• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klasifikasi Attacus atlas

Ulat sutera adalah serangga yang masuk ke dalam Ordo Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu dan ngengat. Menurut Peigler (1989), klasifikasi A. atlas sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthopoda Kelas : Insekta Ordo : Lepidoptera Famili : Saturniidae

Genus : Attacus (Linnaeus) Spesies : Attacus atlas (Linnaeus)

Distribusi Geografis Attacus atlas

Ulat sutera dapat digolongkan ke dalam familia Bombycidae, Saturnidae, dan Thaumeto pocidae. Ulat sutera Bombyx mori dari familia Bombycidae, dan ulat sutera A.atlas dari familia Saturniidae. Penyebaran A.atlas di daerah tropis sangat luas, mulai dari daerah Himalaya, China bagian Selatan, Srilanka, Myanmar, Asia tenggara, dan Australia bagian Utara. Perbedaan iklim dan letak geografis mengakibatkan terbentuknya berbagai macam spesies dan ras Attacus (Peigler 1989).

Gambar 1 Distribusi Attacus atlas (Peigler 1989)

Siklus Hidup Attacus atlas

Ulat sutera adalah serangga yang mengalami metamorfosa sempurna yang berarti bahwa setiap generasi melewati 4 stadium, yaitu telur, larva, pupa, dan

3

imago. Kisaran waktu daur hidupnya berbeda-beda sesuai tanaman inangnya (Solihin et al. 2010). Selama metamorfosa, stadium larva adalah satu-satunya masa ulat makan, fase ini merupakan masa yang sangat penting untuk sintesis protein sutera dan pembentukan telur. Telur dihasilkan imago betina yang kawin maupun tidak kawin. Telur A. atlas di alam diletakkan berkelompok di bawah permukaan daun atau cabang-cabang pohon tanaman inang (Kalshoven 1981).

Telur akan menetas menjadi larva dalam 6–10 hari. Tahap larva A. atlas

terdiri atas enam tahapan instar. Larva instar I memiliki ciri-ciri panjang tubuh rata-rata 0.5 cm, warna kepala cokelat kehitaman dan warna tubuh kuning kecokelatan (Zebua et al. 1997). Larva instar II memiliki panjang tubuh 1–1.5 cm (Awan 2007). Bagian kepala berwarna cokelat agak terang sedangkan pada bagian belakang abdomen terdapat bercak merah. Permukaan tubuh dilindungi serbuk putih (Peigler 1989). Panjang tubuh larva pada instar III mencapai 2–2.5 cm, kepala berwarna cokelat agak terang dan terdapat bercak merah pada bagian belakang tubuh (Awan 2007). Larva instar IV mempunyai ukuran tubuh 2.5–3 cm, kepala berwarna putih kehijauan cerah, dan bercak berwarna cokelat tua yang merata di seluruh tubuh. Selain itu, seluruh permukaan tubuh ditutupi serbuk putih yang semakin menebal (Awan 2007). Larva yang telah mencapai instar ini lebih aktif dan mengkonsumsi pakan lebih banyak.

Instar V terlihat pertambahan yang sangat terlihat nyata karena pada instar ini aktivitas makan semakin meningkat. Panjang tubuh larva dapat mencapai 6.5–8 cm. Bagian kepala ikut mengalami perubahan ukuran dan berwarna hijau muda. Tubuh ditutupi dengan serbuk putih (Awan 2007). Instar terakhir yaitu pada instar VI. Ukuran tubuhnya mencapai 8–10 cm, berwarna hijau tua hingga hijau kehitaman. Tubuh larva terlihat sangat besar, gemuk, dan kokoh serta serbuk putih mulai menghilang. Larva akan mengeluarkan cairan sutera yang digunakan untuk membentuk serat-serat sutera kokon (Awan 2007).

Pupasi adalah terbentuknya pupa setelah stadium larva. Pupa berwarna cokelat kehitaman dan terlindung dalam suatu kokon (Triplehorn dan Johnson 2005). Kokon A. atlas terbentuk dari serat atau filamen sutera yang berasal dari kelenjar sutera (Solihin et al. 2010) atau modifikasi kelenjar-kelenjar air liur yang bermuara pada labium (Triplehorn dan Johnson 2005). Perbedaan antara pupa jantan dan betina pada ukuran dan penutupan antena. Pada pupa jantan penutupan antena 1/2 dari panjang antena, sedangkan betina penutupan antena 1/4–1/3 dari panjang antena (Peigler 1989).

