• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.8 PCR-RFLP

untai DNA komplementer sehingga dihasilkan salinan sekuen DNA target atau yang disebut sebagai amplikon. Proses polimerisasi tersebut merupakan tahapan ekstensi. Tahapan tersebut ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu suhu dan panjang ekstensi. Faktor suhu berkaitan dengan aktivitas optimum DNA polimerase dan panjang ekstensi ditentukan berdasarkan aktivitas DNA polimerase dan panjang sekuen target. Secara umum, tahap ekstensi dilakukan pada suhu 72oC dengan waktu 1 menit per kilo pasang basa (kpb) nukleotida. Waktu ekstensi bersifat spesifik untuk tiap reaksi dan ditentukan melalui optimasi. Dengan adanya pengulangan siklus PCR, maka jumlah amplikon yang akan dihasilkan dari satu molekul DNA target dinyatakan dengan 2x, yang mana x menyatakan jumlah siklus PCR yang dilakukan (Bartlettet al., 2015).

Untuk melaksanakan proses PCR, diperlukan beberapa komponen reaksi. Komponen- komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah templat DNA; sepasang primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang mempunyai urutan nukleotida yang komplementer dengan urutan nukleotida DNA templat; dNTPs (Deoxynucleotide triphosphates); buffer PCR; magnesium klorida (MgCl2) dan enzim DNA polimerase (Handoyo dan Rudiretna, 2001).

2.8 PCR-RFLP

PCR-RFLP merupakan salah satu varian teknik analisis PCR yang didasarkan pada mekanisme pemotongan DNA secara spesifik oleh enzim restriksi endonuklease. Suatu enzim restriksi endonuklease memiliki situs pemotongan yang spesifik. Adanya polimorfisme pada untaian DNA akan

24

menyebabkan perubahan pada situs pengenalan enzim restriksi, sehingga ketika DNA yang mengalami polimorfisme didigesti dengan enzim restriksi tertentu akan menghasilkan fragmen DNA yang berbeda dibandingkan fragmen DNA normal (Leonard, 2007). Analisis produk PCR dengan enzim restriksi dapat dilakukan untuk identifikasi adanya polimorfisme DNA antarindividu dan untuk deteksi mutasi pada amplikon (Walker dan Rapley, 2005).

Apabila terjadi mutasi pada DNA dan mutasi tersebut menyebabkan adanya perubahan situs pengenalan enzim restriksi, maka deteksi mutasi dapat dilakukan dengan metode ini menggunakan enzim restriksi yang sesuai. Perubahan situs pengenalan enzim restriksi karena adanya mutasi dapat berupa inaktivasi atau penambahan situs pengenalan, yang berpengaruh terhadap jumlah dan panjang fragmen DNA yang terbentuk ketika dilakukan digesti dengan enzim restriksi (Buckingham, 2012). Pada prinsipnya, sekuen target dalam analisis PCR-RFLP akan diamplifikasi terlebih dahulu dengan PCR. Produk PCR kemudian didigesti dengan enzim restriksi tertentu dan fragmen hasil digesti dipisahkan serta divisualisasikan dengan elektroforesis (Walker dan Rapley, 2005).

Analisis RFLP pada hasil PCR akan menghasilkan pola pita DNA tertentu ketika dilakukan pemisahan dengan elektroforesis (Filippis dan McKee, 2013). Pada Gambar 2.7, dapat dilihat bahwa dengan adanya mutasi akan menyebabkan inaktivasi situs restriksi karena terjadi perubahan urutan basa nukleotida. Gen normal yang dipotong oleh enzim restriksi akan menghasilkan dua buah fragmen yang pada elektroforesis akan terlihat adanya dua pita, sedangkan gen yang

mengalami mutasi tida akan terlihat hanya sa

Gambar 2.7Mutasi

Gambar 2.8Contoh e enzi

PCR-RFLP mem diperlukan sedikit, tida

Molecul weigh standar

tidak terpotong oleh enzim restriksi dan pada satu pita saja seperti yang terlihat pada Gambar

asi gen yang menyebabkan inaktivasi situs peng restriksi (Burnset al., 2007)

ontoh elektroforegram hasil pemotongan produk P nzim restriksi spesifik (Fratamicoet al., 2005)

emiliki beberapa kelebihan, yaitu jumlah sam tidak memerlukan peralatan khusus karena hasi

ular ht ard Molec weig stand Mutant gene Normal gene 25 pada elektroforesis bar 2.8. us pengenalan enzim oduk PCR dengan )

