• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Petani

Karakteristik individu adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh individu yang ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap dan pola tindakan terhadap lingkungan hidupnya (Rafinaldy, 1999: 15). Selanjutnya Halim (1992) menambahkan bahwa karakteristik individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki seseorang dengan semua aspek dengan lingkungannya. Karakteristik terbentuk oleh faktor biologis dan sosio psikologis. Pemberdayaan masyarakat terhadap sesuatu obyek tertentu serta karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui, Karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui suatu prilaku dalam masyarakat. Karakteristik individu merupakan ciri-ciri atau sifat-sifat individual yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan seseorang. Halim (1992: 16) mengidentifikasikan karakteristik individu antara lain adalah; umur, pendidikan formal, luas lahan garapan, sikap terhadap inovasi, dan tingkat pengetahuan. Selanjutnya Nelly (1988:16) mendefinisikan karakteristik individu sebagai hasil pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya. Karakteristik petani menentukan pemahaman petani terhadap informasi pertanian. Karakteristik terbagi dalam dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor Internal

Sampson (1976) menyatakan bahwa faktor internal individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan lingkungannya. Karakteristik individu secara internal meliputi variabel seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, bangsa, agama dan sebagainya yang saling berinteraksi satu sama lain dalam menentukan pemberdayaan. Karakteristik petani menentukan pemahaman petani terhadap informasi pertanian. Adapun faktor internal petani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah; umur, pendidikan formal, pengalaman berusahatani, motivasi, jumlah tanggungan keluarga.

Umur

Padmowihardjo (1994:36) mengatakan umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang berhubungan dengan umur. Faktor pertama adalah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ sensual dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar lainnya. Selanjutnya Wiraatmadja (1986:13) mengemukakan bahwa umur petani akan mempengaruhi penerimaan petani terhadap hal-hal baru.

Umur merupakan suatu indikator umum tentang kapan suatu perubahan harus terjadi. Umur menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga terdapat keragaman tindakannya berdasarkan usia yang dimiliki (Halim, 1992). Selanjutnya Rakhmat (2001), mengatakan bahwa kelompok orangtua melahirkan pola tindakan yang pasti berbeda dengan anak-anak muda. Kemampuan mental tumbuh lebih cepat pada masa anak-anak sampai dengan pubertas, dan agak lambat sampai awal dua puluhan, dan merosot perlahan-lahan sampai tahun- tahun terakhir (Berelson dan Steinerdalam Halim, 1992).

Kelompok usia produktif menurut Rochaety dkk (2005:35) adalah petani yang secara potensial memiliki kesiapan dan menghasilkan pendapatan untuk mendukung kehidupan dirinya, keluarganya dan masyarakatnya. Namun kenyataannya tidak sedikit jumlah kelompok usia produktif yang belum berperan produktif dalam hidupnya. Ketidakmampuan mereka untuk produktif disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berkaitan dengan ketidakmampuan akademik dan ketrampilan, kelemahan motif berprestasi dan penyesuaian diri. Faktor eksternal meliputi; kurangnya pendidikan dan pelatihan yang sesuai, lingkungan yang kurang kondusif, kurangnya kesempatan kerja. Soehardjo dan Patong (1984:45) mengemukakan bahwa kemampuan kerja petani sangat ditentukan oleh umur petani itu sendiri, sehingga mengkategorikan umur berdasarkan kelompoknya, dimana kisaran umur 0-14 tahun adalah umur non produktif, 15-54 tahun adalah umur produktif dan kisaran 55 tahun ke atas adalah umur yang kurang produktif.

Pendidikan

Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin luas pengetahuannya. Pendidikan merupakan proses pembentukan watak seseorang sehingga memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku (Winkel,1986:19-20). Selanjutnya Gonzales (1977) merangkum pendapat beberapa ilmuwan bahwa pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Pendidikan menggambarkan tingkat kemampuan kognitif dan derajat ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang. Muhadjir (1983: 35) menambahkan bahwa tingkat pendidikan seseorang mempunyai pengaruh pada partisipasi ditingkat perencanaan. Oleh karena itu semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka dapat diharapkan semakin baik pula cara berpikir dan cara bertindaknya.

