran sekitar 60 kDa, dan dua jenis protein mantel yaitu main capsid protein (CP) dan minor capsid protein (CPm) (Wintermantel et al. 2005).

Infeksi TICV pada tanaman tomat menyebabkan daun-daun tomat klorosis, yaitu menguning di antara tulang daun (interveinal yellowing) (Gambar 3). Pada perkembangan selanjutnya daun-daun menjadi rapuh (leaf brittleness), mengalami nekrotik pada beberapa bagian dan warna bagian yang nekrotik menjadi merah keunguan (bronzing), kebugaran (vigor) tanaman menjadi sangat berkurang, dan apabila menghasilkan buah maka ukurannya jauh lebih kecil dari normal dan proses pematangannya terganggu, serta mudah gugur (early senescence) sehingga sangat menurunkan bahkan meniadakan nilai ekonomi tanaman yang terinfeksi (Duffus et al. 1996; Dalmon et al. 2008).

Gambar 3 Gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat yang disebabkan oleh TICV

Reverse Transcription-PCR (RT-PCR)

Teknik RT-PCR dikembangkan untuk melakukan analisis terhadap molekul RNA hasil transkripsi yang terdapat dalam jumlah sangat sedikit di dalam sel. Oleh karena PCR tidak dapat dilakukan dengan menggunakan RNA sebagai cetakan, maka terlebih dahulu dilakukan proses transkripsi balik (reverse transcription) terhadap molekul RNA sehingga diperoleh molekul cDNA

(complementary DNA). Molekul cDNA tersebut kemudian digunakan sebagai cetakan dalam proses PCR. Teknik RT-PCR ini sangat berguna untuk mendeteksi ekspresi gen, untuk amplifikasi RNA sebelum dilakukan kloning dan analisis, maupun untuk diagnosis agensia infektif maupun penyakit genetik (Yuwono 2006).

Teknik RT-PCR memerlukam enzim transkriptase balik (reverse transcription). Enzim transkriptase balik adalah enzim DNA polymerase yang menggunakan molekul RNA sebagai cetakan untuk menyintesis molekul DNA (cDNA) yang komplementer dengan molekul RNA tersebut. Beberapa enzim transkriptase balik yang dapat digunakan antara lain mesophilic viral reverse transcriptase (RTase) yang dikode oleh virus avian myoblastosis (AMV) maupun oleh virus moloney murine leukemia (M-MuLV), dan Tth DNA polymerase. RTase yang dikode oleh AMV maupun M-MuLV bersifat sangat prosesif dan mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 10 kb, sedangkan Tth DNA polymerase mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 1-2 kb (Yuwono 2006). Berbeda dengan Tth DNA polymerase, enzim RTase AMV dan M-MuLV mempunyai aktivitas RNase H yang akan menyebabkan terjadinya degradasi RNA dalam hybrid RNA: cDNA. Aktivitas semacam ini dapat merugikan jika berkompetisi dengan proses sintesis DNA selama proses produksi untai pertama cDNA. Enzim RTase yang berasal dari M-MuLV mempunyai aktivitas RNase H yang lebih rendah dibandingkan dengan yang berasal dari AMV (Yuwono 2006).

Enzim M-MuLV mencapai aktivitas maksimum pada suhu 37ºC sedangkan enzim AMV pada suhu 42ºC dan Tth DNA polymerase mencapai aktivitas maksimum pada suhu 60-70ºC. Penggunaan enzim M-MuLV kurang menguntungkan jika RNA yang digunakan sebagai cetakan mempunyai struktur sekunder yang ekstensif. Di lain pihak, penggunaan Tth DNA polymerase kurang menguntungakan jika ditinjau dari kebutuhan enzim ini terhadap ion Mn karena ion Mn dapat memengaruhi ketepatan (fidelity) sintesis DNA. Meskipun demikian, enzim Tth DNA polymerase mempunyai keunggulan karena dapat digunakan untuk reaksi transkripsi balik sekaligus proses PCR dalam satu langkah reaksi (Yuwono 2006).

Reaksi transkripsi balik dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa macam primer yaitu (Yuwono 2006):

1. Oligo (dT) sepanjang 12-18 nukleotida yang akan melekat pada ekor poli (A) pada ujung 3’ mRNA mamalia. Primer semacam ini pada umumnya akan menghasilkan cDNA yang lengkap.

