• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposisi Jenis Ikan di Waduk Jatiluhur

Komunitas ikan di perairan Waduk Jatiluhur terdiri atas ikan asli dan ikan introduksi. Pada kurun waktu 1968-1977 ditemukan 22 spesies ikan asli dan delapan spesies ikan introduksi. Kartamihardja (2008) mengemukakan bahwa tinggal sembilan spesies ikan asli yang dapat ditemukan pada kurun waktu 1998-2007. Ikan

tersebut adalah hampal (Hampala macrolepidota), lalawak (Barbonymus

gonionotus), beunteur (Puntius binotatus), tagih (Hemibagrus nemurus), kebogerang (Mystus nigriceps), lais (Lais hexanema), lele (Clarias batrachus), lempuk (Ompok bimaculatus), dan gabus (Channa striata).

Keberadaan jumlah spesies ikan introduksi di perairan Waduk Jatiluhur berbeda dengan ikan asli. Pada saat ikan asli mengalami penurunan, justru ikan introduksi mengalami peningkatan. Ikan introduksi mengalami peningkatan dari lima spesies menjadi sebelas spesies pada periode tahun 1998-2007. Spesies tersebut adalah glodsom (Amphilophus alfari), kongo (Parachromis managuensis), kaca (Chanda punctulata), bandeng (Chanos chanos), mas (Cyprinus carpio), mola (Hypophthalmichthys molitrix), patin siam (Pangasius hypophthalmus), betutu (Oxyeleotris marmorata), nila (Oreochromis niloticus), mujair (Oreochromis mossambicus), dan oskar (Amphilophus citrinellus) (Kartamihardja 2008).

Komposisi ikan asli dan introduksi di Waduk Jatiluhur selalu berubah. Perubahan dimaksud adalah penurunan jumlah spesies ikan asli dan peningkatan spesies ikan introduksi. Komposisi ikan di Waduk Jatiluhur didominasi oleh ikan introduksi, sebaliknya ikan asli sudah mulai jarang tertangkap. Beberapa spesies ikan introduksi di perairan Jatiluhur bukan merupakan spesies yang sengaja ditebar, melainkan terbawa masuk bersama benih ikan yang akan dipelihara dalam KJA (Kartamihardja 2008).

Ikan asli semakin berkurang akibat hilangnya habitat pemijahan dan pembesaran, penurunan kualitas air, dan fluktuasi air waduk (Kartamihardja 2008). Ikan introduksi juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap ikan asli, yang perlu diwaspadai bukan hanya ikan asing yang berperan sebagai pemangsa, tetapi

juga potensial menjadi pesaing ikan asli dalam mendapatkan makanan dan ruang untuk kelangsungan hidupnya (Wargasasmita 2005).

Terjadinya kompetisi di Waduk Jatiluhur dapat dilihat dari punahnya spesies ikan asli seperti ikan patin jambal (Pangasius djambal) dan balidra (Notopterus chitala) (Kartamihardja 2008). Berbeda halnya dengan ikan asli yang telah punah, ikan introduksi yang dapat bertahan hidup merupakan kompetitor yang handal, seperti halnya ikan oskar. Ikan oskar merupakan ikan omnivora, sehingga mampu bertahan hidup dengan memanfaatkan sumber daya makanan yang tersedia. Hal ini didukung oleh pernyataan Froese & Pauly (2010) yang menyatakan bahwa ikan oskar memiliki ketahanan hidup yang tinggi dan dapat menerima perubahan lingkungan.

2.2 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Oskar (Amphilophus citrinellus)

Ikan oskar (Amphilophus citrinellus) termasuk ke dalam kelas

Actinopterygii, ordo Perciformes, famili Cichlidae dan subfamili Cichlasomatin (Gambar 1). Umumnya ikan ini memiliki warna oranye cerah dengan ukuran ikan jantan yang lebih besar dibandingkan ikan betina (Froese & Pauly 2010). Diferensiasi ukuran berdasarkan jenis kelamin tidak dapat dilihat pada fase juvenil. Perbedaan dapat dilihat ketika ikan sudah dewasa karena ikan jantan mengalami pertumbuhan yang pesat setelah dewasa (Oldfield 2007).

Ikan oskar hidup di perairan tropis dengan kisaran suhu 23-33 oC. Ikan ini memiliki pertumbuhan yang relatif lambat dengan panjang maksimum yang pernah tercatat adalah 240 mm. Kartamihardja & Umar (2006) yang menyatakan bahwa kisaran ikan oskar yang tertangkap di perairan Waduk Jatiluhur adalah 105-185 mm. Ikan oskar memiliki ketahanan hidup yang tinggi. Ikan ini umumnya bersifat benthopelagik dan hidup di perairan danau, jarang ditemukan di sungai, namun pernah ditemukan di bagian hilir sungai dengan aliran air yang lambat (Froese & Pauly 2010). Kartamihardja & Umar (2006) menyatakan bahwa keberadaan ikan oskar di Jatiluhur berasal dari KJA.