Russell (1993:39) mengatakan bahwa pendidikan senantiasa mempunyai dua sasaran, yaitu pengajaran dan pelatihan perilaku yang lebih baik. Pengertian yang sempit, pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan. Pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga sesorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Syah, 1995:10). Salam (1997:12) mengemukakan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Berdasarkan penyelenggaraannya pendidikan dibedakan menjadi dua, yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal.

Pengalaman Berusahatani

Menurut Padmowihardjo (1994:19-20) pengalaman adalah suatu kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Pengaturan pengalaman yang dimiliki seseorang sebagai hasil belajar selama hidupnya dapat digambarkan dalam otak manusia. Seseorang akan berusaha menghubungkan hal yang dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki dalam proses belajar. Seluruh pemikiran manusia, kepribadian dan temperamen secara psikologi ditentukan oleh panca indera, pikiran dan perasaan

bukan penyebab tindakan tetapi disebabkan oleh penyebab masa lalu (Rakhmat, 2001).

Gagne (1967: 32) mengatakan pengalaman adalah akumulasi dari proses belajar yang dialami seseorang, kemudian menjadi pertimbangan-pertimbangan baginya dalam menerima ide-ide baru. Selanjutnya Callahan (1966: 11) mengatakan bahwa pengalaman dapat mengarahkan perhatian seseorang pada minat, kebutuhan dan masalah–masalah yang dihadapinya. Pengalaman yang dilalui seseorang adakalanya dapat berfungsi membantunya dalam melakukan sesuatu, mendorongnya untuk memperhatikan sesuatu, mengarahkan seseorang agar berbuat secara hati-hati. Kibler (1981: 51-52) mengatakan bahwa seseorang akan memperoleh keuntungan dari pengalamannya, karena dengan pengalaman itu ia akan mempunyai kesempatan melihat, membandingkan dan memilih sehingga mempermudah baginya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Padmowihardjo (2002) menambahkan bahwa pengalaman baik yang menyenangkan maupun yang mengecewakan, akan berpengaruh pada proses belajar seseorang. Seseorang yang pernah mengalami keberhasilan dalam proses belajar, maka dia telah memiliki perasaan optimis akan keberhasilan dimasa mendatang, sebaliknya seseorang yang pernah mengalami pengalaman yang mengecewakan , maka dia telah memiliki perasaan pesimis untuk dapat berhasil.

Pengalaman berusahatani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas petani dalam usahataninya, dimana cita-cita petani berdasarkan pengalaman yang baik, mengenai cara bercocok tanam yang baik dan menguntungkan akan mempengaruhi terlaksananya pembangunan pertanian itu sendiri (Mosher, 1987:47). Selanjutnya Mardikanto (1993) mengatakan bahwa pengalaman seorang petani berpengaruh dalam mengelola usahatni yang dilakukan. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh pada proses pengambilan keputusan, sehingga petani yang memiliki pengalaman berusahatani lebih lama cendrung sangat selektif dalam proses pengambilan keputusan.

Pengalaman Manajemen Usahatani

Petani sebagai manajer usahatani. Mosher (1977: 33-35) mengatakan peranan lain yang harus dimiliki petani dalam usahataninya adalah sebagai manajer atau pengelola. Sebagai seorang manajer usahatani, petani perlu

memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan tentang manajemen usahatani. Ketrampilan sebagai pengelola mencakup kegiatan berpikir yang didorong oleh kemauan, terutama dalam hal pengambilan keputusan atau penetapan pilihan dari alternatif-alternatif yang ada. Sangat penting bagi petani dalam meningkatkan kecakapannya sebagai pengelola, sehingga ia dapat mengambil manfaat dari setiap kesempatan baik yang terbuka baginya, berusaha membuat usahataninya seproduktif mungkin dengan keuntungan yang terus bertambah. Pengelolaan usahatani tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan sarana produksi dan pengetahuan serta kemampuan petani sebagai pengelola usahatani. Mosher (1987: 35) mengatakan bahwa apabila ketrampilan bercocok tanam sebagai juru tani pada umumnya adalah ketrampilan tangan, otot, dan mata, maka ketrampilan petani sebagai pengelola mencakup kegiatan pikiran yang didorong oleh kemauan. Selanjutnya Tohir (1983: 144-145) mengatakan bahwa peran petani sebagai pengelola usahatani adalah mampu menyusun perencanaan usahatani agar proses produksi yang dilaksanakan dapat optimal. Rencana usahatani adalah suatu azas yang di dalamnya terkandung hal-hal berikut: jenis dan nilai masukan, jumlah dan harga masukan yang akan dipergunakan dan dibeli, jumlah uang/kredit yang diperlukan, jumlah produksi dan keuntungan bersih yang diterima.

