• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA

Zeolit Alam

Zeolit merupakan mineral yang ditemukan oleh ahli mineral Swedia, Freiherr Axel Fredrick Crondstedt pada tahun 1756 di tambang tembaga Svappari, Lappmark, Swedia. Zeolit secara harfiah berasal dari kata yunani “zein” yang berarti mendidihkan dan “lithos” yang berarti batu atau di sebut juga batu mendidih. Nama ini diturunkan dari sifat mineral zeolit yang berbuih ketika dipanaskan di dalam pipa. Penemuan zeolit tersebut segera diketahui dan akhirnya dapat diketahui bahwa zeolit merupakan unsur yang terdapat di mana-mana di formasi batuan basalt dan traprock (Sand & Mumpton 1978).

Mineral zeolit terdapat di berbagai jenis batuan, baik umur atau pun latar belakang kondisi geologi dan hidrologi. Secara umum tipe-tipe kejadian dapat di bagi menjadi 6 kategori, (1) zeolit garam alkali danau, (2) zeolit garam alkali tanah dan permukaan, (3) zeolit sedimentasi laut, (4) zeolit perkolasi air di sistem hidrologi terbuka, (5) pengubahan hidrotermal, dan (6) metamorfosis di lapisan dalam bumi. Zeolit garam danau alkali merupakan zeolit dengan kelimpahan yang sangat banyak.

Zeolit merupakan mineral yang banyak terdapat di Indonesia dengan jenis yang beragam dan sebaran keberadaan yang luas di Indonesia. Zeolit alam ini tersebar di beberapa daerah dengan topografi berbukit-bukit di Sumatera, Jawa, Kalimantan, sampai ke Sulawesi. Deposit zeolit di Jawa Barat dan Banten terdapat di Kabupaten Lebak Propinsi Banten, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Tasikmalaya. Zeolit di Kabupaten Lebak dapat dijumpai di daerah Kecamatan Bayah, di daerah Rancapasung Desa Pasir Gombong. Keterdapatan zeolit di Kabupaten Bogor terdapat di Kecamatan Nanggung khususnya daerah Desa Nanggung. Keterdapatan zeolit di Sukabumi di daerah kecamtan Cikembar- Cilember. Keterdapatan zeolit di daerah Tasikmalaya ada di kecamatan Cipatujah dan kecamatan Cikalong Tasikmalaya (Eddy 2007). Contoh bongkahan zeolit alam di lokasi penambangan dapat dilihat di Gambar 1.

Gambar 1 Contoh zeolit alam dari Bayah Banten.

Kelimpahan zeolit sendiri merupakan angka yang masih dalam skala perkiraan. Ketidaktersediaan data secara komprehensif belum tersedia karena produksi zeolit banyak yang diusahakan secara tradisional. Pemanfaatan zeolit masih bersifat pemanfaatan dalam skala hulu artinya hanya pemanfaatan yang bersifat produk bahan mentah atau setengah jadi. Produksi zeolit secara umum sampai pada tahun 2003 adalah diperkirakan 60 000 ton/tahun (TEKMIRA 2009). Jumlah perkiraan deposit zeolit di Kecamatan Bayah Lebak Banten sekitar 123 juta ton (Murpik 2010). Deposit zeolit di Cikalong Tasikmalaya Jawa Barat sekitar 6 juta ton (Eddy 2007).

Jumlah perkiraan deposit zeolit di Kecamatan Bayah Lebak Banten sekitar 123 juta ton (Murpik 2010), sedangkan di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor sekitar 25 juta ton (PPTM 1997). Deposit zeolit di Kecamatan Cikembar Kabupaten Sukabumi sekitar 24 juta ton. Deposit zeolit di Kecamatan Cipatujah dan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya masing-masing sekitar 4 dan 6 juta ton (Eddy 2007).

Jenis-jenis zeolit alam yang ada di Indonesia secara umum merupakan zeolit dengan jenis mordenit dan klipnoptilolit. Zeolit yang berasal dari Bayah, Nanggung, Cipatujah dan Cikalong merupakan zeolit dengan jenis mordenit dan klinoptilolit, sedangkan zeolit dari daerah Cikembar merupakan zeolit dengan

5

unsur dominan klinoptilolit. Jenis mineral lain juga terdapat dalam deposit zeolit yang ada di indonesia, seperti plagioklas, kuarsa, kaolinit, montmorilonit, kristobalit, kaolinit, mika/glass, kwarsa, dan oksida besi (PPTM 1997).

