• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sapi Limousin

Sapi Limousin merupakan sapi bangsa Bos taurus yang berasal dari Prancis. Sapi ini sangat cocok dipelihara di daerah beriklim sedang. Sapi Limousin merupakan sapi pedaging bertipe besar dan mempunyai volume rumen yang besar. Karena itu, sapi ini mampu menambah konsumsi pakan lebih banyak di luar kebutuhan yang sebenarnya. Namun, sapi ini memiliki metabolisme yang cepat sehingga menuntut teknik pemeliharaan yang lebih teratur (Fikar & Ruhyadi 2010).

Ciri-ciri sapi ini adalah warna bulu merah cokelat, pada sekeliling mata dan kaki mulai dari lutut ke bawah berwarna agak terang, ukuran tubuh besar dan panjang, serta pertumbuhannya bagus. Tanduk pada jantan tumbuh keluar dan agak melengkung (Sudarmono & Sugeng 2008). Sapi Limousin memiliki potensi kenaikan berat badan 1.2 – 1.4 kg/hari dengan lama penggemukan 3 – 4 bulan. Sapi ini termasuk dalam kategori sapi besar, dengan bobot dewasa di atas 800 – 1.200 kg/ekor. Bobot bakalan dapat mencapai 250 – 300 kg/ekor. Karkas pada sapi Limousin mencapai 50% (Fikar & Ruhyadi 2010).

5

Fisiologi Semen Sapi

Semen adalah sekresi kelamin hewan jantan yang secara normal diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat pula ditampung. Semen terdiri dari spermatozoa dan sebagian besar cairan sekresi kelenjar aksesori (plasma semen). Volume semen dan jumlah spermatozoa yang diejakulasi pada sapi jantan sangat bervariasi (Turman & Rich 2010). Hal ini tergantung dari masing-masing ternak individu, umur, musim, nutrisi, bangsa ternak, frekuensi ejakulasi, libido, dan kondisi dari ternak tersebut (Garner & Hafez 2000). Dalam keadaan normal, semen yang lebih kental mengandung spermatozoa yang lebih banyak dibandingkan dengan spermatozoa yang encer.

Semen sapi normal berwarna seperti susu atau krem keputih-putihan dan keruh. Konsentrasi spermatozoa sapi normal adalah antara 0.8 – 2.0 x 109 spermatozoa/ml (Garner & Hafez 2000).

Morfologi Spermatozoa

Menurut Ismaya (2009) semen atau air mani terdiri dari dua unsur / bagian, yaitu sel-sel spermatozoa dan plasma spermatozoa (seminal plasma). Spermatozoa terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala (head), bagian tengah (midpiece), dan bagian ekor (tail). Menurut Arifiantini et al. (2006a) kepala spermatozoa dibagi lagi menjadi dua daerah yaitu akrosom anterior yang dibungkus oleh tudung akrosom dan post akrosomal posterior. Tudung akrosom mengandung akrosin, hyaluronidase, dan enzim-enzim hidrolitik lainnya yang terlibat pada proses fertilisasi.

Morfologi spermatozoa merupakan salah satu parameter yang kurang mendapat perhatian pada pengolahan semen di Indonesia, padahal di luar negeri seperti Amerika, Swedia dan Belanda, morfologi merupakan salah satu faktor penghitungan pengenceran semen untuk tujuan pembuatan semen cair dan semen beku. Kajian morfologi spermatozoa perlu dilakukan mengingat sudah cukup banyak penelitian-penelitian yang membahas korelasi antara morfologi dan fertilitas pada berbagai ternak (Arifiantini et al. 2006b).

6

Semen Beku

Semen beku adalah semen yang telah diencerkan dan selanjutnya dibekukan pada suhu tertentu yang bertujuan untuk penghentian sementara kegiatan hidup dari sel tanpa mematikan fungsi sel, reaksi metaboliknya berhenti mendekati total. Sel yang tidak bergerak menurunkan kecepatan metabolisme sehingga dapat menghemat dalam penggunaan energi sehingga proses hidup dapat berlanjut setelah pembekuan dihentikan. Pembuatan semen beku merupakan teknik penyimpanan semen yang efektif karena dapat disimpan dalam waktu yang lama (Vishwanath & Shannon 2000).

