• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Asal Usul dan Botani Tanaman Kentang

FAO (2008) mencatat bahwa sejarah tanaman kentang dimulai dari 8.000 tahun yang lalu di wilayah dekat danau Titicaca pada ketinggian 3.800 m dpl, Amerika Selatan. Tanaman kentang berasal dari daerah

2

di Pegunungan Andes, Amerika Selatan, di perbatasan antara Bolivia dan Peru. Di daerah asalnya ini ditemukan lebih dari 5.000 spesies kentang, namun yang paling banyak ditemukan adalah sepesies Solanum tuberosum L. Tanaman kentang ini dibudidayakan dengan membuat terasering dan tanpa adanya irigasi. Tanaman kentang ini biasanya ditanam pada akhir musim dingin atau awal musim semi (Smith 1968). Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, tanaman kentang kini dibudidayakan hampir di seluruh belahan dunia. Berdasarkan ilmu tumbuhan, urutan taksonomi kentang adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Famili : Solanaceae Genus : Solanum

Spesies : Solanum tuberosum L.

Gambar 1 Morfologi tanaman kentang. (sumber : http//qwickstep.com) Kentang termasuk tanaman semusim yang berbentuk semak atau perdu. Tanaman ini memiliki umur yang bervariasi antara 85- 180 hari, dengan tinggi sekitar 50-120 cm dan diameter kanopi sekitar 50 cm. Tanaman kentang pada umumnya berdaun rimbun. Daunnya berwarna hijau muda, hijau tua bahkan hingga kelabu, bentuknya lonjong dengan ujung yang meruncing dan tulang- tulang daun yang menyirip, serta tumbuh berselang-seling pada batang tanaman. Selain itu, permukaan daun biasanya berkerut-kerut serta bagian bawahnya memiliki bulu.

Batang berbentuk segi empat atau segi lima (tergantung varietas), tidak berkayu dan bertekstur agak keras. Pada umumnya batang kentang ini lemah, sehingga mudah roboh bila terkena angin yang cukup kencang. Sistem perakaran yang dimiiliki tanaman ini adalah tunggang dan serabut. Akar tunggangnya dapat menembus tanah sampai kedalaman 45 cm, sedangkan akar serabutnya menyebar ke samping. Diantara akar-akar yang menyebar ini, ada beberapa yang nantinya berubah bentuk maupun fungsi menjadi bakal umbi (stolon). Umbi kentang akan terbentuk pada cabang diantara akar-akar. Ketika proses pemanjangan stolon telah berhenti merupakan tanda dimulainya proses pembentukan umbi. Rhizoma atau stolon mengalami pembesaran tiap harinya.

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Kentang 2.2.1 Letak Geografis

Tanaman kentang cocok ditanam di daerah dataran tinggi atau daerah pegunungan dengan ketinggian 1.000-3.000 m dpl. Ketinggian yang ideal yaitu pada kisaran 1.000-1.200 m dpl (Samadi 2007). Ketinggian tempat ini akan mempengaruhi kondisi iklim setempat.

2.2.2 Sifat tanah

Pada umumnya, tanaman kentang dapat tumbuh di segala jenis tanah, akan tetapi hasil yang diperoleh akan berbeda. Kondisi tanah yang baik dan sesuai untuk tanaman kentang antara lain : berstruktur remah, gembur, banyak mengandung unsur hara, mudah mengikat air, dan memiliki solum tanah dalam. Berdasarkan tekstur, tanah yang cocok adalah tanah lempung ringan yang terdapat sedikit pasir, sehingga memiliki drainase serta aerasi yang baik (Samadi 2007).

Kondisi tanah yang cocok adalah tanah yang memiliki nilai pH antara 5-7, tergantung varietas yang digunakan. Derajat keasaman ini mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman kentang serta organisme yang ada dalam tanah tersebut. Nilai pH tanah yang tidak sesuai akan menghambat proses pertumbuhan, sehingga akan mengurangi produksi. Oleh karena itu, jika kondisi tanah tidak sesuai (terlalu asam ataupun terlalu basa) perlu dilakukan proses pengapuran (asam) dan pemberian belerang (basa) terlebih dahulu sebelum tanah tersebut digunakan untuk menanam kentang.