Mardikanto (1993: 119) mengemukakan bahwa perencanaan adalah suatu proses pengambilan keputusan yang berdasarkan fakta, mengenai kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan yang diharapkan atau yang dikehendaki. Selanjutnya Downey dan Erickson (Damihartini, 2005: 20-21) mengemukakan bahwa konsep manajemen merupakan 5P ( perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian dan pengkoordinasian), dimana masing-masing dapat didefinisikan sebagai berikut:

• Perencanaan menguraikan tentang penetapan program khusus untuk mencapai hasil yang diharapkan

• Pengorganisasian mencakup pemaduan bagian-bagian organisasi agar cocok satu sama lain

• Pengawasan merupakan daya upaya untuk menunjukkan jalan terbaik

• Pengkoordinasian merupakan kegiatan memadukan atau menyamakan berbagai arahan untuk dijadikan satu tujuan yang sama dan menyelaraskan keinginan masing-masing pihak terkait.

Perencanaan merupakan persiapan yang harus dilakukan sebelum suatu usaha dilaksanakan. Tjakrawiralaksana (1989: 119) mengemukakan bahwa perencanaan pada dasarnya adalah suatu kegiatan penyusunan yang meliputi penentuan: apa, bagaimana, kapan dan berapa banyaknya, atau kombinasi cabang-cabang usahatani apa yang akan dikelola, serta penentuan unsur-unsur produksi yang akan dipakai.

Sa’id, dkk (2001: 50) mengatakan bahwa pengorganisasian berbagai input dan sarana produksi adalah kegiatan pengelolaan persediaan input-input dan sarana-sarana produksi, mulai dari perencanaan persediaan, pengadaan/pembelian, penyimpanan, pengalokasian dan pemeliharaan. Untuk meningkatkan produktivitas, maka pengorganisasian mengenai sumber daya berupa input-input dan sarana-sarana produksi yang akan digunakan akan sangat berguna. Pengorganisasian tersebut terutama menyangkut bagaimana mengalokasikan berbagai input dan fasilitas yang akan digunakan dalam proses produksi sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien.

Sa’id, dkk (2001: 51) menambahkan pengawasan dalam produksi pertanian meliputi pengawasan anggaran, proses, masukan, jadwal kerja dan lain-lain yang merupakan upaya untuk memperoleh hasil maksimal. Fungsi manajemen produksi selanjutnya adalah evaluasi. Evaluasi dilakukan secara berkala, mulai dari saat perencanaan sampai akhir usaha tersebut berlangsung, sehingga jika terjadi penyimpangan dari rencana dan merugikan, maka segera dilakukan pengendalian. Pengendalian dalam usaha produksi pertanian berfungsi untuk menjamin agar proses produksi berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Misalnya, pengendalian yang dilakukan pada kelebihan penggunaan biaya, kelebihan penggunaan air, dan lain-lain.

Motivasi

Morgan (1961) mengemukakan bahwa konsep motivasi tidak bisa dilepaskan dari adanya motif (motive), dorongan (drive) dan kebutuhan (needs). Tindakan yang bermotif dapat dikatakan sebagai tindakan yang didorong oleh kebutuhan yang dirasakannya, sehingga tindakan tersebut tertuju ke arah suatu tujuan yang diidamkan (Thantowi, 1993). Selanjutnya White (dalam Berliner and

Calfee,1996:85-86) mengemukakan bahwa teori dasar motivasi intrinsik didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara alami, termotivasi untuk mengembangkan intelektual dan kompetensi atau kecakapan lainnya yang mereka miliki, untuk memperoleh kebahagiaan dari prestasi mereka tersebut.

Menurut Padmowihardjo (1994:135) motivasi merupakan usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan untuk berbuat atau melakukan tindakan. Selanjutnya Sudjana (1991:162) mengatakan motivasi belajar adalah motivasi insentif. Motivasi tersebut menggambarkan kecendrungan asli manusia untuk menggerakkan, mendominasi dan menguasai lingkungan di sekelilingnya.

