• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani Bawang Merah

Bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) termasuk tanaman semusim yang merupakan salah satu bentuk dari bawang bombay (A. cepa) yang dikembangbiakan secara vegetatif yang berasal dari seleksi terhadap varian-varian yang terjadi secara alami dalam populasi bawang bombay. Bawang merah mempunyai struktur bunga yang sama dengan bawang bombay, dan hibrida antara keduanya memiliki meiosis yang teratur dan sepenuhnya fertile demikian pula seedling pada F2 atau generasi berikutnya dari hibrid semuanya dapat tumbuh (Jones 1990). Perbedaan antara bawang merah dan bawang bombay terletak antara lain pada sifat perbanyakannya secara vegetative. Menurut DeMason (1990) pada bawang bombay umbi terbentuk dari seludang daun yang mengandung dua atau tiga calon tunas, sedangkan pada bawang merah umbi terbentuk dari pertumbuhan tunas samping umbi induknya dan biasanya mengandung banyak calon tunas .

Bawang merah dimasukkan ke dalam grup Agregatum. Dalam tipe Agregatum terdapat 2 bentuk, yaitu: (a) bawang merah biasa (shallot) dan (b) bawang Bombay (multiplier onion) (Hanelt 1990). Tipe multiplier onion lebih besar dari pada bawang merah biasa, jumlah umbi per tanaman lebih sedikit, umbinya lebih besar dan berbentuk lebih gepeng, umbi terbentuk di dalam tanah dan umbi-umbi tersebut lebih rapat serta dikelilingi seludang. Menurut Permadi (1995) pada bawang merah biasa umbi-umbi serumpun tumbuh mandiri hanya bagian dasarnya saja yang berhubungan dan jumlahnya mencapai 16 umbi per rumpun. Pada tipe Agregatum terdapat tipe-tipe yang dapat berbunga maupun yang tidak dapat berbunga.

Ciri-ciri morfologis bawang merah berakar serabut, berumbi lapis, dan berdaun silindris. Bawang merah memiliki batang sejati yang berbentuk cakram tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya perakaran dan mata tunas yang disebut subang atau diskus. Mata tunas akan tumbuh menjadi tanaman baru yang

7

   

merah mempunyai sifat merumpun dan tiap umbi menjadi beberapa umbi (anakan). Pada dasar cakram akan tumbuh akar serabut. Pada tengah cakram terdapat tunas apikal yang merupakan mata tunas utama dan tumbuh paling dulu. Dalam keadaan lingkungan yang sesuai pada tunas apikal dapat tumbuh bakal bunga atau primordia bunga (Currah & Proctor 1990).

Bunga bawang adalah bunga sempurna (hermaphrodite), yang pada umumnya terdiri atas 5-6 stamen, satu stigma, dengan mahkota yang berwarna putih. Bakal kapsul membentuk bangunan bersegi tiga seperti kubah. Bakal kapsul ini terbentuk dari 3 ruang dan dalam tiap ruang tersebut terdapat 2 bakal biji (ovulum). Stamen tersusun membentuk 2 lingkaran, yaitu lingkaran luar

(outer whorl) dan lingkaran dalam (inner whorl). Pada lingkaran luar terdapat 3

stamen, demikian pula pada lingkaran dalam. Dalam 2-3 hari semua antera menjadi dewasa, tetapi umumnya antera yang terletak pada lingkaran dalam lebih cepat dewasa (Rabinowitch 1990).

Bawang merah merupakan tanaman menyerbuk silang sehingga populasi bawang merah (yang berasal dari biji) terdiri atas individu-individu dengan genotipe berbeda (Currah & Proctor 1990). Gure et al. (2009) melaporkan bahwa penyerbukan sendiri pada tanaman bawang bombay kecil kemungkinannya dan hanya terjadi sampai 9%. Bawang merah, seperti halnya bawang bombay, memiliki keragaman yang besar baik mengenai sifat-sifat umbinya (bentuk, ukuran, warna, kandungan bahan kering maupun kandungan gula dan kepedasan atau prugency), maupun dalam warna daun, resistensi hama dan penyakit, serta respon terhadap lingkungan (suhu dan panjang hari), dll.