Keberagaman asal dan unsur penyusun atau campuran dari jenis-jenis zeolit yang ada di Indonesia berpengaruh terhadap kualitas zeolit alam Indonesia. Banyaknya unsur penyusun zeolit alam merupakan suatu kerugian dan suatu kelebihan. Kerugian yang terjadi adalah adanya beberapa unsur yang saling tercampur sehingga menyulitkan karakterisasi dan sifat-sifat yang muncul lebih sulit untuk diduga. Sedangkan kelebihan yang didapatkan adalah dengan adanya beberapa senyawa yang saling bergabung dimungkinkan terjadinya efek sinergis sehingga tahan terhadap perubahan lingkungan zeolit tempat tersebut berada, seperti panas dan asam atau basa.

Struktur dan Sifat Zeolit

Zeolit merupakan senyawa kimia dengan rumus umum M2/nO.Al2O3.x(SiO2).yH2O. Senyawa ini merupakan suatu senyawa alumino- silikat terhidrasi, dengan unsur utama unsur alkali dan alkali tanah. M adalah unsur logam yang merupakan logam alkali atau alkali tanah, n merupakan valensi kation yang logam, x merupakan suatu bilangan 2-10, dan y merupakan suatu bilangan 2-7. Molekul air dapat terjerap pada struktur kristal zeolit tersebut sehingga lazim zeolit di jumpai dengan mengandung air kristal dan disebut dengan zeolit terhidrasi. Kandungan air dalam zeolit berkisar sekitar 1-35%. Perbandingan antara atom Si dan Al akan menghasilkan banyak variasi zeolit. Jumlah zeolit yang telah terdeteksi lebih dari 50 jenis (PPTM 1997).

Jenis-jenis zeolit yang umum di temukan adalah analsim Na16(Al16Si32O96).16H2O, kabasit (Na2,Ca)6(Al12Si24O72).40H2O, klinoptilotit (Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O, erionit (Na,Ca5K)(Al9Si27O72).27H2O ferrierit (Na2Mg2)(Al6Si30O72).18H2O, heulandit Ca4(Al8Si28O72).24H2O, laumonit Ca(Al8Si16O48).16H2O, mordenit Na8(Al8Si40O96).24H2O, filipsit (Na,K)10(Al10Si22O64).20H2O, natrolit Na4(Al4Si6O20).4H2O, dan wairakit Ca(Al2Si4O12).12H2O. Jenis yang paling umum dijumpai di Indonesia adalah jenis klinoptilolit dan mordenit (PPTM 1997)

Atom Si dan Al dapat menyusun struktur zeolit dan dapat bertukar tempat antar atom dengan bebas. Bentuk ini disebut dengan Struktur klinoptilolit dapat dilihat di Gambar 2. Struktur zeolit dengan jenis mordenit dapat dilihat di Gambar 3.

Gambar 2 Struktur klipnotilolit; merah: Si atau Al putih: oksigen

Gambar 3 Struktur zeolit mordenit

Zeolit Termodifikasi

Zeolit merupakan mineral dengan gugusan alumina dan silika yang saling bertaut silang melalui pengikatan atom oksigen dengan ukuran pori sekitar 2-4 nm. Karakter permukaan zeolit dapat diubah sifatnya dengan melakukan proses modifikasi permukaan dengan menggunakan berbagai teknik. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan memodifikasi pada permukaan dengan menggunakan

7

senyawa seperti asam untuk membersihkan pori dari logam yang terjerap dan penambahan gugus yang lainnya. Pengubahan permukaan juga dapat dilakukan secara fisika utuk mengubah ukuran pori-pori permukaan. Tujuan dari pengubahan permukaan adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dari suatu zeolit seperti kemampuan interaksi dengan senyawa lain, perubahan ukuran pori, kemampuan adsorpsi terhadap adsorbat tertentu, dan berbagai hal lainnya (Mockovčiakovă 2008).

