• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Tumbuhan Paku

Tumbuhan paku merupakan suatu divisi yang warganya telah jelas mempunyai kormus, yaitu tubuhnya dengan nyata dapat dibedakan dalam tiga bagian utama yaitu akar, batang dan daun, namun pada tumbuhan paku belum dihasilkan biji. Alat perkembangbiakan tumbuhan paku yang utama adalah spora. Oleh sebab itu, untuk sementara ahli taksonomi membagi dunia tumbuhan dalam dua kelompok saja yang diberi nama Cryptogamae dan Phanerogamae. Cryptogamae (tumbuhan spora) meliputi Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta, dan Pteridophyta. Nama

Cryptogamae diberikan atas dasar cara perkawinan (alat-alat perkawinannya)

yang tersembunyi, berbeda dengan Phanerogamae (tumbuhan biji) yang cara perkawinannya tampak jelas (Tjitrosoepomo, 2005).

Tumbuhan paku yang ada saat ini berjumlah ±10.000 jenis. Habitatnya tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak ditemukan di daerah tropik yang lembab. Selanjutnya Raven et al., (1992) dalam Hariyadi (2000) menyatakan tumbuhan paku yang masih ada diperkirakan mencapai 11.000 jenis, kawasan Malesiana diperkirakan memiliki 1.300 jenis tumbuhan paku.

Paku menyenangi daerah yang lembab. Dapat hidup di tanah sebagaimana jenis-jenis tumbuhan pada umumnya, atau menumpang pada jenis-jenis pohon seperti Arenga pinnata, Casuarina sp. dan Samanea saman. Ada jenis-jenis yang menyenangi tempat-tempat terlindung, tetapi adapula yang menyenangi tempat terbuka (Sastrapradja, 1980).

Cara hidup tumbuhan paku amat heterogen, baik ditinjau dari segi habitus maupun dari cara hidupnya. Ada jenis paku-pakuan yang kecil dengan daun yang kecil dan struktur yang masih sederhana, ada pula yang besar dengan daun mencapai ukuran panjang sampai 2 meter atau lebih. Dari cara hidupnya tumbuhan paku ada yang hidup di air (hidrofit), hidup di tempat lembab (higrofit), hidup menempel pada tumbuhan lain (epifit) dan ada yang hidup pada sisa-sisa tumbuhan lain atau sampah-sampah (saprofit) (Tjitrosoepomo, 2005).

2.2. Morfologi Tumbuhan Paku 2.2.1. Akar

Akar adalah organ penting untuk menahan udara di dalam tanah dan menyerap material anorganik dari dalam tanah. Perbandingan bukti anatomi dan fosil yang dikombinasikan dengan pemetaan filogenetik menunjukkan bahwa akar berevolusi setidaknya dua kali. Akar tumbuhan paku memiliki asal-usul adventif dan endogen yang serupa pada batang atau khusus akar memproduksi organ, dengan akar embrio kurang berkembang. Ciri yang paling menonjol dari karakteristik akar tumbuhan paku adalah apakah akar lateral (monopodial) ataupun dikotom (Ranker & Haufler, 2008).

Menurut poros bujurnya, pada embrio tumbuhan paku telah dapat dibedakan dua kutub yaitu kutub atas dan bawah. Kutub atas akan berkembang membentuk tunas (batang beserta daun-daunnya). Kutub bawah dinamakan kutub akar. Kutub akar tidak terus berkembang membentuk akar. Akar tumbuhan paku bersifat endogen dan tumbuh ke samping dari batang. Akar yang keluar pertama-tama tidak dominan, melainkan segera disusul oleh akar-akar lain yang semuanya muncul dari batang (Tjitrosoepomo, 2005).

2.2.2. Batang

Batang Pteridophyta bercabang-cabang menggarpu (dikotom) atau jika membentuk cabang-cabang ke samping, cabang-cabang baru itu tidak pernah keluar dari ketiak daun. Pada batang Pteridophyta terdapat banyak daun yang dapat tumbuh terus sampai lama (Tjitrosoepomo, 2005).