Imago akan keluar dari kokon setelah 24 hari (Mulyani 2008). Perbedaan antara imago jantan dan betina dapat dibedakan dari ukuran tubuh, bentang sayap dan tipe antena. Tubuh imago jantan lebih kecil dari betina dengan warna lebih cokelat kekuningan. Bentangan sayap imago jantan 15–22 cm sedangkan sayap imago betina 16.5–24 cm (Awan 2007). Antena jantan lebih besar dibandingkan betina dan memiliki warna cokelat kekuningan. Panjang dari antena jantan 25–30 mm dan lebar 10–13 mm. Sementara pada betina panjang antena berukuran 17–21 mm dan 3 mm. Fungsi antena pada imago jantan antara lain untuk mendeteksi feromon yang dikeluarkan imago betina sebagai isyarat kimia untuk melakukan kopulasi. Imago betina akan mengeluarkan feromon dari ujung abdomen untuk menarik jantan yang selanjutnya akan melakukan perkawinan. Perkawinan akan berlangsung selama sehari penuh (Peigler 1989).

4

Jaringan Lemak Ulat Sutera

Selama metamorfosis, jaringan lemak ulat sutera mengalami perubahan. Jaringan lemak imago berasal dari beberapa sel lemak larva yang bertahan pada masa pupa atau kepompong. Jaringan lemak pada fase pupa berbeda antara betina dan jantan. Jaringan lemak lebih banyak ditemukan pada pupa betina dibandingkan pupa jantan. Sebagian besar sel lemak pupa betina dimanfaatkan untuk pematangan sel telur, sementara sebagian besar sel lemak pupa jantan dimanfaatkan sebagai cadangan energi untuk bertahan hidup (Tajima 1978).

Bakteri pada Ulat Sutera

Beberapa jenis bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada ulat sutera

Bombyx mori telah dilaporkan. Menurut Sakthivel et al. (2012), bakteri yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari ulat sutera Bombyx mori yang sakit dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Identifikasi bakteri pada ulat sutera Bombyx mori yang sakit (Sakthivel et al. 2012). No Bakteri 1 Bacillus subtilis 2 Streptococcus pneumoniae 3 Staphylococcus aureus 4 Escherichia coli 5 Pseudomonas fluorescence 6 Bacillus cereus 7 Klebsiella cloacae

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai dengan Juli 2014. Pemeliharaan imago ulat sutera liar A. atlas dilakukan di Laboratorium Metabolisme Divisi Fisiologi Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Identifikasi bakteri dilakukan di Laboratorium Riset Mikrobiologi Divisi Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah kandang kasa ukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm, cawan petri, lemari pendingin, alat bedah minor berupa gunting, scalpel, dan

4

Jaringan Lemak Ulat Sutera

Selama metamorfosis, jaringan lemak ulat sutera mengalami perubahan. Jaringan lemak imago berasal dari beberapa sel lemak larva yang bertahan pada masa pupa atau kepompong. Jaringan lemak pada fase pupa berbeda antara betina dan jantan. Jaringan lemak lebih banyak ditemukan pada pupa betina dibandingkan pupa jantan. Sebagian besar sel lemak pupa betina dimanfaatkan untuk pematangan sel telur, sementara sebagian besar sel lemak pupa jantan dimanfaatkan sebagai cadangan energi untuk bertahan hidup (Tajima 1978).

Bakteri pada Ulat Sutera

Beberapa jenis bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada ulat sutera

Bombyx mori telah dilaporkan. Menurut Sakthivel et al. (2012), bakteri yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari ulat sutera Bombyx mori yang sakit dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Identifikasi bakteri pada ulat sutera Bombyx mori yang sakit (Sakthivel et al. 2012). No Bakteri 1 Bacillus subtilis 2 Streptococcus pneumoniae 3 Staphylococcus aureus 4 Escherichia coli 5 Pseudomonas fluorescence 6 Bacillus cereus 7 Klebsiella cloacae

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai dengan Juli 2014. Pemeliharaan imago ulat sutera liar A. atlas dilakukan di Laboratorium Metabolisme Divisi Fisiologi Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Identifikasi bakteri dilakukan di Laboratorium Riset Mikrobiologi Divisi Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah kandang kasa ukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm, cawan petri, lemari pendingin, alat bedah minor berupa gunting, scalpel, dan

5

pinset, botol 5 ml, ose, needle, gelas objek, tabung reaksi, cawan petri, pipet, rak tabung reaksi, pembakar Bunsen, mikroskop cahaya, spidol, label nama, inkubator, dan camera digital. Bahan-bahan yang digunakan adalah jaringan lemak imago betina ulat sutera liar A. atlas sebanyak 5 ekor yang diambil di bagian toraks,

akuades steril, media untuk mengisolasi seperti agar darah, Mac Conkey Agar

(MCA), dan Trypticasein Soy Agar (TSA), media untuk mengidentifikasi bakteri seperti Triple Sugar Iron Agar (TSIA), indol, kaldu gula-gula (glukosa, sukrosa, manitol, maltosa, dan laktosa), zat warna Gram (kristal violet, lugol, aseton alkohol, safranin), dan alkohol 70%.