Modifikasi permukaan zeolit untuk keperluan sebagai elektrode diawali pada tahun 1980 dan dikenal dengan nama CME (chemically modified electrode). Elektrode zeolit termodifikasi dikenal dengan istilah ZME (zeolite modified electrode). Walcarius (1999) menyebutkan pemanfaatan elektrode zeolit termodifikasi dilakukan melaluli empat cara yaitu: dispersi zeolit di suatu matriks padat, pemampatan zeolit di subtstrat konduktif, pelapisan zeolit dengan bentuk lapis tipis di permukaan elektrode padat, dan ikatan kovalen zeolit dengan lapisan permukaan elektrode.

ZME memanfaatkan kapasitas tukar ion dari zeolit dan juga selektivitas molekuler zeolit (ukuran, bentuk, muatan). Sifat yang menguntungkan dari zeolit ini yang dimanfaatkan untuk pengembangan sensor dengan memanfaatkan ZME. Pemanfaatan ZME selain untuk kepentingan deteksi spesi anorganik juga untuk spesi organik seperti gula, hebisida, surfaktan, neurotransmiter, dan senyawa bahan obat. Pengembangan selanjutnya bisa dilgunakan untuk pengembangan biosensor (Valdes et al. 2006).

Nano Zeolit

Nano zeolit merupakan senyawa yang dimanfaatkan karena peningkatan kinerja dari adanya pori yang lebih teratur. Pemanfaatan ini didasarkan pada kemampuan molekul untuk masuk ke permukaan bagian dalam nano zeolit yang akan meningkatkan kemampuan katalitik dari zeolit tersebut. Kemampuan dari nano zeolit ini dapat di tingkatkan lagi dengan cara memodifikasi permukaan zeolit dengan beberapa gugus fungsi sehinga menjadi lebih selektif terhadap reaktan yang beriteraksi dengan permukaan (Bauer et al. 2007). Kugbe et al.

(2009) melaporkan nano komposit zeolit-geotit hasil sintesis merupakan komposit dengan sifat adsorben yang sangat baik.

Senyawaan nano zeolit dengan dimensi kurang dari 100 nm mempunyai konduktivitas proton yang tinggi bila nisbah Si/Al mempunyai nilai rendah. Cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan rasio Si/Al menjadi rendah adalah dengan menaikkan kandungan Al atau menurunkan kandungan Si (Frisch et al. 2009)

Kromium

Kromium merupakan unsur nomor 24 dalam sistem periodik dan termasuk ke dalam golongan logam transisi. Keberadaan kromium di lingkungan bisa berada dalam berbagai tingkat bilangan oksidasi. Bentuk yang paling stabil adalah bentuk trivalen (Cr(III)) dan heksavalen (Cr(VI)). Kromium heksavalen merupakan suatu oksidator kuat yang cenderung stabil bila berada di lingkungan asam. Kromium trivalen lebih stabil bila berada di lingkungan yang cenderung netral. Perbedaan bilangan oksidasi dari dua spesi kromium tersebut telah menyebabkan sifat keduanya berbeda. Sifat toksik kromium akan sangat dominan bila berada di bentuk heksavalen (Cervantes et al. 2001).

Menurut Robless-Camacho & Armienta (2000) tingkat toksisitas kromium heksavalen 100-1000 lebih beracun dari pada kromium trivalen. Keracunan akibat mengkonsumsi air yang mengandung kromium heksavalen dapat menyebabkan penyakit usus, lambung, dan hati. Kromium heksavalen juga diketahui merupakan senyawa genotoksik dan sitotoksik untuk sel-sel eukariot dan bakteri. Wang (1999) menyatakan bahwa kromium adalah senyawa mutagen dan karsinogen yang kuat dan bisa mencapai organ manusia melalui udara yang terhirup dan kontaminasi lewat air yang diminum.

Unsur kromium dalam jumlah kelumit diperlukan oleh tubuh untuk meningkatkan kinerja insulin dalam jaringan tubuh. Insulin merupakan hormon yang berperan dalam pengaturan kadar gula darah (Burger & Gochfeld 1995, Lazaridis & Charalambous 2005).

9

Spesiasi Kromium

Spesiasi kromium diperlukan karena adanya karakter atau sifat dari kromium yang dapat berada pada kondisi oksidasi. Kromium bisa berada pada kondisi oksidasi +3 (trivalen) pada kondisi pH lingkungan yang cenderung netral. Ketika kromium berada pada pH lingkungan yang rendah maka akan didapatkan kondisi kromium dengan tingkat oksidasi yang lebih tinggi bila dibanding dengan kromium pada pH netral yaitu pada kondisi bilangan oksidasi +6 (heksavalen). Perbedaan kondisi oksidasi akan mempengaruhi mobilitas dan toksisitas dari kromium (Hosseini & Belador 2009).