Batang tumbuhan paku kadang-kadang tidak tampak. Sebenarnya seperti tumbuhan pada umumnya, tumbuhan paku mempunyai akar, batang dan daun. Hanya saja pada beberapa jenis paku yang hidup di tanah, batang tersebut tumbuh sejajar dengan tanah. Karena tumbuhnya yang menyerupai akar inilah batang tersebut disebut rhizome. Batang ini sering ditutupi oleh rambut atau sisik yang berfungsi sebagai pelindungnya. Dari rhizome ini pula tumbuh akar-akar yang lembut (Sastrapradja, 1980).

2.2.3. Daun

Tumbuhan paku mempunyai bentuk daun yang beraneka ragam. Daun yang tunggal dan kaku, kadang-kadang menyerupai jenis anggrek. Daun majemuk, sering memperlihatkan susunan daun yang indah sekali. Daun paku ada yang tunggal ada yang majemuk, bahkan ada yang menyirip ganda. Helaian daun itu secara menyeluruh sering disebut ental. Kadang-kadang tumbuh dua macam ental yaitu yang subur dan yang mandul. Pada yang subur, di permukaan daun bagian bawah terdapat sporangia. Kumpulan dari sporangia itu disebut sorus (jamak :

sori). Tidak jarang sorus tersebut dilindungi oleh suatu penutup yang

disebut indusium (jamak : indusia). Umumnya penutup itu berbentuk seperti ginjal (Sastrapradja, 1980).

Daun-daun pada tumbuhan paku biasanya disebut ental (frond). Pada umumnya ental mengumpul atau menyebar di sepanjang rimpang. Ental pada tumbuhan paku muda biasanya menggulung oleh karenanya disebut coil atau gelung. Ental terdiri atas stipe, rachis dan lamina. Stipe merupakan bagian pangkal ental yang strukturnya berkayu; stipe analog dengan petiole. Setiap jenis tumbuhan paku memiliki bentuk ental yang khas. Bentuk ental pada tumbuhan muda biasanya sangat berbeda dengan yang ditemui pada tumbuhan dewasa (Hariyadi, 2000).

2.2.4. Spora

Pada permukaan bawah daun dewasa pada hampir semua jenis tumbuhan paku, terdapat semacam bercak berbentuk bulat atau memanjang berwarna karat, yang sewaktu muda biasanya tertutup oleh jaringan penutup yang disebut indusium. Bercak berwarna karat itu terdiri atas berbagai sporangium dan disebut sorus. Bentuk sorus, letaknya terhadap tulang daun dan sudut anak daun dan tipe

indusium merupakan sifat penting untuk klasifikasi tumbuhan paku (Loveless,

1989).

Spora muda pertama-tama mempunyai dinding yang tebal dan kuat yang

disebut eksosporium. Menempel di sebelah dalamnya terdapat suatu dinding tipis dari selulosa yang dinamakan endosporium. Seringkali pada eksosporium itu oleh

hampir selalu tidak mengandung klorofil, tetapi seringkali berwarna agak pirang karena mengandung karotenoid (Tjitrosoepomo, 2005). Spora pada tumbuhan paku sangat lembut. Spora-spora ini dihasilkan oleh kotak spora dan tersimpan rapat-rapat di dalamnya (Sastrapradja, 1980).

Menurut Tjitrosoepomo (2005), jenis-jenis tumbuhan paku yang menghasilkan spora berumah satu dan sama besar dinamakan paku homospor atau

isospor. Ada juga jenis paku yang sporanya tidak sama besar dan berumah dua.