Metode Penelitian Pengambilan dan Pemeliharaan Kokon

Kokon ulat sutera A. atlas diambil dari perkebunan teh PTPN VIII Pangleujar kabupaten Purwakarta provinsi Jawa Barat. Kokon disimpan dalam kandang kasa berukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm. Pemisahan antara kokon betina dan jantan dengan cara kulit kokon digunting untuk melihat bakal imago jantan dan betina ulat sutera A. atlas. Pupa yang memiliki antena yang besar akan menjadi imago jantan sedangkan pupa yang memiliki antena kecil akan menjadi imago betina.

Pengambilan Sampel

Imago betina dimasukkan ke dalam freezer selama 60 menit sampai imago mati. Kemudian imago dinekropsi dengan menggunakan seperangkat alat bedah minor steril berupa pinset, scalpel, dan gunting. Bagian yang akan dinekropsi disterilkan dahulu dengan alkohol 70 %. Setelah itu, dilakukan pengambilan jaringan lemak menggunakan pinset dan dimasukkan ke dalam botol kaca yang berisi akuades steril 2 ml. Sampel diambil dari 5 ekor imago ulat sutera liar A. atlas

di bagian toraks. Isolasi Bakteri

Sampel diambil dengan menggunakan ose dan dibiakkan ke dalam media agar darah dan MCA dengan goresan T dan diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator dengan suhu 37 oC. Setelah 24 jam, koloni terpisah dari bakteri yang tumbuh pada media agar darah dan MCA dicatat ciri koloninya. Setiap koloni yang tumbuh berbeda sepanjang goresan dibiakkan ke dalam agar miring TSA dan dilakukan pelabelan untuk setiap koloni. Biakan agar miring TSA diinkubasi selama 24 jam menggunakan inkubator dengan suhu 37 oC.

Identifikasi Bakteri

Koloni yang tumbuh pada media TSA diwarnai dengan pewarnaan Gram untuk dilihat morfologi, sifat Gram, dan kemurniannya. Menurut Lay (1994), preparat ulas ditetesi dengan larutan kristal violet dan didiamkan kurang lebih 60 detik. Preparat dibilas dengan akuades. Setelah dicuci, preparat ditetesi larutan lugol selama 60 detik dan dibilas dengan akuades hingga bersih. Preparat diberi larutan pemucat berupa aseton alkohol kurang lebih 15 detik dan dibilas kembali dengan akuades hingga bersih. Preparat ditetesi larutan safranin kurang lebih 15–

6

dikeringkan dengan kertas saring dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran objektif 100x yang sebelumnya ditetesi minyak emersi. Hasil pewarnaan Gram, bakteri Gram positif berwarna ungu sedangkan bakteri Gram negatif berwarna merah. Apabila terdapat koloni bakteri yang belum murni, maka dilakukan kembali isolasi pada agar darah maupun MCA dengan goresan T.

Apabila hasil dari pewarnaan Gram kurang meyakinkan, maka dilakukan uji KOH 3% untuk menentukan sifat Gram bakteri. Bakteri Gram negatif akan memberikan hasil adanya masa gelatin yang membentuk benang-benang halus saat diangkat menggunakan ose. Secara ringkas alur identifikasi bakteri Gram Positif dan negatif dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3. Identifikasi akhir mengacu pada Jang et al. (1976), Barrow dan Feltham (1993), dan Bergey dan Breed (1994), seperti tampak pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2 Diagram alir identifikasi bakteri Gram Negatif Sumber: Bergey dan Breed 1994; Lay 1994

Bakteri Gram Negatif Batang (+) Nonenterobacteri aceae Pseudomonas Aeromonas Vibrio (-) Enterobacteriacea e MacConkey Agar Laktosa Negatif TSIA Indol Sitrat MRVP Fermentasi Karbohidrat Laktosa Positif TSIA Indol Sitrat MRVP Fermentasi Karbohidrat kokus Neisseria

7

Gambar 3 Diagram alir identifikasi bakteri Gram Positif Sumber: Bergey dan Breed 1994; Lay 1994