sampel DNA yang hasil analisis dapat

cular ight

26

divisualisasikan dengan gel agarosa, dan analisis dapat dilakukan secara cepat. Sehingga, metode tersebut dapat dilakukan dengan sederhana untuk analisis rutin di laboratorium tanpa memerlukan biaya yang tinggi (Leonard, 2007; Walker dan Rapley, 2005; Filippis dan McKee, 2013). Metode ini juga memiliki beberapa kelemahan. Yang pertama, elektroforesis konvensional memiliki keterbatasan pada pemisahan fragmen DNA yang berukuran sekitar 0,2k pb hingga 20k pb. Sehingga, besar fragmen restriksi harus berada pada rentang tersebut untuk dapat teramati pada elektroforesis. Kedua, enzim restriksi yang digunakan umumnya memotong pada beberapa titik dari fragmen DNA yang dianalisis sehingga menghasilkan beberapa pita pada hasil elektroforesis. Hal tersebut akan menyulitkan interpretasi terutama bila hasil pemotongan oleh enzim restriksi menghasilkan fragmen restriksi dengan ukuran yang tidak mampu dipisahkan pada elektroforesis dan adanya perbedaan pola restriksi antar isolat (Filippis dan McKee, 2013).

2.9 Elektroforesis

Elektroforesis merupakan teknik pemisahan suatu molekul dalam suatu campuran di bawah pengaruh medan listrik. Molekul terlarut dalam medan listrik bergerak atau bermigrasi dengan kecepatan yang ditentukan oleh rasio muatan dan massa. Sebagai contoh, jika dua molekul mempunyai massa dan bentuk yang sama, molekul dengan muatan lebih besar akan bergerak lebih cepat ke elektrode (Bhowmik dan Bose, 2011). Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan

27

negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, misalnya gel agarosa, kemudian dialiri arus listrik dari satu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya, maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif le kutub positif. Selain bergantung pada rasio muatan terhadap massa molekul, kecepatan gerak molekul tersebut juga dipengaruhi oleh bentuk molekul, tegangan listrik (voltase) yang digunakan dan sifat medium (Yuwono, 2010; Wink, 2006).

Teknik elektroforesis dapat digunakan untuk analisis DNA, RNA, dan protein. Elektroforesis DNA dilakukan misalnya untuk menganalisis fragmen DNA hasil pemotongan dengan enzim restriksi dan menganalisis produk PCR (Bhowmik dan Bose, 2011). Elektroforesis dengan medium gel agarosa atau poliakrilamid merupakan metode standar untuk pemisahan, identifikasi, dan pemurnian fragmen DNA. Agarosa merupakan polisakarida yang diperoleh dari alga merah. Gel agarosa mempunyai daya pemisahan (resolusi) lebih rendah jika dibandingkan dengan gel poliakrilamid, tetapi mempunyai rentang pemisahan lebih besar. DNA dengan ukuran 100 pb hingga 10 kpb dapat dipisahkan dengan gel agarosa pada berbagai konsentrasi agarosa (Pelt-Verkuill et al., 2008). Molekul DNA untai ganda linier, yang diletakkan pada salah satu ujung gel, bergerak melalui matriks gel pada kecepatan yang berbanding terbalik terhadap log jumlah pasang basa. Molekul yang lebih besar bergerak lebih lambat karena terjadi gesekan yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena DNA harus melewati pori-pori gel, sehingga kurang efisien lajunya diaripada molekul yang lebih kecil (Sudjadi, 2008).

28

Fragmen DNA linier dengan panjang tertentu bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda pada gel yang mengandung konsentrasi agarosa berbeda pada gel yang mengandung konsentrasi agarosa berbeda (Sudjadi, 2008). Umumnya konsentrasi agarosa yang digunakan berkisar 0,7% hingga 2%. Semakin tinggi konsentrasi agarosa, resolusi pemisahan fragmen DNA dengan ukuran kecil akan semakin baik. Agarosa dengan konsentrasi 2% akan menunjukkan resolusi pemisahan yang baik terhadap DNA dengan ukuran 0,2 pb hingga 1 kpb (Bhowmik dan Bose, 2011). Dengan menggunakan konsentrasi gel agarosa yang bebeda, dimungkinkan untuk dapat memisahkan molekul DNA dengan berbagai ukuran. Rentang pemisahan beberapa konsentrasi gel agarosa dapat dilihat pada Tabel 2.4. Konsentrasi agarosa diatas 2% mungkin digunakan untuk pemisahan fragmen DNA dengan ukuran lebih kecil dari 100 pb, namun pada konsentrasi tersebut umumnya agarosa akan sulit untuk larut, dituang, serta memadat karena tingginya viskositas agarosa (Pelt-Verkuilet al., 2008; Bhowmik dan Bose, 2011).

Tabel 2.4Rentang pemisahan pada gel agarosa (Sudjadi, 2008)

% agarosa dalam gel Efisiensi pemisahan molekul DNA linier (kb) 0,3 5-60 0,6 1-20 0,7 0,8-10 0,9 0,5-7 1,2 0,4-6 1,5 0,2-3 2,0 0,1-2

Dokumen terkait