Kualitas semen dalam straw dapat mengalami perubahan selama waktu distribusi. Hal ini dapat terjadi karena adanya pengurangan gas nitrogen cair di dalam kontainer. Berkurangnya nitrogen cair melalui evaporasi selama pengangkutan maupun penyimpanan mengakibatkan fluktuasi suhu, terutama karena suhu udara yang tinggi, insulator container yang tidak normal dan tutup kontainer tidak rapat. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya kontak antara semen beku dangan suhu lingkungan yang tidak dapat dihindarkan sehingga spermatozoa yang berada dalam straw akan mengalami perubahan kualitas semen akibat perubahan suhu yang berulang-ulang.

Perubahan kualitas semen yang sering dihadapi pada pembekuan semen berkisar pada dua kejadian, yaitu pengaruh cold shock terhadap sel yang dibekukan dan perubahan-perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang berhubungan dengan pembentukan kristal-kristal es. Parameter untuk menentukan perubahan kualitas spermatozoa dengan cara yang sederhana, yaitu dilihat dari karakteristik spermatozoa berdasarkan motilitas yang progresif, pewarnaan eosin, dan keutuhan membran plasma (Mansour 2009).

Spermatozoa yang telah dibekukan kemudian dicairkan kembali (thawing) akan menghasilkan spermatozoa yang sebagian sudah mengalami kapasitasi sehingga daya hidupnya rendah dan motilitas progresifnya tidak sebaik spermatozoa yang masih segar. Spermatozoa yang sudah mengalami kapasitasi akan bergerak hiperaktif / berlebihan namun gerakannya kurang progresif (Ismaya 2009).

7

Evaluasi Kualitas Semen Beku

Evaluasi atau pemeriksaan semen merupakan suatu tindakan yang perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas semen (Kartasudjana 2001). Peralatan yang diperlukan untuk evaluasi kualitas semen sebaiknya disiapkan terlebih dahulu untuk memudahkan pemeriksaan. Evaluasi yang dilakukan meliputi persentase motilitas spermatozoa, persentase viabilitas, dan persentase membran plasma utuh.

Evaluasi kualitas semen beku dilakukan setelah pencairan kembali atau post thawing. Evaluasi ini meliputi penghitungan persentase hidup dan gerakan individual dari spermatozoa. Berdasarkan petunjuk teknis pengawasan mutu bibit ternak standar minimal untuk semen beku yang baik mengandung 25 juta spermatozoa / 0.25 ml dan motilitas post thawing sebesar 40% (Ditjennak 2009).

Motilitas sering dijadikan indikator fertilitas spermatozoa. Pengujian motilitas dilakukan untuk mengetahui pergerakan dari ekor spermatozoa. Namun demikian pergerakan spermatozoa dipengaruhi juga oleh integritas struktur morfologi spermatozoa. Persentase motilitas merupakan persentase spermatozoa yang bergerak progresif ke depan. Evaluasi dilakukan dengan cara mengamati spermatozoa pada 10 lapang pandang yang berbeda dengan mikroskop cahaya pembesaran 400X. Angka yang diberikan berkisar antara 0% hingga 100% (Turman & Rich 2010).

Teknik pewarnaan eosin-nigrosin dilakukan untuk penilaian viabilitas spermatozoa. Teknik ini memberikan hasil yang valid ketika dievaluasi dengan data motilitas spermatozoa yang diperoleh, sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Teknik pewarnaan differensial eosin nigrosin merupakan teknik yang sederhana untuk pengujian viabilitas spermatozoa (Björndahl et al. 2004). Zat warna eosin akan diserap oleh spermatozoa yang mati sehingga akan berwarna merah atau merah muda akibat permeabilitas dinding sel meninggi pada sel spermatozoa yang mati, sedangkan nigrosin akan mewarnai latar dari spermatozoa.

8

Gambar 2 Spermatozoa hidup: (a) kepala berwarna putih dan spermatozoa mati:

(b) kepala berwarna merah.

Membran plasma yang utuh (MPU) merupakan hal yang mutlak harus dimiliki spermatozoa yang baik karena membran plasma memegang peranan yang sentral dalam mengatur seluruh proses biochemic yang terjadi di dalam sel. Keutuhan membran plasma menentukan hidup dan matinya spermatozoa, sehingga nilai persentase MPU seharusnya tidak jauh berbeda dari nilai persentase spermatozoa hidup (Rizal 2002). Evaluasi terhadap spermatozoa dengan membran plasma yang utuh dapat diuji dengan menggunakan metode hypoosmotic swelling (HOS) test. Evaluasi dilakukan dengan meneteskan semen yang sudah dimasukkan dalam larutan hypoosmotic yang telah diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit ke gelas objek dan ditutup dengan cover glass, lalu diamati di bawah mikroskop cahaya pada pembesaran 400X. Penilaian dilakukan dengan melihat spermatozoa yang bereaksi dan spermatozoa yang tidak bereaksi (Revell & Mrode 1993).

a

9

Gambar 3 (ekor melingkar, a) spermatozoa dengan membran plasma utuh dan

(ekor lurus, b)spermatozoa dengan membran plasma tidak utuh

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2011 dan dilaksanakan di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sebanyak 12 straw (4 jantan dan 3 ulangan) sapi Limousin berasal dari salah satu BBIB Nasional digunakan dalam penelitian ini.