2. Heksanukleotida acak yang akan melekat pada cetakan mRNA yang komplementer pada bagian manapun. Primer semacam ini akan menghasilkan cDNA yang tidak lengkap (parsial).

3. Urutan nukleotida spesifik yang dapat digunakan secara selektif untuk menyalin mRNA tertentu. 

Polimerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode ini banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetik, misalnya untuk melipatgandakan suatu molekul DNA. Dengan metode ini, segmen tertentu pada DNA dapat digandakan hingga jutaan kali lipat dalam waktu relatif singkat. Kelebihan lain metode PCR adalah bahwa reaksi ini dapat dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah sangat sedikit, misalnya DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5 µg, oligonukleotida yang diperlukan hanya sekitar 1 mM, dan reaksi ini biasa dilakukan dalam volume 50- 100 µl (Yuwono 2006). Menurut Muladno (2010), PCR merupakan suatu reaksi in vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target tersebut melalui bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer dalam suatu thermocycler. Panjang target DNA berkisar antara puluhan sampai ribuan nukleotida yang posisisnya diapit sepasang primer. Primer yang berada sebelum daerah target disebut sebagai forward primer dan yang berada setelah daerah target disebut reverse primer. Enzim yang digunakan sebagai pencetak rangkaian molekul DNA baru dikenal sebagai enzim polymerase (Muladno 2010).

Empat komponen utama pada proses PCR adalah (1) DNA template (cetakan), yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan, (2) oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15-25 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA, (3) deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), terdiri atas dATP, dCTP, dGTP, dTTP, dan (4) enzim Taq DNA polymerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lain yang juga penting adalah senyawa buffer (Yuwono 2006).

Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dengan cara PCR terdiri dari tiga tahapan atau tiga reaksi, yaitu denaturasi, penempelan primer (annealing), dan pemanjangan primer (extension).

Denaturasi

Tahapan pertama dimulai dengan melakukan denaturasi DNA cetakan sehinggga rantai DNA yang berantai ganda (double stranded) akan terpisah menjadi rantai tunggal (single stranded). Denaturasi DNA dilakukan dengan menggunakan panas (95ºC) selama 1-4 menit (Yuwono 2006). Denaturasi yang tidak lengkap mengakibatkan DNA mengalami renaturasi (membentuk DNA untai ganda kembali) secara cepat, dan ini mengakibatkan gagalnya proses PCR. Adapun waktu denaturasi yang terlalu lama, mungkin dapat mengurangi aktivitas enzim Taq polymerase (Muladno 2010).

Penempelan Primer (Annealing)

Tahap kedua yaitu penempelan primer (annealing) pada DNA cetakan yang telah terpisah menjadi rantai tunggal yang dilakukan pada suhu 55ºC selama 1 menit. Primer akan membentuk jembatan hidrogen dengan cetakan pada daerah sekuen yang komplementer dengan sekuen primer (Yuwono 2006). Pada tahapan ini, primer forward yang runutan nukleotidanya berkomplemen dengan salah satu untai tunggal akan menempel pada posisi komplemennya. Demikian juga primer reverse akan menempel pada untai tunggal lainnya (Muladno 2010).

Setelah kedua primer menempel pada posisinya masing-masing, enzim Taq polymerase mulai mensintesis molekul DNA baru yang dimulai dari ujung 3’nya masing-masing primer (Muladno 2010). Sintesis DNA ini terjadi pada suhu 72ºC selama 1-2 menit. Pada suhu ini, DNA polymerase akan melakukan proses polimerasi rantai DNA yang baru berdasarkan informasi yang ada pada DNA cetakan dengan bantuan enzim Taq DNA polymerase (Yuwono 2006).

Setelah terjadi polimerasi, rantai DNA yang baru akan membentuk jembatan hidrogen dengan DNA cetakan. DNA rantai ganda yang terbentuk dengan adanya ikatan hidrogen antara rantai DNA cetakan dengan rantai DNA baru hasil polimerasi selanjutnya akan didenaturasi lagi dengan menaikkan suhu inkubasi menjadi 95ºC. Rantai DNA yang baru tersebut selanjutnya akan berfungsi sebagai cetakan bagi reaksi polimerasi berikutnya. Ketiga tahapan tersebut diulangi lagi sampai 25-30 siklus sehingga pada akhir siklus akan didapatkan molekul-molekul DNA rantai ganda yang baru hasil polimerasi dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah DNA cetakan yang digunakan (Yuwono 2006).