Ikan oskar menyukai perairan danau dangkal dengan substrat berbatu, namun ikan oskar dapat ditemukan di daerah lain dengan substrat berbeda, bahkan kondisi perairan yang tercemar (Oldfield et al. 2006). Berdasarkan pengamatan di lapangan, ikan oskar di Waduk Jatiluhur ditemukan melimpah di daerah Ubrug yang relatif dangkal dan di sekitar KJA yang relatif dalam. Perkembangan ikan oskar dapat dilihat dari data penangkapan Tjahjo et al. (2009) yang menyatakan bahwa komposisi ikan oskar sebesar 40,4% dari semua jenis ikan yang tertangkap di Waduk Jatiluhur. Hal ini juga terkait dengan perkembangan ikan oskar, Purnamaningtyas dan Tjahjo (2010) menyatakan bahwa ikan oskar dapat memijah sepanjang tahun, sehingga populasi ikan oskar dapat berkembang dengan pesat.

2.2 Makanan Ikan Oskar (Amphilophus citrinellus)

Ikan oskar (A. citrinellus) merupakan ikan asli Amerika Tengah. Ikan ini bersifat omnivora dengan menu makanan berupa ikan-ikan kecil, tumbuhan, dan moluska (Froese & Pauly 2010). Ikan oskar di Waduk Jatiluhur merupakan ikan pemakan segala (omnivora) tetapi cenderung karnivora dengan menu makanan berupa plankton, larva, serasah, dan ikan (Nurnaningsih et al. 2003). Tjahjo et al. (2009) menyebutkan bahwa ikan oskar merupakan ikan karnivora yang cenderung omnivora. Menu makanan utamanya adalah serangga dan bryophyta, sedangkan ikan termasuk jenis makanan pelengkap. Perbedaan makanan ikan oskar tersebut terkait dengan ketersediaan makanan di perairan Waduk Jatiluhur.

Nurnaningsih et al. (2003) menyebutkan bahwa terjadi perubahan jenis makanan ikan oskar berdasarkan perubahan ukuran tubuh. Ikan oskar yang

berukuran kecil cenderung memilih plankton dari kelas Cyanophyceae, Bacillariophyceae, dan Cladocera, sedangkan ikan berukuran sedang lebih memilih Rotifera, Cladocera, dan ikan. Perubahan makanan yang disebabkan perubahan ukuran tubuh ikan juga terjadi pada ikan keperas (Cyclocheilichthys apogon) di Sungai Musi (Hedianto et al. 2010). Hal ini menunjukkan bahwa ikan oskar merubah menu makanannya sejalan dengan perubahan ukuran tubuh. Perubahan ini terutama berlaku pada ikan karnivora bukan planktivora (Rahardjo 2006).

Jenis dan komposisi makanan ikan mengalami perubahan seiring dengan

perubahan waktu seperti yang ditemukan pada ikan motan (Thynnichthys

thynnoides) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri (Tampubolon & Simanjuntak 2009). Variasi makanan di alam secara temporal memengaruhi jenis dan komposisi makanan yang dikonsumsi ikan. Perubahan ini terjadi pada ikan payangka (Ophieleotris aporos) di Danau Tondano, ikan ini merubah makanannya akibat perubahan musim. Jenis makanan yang dikonsumsi ikan tilan (Mastacembelus erythrotaenia) di Sungai Musi tidak berubah secara temporal karena makanan utamanya berupa udang selalu tersedia melimpah di perairan tersebut (Nurdawati & Yuliani 2009). Faktor lain yang menentukan suatu ikan akan memakan suatu organisme adalah ukuran makanan, warna, rasa, tekstur makanan, dan selera ikan terhadap makanan (Effendie 1997).

Kompetisi memperebutkan makanan terjadi jika sumber daya makanan yang terbatas dimanfaatkan oleh beberapa spesies ikan. Ikan oskar yang bersifat omnivora mempunyai kesamaan makanan dengan ikan beunteur (Puntius binotatus) di Waduk Jatiluhur. Kedua spesies ikan ini memanfaatkan fitoplankton, serangga, dan ikan sebagai makanannya. Saat terjadi kelangkaan sumber daya makanan di perairan, maka kompetisi yang tinggi akan terjadi antara ikan oskar dengan ikan beunteur (Tjahjo et al. 2009). Selain itu ikan oskar memiliki relung makanan yang hampir sama dengan ikan kongo, mas, nila, dan glodsom (Nurnaningsih et al. 2003 dan Tjahjo et al. 2009).

Dokumen terkait