3

2.2.3 Kondisi iklim

Gambar 2 Fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang. (sumber : http//www.potato2008.org)

Tanaman kentang berasal dari daerah subtropis. Secara umum, daerah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman ini yaitu daerah dengan suhu udara rata-rata harian yang berkisar 15-20oC, radiasi surya 10-25 MJ m-2 perhari, dan kelembaban 80-90% (Sunarjono 2004), serta curah hujan 1200-1500 mm pertahun (Cahyono 1996).

Pertumbuhan tanaman kentang dibagi menjadi empat fase, yaitu pertumbuhan vegetatif, inisiasi, pembesaran, dan pemasakan umbi. Masing-masing fase ini membutuhkan kondisi suhu yang berbeda- beda. Fase vegetatif biasanya memerlukan waktu 2-5 minggu, tergantung varietas dan suhu udara. Pertumbuhan vegetatif yang baik terjadi pada suhu udara rata-rata harian 20 oC. Fase inisiasi dan pembesaran umbi terjadi selama 7-8 minggu, dengan suhu udara rata- rata harian yang ideal untuk pembentukan umbi 15-20 oC. Fase pemasakan umbi memerlukan waktu 2-3 minggu.

Di daerah subtropis (Southeastern Idaho), tanaman kentang biasanya ditanam pada bulan Mei-Agustus dengan suhu udara 48oF (Juni) dan 85oF (Juli-Agustus). Suhu udara yang rendah pada fase vegetatif sampai awal fase inisiasi akan menyebabkan pertumbuhan tanaman kentang menjadi lebih lambat. Selain itu, kondisi tersebut akan menyebabkan munculnya Black leg dan Rhizoctonia (Iritania

dalam Smith 1968). Akan tetapi, sebaliknya pada fase inisiasi sampai perkembangan umbi suhu udara yang rendah ini merupakan kondisi yang ideal. Fase pengisian dan pematangan umbi memerlukan suhu udara

yang tinggi untuk dapat meningkatkan hasil panen kentang. Menurut Bodlaender (dalam

Smith 1968), suhu udara yang tinggi tidak akan mengurangi hasil panen selama tanaman kentang mendapatkan air yang lebih dari cukup.

Fase pembentukan umbi membutuhkan panjang hari yang relatif pendek (kurang dari 12 jam). Panjang hari yang pendek dan suhu udara yang rendah selama fase inisiasi akan menurunkan nilai LAI (Leaf Area Index) dan dapat menurunkan hasil panen, meskipun pertumbuhan umbi lebih cepat.

Umbi dan jaringan tanaman kentang memiliki tiga tipe respirasi. Tipe yang pertama memiliki karakteristik laju metabolisme yang rendah. Proses respirasinya berjalan dengan baik tiap waktunya. Tipe respirasi ini biasa disebut dengan respirasi basal atau ground respiration. Tipe respirasi yang kedua didorong oleh respirasi basal, namun lebih besar dibandingkan dengan respirasi basal. Tipe yang ketiga merupakan penambahan atau pengembangan dari dua tipe yang sebelumnya. Maka besarnya respirasi pada tipe ini akan lebih besar dari kedua tipe yang lain dan respirasi ini terjadi sepanjang aktivitas metabolisme (Smith 1968). Laju respirasi tanaman kentang sebelum fase pematangan lebih tinggi. Pada fase inisiasi laju respirasi yang tinggi terjadi pada kondisi suhu udara yang cukup hangat.

4

Pada awal fase pematangan umbi, laju respirasi cukup tinggi. Laju respirasi terus menurun sampai akhirnya tanaman kentang tersebut dipanen.

Gambar 3 Laju respirasi tanaman kentang pada fase pematangan. ( Sumber : Smith 1968)

2.3 Hubungan Radiasi Surya terhadap Tanaman kentang

Radiasi surya merupakan sumber tenaga atau penggerak dari segala kehidupan di bumi, seperti pembentukan cuaca dan iklim. Intensitas radiasi yang diterima pada puncak atmosfer bumi (solar constant) besarnya sekitar 1.360 W/m2 atau sekitar 2 kal/m2 per menit. Akan tetapi tidak semua sampai ke permukaan bumi, sebagian dipantulkan kembali akibat pembelokkan lapisan udara dan sebagian diserap oleh partikel yang berada di udara (Monteith 1975).