Kultivar-kultivar bawang merah yang ada di Indonesia sampai saat ini masih dikembangbiakkan secara vegetatif. Pembiakan secara vegetatif ini menyebabkan semua individu di dalam populasi suatu kultivar memiliki susunan genetik (genotipe) yang sama, sehingga tiap individu dalam satu kultivar memiliki potensi yang sama dalam daya hasil, resistensi hama dan penyakit, kualitas umbi dll (Permadi 1995). Kultivar-kultivar lokal bawang merah yang berkembang di dataran rendah antara lain Bima, Kuning, Banji, Timor, Benthok dan Bangkok Warso, sedangkan di dataran medium/tinggi antara lain Maja, Menteng, Batu, Sumenep.

Bawang merah juga dapat dibiakkan secara generatif dengan menggunakan biji (true shallot seed = TSS). Biji yang masih muda berwarna putih dan setelah tua berwarna hitam. Biji berasal dari bunga tanaman bawang merah yang berhasil menjadi buah yang disebut kapsul. Kapsul berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji (Putrasamedja 1995b). Semua kultivar bawang merah di Indonesia kecuali kultivar Sumenep mampu berbunga dan berbiji secara alami, meskipun tingkat pembungaan dan pembentukan biji sangat rendah (Permadi & Putrasamedja 1991).

Pembungaan dan Pembentukan Biji Bawang

Bolting atau inisiasi pembungaan merupakan masalah yang umum terjadi

pada genus Allium (Currah & Proctor 1990). Faktor yang mempengaruhi pembungaan genus Allium terutama bawang bombay antara lain suhu rendah, panjang hari, intensitas cahaya, nutrisi, hormon dan vitamin (Brewster & Salter 1980). Menurut Fita (2004), suhu adalah faktor perangsang dalam proses bolting. Suhu mempengaruhi transisi dari fase vegetatif ke reproduktif yang umumnya disebut suhu kritis untuk pembungaan dan pembentukan biji bawang merah. Fase pertumbuhan vegetatif berakhir jika primordia daun berubah menjadi primordia bunga.

Untuk menginduksi pembungaan bawang merah di daerah tropis diperlukan perlakuan suhu dingin atau vernalisasi (Shishido & Saito 1977).

Vernalisasi dapat menginduksi meristem vegetatif yang telah menghasilkan struktur vegetatif seperti daun untuk mengalihkan ke struktur reproduktif seperti meristem bunga. Menurut Rashid dan Singh (2000) bawang bombay mengalami

bolting pada suhu antara 10 – 15o C. Bawang bombay tidak dapat menginisiasi

bunga (bolting) sampai menerima stimulus suhu rendah. Suhu 20 - 22o C dapat mendukung pertumbuhan vegetatif bawang, sementara untuk pembentukan organ reproduksi suhu yang cocok adalah 12-13o C. Bakal bunga berkembang selama perkembangan dan pertumbuhan awal pada suhu rendah dan akhirnya biji diproduksi. Menurut Khokhar (2009) dan Badawi et al. (2010) secara umum pada

9

   

bolting dan menunda pemekaran bunga pada umbel (karangan bunga) sehingga

mempengaruhi pembentukan biji. Hal ini kemungkinan karena perkembangan bunga terhenti atau terhambat oleh tingginya suhu.

Rendahnya persentase pembungaan bawang merah di daerah tropis seperti Indonesia juga karena kondisi lingkungan cuaca, terutama suhu udara yang cukup tinggi (> 18o C) yang tidak mendukung insiasi pembungaan (Sumiati 1997). Menurut Rashid & Singh (2000), pada suhu 18o C umumnya bawang tidak mampu menginisiasi bunga. Untuk meningkatkan pembungaan bawang merah selain perlakuan vernalisasi, penanaman dilakukan di dataran tinggi yang mempunyai suhu 16 – 18 oC. Hasil penelitian Putrasamedja dan Permadi (1994) menunjukkan bahwa semua kultivar bawang merah yang ditanam di dataran tinggi Gunung Putri, Cipanas Cianjur (ketinggian 1 400 m dpl) dapat berbunga kecuali Sumenep. Kultivar-kultivar bawang merah yang mempunyai persentase pembungaan mencapai lebih 70% antara lain Cipanas (78.6 %), Kuning Tablet (74.3 %), Kuning Sidapurna (78.6%), Bima Brebes (72.2 %) , sedangkan kultivar lainnya memiliki persentase pembungaan di bawah 70% yaitu Kuning Juwita (13 %), Bangkok (66.3%), Maja (54.4%), dan Philipine (34.6%) sedangkan Sumenep tidak dapat berbunga. Kultivar-kultivar yang memiliki persentase pembungaan > 70%, berpotensi untuk digunakan sebagai tanaman induk TSS. Meskipun demikian beberapa penelitian yang telah dilakukan Sumarni & Soetiarso (1998); Sumarni & Sumiati (2001); Rosliani et al. (2005); Sumarni et al. (2009) menunjukkan bahwa persentase pembentukan biji bawang merah umumnya masih rendah.