Metode Penelitian

Thawing semen beku

Semen di-thawing pada water bath (37°C) selama 30 detik. Setelah itu straw dikeringkan dengan menggunakan tisu, lalu sumbat pabrik dan sumbat laboratorium digunting. Semen dari straw dikeluarkan seluruhnya dan disimpan dalam tabung Eppendorf. Tabung diletakkan dalam water bath pada suhu 37°C untuk pengujian lebih lanjut.

Motilitas Spermatozoa

Sebanyak satu tetes semen diletakkan di atas gelas objek yang telah dihangatkan, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Motilitas spermatozoa dinilai dengan cara subjektif kuantitatif dari lima lapang pandang menggunakan mikroskop (Olympus CH 20) dengan perbesaran 400X. Penilaian dilakukan dengan membandingkan spermatozoa yang bergerak progresif dengan gerakan lain yang tidak progresif dan dinyatakan dalam persentase (%).

Viabilitas Spermatozoa

Sebanyak satu tetes semen diletakkan di atas gelas objek dan ditambahkan 3-4 tetes pewarna eosin nigrosin dan dihomogenkan kemudian dibuat preparat ulas dan dikeringkan dengan meja pemanas (heating table). Preparat lalu diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400X. Spermatozoa dihitung dalam sepuluh lapang pandang dengan cara diacak (atau jumlah yang dihitung telah mencapai 200 spermatozoa). Spermatozoa hidup tidak menyerap warna eosin

11

sedangkan spermatozoa mati akan menyerap warna merah. Persentase spermatozoa hidup dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Membran Plasma Utuh Spermatozoa

Sebanyak 50 μl semen dimasukkan ke dalam 400 μl larutan hypoosmotic bertekanan 150 mOsm kg-1 H2O yang terdiri atas 0.735 gr Na sitrat dan 1.351 gr

Fruktosa dalam 100 ml aquadest (Revell & Mrode 1993). Campuran larutan diinkubasi dalam water bath (37oC). Spermatozoa dalam larutan HOS diamati pada menit ke 30-45 (Hardyana & Arifiantini 2012).

Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop perbesaran 400X pada sepuluh lapang pandang. Spermatozoa dengan membran plasma utuh akan memperlihatkan ekor yang melingkar (coil), sedangkan spermatozoa dengan membran plasma yang tidak utuh akan memperlihatkan ekor yang lurus. Persentase spermatozoa dengan MPU dihitung dengan rumus:

Analisis Data

Seluruh parameter diperiksa dari empat individu yang berbeda, masing- masing individu dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Data yang diperoleh diolah dengan mencari rataan dan simpangan bakunya serta dicari korelasi antara tiga indikator tersebut dengan menggunakan SPSS 16.0 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Motilitas Spermatozoa

Motilitas merupakan parameter utama yang banyak dilaporkan oleh para peneliti (Garner & Hafez, 2000). Motilitas spermatozoa sapi Limousin setelah thawing (PTM) pada penelitian ini memiliki nilai motilitas 43.3% sampai dengan 47.5% (Tabel 1). Secara keseluruhan, semen beku ini dapat diinseminasikan karena nilai PTM sapi Limousin telah melampaui standar produksi semen beku Indonesia yang tertuang dalam SNI 01-4869.1-2005, yaitu untuk dapat didistribusikan dan diinseminasikan persentase spermatozoa motil post thawing minimal harus sebesar 40%.

Tabel 1 Persentase motilitas spermatozoa post thawing sapi Limousin

Viabilitas Spermatozoa

Pengujian viabilitas spermatozoa dapat dilakukan dengan memaparkan spermatozoa pada pewarnaan eosin nigrosin. Spermatozoa yang mati akan menyerap pewarna eosin nigrosin tetapi spermatozoa yang hidup tidak akan menyerap warna. Pengujian viabilitas dilakukan untuk menguji kerusakan pada bagian kepala spermatozoa. Spermatozoa hidup dari keempat pejantan mempunyai nilai yang masih cukup baik, yaitu berkisar antara 60.45% sampai dengan 62.36% (Tabel 2).