Analisis spesi krom yang berbeda ini mendorong berbagai peneliti untuk menggunakan berbagai macam teknik agar dapat menentukan kondisi kromium dengan dua keadaan oksidasi tersebut pada saat bersaamaan sehingga akan mempermudah proses identifikasi dan penanganan terhadap keadaan yang menyebabkan terjadinya kromium dengan dua tingkat oksidasi tersebut.

Teknik spesiasi yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan teknik elektroanalitik, teknik analisis yang lain biasanya relatif sulit untuk analisis dan spesiasi secara langsung spesi kromium (Aydin & Soylak 2009). Teknik yang dilakukan oleh Matos et al. (2009) adalah dengan menggunakan teknik spektrometri serapan atom yang didahului oleh pemisahan/prekonsentrasi dengan menggunakan ekstraksi titik awan. Kim et al. (2009) melakukan analisis spesi kromium dengan menggunakan analisis injeksi aliran ektraksi fase padat yag dilanjutkan dengan menggunakan analisis AAS. Analisis ini didahului oleh proses prekonsentrasi yang pada kolom mikro yang berisi suatu adsorben mesoporus. Bulut et al. (2009) melakukan spesiasi kromium dengan menggunakan metode CEFC (carrier-element free coprecipitation) dengan memanfaatkan turunan Isatin. Spesiasi kromium dengan menggunakan prekonsentrasi pada silika termodifikasi Niobium(V) oksida dilakukan oleh Martendal et al. (2009). Shah et al. (2009) melakukan spesiasi kromium dengan menggunakan ICP-MS (inductively couple plasma-mass spectrometry). Hagendorfer & Goessler (2008) melakukan spesiasi kromium dengan menggunakan kromatografi ion dan ICP-MS sebagai detektor selektif molekul. Kappen et al. (2008) melakukan kajian spesiasi kromium dengan menggunakan absorbsi sinklotron sinar X.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei 2010 sampai Maret 2011 di Laboratorium Bagian Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA IPB dan di Laboratory of Applied Chemistry for Environmental Industry, Faculty of Agriculture Ehime University, Matsuyama, Japan

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah CaCl2 0,5 M (Nacalai Tesque, Japan), BaCl2(Nacalai Tesque, Japan), NH4Cl 1 M (Nacalai Tesque, Japan), etanol 80% (etanol teknis dengan purifikasi), NaOH (Nacalai Tesque, Japan), HCl (Nacalai Tesque, Japan), AgNO3 (Kanto Chemicals, Japan), HNO3 (Hayashi Pure Chemical, Japan), air bebas ion, metilena biru (Kanto Chemicals, Japan) dan standar kalsium (Nacalai Tesque), standar silicon, standar aluminum, standar Cr(VI) dari K2CrO7, standar Mo(VI) dari Na2MoO4.2H2O,H2SO4 pekat, H3PO4 , DPC ( 1,5 difenilkarbazida atau (C6H6NHNH)2CO), aseton,

Alat yang digunakan adalah peralatan gelas, sentrifusa (Kubota KN-70), spektrometer serapan atom (Hitachi Z-5000), pengocok timbal-balik (Taiyo Recipro Shaker), dan difraktometer sinar X (Rigaku Ultima IV), XRF rigaku X- 2100, dan oven

Prosedur Penelitian

Preparasi Contoh

Penelitian diawali dengan mengumpulkan contoh zeolit alam yang berasal dari daerah Bayah, Banten; Cikalong, Jawa Barat; Lampung Selatan, Lampung; dan Demak, Jawa Tengah. Zeolit alam yang didapatkan masih yang masih dalam bentuk batuan diubah ukurannya dengan cara penggilingan sehingga dihasilkan serbuk halus dengan ukuran 200 mesh. Contoh serbuk zeolit alam tersebut selanjutnya dikarakterisasi dengan menentukan penentuan kapasitas tukar kation dan difraksi sinar X untuk mengidentifikasi jenis zeolit yang dikandung

11

berdasarkan hasil puncak-puncak difraktogram. Zeolit alam yang telah dikarakterisasi kemudian diubah secara kimiawi dengan menggunakan perlakuan asam dan basa serta dengan menggunakan kation barium untuk mengubah sifa muatan dan dari zeolit yang ada. Zeolit yang telah diubah kemudian dikarakterisasi dengan menentukan nilai kapasitas tukar kation dan difraksi sinar X, serta dengan menentukan kemampuan adsorpsi dari Cr(VI).