Suparno (2000: 83-90) mengemukakan bahwa seseorang akan melakukan sesuatu kalau mengharapkan akan melihat hasil, memiliki nilai (value) atau manfaat. Perasaan berhasil (the experience of success) akan menimbulkan motivasi seseorang untuk mempelajari sesuatu. Selain itu seseorang akan termotivasi untuk belajar jika yang dipelajari mendatangkan keuntungan, baik keuntungan dalam nilai ekonomi atau sosial.

Faktor Eksternal Luas Lahan Usahatani

Penguasaan lahan adalah status lahan yang digarap oleh individu. Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi yang saling mempengaruhi potensi penggunaannya (Deptan, 1997). Selanjutnya Kusnadi dan Santoso (2000) mengatakan bahwa lahan yang digunakan penduduk adalah lahan garapan pertanian.

Menurut Tjakrawiralaksana (1983:7) lahan merupakan manifestasi atau pencerminan dari faktor-faktor alam yang berada di atas dan di dalam permukaan bumi, dan berfungsi sebagai (1) tempat diselenggarakan kegiatan pertanian seperti bercocok tanam dan memelihara ternak atau ikan, (2) tempat pemukiman keluarga tani. Hernanto (1993:46) menyatakan luas lahan usahatani dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu (1) sempit dengan luas ≤ 0,5 ha, (2) sedang dengan luas 0,5-2 ha, (3) luas, jika lebih dari 2 ha.

Mardikanto (1993:217) mengatakan bahwa luas lahan usahatani merupakan aset bagi petani dalam menghasilkan produksi total, dan sekaligus sumber pendapatan. Pada umumnya, petani dengan kepemilikan lahan usaha yang luas akan menempati posisi status sosial lebih tinggi dilingkungan sosialnya. Faktor yang mempengaruhi petani dalam meningkatkan produktivitas

usahatani adalah luas lahan yang dikerjakan. Luas lahan garapan juga berpengaruh dalam kecepatan petani untuk menerima suatu inovasi(Salikin, 2003).

Pemanfaatan Media massa

Surat kabar, majalah, radio dan televisi merupakan media yang paling murah untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Media massa dapat digunakan untuk mengubah perilaku, terutama yang kecil dan kurang penting, atau perubahan untuk memenuhi keinginan yang ada (Van den Ban dan Hawkins, 1999:150). Selanjutnya Suseno (2003:96-97) mengatakan bahwa beberapa media yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi antara lain: surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, internet dan yang sejenisnya. Media tersebut selain untuk sumber informasi, juga untuk menyampaikan gagasan, pendapat dan perasaan kepada orang lain.

Jahi (1988: 109) mengemukakan bahwa, dalam pelaksanaan pembangunan pedesaan memerlukan berbagai sumber daya, termasuk media massa. Media massa diperlukan karena dapat menimbulkan suasana yang kondusif bagi pembangunan dan dapat juga memotivasi masyarakat serta menggerakkan warga masyarakat desa untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Partisipasi khalayak pedesaan menjadi lebih bermakna, maka media massa dituntut untuk mengantarkan berbagai macam informasi dan pengetahuan kepada mereka. Selain itu media massa memiliki kemampuan yang besar untuk menyebarkan pesan-pesan pembangunan untuk banyak orang, yang tinggal di tempat terpisah dan tersebar, secara serentak dan dengan kecepatan tinggi. Oleh karena itu media massa dikatakan sebagai ”pengganda ajaib”.

Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal merupakan kebutuhan dari setiap individu, karena pada dasarnya manusia memiliki naluriah untuk berkelompok dengan manusia lainnya (Padmowihardjo, 1994) dan melalui interaksi dengan individu lain seseorang akan dapat berkembang untuk dapat menunjukkan eksistensi dirinya.