Pemisahan jenis kelamin telah terjadi pada pembentukan spora, yang selain berbeda jenis kelaminnya juga berbeda ukurannya yaitu :

a. Makrospora atau megaspora yang berukuran besar, mengandung banyak cadangan makanan dan akan tumbuh menjadi makroprotalium yang agak besar yang mempunyai arkegonium.

b. Mikrospora yang berukuran kecil yang akan tumbuh menjadi mikroprotalium yang terdapat anteridium.

2.3. Metagenesis Tumbuhan Paku

Spora yang jatuh di tanah akan berkecambah menghasilkan struktur seperti tumbuhan berukuran kecil, berwarna hijau, berbentuk jantung dan pipih, yang disebut protalus. Protalus yang membentuk organ-organ kelamin dan gamet ini merupakan struktur utama gametofit. Setelah pembuahan sel telur tumbuh menjadi tumbuhan paku, pertumbuhannya akan berlangsung sampai saat pematangan untuk membentuk spora lagi (Tjitrosomo, 1983).

Sporangium berbentuk gada, masing-masing memiliki tangkai yang

semampai dan steril serta kepala yang mendatar dan fertil. Sel-sel sporangium yang sedang berkembang bersifat diploid, tetapi ketika sporangium menjelang dewasa, beberapa sel di dalamnya mempunyai isi yang padat dan menjadi sel induk spora. Tiap sel induk spora membelah diri secara meiosis menjadi empat spora haploid (Loveless, 1989).

Sporangium pecah dan sporanya dilepaskan dengan keras kemudian

mendarat dekat induknya atau terbawa udara. Pelontaran spora ini terjadi melalui dua tahap. Pada tahap pertama sporangium membuka perlahan-lahan dengan

sebagian besar sporanya melekat pada daerah dinding yang terjauh dari tangkainya. Pada tahap kedua annulus tiba-tiba meletik ke muka kembali sehingga spora-sporanya terlempar ke udara. Terbukanya sporangium terjadi dengan bantuan annulus. Dinding-dinding sebelah luar dan sisinya tipis dan lentur, tetapi dinding sebelah dalam yang mengarah tegak dan radial sangat tebal. Bila sporangium matang, tiap sel annulus penuh dengan air. Jika udara kering, maka terjadi penguapan air melalui bagian dinding yang tipis. Kehilangan air akibat penguapan ini tidak dapat dipulihkan kembali sehingga volume air dalam sel tersebut menurun (Tjitrosomo, 1983).

Sporofit tumbuhan paku sangat khas pada vegetasi dari banyak bagian dunia dan gametofit yang cukup mencolok. Siklus hidup seksual tumbuhan paku secara umum ditandai dengan bergantinya dua generasi yang terdiri dari (1) sporofit yang menonjol dan (2) tanaman yang jauh lebih kecil tetapi bebas, gametofit. Sporofit menghasilkan spora aseksual yang dapat berkecambah menjadi gametofit dan gametofit mereproduksi organ seksual untuk berkembang menjadi sporofit (Mehltreter et al., 2010).

2.4. Klasifikasi Tumbuhan Paku

Dalam taksonomi, tumbuhan paku termasuk ke dalam divisi Pteridophyta yang terbagi menjadi Psilophytinae (paku purba), Lycopodiinae (paku kawat),

Equisetinae (paku ekor kuda) dan Filicinae (paku sejati) (Tjitrosoepomo, 2005).

2.4.1. Psilophytinae

Paku purba meliputi jenis-jenis tumbuhan paku yang sebagian besar telah punah. Jenis-jenis yang sekarang masih ada hanya sedikit saja, dan lazimnya dianggap sebagai relik suatu golongan tumbuhan paku yang semula meliputi jenis-jenis yang lebih banyak. Warga tumbuhan paku purba merupakan paku telanjang (tidak berdaun) atau mempunyai daun-daun kecil (mikrofil) yang belum terdiferensiasi. Ada diantaranya yang belum mempunyai akar. Paku purba bersifat

2.4.2. Lycopodiinae

Kelompok Lycopodiinae kecil dan sporofit herbaceous. Daun-daun kecil dan sederhana. Masing-masing daun mempunyai midrib yang tidak bercabang. Daun-daunnya tidak memiliki ligula. Sporofil terbatas pada bagian ujung dari cabang dan teratur menjadi strobili yang jelas. Sporofil dan daun vegetatif yang sederhana mungkin mirip atau tidak mirip (Pandey, 2007).