Perlakuan Kimia Pada Contoh Zeolit

Masing-masing contoh zeolit mendapat perlakuan dengan beberapa parameter yang digunakan. Parameter tersebut adalah jenis pelarut, konsentrasi masing-masing pelarut, dan suhu perlakuan. Perlakuan jenis pelarut dengan menggunakan dua jenis yaitu asam HCl dan basa NaOH. Perlakuan konsentrasi dari kedua jenis pelarut tersebut yaitu masing-masing 0,5; 1; dan 3 M. Suhu perlakuan dibagi menjadi 2 yaitu: 30°C dan 70°C. Lama perlakuan dibuat menjadi 12 jam. Contoh zeolit yang tidak mengalami perlakuan langsung dianalisis dengan menggunakan difraksi sinar X dan ditentukan kapasitas tukar kationnya.

Contoh zeolit yang telah mendapat perlakuan selanjutnya dianalisis dengan menetukan kapasitas tukar kation dan analisis dengan menggunakan difraksi sinar X. Analisis selanjutnya dilakukan untuk mengubah permukaan zeolit dengan menggunakan kation barium dan komposit besi hidroksida.

Penentuan Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Penentuan KTK dilakukan dengan menggunakan metode indeks kalsium. Sebanyak 0,1 gram serbuk contoh zeolit ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung kemudian ditambah dengan CaCl2 0,5 M sebanyak 10 ml dan dijenuhkan selama 24 jam. Penjenuhan dilakukan di pengocok timbal-balik (reciprocal shaker). Setelah 24 jam, sisa larutan dipisahkan dengan cara tabung diputar pada sentrifusa dengan kecepatan 3500 rpm selama 10-15 menit. Supernatan dibuang dan pelet selanjutnya dicuci dengan menggunakan etanol 80% sebanyak 10 ml. Pencucian dengan alkohol diulang sebanyak 5 kali. Pencucian yang terakhir, bilasan etanol diuji klorida dengan menggunakan AgNO3. Uji ini harus negatif,

bila masih positif maka pencucian dengan menggunakan etanol 80% harus dilanjutkan lagi sampai bebas klorida.

Pelet yang sudah bebas klorida selanjutnya diekstraksi untuk mengambil kalsium yang terjerap di contoh zeolit. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan NH4CL 1 M sebanyak 10 ml selama 1 jam. Proses ekstraksi diulang sebanyak 5 kali. Pemisahan pelet dan supernatan (ekstrak) dari masing-masing proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan sentrifusa pada kecepatan 3500 rpm selama 10-15 menit. Ekstrak yang telah terkumpul selanjutnya ditera dengan NH4Cl 1 M sampai volume 100 ml. Pengukuran kalsium dilakukan dengan spektrometer serapan atom memanfaatkan bahan bakar udara-asetilena dengan metode analisis menggunakan kurva kalibrasi standar eksternal.

Modifikasi Barium

Zeolit hasil dari perlakuan kimiawi yang mempunyai nilai kapasitas tukar kation yang paling tinggi selanjutnya diubah dengan menggunakan perlakuan kimiawi dengan menggunakan barium klorida. Larutan barium klorida dibuat dengan konsentrasi 0,5 M. Contoh zeolit yang digunakan untuk pengubahan dengan menggunakan barium mempunyai perbandingan berat dengan volume adalah 1:20. Setiap gram zeolit dilarutkan dalam larutan 20 ml barium klorida. Contoh zeolit yang diubah dengan perlakuan kimiawi adalah yang menghasilkan nilai KTK yang paling tinggi dari beberapa contoh yang telah mengalami perlakuan asam dan basa. Contoh direndam dalam larutan barium klorida selama 24 jam. Setelah 24 jam, larutan untuk merendam diganti dengan larutan barium klorida yang baru dan perendaman dilanjutkan kembali selama 24 jam. Setelah itu baru dilakukan pencucian dengan menggunakan air untuk menghilangkan kelebihan barium klorida yang tidak teradsorpsi pada zeolit. Zeolit dengan tipe barium digunakan untuk adsorpsi kromium heksavalen dan molibdenum heksavalaen. Perlakuan yang sama juga dilakukan untuk jenis-jenis zeolit sintetik yaitu zeolit tipe X (faujasit-9) dan zeolit tipe A4 . Zeolit sintetik yang mengalam perlakuan barium ini digunakan sebagai pembanding terhadap contoh zeolit alam.