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi virus dilakukan di Laboratorium Virologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Februari sampai Oktober 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel daun tomat yang bergejala penyakit klorosis. Selain bahan tanaman, digunakan juga beberapa bahan kimia atau reagensia yang dipergunakan untuk ekstraksi RNA, RT-PCR, PCR, dan elektroforesis. Bahan-bahan yang digunakan untuk ekstraksi RNA diantaranya yaitu, nitrogen cair, merkaptoethanol, ethanol 96%, buffer RLT, buffer RW1, buffer RPE, dan RNAse free water. Bahan-bahan yang diperlukan untuk RT-PCR yaitu 50 mM DTT (dithiothreitol), M-MuLV Rev, 10 mM dNTP (deoksiribonukleotida triphosphat), RNAse inhibitor, oligo (dT), dan H2O. Untuk

PCR, diperlukan bahan kimia seperti buffer PCR 10X + Mg2+, 10 mM dNTP, H2O, Taq DNA polymerase, sucrose cresol 10X, dan primer. Selain itu, agarose,

buffer Tris-Acetat EDTA (TAE) 0,5X, dan ethidium bromida juga diperlukan sebagai bahan pembuatan gel dalam proses elektroforesis.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sarung tangan, mortar dan pistil, tabung mikro 2 ml, mesin sentrifuse, pipet, QIAshredder spin column ungu, RNeasy mini colomn pink, Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem, USA), alat pencetak gel, alat elektroforesis, transluminator ultraviolet, dan kamera digital.

Metode Penelitian

Penyediaan Sampel Tanaman Tomat Sumber ToCV dan TICV

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel daun tomat yang bergejala penyakit klorosis. Sampel tanaman tomat yang positif terinfeksi tunggal oleh Tomato chlorosis virus (ToCV) maupun Tomato infectious chlorosis virus (TICV), dan yang positif terinfeksi ganda oleh TICV dan ToCV diperoleh dari hasil penelitian terdahulu (Fitriasari 2010).

Pengambilan Sampel Tanaman Tomat di Lapangan yang Terserang Virus

Beberapa sampel diperoleh dari lapangan untuk menguji penerapan metode RT-PCR terhadap sampel dari lapangan. Pengambilan sampel dilakukan di sentra produksi tomat di beberapa daerah seperti Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Sampel daun yang diambil dari lapangan dideteksi di laboratorium.

Deteksi Diferensial ToCV dan TICV Melalui RT-PCR

Untuk dapat membedakan virus ToCV dan TICV yang menginfeksi tanaman tomat, dilakukan deteksi virus melalui metode RT-PCR dan menggunakan primer khusus yang dapat digunakan dalam RT-PCR yang dapat mengamplifikasi virus secara terpisah.

Ekstraksi RNA total. RNA total diekstraksi dari jaringan daun tanaman tomat bergejala penyakit klorosis dengan menggunakan Rneasy Plant Mini Kits (Qiagen Inc., Chatsworth, CA., USA). Tahapannya adalah sebanyak 0,1 g sampel daun digerus dengan menggunakan mortar dan pistil steril dengan bantuan nitrogen cair. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung mikro 2 ml dan ditambahkan 450 µl buffer RLT yang mengandung 1% merkaptoethanol, kemudian divortex. Sampel diinkubasi pada suhu 56ºC selama 10 menit. Sampel dipipet, lalu dimasukkan ke dalam QIAshredder spin column ungu dan ditempatkan pada tabung koleksi 2 ml, lalu disentrifuse pada kecepatan 13000 rpm selama 2 menit. Supernatan dipipet tanpa menyentuh pelet dalam tabung