2.4.3. Equisetiinae

Batangnya kebanyakan bercabang-cabang, berkarang dan jelas kelihatan berbuku-buku dan beruas-ruas. Daun-daun kecil, seperti selaput dan tersusun berkarang. Sporofil selalu berbeda dari daun biasa. Sporofil biasanya berbentuk perisai dengan sejumlah sporangium pada sisi bawahnya, dan semua sporofil tersusun menjadi suatu badan berbentuk gada atau kerucut pada ujung batang atau cabang. Protalium berwarna hijau dan berkembang di luar sporanya (Tjitrosoepomo, 2005).

2.4.4. Filicinae

Dari segi ekologi, tumbuhan ini termasuk higrofit, banyak tumbuh di tempat- tempat yang teduh dan lembab, sehingga di tempat-tempat yang terbuka dapat mengalami kerusakan akibat penyinaran yang terlalu intensif. Semua warga

Filicinae mempunyai daun-daun besar (makrofil), bertangkai, mempunyai banyak

tulang daun. Daun yang masih muda menggulung pada bagian ujungnya, dan pada sisi bawah mempunyai banyak sporangium (Tjitrosoepomo, 2005).

2.5. Manfaat Tumbuhan Paku

Tumbuhan paku banyak memiliki jenis-jenis yang penampilannya menarik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Tumbuhan paku yang termasuk ke dalam kelompok ini misalnya marga Adiantum, Platycerium, dan jenis Asplenium nidus. Beberapa jenis tumbuhan paku dapat juga dimanfaatkan sebagai sayuran seperti Diplazium esculentum, Aspidium repandum, Ceratopteris

keperluan pengobatan jenis tumbuhan paku yang banyak dimanfaatkan adalah

Selaginella plana digunakan sebagai pembersih darah dan Equisetum debile

digunakan sebagai obat analgesik. Sedangkan Lygodium scandens digunakan sebagai obat sariawan dan disentri (Hariyadi, 2000).

Tumbuhan paku banyak ragamnya, dapat digunakan sebagai tanaman hias, sayuran, obat, kerajinan dan sarana upacara adat. Secara umum tumbuhan paku baru sedikit dikenal oleh masyarakat. Bagi masyarakat yang tinggal di kota, tumbuhan paku dikenal sebagai tanaman hias dan di pedesaan tumbuhan paku dikenal sebagai tanaman sayuran, obat dan bahan baku kerajinan (Darma et al., 2004).

Menurut Chikmawati (2007) dalam Kurniawan (2010), tumbuhan paku atau pakis-pakisan banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan media tanam tanaman hias. Di daerah Jawa Barat, Selaginella diketahui dimanfaatkan sebagai obat sakit demam, patah tulang, pendarahan pada wanita melahirkan. Selanjutnya Sumantera (2004) dalam Kurniawan (2010) menambahkan di kawasan Begudul, Bali, batang dewasa Cyathea latebrosa dimanfaatkan masyarakat sebagai media tanam anggrek sekaligus digunakan sebagai tiang bangunan seperti kandang sapi, dapur, dan pelinggih pura.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kondisi hutan di alam saat ini mengalami semakin banyak tekanan. Pengambilan hasil hutan secara berlebihan oleh masyarakat diperparah oleh kerusakan habitat baik akibat kegiatan manusia maupun aktifitas alam sendiri dan menyebabkan banyak jenis tumbuhan yang terancam punah sebelum dapat dipelajari lebih lanjut manfaatnya. Jenis-jenis tumbuhan liar banyak yang dapat digunakan oleh masyarakat karena potensi yang dimilikinya, antara lain sebagai bahan makanan, obat-obatan, bahan kerajinan tangan dan tanaman hias. Pelestarian tumbuhan saat ini perlu mendapatkan penanganan yang serius baik dari pemerintah dengan kebijakannya maupun dari masyarakat yang secara nyata sangat tergantung pada keanekaragaman hayati (Ardaka et al., 2005).