13

Modifikasi Besi

Preparasi larutan besi dilakukan dengan mencampur larutan NaOH 0,075 M sebanyak 50 ml dengan larutan Fe(NO3)3 0,05 M 50 ml. Pencampuran larutan dilakukan dengan meneteskan pelan-pelan larutan NaOH ke dalam larutan besi. Sambil diaduk dengan kecepatan rendah menggunakan pengaduk magnetik. Larutan yang telah tercampur sempurna kemudian diukur tingkat keasamannya. Larutan yang sudah siap, sebanyak 75 ml kemudian di tambahkan ke contoh zeolit sebanyak 1 g dan dikocok selama 12 jam. Hasil penjenuhan kemudian di cuci dengan air dan di keringkan di oven pada suhu 40°C. sampel siap untuk di perlakukan berikutnya.

Adsorpsi Kromium Heksavalen

Adsorpsi dilakukan dengan menggunakan larutan standar kromium heksavalen dengan konsentrasi 0-1 mM dengan pengaturan keasamaan di sekitar pH 3. Contoh zeolit besi sebanyak 50 mg di tambah dengan larutan standar kromium heksavalan sebanyak 5 ml dan kemudian dijenuhkan sambil dikocok selama 6 jam. pH akhir larutan diukur dan larutan di pisahkan dari endapnnya dengan menggunakan sentrifusa pada kecepatan 3500 rpm. Analisis larutan kromium dilakukan dengan menggunakan metode difenilkarbazida (DPC). Selanjutnya dilakukan analisis untuk penentuan isoterm adsorpsi menggunakan metode Langmuir.

Analisis kromium dilakukan dengan menggunakan metode difenilkarbazida ke dalam labu takar 50 ml dimasukkan standar/contoh Cr(VI) yang dikehendaki. Ditambahkan 1 ml H2SO4 1:1, 0,3 ml H3PO4 pekat. Larutan ditera dengan air sampai volume 50 ml tepat. Campuran dibiarkan selama 5 menit. 1 ml DPC ditambahkan ke dalam larutan, larutan diaduk/dikocok dengan baik. Setelah 10 menit, larutan kemudian diukur serapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 543,5 nm

Difraksi Sinar X

Pengukuran difraksi sinar X contoh dilakukan dengan menempatkan sedikit serbuk contoh pada sel difraktometer. Pengukuran dilakukan dengan sumber radiasi sinar X CuKα dengan kisaran 2θ dari 0-60 derajat. Proses analisis memerlukan waktu sekitar 30 menit untuk tipe contoh. Difraktogram yang dihasilkan siap untuk dianalisis lebih lanjut.

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Preparasi Contoh

Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya menjadi ukuran yang lebih kecil. Batuan ini didapatkan dari mengambil langsung di penambangan tradisional zeolit yang ada di daerah Bayah dan Cikalong. Contoh yang berupa batuan dengan ukuran yang besar kemudian di hancurkan dan dibuat menjadi serbuk halus dengan ukuran berkisar 300-400 mesh.

Pengubahan ukuran contoh dimaksudkan untuk mendapatkan bidang kontak yang lebih luas. Bidang kontak yang lebihluas diharapkan dapat meningkatkan efisiensi proses dan meningkatkan kemungkinan untuk dapat menghasilkan permukaan yang lebih seragam. Wennerstrum (2002) menyatakan pengubahan ukuran ini bertujuan untuk 1) menghasilkan ukuran yang sesuai dengan proses atau penggunaan bahan tersebut, 2) menghasilkan bahan yang bisa bergerak dengan lancar selama proses, 3) memperbaiki percampuran bahan-bahan yang berbeda dan menghindari pemisahan bahan-bahan berbeda yang saling bercampur, 4) meningkatkan luas permukaan untuk meningkatkan reaktivitas atau efisiensi pengeringan, dan 5) menjaga densitas ruah bahan dengan memanfaatkan perbedaan ukuran bahan yaitu dengan mengisi celah ruang yang memadai oleh partikel dengan ukuran yang lebih kecil.