Keberhasilan produksi biji tanaman tergantung pada proses reproduksi; sifat struktur bunga, jumlah transfer serbuk sari, self-incompability dan pengaruh

inbreeding terhadap vigor (Fita 2004), dan faktor cuaca yaitu suhu agak hangat

dan udara kering untuk bawang merah (Rashid & Singh 2000). Menurut Gross dan Warner (1983) pada tanaman solidago (Compositae) peningkatan pembentukan biji terkait dengan serangga penyerbuk dan fenologi pembungaan.

Benzyl Amino Purine

Induksi pembungaan dapat dilakukan dengan pemberian zat pengatur tumbuh. Menurut Amanullah et al. (2010) zat pengatur tumbuh dapat meningkatkan translokasi source-sink dan mendorong translokasi photo-asimilat

yang membantu dalam pembentukan bunga, perkembangan biji dan kapsul yang efektif dan akhirnya meningkatkan produktivitas tanaman. Hal ini terjadi karena zat pengatur tumbuh dapat memperbaiki efisiensi fisiologis yang meliputi kemampuan fotosintetik dan dapat meningkatkan pembagian asimilat dari source

ke sink tanaman.

Menurut Davies (2004) zat pengatur tumbuh endogen atau fitohormon adalah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil yang disintesis pada bagian tertentu dari tanaman dan pada umumnya diangkut ke bagian lain tanaman dimana zat tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis. Fitohormon dikelompokkan dalam lima golongan yaitu auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat dan etilen.

Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang mendorong pembelahan sel. Menurut Amanullah et al. (2010) selain pembelahan sel, sitokinin juga dapat mempengaruhi pembesaran sel, diferensiaisi jaringan, dormansi, fase pembungaan dan pembuahan serta menghambat penuaan daun. Pengaruh sitokinin pada berbagai proses itu semua diduga pada tingkat pembuatan protein mengingat kesamaan struktur sitokinin dengan adenin yang merupakan komponen dari DNA dan RNA. 6-Benzyladenin (6-Benzyl amino purine) merupakan sitokinin sintetik yang mempunyai struktur yang serupa dengan kinetin. Turunan-turunan adenin yang disubstitusi pada posisi 6 (seperti BA atau BAP) adalah yang paling aktif. Substitusi pada posisi lain dari sifat adenin harus diubah ke posisi 6 untuk bisa aktif.

Prat et al. (2008) yang meneliti histologi tunas aksilar pada tanaman

jojoba mengungkapkan bahwa aplikasi sitokinin sintetik seperti BA memperbesar

meristem bunga dan meningkatkan produksi bunga. Pada tanaman chamomile Reda et al. (2010) menyatakan bahwa kandungan fotosintat dan ion mineral (Ca,

11

   

dua periode pembungaan. Jenis sitokinin lainnya yaitu Benzyl Amino Purin (BAP) dapat meningkatkan bobot 100 biji dan produksi biji per tanaman kedele (Youngkoo et al. 2006). Pada tanaman pigeonpea, BAP 20 ppm menghasilkan produksi biji tertinggi (Barclay & McDavid 1998).