koleksi, lalu dipindahkan ke dalam tabung mikro 2 ml baru. Kemudian ditambahkan 0,5 vol ethanol 96% (± 225 ml) dan dicampur dengan rata. Sampel dimasukkan (± 650 ml) termasuk endapan yang terbentuk ke dalam RNeasy mini colomn pink, kemudian ditempatkan pada tabung koleksi 2 ml lalu disentrifuse pada kecepatan 10000 rpm selama 15 detik. Cairan yang terdapat pada tabung koleksi dibuang, kemudian ditambahkan 700 ml buffer RW1 ke dalam RNeasy colomn, lalu ditutup dengan baik dan disentrifuse pada kecepatan 10000 rpm selama 15 detik untuk mencuci colomn. RNeasy colomn dipindahkan ke dalam tabung koleksi 2 ml baru, buffer RPE dipipet sebanyak 500 µl lalu dimasukkan ke dalam RNeasy colomn dan ditutup rapat, disentrifuse pada kecepatan 10000 rpm selama 15 detik. Tabung koleksi digunakan kembali, ditambahkan sebanyak 500 µl buffer RPE lalu disentrifuse pada kecepatan 10000 rpm selama 2 menit. Untuk meyakinkan bahwa colomn telah kering, colomn dipindahkan pada tabung koleksi baru, kemudian disentrifuse pada kecepatan 10000 rpm selama 1 menit. Selanjutnya, 40 µl RNAse free water ditambahkan ke dalam RNeasy colomn, didiamkan 10 menit lalu disentrifuse pada kecepatan 10000 rpm selama 1 menit. Siapan RNA total ini digunakan sebagai template dalam reaksi RT-PCR.

Sintesis cDNA. RNA hasil ekstraksi selanjutnya ditranskripsi balik menjadi cDNA (complementary DNA) dengan menggunakan teknik Reverse Transcription (RT). Reaksi RT dibuat dengan total volume 10 µl yang mengandung 2 µl RNA total, 1 µl buffer RT 10X, 0,35 µl 50 mM DTT (dithiothreitol), 2 µl 10 mM dNTP (deoksiribonukleotida triphosphat), 0,35 µl M-MuLV Rev, 0,35 µl RNase inhibitor, 0,75 µl oligo (dT), dan 3,2 µl H2O. Komponen-komponen tersebut

digunakan untuk satu kali reaksi RT. Reaksi RT dilakukan dalam sebuah Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem, USA) yang diprogram untuk satu siklus pada suhu 25ºC selama 5 menit, 42ºC selama 60 menit, dan 70ºC selama 15 menit. Siapan cDNA hasil RT ini, digunakan sebagai DNA template dalam reaksi PCR.

Amplifikasi DNA dengan PCR. Amplifikasi DNA virus dilakukan dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan menggunakan pasangan primer yang telah didesain khusus untuk mengamplifikasi virus secara terpisah. Pasangan primer yang spesifik digunakan untuk mendeteksi virus ToCV yaitu

ToCV-CF (5’-GTGTCAGGCCATTGTAAACCAAG-3’) dan ToCV-CR (5’- CACAAAGCGTTTCTTTTCATAAGCAGG-3’) dengan prediksi ukuran produk 360 bp. Sedangkan pasangan primer yang spesifik digunakan untuk mendeteksi virus TICV yaitu TICV-CF (5’-AATCGGTAGTGACACGAGTAGCATC-3’) dan TICV-CR (5’-CTTCAAACATCCTCCATCTGCC-3’) dengan prediksi ukuran produk 417 bp. Dalam penelitian ini, dilakukan tiga cara untuk mengamplifikasi DNA ToCV, TICV, dan keduanya. Pertama, pasangan primer ToCV digunakan untuk mengamplifikasi DNA ToCV, TICV, dan campuran kedua DNA tersebut. Kedua, digunakan pasangan primer TICV untuk mengamplifikasi DNA ToCV, TICV, dan campuran kedua DNA tersebut. Ketiga, digunakan pasangan primer TICV dan ToCV yang dicampur untuk mengamplifikasi DNA ToCV, TICV, dan campuran kedua DNA tersebut. Komponen reagensia yang diperlukan untuk cara 1 dan 2 terlihat pada Tabel 1, sedangkan komponen reagensia untuk cara ketiga terlihat pada Tabel 2. Untuk mendeteksi sampel dari lapangan, PCR dilakukan dengan mencampur kedua primer.

Reaksi PCR dengan total volume 25 µl, terdiri atas 1 µl masing-masing primer, 2,5 µl buffer PCR 10X + Mg2+, 0,5 µl 10 mM dNTP, 2,5 µl sucrose cresol 10X, 0,3 µl Taq DNA polymerase, 14,2 µl H2O, dan 1 µl DNA template.