Wiraatmadja (1990:29-30) mengatakan bahwa dalam kegiatan penyuluhan seorang penyuluh harus mengadakan hubungan dengan petani, yang dapat menimbulkan komunikasi. Komunikasi yang baik akan menimbulkan

timbal balik (feedback). Hal ini penting bagi penyuluh, yaitu untuk dapat mengambil tindakan-tindakan selanjutnya, dengan demikian maka komunikasi akan berjalan dengan baik. Asngari (2001:13) mengemukakan bahwa dalam penyuluhan, informasi yang tepat disajikan dalam bentuk informasi yang dibutuhkan masyarakat, yakni informasi yang bermakna: (1) secara ekonomis menguntungkan, (2) secara teknis memungkinkan pelaksanaannya, (3) secara psiko-sosial dapat diterima sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, dan (4) sesuai atau sejalan dengan kebijakan pemerintah.

Menurut FAO (1998:229) jasa penyuluhan memegang peranan penting dalam gerakan diseminasi terhadap uji peningkatan usahatani (on-farm).

Sarana dan prasarana Produksi

Menurut Sudjati (1981:83) sarana merupakan alat-alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Mosher (1973:115-142) menyatakan bahwa tersedianya sarana merupakan syarat pokok dalam pembangunan pertanian. Ketersediaan sarana produksi mutlak diperlukan agar dapat menjadi pendukung dalam peningkatan produksi.

Lunandi (1989:41) mengemukakan bahwa dalam hal tertentu penyediaan materi (peralatan maupun sarana produksi) dibutuhkan dalam suatu proses belajar ke arah perubahan perilaku di samping pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam usaha atau kegiatan yang dilakukan.

Kebijakan Pemerintah

Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pertanian diartikan sebagai perincian oleh pemerintah mengenai ketentuan dan peraturan yang harus ditaati dalam penyelenggaraan pertanian. Tentulah tidak semua aspek lingkungan pertanian dapat diawasi oleh pemerintah. Pada umumnya disemua negara terdapat pengaruh yang kuat dari pemerintah terhadap pertanian melalui ketentuan dan program, misalnya: kebijaksanaan bagi hasil, hak atas tanah dan air, harga, pengaturan pasar, pengawasan terhadap hama penyakit, ekspor,

kesejahteraan buruh, pemberian kredit dan tingkat bunga (Soekartawi dkk, 1984: 25).

Kompetensi

Kompetensi adalah “Seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab, yang dimiliki oleh seseorang sebagai syarat kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas dibidang pekerjaan tertentu” (Kep. Mendiknas RI No. 045/U/2002). Sedangkan Gonczi dan Hager (Wibowo, dkk, 2002: 54) mendefinisikannya sebagai “a complex combination of knowledge, attitudes, skill

and value diplayed in the context of task performance”. Selanjutnya Wibowo et al.

(2002: 54) menambahkan dari definisi tersebut terlihat jelas bahwa kompetensi yang diharapkan dapat dikuasai seseorang tidak saja meliputi kompetensi bidang studi melainkan juga sikap, kepribadian, dan nilai-nilai yang harus diembannya sebagai seorang yang profesional.

Pembangunan pertanian saat ini menghadapi persaingan bebas dalam era globalisasi. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur untuk penyediaan input, pemasaran, dan penyuluhan sangat diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup pertanian individual. Kecenderungan adanya persaingan yang semakin ketat dipasar dunia menyebabkan hanya petani-petani yang lebih efesien saja yang mampu bertahan (Van den Ban dan Hawkins, 1999:15). Atas dasar pemikiran inilah menjadikan begitu pentingnya sumber daya pertanian yang mempunyai kompetensi tinggi, khususnya petani sebagai pelaku utama untuk mewujudkan pertanian yang tangguh dan maju.

Darmin (2005:1) menyebutkan ”Apa itu kompetensi” (What is

Competence), kata kompetensi datang dari bahasa latin competens, yang

merupakan present participle dari kata kerja competere. Kata ini mengandung dua bagain : com, yang berarti bersama-sama, ”together”, dan ”petere”, yang berarti berjuang/memperjuangkan, ”strive”. Jadi secara literal, competere dapat diartikan memperjuangkan bersama-sama ”to strive together”. Menariknya, kata

competence dan competition keduanya diturunkan dari kata competere; dan

sebagaimana kita lihat, the competition adalah penggerak (the driving force

behind) dibalik fokus industri saat ini pada competence. Ide mengenai

kompetensi ini terkait erat dengan ide kapabilitas (the idea of competence is

closely associated with the idea of capability). Orang yang menyebut dirinya

kompeten adalah orang yang memiliki kapabilitas, dan organisasi yang disebut kompeten adalah organisasi yang memiliki kapabilitas.