Boron

Pemupukan merupakan suatu usaha untuk menyediakan unsur hara atau nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Nutrisi atau unsur hara tanaman adalah unsur penting yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Translokasi fotosintat dari source ke sink sangat penting untuk perkembangan organ-organ reproduksi. Selain unsur hara makro primer (nitrogen, fosfor dan kalium) dan makro sekunder (kalsium, magnesium dan sulfur), tanaman juga membutuhkan unsur hara mikro untuk pertumbuhan dan metabolisme tanaman meskipun jumlah yang dibutuhkan sangat sedikit. Tujuh unsur mikro yang dibutuhkan tanaman yaitu boron (B), besi (Fe), seng (Zn), Mangan (Mn), tembaga (Co), klorine (Cl) dan molibdenum (Mo). Menurut Keefe (1998) boron merupakan bagian integral dari siklus reproduksi tanaman yaitu dalam mengendalikan pembungaan, produksi serbuk sari, perkecambahan serbuk sari, serta perkembangan kapsul dan biji. Boron membantu transmisi gula dari daun tua ke bagian meristem dan perakaran. Garg et al. (1979) menjelaskan bahwa efek stimulasi boron terhadap ketersediaan gula yang lebih besar, serta aktivitas enzimatik dan respirasi yang meningkat pada tanaman padi menyebabkan viabilitas serbuk sari bunga padi menjadi lebih baik. Namun, pada konsentrasi yang tinggi boron menyebabkan depresi fisiologis dan kerusakan pada protoplasma.

Pengaruh boron berhubungan dengan perkembangan dinding sel. Menurut Blevins dan Lukaszewski (1998) boron mempengaruhi jalur metabolisme melalui ikatan protein appoplastik menjadi group cis-hidroksil pada membran dan dinding sel. Komposisi dinding sel ini sangat menentukan jumlah boron yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dimana jumlah boron yang dibutuhkan untuk pertumbuhan reproduktif lebih tinggi dibandingkan untuk pertumbuhan vegetatif. Peranan boron pada pertumbuhan reproduktif adalah untuk perpanjangan tabung polen.

Pertumbuhan tabung polen yang cepat tergantung dari fusi vesikel yang membentuk plasmalemma dan sekresi yang terus menerus dari dinding sel. Amanullah et al. (2010) melaporkan bahwa boron juga merupakan unsur mikro penting yang berkaitan dengan metabolisme asam nukleid, karbohidrat, protein, hormon auksin dan fenol.

Pada sebagian besar spesies tanaman, boron memiliki mobilitas terbatas. Namun boron berada dalam phloem dan ditranslokasikan kembali dalam phloem dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sink yang berkembang seperti organ reproduksi (Brown & Shelp 1997). Boron terutama mempengaruhi jaringan-jaringan tanaman yang mampu melakukan aktivitas meristematik, seperti jaringan kambium dan phloem pada akar penyimpanan atau batang, meristem apikal daun, vaskular kambia kapsul dan organ lain (Meena 2010).

Boron dapat diaplikasikan dalam bentuk borax, asam borat, ataupun bentuk pupuk boron lainnya seperti solubor dan fertibor. Unsur boron dalam bentuk borax menunjukkan respon positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi beberapa tanaman. Pada tanaman tomat, aplikasi boron dalam bentuk borax (15 kg/ha) melalui tanah menghasilkan jumlah buah per tanaman, bobot buah dan hasil buah lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk boron (Kiran 2006). Aplikasi borax 20 kg/ha melalui tanah juga dilaporkan dapat meningkatkan produksi biji tomat (Sharma 1995) dan perkecambahan biji paprika (Sharma 1999). Borax yang diaplikasikan melalui daun pada tanaman brinjal atau terung (Solanum melongena) dapat meningkatkan jumlah bunga per tanaman, jumlah bunga produktif maupun produksi buah per tanaman dan ukuran buah (Kiran 2006). Pada tanaman bunga matahari, borax yang diaplikasikan pada dosis 2 kg B/ha selama fase pengisian biji dapat meningkatkan hasil biji sekitar 87% dibandingkan kontrol serta meningkatkan daya berkecambah dan indeks vigor (Amanullah et al. 2010).

Defisiensi unsur B menyebabkan beberapa perubahan anatomi, fisiologi dan biologi. Pada tanaman brokoli, masalah utama produksi umumnya karena

13

   

Pada tanah salin dan sodik salin, aplikasi B 1.5 kg B/ha dapat memperbaiki hasil padi dan jerami berturut-turut sampai 128.79% dan 83.61% (Mehmood et al. 2009). Namun pemberian boron yang terlalu tinggi yaitu 6 kg B/ha berpengaruh negatif terhadap produksi padi dan jeraminya. Pengaruh menguntungkan dari boron yaitu karena konsentrasi Na- dan Cl- dalam pucuk dikurangi dan rasio K+ dan Na- diperbaiki, sehingga dapat memperbaiki pembentukan biji.