Ulangan Motilitas (%)

Sapi 1 Sapi 2 Sapi 3 Sapi 4

1 52.5 45 45 42.5

2 45 47.5 42.5 42.5

3 45 47.5 45 45

13

Tabel 2 Persentase viabilitas spermatozoa post thawing sapi Limousin

Membran Plasma Utuh (MPU) Spermatozoa

Integritas membran plasma adalah suatu keadaan yang menunjukkan fungsi fisiologis membran yang terjaga sebagai kontrol terhadap transport air sehingga cairan di luar sel tidak dapat memasuki sel. Untuk mengetahui integritas membran spermatozoa maka dilakukan Hypo-osmotic Swelling (HOS) Test. Membran plasma utuh spermatozoa sapi Limousin pada penelitian ini masih cukup baik, yaitu antara 50.17% sampai dengan 58.78% (Tabel 3).

Tabel 3 Persentase membran plasma utuh spermatozoa post thawing sapi Limousin

Hubungan Motilitas, Viabilitas, dan Membran Plasma Utuh

Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara motilitas dengan viabilitas (r = 0.699, p = 0.011), membran plasma utuh dengan viabilitas (r = 0.614, p = 0.034), dan membran plasma utuh dengan motilitas (r = 0.664, p = 0.019). Hal ini menunjukkan bahwa ketiga parameter tersebut berhubungan positif (p<0.05), yaitu jika salah satu parameter tinggi, maka parameter lainnya juga akan tinggi. Begitu pula sebaliknya, jika salah satu parameter tersebut rendah, maka parameter yang lainnya juga akan rendah.

Ulangan

Viabilitas (%)

Sapi 1 Sapi 2 Sapi 3 Sapi 4

1 78.13 50.61 61.06 57.65

2 57.65 63.50 60.67 62.82

3 51.31 70.29 59.62 63.25

Rataan±SD 62.36±14.02 61.47±10.00 60.45±0.74 61.24±3.12

Ulangan

Membran Plasma Utuh (%)

Sapi 1 Sapi 2 Sapi 3 Sapi 4

1 58.06 50.77 49.38 51.09

2 45.83 62.61 50.38 47.58

3 50.00 62.96 50.76 53.33

14

Hubungan antara motilitas, viabilitas, dan membran plasma utuh spermatozoa post thawing sapi Limousin disajikan pada Gambar 4, 5, dan 6.

Gambar 4 Hubungan antara motilitas dan viabilitas spermatozoa post thawing

sapi Limousin.

Gambar 5 Hubungan antara MPU dan viabilitas spermatozoa post thawing

sapi Limousin. r = 0.699 0 10 20 30 40 50 60 70 80 40 45 50 55 60 65 Motilitas (%) V ia b il it as ( % ) r = 0.614 0 10 20 30 40 50 60 70 80 40 45 50 55 60 65 MPU (%) V ia b il it as ( % )

15

Gambar 6 Hubungan antara MPU dan motilitas spermatozoa post thawing

sapi Limousin.

Spermatozoa akan mengalami kerusakan pada saat pembekuan dan thawing. Hal ini terjadi karena adanya perubahan tekanan osmotik akibat adanya krioprotektan dalam bahan pengencer, perubahan suhu yang sangat ekstrim pada saat pembekuan dan juga saat di-thawing untuk diinseminasikan. Selama proses kriopreservasi, kerusakan membran terjadi di daerah akrosom spermatozoa (Blottner et al. 2001). Pendinginan yang terjadi pada proses pembuatan semen beku dan pemanasan kembali pada saat thawing akan merusak lipoprotein yang ada pada membran spermatozoa.