Radiasi surya yang berhubungan dengan tanaman digolongkan menjadi tiga, yaitu intensitas, kualitas dan fotoperiodisme (Sugito

dalam Musawir 2005). Intensitas radiasi merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap tanaman, dalam konversi energi matahari. Intensitas radiasi surya adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu tanaman per satuan luas persatuan waktu. Di wilayah Indonesia yang beriklim tropis, intensitas radiasi dipengaruhi oleh musim, letak geografis dan ketinggian tempat. Radiasi surya yang diserap oleh tanaman digunakan untuk proses fotosintesis, namun peningkatan intensitas radiasi tidak berbanding lurus dengan laju fotosintesis. Hasil penelitian yang telah dilakukan Matheny (dalam Musawir 2005) menunjukkan bahwa

peningkatan intensitas radiasi tidak meningkatkan laju fotosintesis secara proporsional pada tanaman kentang. Distribusi cahaya dalam tajuk tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain banyaknya daun, yang dinyatakan secara kuantitatif oleh Indeks Luas Daun (ILD) atau

Leaf Area Index (LAI).

Intensitas radiasi surya yang diintersepsi akan semakin besar apabila nilai ILD semakin besar. Menurut Baharsjah (dalam Bey 1991), LAI tanaman akan terus meningkat hingga mencapai nilai maksimum, yaitu pada akhir pertumbuhan vegetatif yang kemudian akan menurun hingga mencapai panen. Produksi bahan kering terbesar pada suatu tanaman akan dicapai pada saat nilai LAI optimum, yaitu pada saat LAI mencapai 4,0. Nilai LAI suatu tanaman erat hubungannya dengan berat kering tanaman.

Berat kering tanaman akan meningkat seiring dengan peningkatan nilai LAI, namun bila nilai LAI ini terus meningkat maka akan terjadi penurunan berat kering tanaman. Hal ini disebabkan penururnan laju fotosintesis akibat daun yang saling menaungi (Tanaka

dalam Musawir 2005). Berat kering berkorelasi dengan jumlah radiasi yang diintersepsi oleh tajuk tanaman. Harjadi (1984) menyebutkan bahwa energi yang diserap tanaman ditunjukkan dengan biomassa, yang dinyatakan dalam berat kering tanaman yang telah dioven. Oleh karena itu, besarnya radiasi yang diintersepsi tajuk tanaman (Qint) berbanding lurus dengan

penambahan berat kering (dW). dW = ε Qint...(1)

ε : efisiensi penggunaan radiasi surya. Persamaan (1) menunjukkan bahwa penambahan berat kering tanaman merupakan respon dari penyerapan energi radiasi surya (Kumar et al. 2008). Penerimaan radiasi pada masing-masing daun dalam satu tajuk berbeda-beda sesuai dengan penutupan daun dalam tajuk pada ketinggian yang berbeda. Hal ini menyebabkan daun yang berada di bagian bawah tajuk akan menggunakan energi radiasi lebih efisien. Efisiensi penggunaan radiasi menjadi faktor konversi jumlah radiasi menjadi biomassa. Dalam persamaan (1) efisiensi merupakan gradien hubungan penambahan berat kering dengan jumlah radiasi yang diintersepsi. Nilai efisiensi radiasi dari beberapa tanaman dapat dilihat pada Tabel 1.

5

Tabel 1 Nilai efisiensi radiasi beberapa tanaman (Monteith dalam Bey 1991) Tanaman Efisiensi

(g MJ-1)

Barley 1,1-1,3

Winter dan Spring wheat 0,9-1,2

Kentang 1,2-1,5

Gula beet 1,2-1,5

Oil seed rape 1,0-1,2

Perbedaan nilai efisiensi ini disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor dari tanaman itu sendiri. Menurut Asyardi (dalam

Syarief 2003), yang menyebabkan nilai efisiensi untuk tanaman berbeda-beda antara lain posisi daun, susunan daun, indeks luas daun, struktur atau jenis pigmen serta ketersediaan air dan hara. Irigasi dapat mempengaruhi nilai efisiensi penggunaan radiasi. Hasil penelitian Li et al. (2009) menunjukan irigasi secara berkala dapat meningkatkan nilai RUE (Radiation Use Efficiency), namun pengaruh irigasi tidak sebesar pengaruh jarak tanam (Li et al. 2007). Nilai efisiensi penggunaan radiasi surya yang diturunkan dari berat kering dan radiasi yang diintersepsi tajuk tanaman, sehingga faktor- faktor yang mempengaruhi penyerapan radiasi, pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan mempengaruhi nilai efisiensi.