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tumbuhan paling tinggi di dunia, satu diantaranya adalah kelompok tumbuhan paku. Sampai saat ini kelompok tumbuhan ini masih kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan kelompok tumbuhan lainnya, meskipun banyak jenis dari kelompok tumbuhan paku ini sebenarnya memiliki fungsi ekologis yang sangat penting serta dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan lainnya (Hariyadi, 2000).

Di muka bumi ini tumbuh sekitar 10.000 jenis paku. Dari jumlah tersebut, kawasan Malesia yang terdiri dari sebagian besar atas kepulauan Indonesia, diperkirakan memiliki tidak kurang dari 1.300 jenis (Sastrapradja, 1980). Warga tumbuhan paku amat heterogen, baik ditinjau dari segi habitus maupun cara hidupnya, lebih-lebih bila diperhitungkan pula jenis tumbuhan paku yang telah punah (Tjitrosoepomo, 2005).

Tumbuhan paku merupakan salah satu kelompok tumbuhan tertua yang dapat hidup di daratan. Fosil-fosil purba dari tumbuhan paku dapat dijumpai pada bebatuan dari jaman Devonian Atas (sekitar 365 juta tahun yang lalu) dan Karbon (sekitar 345 juta tahun yang lalu). Sisa-sisa tumbuhan yang menyerupai tumbuhan

paku sedemikian banyaknya pada zaman Karbon (Carboniferous) itu sehingga

dikenal dengan nama “Jaman Tumbuhan Paku”. Tumbuhan paku dari jaman

Devon dan Karbon memiliki struktur yang primitif dan berlainan dengan yang

dimiliki tumbuhan paku pada jaman modern, walaupun dari cara-cara reproduksi mereka menyerupai jenis-jenis yang masih hidup (Wilson et al., 1996). Tumbuhan paku umumnya dicirikan oleh pertumbuhan pucuknya yang melingkar. Di samping itu pada permukaan bawahnya terdapat kotak spora yang kadang-kadang tumbuh teratur dalam barisan, menggerombol atau tersebar (Sastrapradja, 1980).

Hutan Gunung Sinabung merupakan salah satu hutan hujan tropis di Sumatera Utara yang baik bagi pertumbuhan tumbuhan paku dan diduga memiliki jenis-jenis tumbuhan paku yang sangat beragam. Sari (2005) melaporkan terdapat 44 jenis tumbuhan paku di kawasan hutan Gunung Sinabung jalur pendakian Lau Kawar. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai jenis-jenis tumbuhan paku di kawasan hutan Gunung Sinabung jalur pendakian Sigarang-garang

1.2. Permasalahan

Hutan Gunung Sinabung merupakan hutan hujan tropis yang sangat baik untuk tempat tumbuh tumbuhan paku. Sejauh ini, belum ada data mengenai jenis-jenis tumbuhan paku di kawasan hutan Gunung Sinabung jalur pendakian Sigarang-garang Kabupaten Karo Sumatera Utara.

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis dan kemiripan morfologi tumbuhan paku di kawasan hutan Gunung Sinabung jalur pendakian Sigarang-garang Kabupaten Karo Sumatera Utara.

1.4. Manfaat

Hasil penelitian ini berupa data tentang jenis-jenis tumbuhan paku di kawasan hutan Gunung Sinabung jalur pendakian Sigarang-garang Kabupaten Karo Sumatera Utara diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian tentang tumbuhan paku.

INVENTARISASI TUMBUHAN PAKU DI KAWASAN HUTAN GUNUNG

Dokumen terkait