Pemilihan contoh dilakukan dengan menentukan asal contoh zeolit yang akan di gunakan. Zeolit berasal dari beberapa lokasi yang ada di Indonesia. Contoh tersebut dari Lampung (LPG), Bayah Banten (BYH), Demak Jawa Tengah (DMK), dan Cikalong Tasikmalaya Jawa Barat (CLG). Masing-masing contoh ditentukan sifat penukar ionnya dan juga pola-pola difraksi dengan menggunakan difraktometer sinar-X. Penentuan nilai KTK awal dapat dilihat di Tabel 1. Pola difraksi dapat dilihat di Lampiran 2 dan Lampiran 3.

Tabel 1 Nilai KTK beberapa contoh zeolit alam.

Asal contoh KTK (cmol/kg)

BYH 48

CLG 65

DMK 55

LPG 44

Pemilihan contoh yang akan dilanjutkan untuk analisis selanjutnya pada penelitian didasarkan pada jenis zeolit dan nilai KTK yang terukur masing-masing contoh. Berdasarkan analisis dengan membandingkan difraktogram contoh dengan difraktogram rujukan maka dapat diketahui contoh yang berasal dari Bayah Banten dan Lampung adalah dominan dengan jenis klinoptilolit. Contoh yang berasal dari Cikalong dan Demak dominan dengan jenis mordenit. Berdasarkan nilai KTK, maka contoh yang digunakan selanjutnya adalah contoh yang berasal dari Cikalong untuk mewakili jenis mordenit dan contoh yang berasal dari Bayah untuk mewakili zeolit jenis klinoptilolit.

Analisis Unsur zeolit Alam

Analisis unsur zeolit alam yang telah dilakukan menujukkan adanya beberapa pengotor yang terikut. Asal zeolit dan kondisi alam pembentukan zeolit serta jenis zeolit yang beragam akan menenmpatkan beberapa unsur yang berbeda yang akan terikut di zeolit alam tersebut (Sand & Mumpton 1978). Analisis unsur dilakukan dengan menggunakan spektrometer fluoresens sinar-X untuk contoh zeolit alam asal Cikalong dan Bayah dapat dilihat di Tabel 2 dan 3 .

Tabel 2 Analisis unsur zeolit alam Cikalong

Unsur Kadar (%)

Contoh Awal Perlakuan Asam Perlakuan basa

Si 68.4 71.7 69.2 Al 10.3 9.97 9.56 Ca 9.57 7.74 11.2 Fe 6.57 6.18 4.65 K 4.33 4.05 4.09 Mg 0.570 0.407 0.959 Na 0.285 - 0.143

17

Tabel 3 Analisis unsur zeolit alam Bayah

Unsur Kadar (%)

Contoh Awal Perlakuan Asam Perlakuan basa

Si 66,6 69,5 66,3 Al 11,2 10,3 11,5 Ca 7,80 6,38 7,637 Fe 3,96 4,31 3,94 K 9,68 9,10 9,35 Mg 0,414 0,307 0,377 Na 0,245 0,0561 0,815 Mn 0, 0677

Perlakuan Asam dan Basa

Perlakuan asam dan basa akan mengubah permukaan dari zeolit. Secara umum, asam dan basa akan membersihkan zeolit dari beberapa pengotor yang terikut di contoh zeolit alam. Selain itu, asam dan basa juga akan bereaksi dengan permukaan zeolit yang terdiri dari Si dan Al. Reaksi yang terjadi terhadap paparan asam dan basa dapat dilihat di reaksi berikut:

Reaksi Si dan Al dalam suasana asam dan basa. Al2O3 + 6H+ → 2Al3+ + 3H2O (asam)

Al2O3 + 2OH- + 3H2O → 2Al(OH)4- (basa) SiO2 + 6H+→ (kecuali: HF) (asam)

SiO2 + 2OH-→ SiO32- + H2O (basa)

Jadi secara umum reaksi yang berkaitan dengan zeolit adalah berikut: Zeolit + HCl → zeolit + AlCl3(aq)

Dokumen terkait