Nilai efisiensi penggunaan radiasi surya (RUE) merupakan parameter yang cukup berpengaruh dalam analisis pengaruh radiasi terhadap produksi tanaman. Akan tetapi, dalam pelaksanaan penelitian-penelitian tentang topik ini seringkali dihasilkan nilai yang berbeda-beda. Menurut Kiniry et al.

(1989), kenaikan nilai RUE dikarenakan penambahan berat kering tanaman yang besar dan kenaikan suhu. Selain itu, disebutkan pula beberapa asumsi yang menyebabkan nilai RUE berbeda yaitu nilai k dalam persamaan hukum Beer memiliki kesalahan yang tinggi, pengukuran berat kering tanpa memasukkan berat kering akar dalam AGB (Above Ground Biomass), dan laju fotosintesis pada semua daun dianggap sama.

BAB III. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di kebun penelitian yang berlokasi di Desa Galudra, Cibungbulang, Cianjur, Jawa Barat. Lokasi penelitian ini berada pada koordinat 06o46’50” LS dan 107o02’01” BT, dengan elevasi sekitar 1250 m dpl.

Penanaman bibit tanaman kentang dilakukan pada tanggal 22 dan 24 Februari 2010. Pengambilan contoh tanaman kentang dilakukan mulai tanggal 1 April 2010 sampai 1 Juni 2010. Pengukuran berat kering tanaman kentang ini dilakukan di Laboratorium Pangan SEAMEO BIOTROP. 3.2 Rancangan Percobaan

Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan rancangan split block design,dengan menggunakan dua faktor yaitu jarak tanam dan ukuran benih.

Ukuran benih terdiri dari : A = benih ukuran besar B = benih ukuran sedang C = benih ukuran kecil Jarak tanam terdiri dari :

J1 = jarak tanam 20 x 30 cm J2 = jarak tanam 20 x 20 cm. 3.3 Bahan dan Alat

Pengolahan data hasil penelitian memerlukan alat dan bahan sebagai berikut : data iklim stasiun Pacet periode April-Juni 2010, contoh tanaman kentang dari masing- masing perlakuan, oven, milimeter block, timbangan, dan komputer dengan Microsoft Excel. Tanaman kentang yang digunakan varietas Granola. Bibit tanaman kentang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang.

3.4 Pengukuran

3.4.1 Pengambilan Contoh tanaman Kentang

Pengambilan contoh tanaman kentang dilakukan sekali dalam seminggu. Contoh tanaman yang diambil yaitu dua tanaman untuk tiap perlakuan, kemudian dilakukan pemisahan antara bagian akar, batang, daun, dan umbi.

6

3.4.2 Berat Kering Tanaman Kentang Pengukuran berat kering dimulai dengan melakukan pengeringan contoh dengan menggunakan oven selama 48 jam pada suhu 70oC. Setelah contoh tanaman kering, dilakukan penimbangan masing-masing bagian. Berat kering ini (gram) dikonversi dengan jarak tanam masing-masing contoh kemudian diperoleh biomassa (g m-2)

3.4.3 Leaf Area Index (LAI)

Nilai LAI dihitung dimulai dengan membuat replika beberapa contoh daun kentang pada kertas millimeter block, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat replika tersebut dan luasnya. Persamaan dari hubungan berat dan luas replika daun menunjukkan kerapatan daun pada tajuk (ρ). LAI = Luas daun pada tajuk

Luas lahan yang ditutupi tanaman 3.4.4 Radiasi surya yang diintersepsi oleh

tanaman (Qint)

Radiasi yang diintersepsi tajuk dihitung menggunakan persamaan hukum Beer,

Qτ = Qo x e-k*LAI………….(3) τ = e-k*LAI = 0,0393e1,3718Lai...(4) Qint = Qo– Qτ = Qo– (Qo x e-k*LAI) = Qo x (1-τ) …..…….….(5) Keterangan:

Qint : Radiasi surya yang

diintersepsi oleh tajuk tanaman kentang (MJ m-2)

τ : Koefisien transmisi

Qo : Radiasi surya yang terukur di

stasiun klimatologi (MJ m-2) 3.4.5 Nilai efisiensi tanaman (ε)

ε = dW/Qint…………..…………(7) Keterangan :

ε : efisiensi penggunaan radiasi surya (g MJ-1)

dW : penambahan berat kering tanaman (g m-2)

Qint : radiasi surya yang diintersepsi

oleh tajuk tanaman secara kumulatif (MJ m-2)

Dokumen terkait