Penyerbukan

Penyerbukan merupakan faktor penting dalam menghasilkan benih bermutu tinggi pada bawang bombay (Yucel & Duman 2005). Menurut Gure et al. (2009) penyerbukan dan pembentukan biji pada tanaman bawang Bombay kurang efektif, karena kematangan gamet jantan dan betina tidak bersamaan. Bawang bombay merupakan tanaman menyerbuk silang karena benabg sari masak sebelum bunga betina matang (reseptif). Yucel dan Duman (2005) mengemukakan bahwa serangga penyerbuk memainkan peranan penting dalam membantu penyerbukan bawang bombay. Bantuan penyerbukan lainnya seperti penggunaan atraktan diperlukan jika di sekitar tanaman bawang ada tanaman kompetitif dengan bunga yang lebih menarik atau populasi serangga yang rendah (Woyke 1981). Pembungaan dan pembentukan biji bawang merah diduga mengikuti sifat-sifat reproduksi bawang bombay, karena keduanya termasuk dalam grup agregatum.

Bunga bawang memiliki jumlah nectar yang banyak. Hal ini menyebabkan bawang sangat menarik untuk beberapa jenis serangga penyerbuk seperti lebah madu, lebah soliter, dan beberapa spesies hymenoptera lainnya. Yucel dan Duman (2005) melaporkan bahwa ada 267 spesies serangga pengunjung bunga bawang bombay, terutama lebah madu, lalat Syrphid,

Megachile rotundata, lebah Halictid dan lalat.

Menurut Gure et al (2009) penyerbukan dengan lebah merupakan salah satu faktor penting dalam produksi benih bawang bombay. Penyerbukan oleh lebah dapat meningkatkan keragaman genetik melalui penyerbukan silang, meningkatkan hasil tanaman dan memperbaiki mutu benih dan kapsul dan

memungkinkan terjadinya seleksi polen yang menyebabkan viabilitas dan bobot benih meningkat sehingga perkecambahan meningkat. Sebelumnya Yucel dan Duman (2005) telah melaporkan bahwa lebah madu Apis mellifera L. merupakan serangga penyerbuk yang efektif dalam meningkatkan produksi biji bawang Bombay, dengan kebutuhan paling sedikit 12-15 koloni per hektar untuk penyerbukan yang memadai.

Muatan serbuk sari pada tubuh serangga dan perilaku berkelibang merupakan kriteria yang digunakan untuk menentukan efektivitasnya sebagai serangga. Perpindahannya antar bunga dalam satu umbel atau antara umbel atau antar tanaman menentukan proporsi penyerbukan silang yang terjadi. Menurut Yucel dan Duman (2005) lebah madu berkelibang pada tanaman bawang Bombay dari jam 8.15 sampai 16.30 dengan puncaknya antara jam 11.00 sampai jam 12.00. Pada jam 9.00, 12.00 dan 15.00 masing-masing lebah rata-rata mengunjungi 8, 13 dan 4 bunga per menit dan mengoleksi 8, 10 dan 6 mg serbuk sari.

Menurut Oz et al. (2009) penyebaran serbuk sari oleh penyerbuk menentukan persentase penyerbukan efektif dan mempengaruhi hasil biji per area pada tanaman bunga matahari. Breazeale et al. (2008) melaporkan bahwa penyebaran serbuk sari oleh penyerbuk ditentukan oleh 1) jarak terbang antara dua bunga yang dikunjungi, 2) hinggapnya lebah pada jarak paling dekat kepala bunga setelah lebah mengunjungi bunga dan 3) jarak dari sumber serbuk sari dimana semakin jauh jarak dari sumber serbuk sari maka semakin menurun pembentukan biji. Menurut Kameyama dan Kudo (2009) bahwa selama periode pembungaan, aktivitas dan perilaku lebah sangat berubah. Perubahan musim sangat jelas dalam aktivitas penyerbuk. Pada tanaman early-flowering tingkat pembentukan biji yang rendah disebabkan oleh keterbatasan serbuk sari karena aktifitas penyerbuk rendah. Kemudian situasi penyerbuk secara dramatis berubah dimana pada periode pembungaan yang tinggi frekuensi kunjungan ke infloresens didominasi lebah pekerja yang 100 kali lebih banyak dari lebah ratu.