Amplifikasi ini dilakukan pada Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem, USA). Amplifikasi ini didahului dengan denaturasi awal pada 94ºC selama 4 menit. Kemudian dilanjutkan dengan 30 siklus yang terdiri dari denaturasi pada 94ºC selama 1 menit, penempelan primer (annealing) pada 62ºC selama 1 menit, dan pemanjangan (Extension) pada 72ºC selama 2 menit. Khusus untuk siklus terakhir, ditambahkan 10 menit pada 72ºC untuk tahapan sintesis, dan siklus berakhir pada suhu 4ºC. Setelah dilakukan PCR, maka hasil yang diperoleh dapat dielektroforesis. PCR dilakukan berkali-kali untuk melihat validasi pasangan primer ToCV, pasangan primer TICV, dan pasangan primer keduanya.

Tabel 1 Reagensia PCR dan konsentrasi yang diperlukan untuk validasi pasangan primer ToCV dan TICV yang digunakan secara terpisah terhadap 3 template cDNA yang berbeda

Reagensia ToCV TICV Vol. per reaksi (µl)1 Konsentrasi (µl) 2 Vol. per reaksi (µl) Konsentrasi (µl) H2O 14,2 42,6 14,2 42,6 Buffer PCR 10X + Mg2+ 2,5 7,5 2,5 7,5 dNTP mix (10 mM) 0,5 1,5 0,5 1,5 Socrose cresol 10x 2,5 7,5 2,5 7,5 Taq DNA polymerase 0,3 0,9 0,3 0,9

Primer ToCV-CF 1 3 - -

Primer ToCV-CR 1 3 - -

Primer TICV-CF - - 1 3

Primer TICV-CR - - 1 3

cDNA (infeksi ToCV) 1 3 1 3 cDNA (infekti TICV) 1 3 1 3 cDNA (infeksi ganda) 1 3 1 3

1

Volume total yang diperlukan sebanyak 25 µl untuk 1X reaksi. 2

Tabel 2 Reagensia PCR dan total konsentrasi yang diperlukan untuk validasi pasangan primer ToCV dan TICV yang digunakan secara bersamaan1 Reagensia Vol. per reaksi (µl) Konsentrasi (µl) 2

H2O 12,2 36,6

Buffer PCR 10X + Mg2+ 2,5 7,5 dNTP mix (10 mM) 0,5 1,5

Socrose cresol 10x 2,5 7,5 Taq DNA polymerase 0,3 0,9

Primer ToCV-CF 1 3

Primer ToCV-CR 1 3

Primer TICV-CF 1 3

Primer TICV-CR 1 3

cDNA (infeksi ToCV) 1 3 cDNA (infekti TICV) 1 3 cDNA (infeksi ganda) 1 3

1

Pasangan primer ToCV dan pasangan primer TICV dicampur dalam 1 tube PCR. 2

Volume total yang diperlukan sebanyak 75 µl untuk 3X reaksi.

Elektroforesis. Pembuatan gel agarose dilakukan dengan konsentrasi 1%. Agarose sebanyak 3 gr dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer 100 ml, lalu ditambahkan 30 ml buffer Tris-Acetat EDTA (TAE) 0,5x (0,045 M Tris-Acetat, 0,01 M EDTA). Kemudian campuran dipanaskan dalam microwave sampai agarose larut. Larutan agar didinginkan hingga suhu 60ºC selama kurang lebih 15 menit, lalu ditambahkan 1,5 µl ethidium bromida kemudian diaduk. Sebelumnya, pencetak gel disiapkan terlebih dahulu dan sisir gel diletakkan di bagian atas pencetak gel. Selanjutnya, larutan gel agarose dituang ke dalam cetakan. Gel didiamkan sampai mengeras (30-45 menit). Setelah mengeras, gel diambil dan diletakkan ke dalam bak elektroforesis yang berisi buffer TAE 0,5 kali. Sebanyak 7 µl DNA hasil PCR dimasukkan ke dalam sumur gel elektroforesis dan pada sumuran gel elektroforesis yang berada di posisi sebelah kiri dimasukkan 10 µl

Dokumen terkait