Menurut McAshan (Mulyasa, 2002:38) ”competency is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of

his or her being to the exent he or she can satisfactorily perform particular

cognitive, affective, and psychomotor behaviours.” Sedangkan Syah (2002: 229)

menyatakan bahwa pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan.

Istilah kompetensi diartikan sebagai “kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas” atau sebagai “memiliki ketrampilan dan kecakapan yang disyaratkan”. Pengertian yang lebih luas ini jelas bahwa setiap cara yang digunakan dalam pelajaran yang ditujukan untuk mencapai kompetensi adalah mengembangkan manusia yang bermutu yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan sebagaimana disyaratkan. Kata kompetensi dipilih untuk menunjukkan tekanan pada “kemampuan mendemontrasikan pengetahuan (Suparno, 2001: 14)”.

Lasmahadi (2002: 2) mengemukakan bahwa kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Kompetensi-kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, dan tingkah laku akan menghasilkan kinerja.

Pusposutardjo (Wibowo dkk, 2002: 54) mengatakan bahwa seseorang dianggap kompeten apabila telah memenuhi beberapa persyaratan berikut :

1. Landasan kemampuan pengembangan kepribadian

2. Kemampuan penguasaan ilmu dan ketrampilan (know how and know why)

3. Kemampuan berkarya (know to do)

4. Kemampuan mensikapi dan berprilaku dalam berkarya sehingga dapat mandiri, menilai dan mengambil keputusan secara bertanggung jawab (to be)

5. Dapat hidup bermasyarakat dengan bekerja sama, saling menghormati dan menghargai nilai-nilai pluralisme, dan kedamaian (to live together). Kompetensi yang satu berbeda dengan kompetensi yang lain dalam hal jumlah bagian-bagiannya. Menurut Suparno (2001: 15) makin kompleks, kreatif, atau profesional suatu kompetensi, makin besar kemungkinan diterapkan dengan cara berbeda (different fashion) pada setiap kali dilakukan, bahkan oleh orang yang sama. Hal ini berbeda dengan kompetensi teknis yang relatif merupakan tindakan mekanis yang setiap kali diterapkan dengan menggunakan cara yang sama (usually premium for precision)

Kompetensi profesional memerlukan kreativitas serta kecakapan menyesuaikan pada keadaan yang berbeda-beda dimana terkandung tanggungjawab untuk membuat suatu keputusan. Biasanya kompetensi ini dihubungkan dengan kemampuan memecahkan masalah (Suparno, 2001: 15).

Menurut Willis dan Samuel (puspadi, 2003: 120) kompetensi merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas secara efektif. Kemampuan secara fisik dan mental dapat muncul secara bersama pada saat menjalankan suatu tugas (Klausmeier dan Goodwin, 1996: 97-98), ada tiga jenis kemampuan kognitif, psikomotor dan kemampuan afektif. Morgan, et al. (1963: 31) mengemukakan bahwa kemampuan manusia secara umum terbagi dua yaitu: (1) kemampuan mental seperti pemikiran deduktif dan induktif, menciptakan sesuatu dengan pemikiran; (2) kemampuan jasmani.

Klemp (Puspadi, 2003: 120) mengungkapkan ”A job competency in an underlying characteristic of a person which results in effective and or superior perfmance in a job. A job competency is an underlying characteristic of a person in that it may be a motive, trait, skill, aspect of one’s self image or social role, or a

body of knowledge which he or she uses”. Kompetensi kerja adalah segala

sesuatu pada individu yang menyebabkan kinerja yang prima. Pengetahuan- pengetahuan khusus yang mencerminkan berbagai kompetensi belum dapat dikatakan sebagai kompetensi kerja. Pengetahuan secara harfiah, mengacu kepada kumpulan informasi. Kemampuan menggunakan pengetahuan- pengetahuan khusus secara efektif merupakan hasil menggunakan pengetahuan yang lain.

Pengetahuan khusus dapat dipertimbangkan sebagai kompetensi dengan dua alasan yaitu : pertama, dalam pengetahuan khusus terdapat perbedaan

Dokumen terkait