Kualitas semen beku post thawing yang harus diuji berdasarkan SNI adalah motilitas dan skoring individu. Motilitas spermatozoa terjadi disebabkan oleh adanya kontraksi fibril-fibril yang ada pada bagian principle piece dan end piece dari ekor spermatozoa. Kontraksi ini terjadi jika ada perombakan Adenosin Tri Phosphate (ATP) menjadi Adenosin Di Phosphate (ADP) atau ADP menjadi Adenosin Mono Phosphate (AMP) pada bagian mitokondria yang terdapat dalam mid piece yang dimediasi oleh enzim aspartat amino trasferase. Jika membran plasma bagian ekor rusak terutama pada bagian mid piece maka enzim ini akan hilang dan perombakan energi tidak terjadi sehingga spermatozoa akan kehilangan motilitasnya (Colenbrender et al. 1992). Hal ini dapat dikatakan motilitas merupakan indikator fungsi dari ekor spermatozoa.

r = 0.664 0 10 20 30 40 50 60 70 80 40 45 50 55 60 65 MPU (%) Mot il it a s (% )

16

Menurut Morrell dan Rodriguez-Martinez (2009), untuk dapat membuahi ovum, spermatozoa tidak hanya memiliki motilitas yang tinggi, tetapi harus normal secara morfologi, viable, dan mempunyai kromatin yang intact. Kerusakan spermatozoa dapat terjadi pada bagian ekor ataupun pada bagian kepala. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian lain yang dapat memberikan indikator adanya kerusakan pada bagian kepala spermatozoa, diantaranya dengan melihat viabilitas dan melihat keutuhan membran plasma spermatozoa. Evaluasi viabilitas spermatozoa dengan pewarnaan eosin nigrosin digunakan untuk mengevaluasi kerusakan membran plasma, sedangkan HOS test digunakan untuk mengevaluasi aktivitas biokimia membran plasma (Brito et al. 2003). Komponen warna eosin akan masuk ke dalam sel yang mengalami kerusakan membran plasma dan membentuk warna merah muda keunguan, sedangkan nigrosin akan mewarnai latar bidang yang dievaluasi (Bjorndahl et al. 2004). Pada saat pencampuran spermatozoa dan eosin nigrosin, sel-sel spermatozoa yang hidup tidak atau sedikit sekali menyerap warna, sedangkan sel-sel spermatozoa yang mati akan menyerap warna karena permeabilitas dinding sel meningkat (Garner & Hafez 2000).

Integritas membran plasma merupakan prasyarat bagi kelangsungan hidup spermatozoa (Sharma et al. 2011). Jika membran plasma sudah terganggu atau rusak maka akan mengakibatkan kondisi anisosmotik yang menjadi penyebab terjadinya kebocoran intraseluler diantaranya akan memengaruhi perombakan ATP sehingga memengaruhi motilitas spermatozoa (Bohlooli et al. 2012). Keutuhan membran plasma spermatozoa dapat rusak jika keberadaan zat yang bersifat toksik baik yang berasal dari spermatozoa yang telah mati maupun yang berasal dari zat yang terkandung dari pengencer yang telah mengalami oksidasi akibat penyimpanan dapat menyebabkan tingginya kadar radikal bebas. Kerusakan yang terjadi post thawing dapat disebabkan karena kenaikan suhu yang menimbulkan denaturasi protein spermatozoa. Apabila membran plasma spematozoa sudah mengalami kerusakan, maka metabolisme spermatozoa akan terganggu sehingga spermatozoa mulai kehilangan motilitasnya dan kemampuan spermatozoa untuk fertilisasi karena lepasnya komponen seluler dan inaktivasi protein-protein enzim penting di dalam akrosom. Kejadian ini mengakibatkan

17

kematian spermatozoa yang berdampak pada menurunnya viabilitas spermatozoa (Yulnawati & Agus 2005).

Nilai motilitas, viabilitas dan MPU pada penelitian ini menunjukkan hasil yang baik. Hal ini disebabkan karena pejantan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari BIB Nasional yang dipelihara dengan manajemen yang baik, dan produksi semen beku yang sudah terstandar, serta pejantan yang digunakan merupakan pejantan dalam umur produktif.

Korelasi antara tiga parameter yang diuji merupakan pembuktian adanya hubungan yang positif antara ketiga parameter tersebut, hal ini sesuai dengan laporan beberapa peneliti diantaranya Johnson et al. (2000) dan Kaeoket et al. (2011) yang menyatakan bahwa membran plasma sel yang masih utuh akan memengaruhi organel-organel di dalam sel. Hal ini menyebabkan spermatozoa dapat bergerak progresif dan tetap hidup (viable) sehingga mampu melakukan fertilisasi (Kaeoket et al. 2011).

SIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan terdapat hubungan yang positif antara motilitas, viabilitas dan keutuhan membran plasma dari spermatozoa semen beku sapi Limousin. Pengujian pada viabilitas, motilitas dan keutuhan membran plasma dari keempat sapi jantan menunjukkan hasil yang baik.

HUBUNGAN ANTARA VIABILITAS, MOTILITAS, DAN

Dokumen terkait