Analisis Data

Analisis data dengan menggunakan metode deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Bakteri

Terdapat tiga koloni bakteri yang tumbuh pada media agar darah dan MCA (Tabel 2). Koloni bakteri yang didapatkan pada media agar darah berukuran sedang, berbentuk bulat, permukaan kasar, tidak mengkilat, tepi tidak rata, elevasi cembung, berwarna krem ,dan hemolisis β. Satu koloni bakteri yang terbentuk pada

7

Gambar 3 Diagram alir identifikasi bakteri Gram Positif Sumber: Bergey dan Breed 1994; Lay 1994

Analisis Data

Analisis data dengan menggunakan metode deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Bakteri

Terdapat tiga koloni bakteri yang tumbuh pada media agar darah dan MCA (Tabel 2). Koloni bakteri yang didapatkan pada media agar darah berukuran sedang, berbentuk bulat, permukaan kasar, tidak mengkilat, tepi tidak rata, elevasi cembung, berwarna krem ,dan hemolisis β. Satu koloni bakteri yang terbentuk pada

8

media MCA berukuran sedang, berbentuk bulat, permukaan halus, mengkilat, tepi tidak rata, elevasi cembung, dan berwarna merah. Sedangkan satu koloni bakteri yang lain berukuran sedang, berbentuk bulat, permukaan halus, mengkilat, tepi tidak rata, elevasi cembung, dan berwarna pink. Menurut Lay (1994), warna koloni yang yang sama dengan media menunjukkan koloni tersebut tidak memfermentasikan laktosa dan biasanya bersifat patogen.

Tabel 2 Koloni bakteri yang tumbuh pada media agar darah dan MCA

Media Agar darah MCA MCA

Karakteristik Koloni 1 Koloni 2 Koloni 3

Ukuran Sedang Sedang Sedang

Bentuk Bulat Bulat Bulat

Permukaan Kasar Halus Halus

Aspek Tidak Mengkilat Mengkilat Mengkilat

Tepi Rata Rata Rata

Elevasi Cembung Cembung Cembung

Warna Krem Merah Pink

Hemolisis β

Gambar 4 Koloni bakteri yang terbentuk pada media MCA dan agar darah

Koloni bakteri terpisah yang didapatkan dibiakkan ke dalam media TSA. Media ini merupakan media pertumbuhan bakteri yang umum digunakan dan mengandung nutrisi untuk menjaga bakteri tetap tumbuh. Koloni bakteri yang tumbuh pada media TSA diuji dengan pewarnaan Gram untuk melihat sifat Gram dan morfologinya. Koloni 2 dan koloni 3 yang diwarnai dengan pewarnaan Gram memiliki karakteristik berbentuk batang, susunan tunggal, berwarna merah, dan termasuk ke dalam Gram negatif. Koloni 1 yang diwarnai memiliki karakteristik berbentuk batang, susunan berantai, berwarna ungu, berspora, dan termasuk ke dalam Gram positif. Hasil pewarnaan Gram dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil pengamatan mikroskopis bakteri yang tumbuh pada media TSA

Karakteristik Koloni 1 Koloni 2 Koloni 3

Morfologi Batang Batang Batang

Susunan Rantai Tunggal Tunggal

Warna Ungu Merah Merah

Spora Berspora Tidak berspora Tidak berspora

9

A B

Gambar 5 (A) Pewarnaan Gram Negatif dan (B) Positif, perbesaran 100X

Identifikasi bakteri

Berdasarkan hasil pengamatan makroskopik dan mikroskopik, koloni 1 merupakan bakteri yang termasuk ke dalam genus Bacillus. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil pewarnaan Gram yang memiliki karakteristik berbentuk batang, susunan berantai, memiiki spora, berwarna ungu, dan bersifat Gram positif. Menurut Lay (1994), genus Bacillus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, dan memiliki spora. Terdapatnya spora, letak spora, dan ukuran spora dapat digunakan untuk mengidentifikasi genus Bacillus (Pelzar dan Chan 1986).

Menurut Sakthivel et al. (2012), bakteri yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi yang dapat menyebabkan penyakit pada larva ulat sutera Bombyx mori adalah Bacillus subtilis, B. cereus, Escherichia coli, Streptococcus pneumonia, dan Staphylococcus aureus. Bakteri yang paling banyak menginfeksi larva Bombyx mori adalah Streptococcus sp, Bacillus cereus, B. thuringiensis, B. bombyseptieus, dan Staphylococcus aureus (Kundu 2014). Hal tersebut memungkinkan Bacillus sp yang terdapat pada jaringan lemak imago betina A. atlas

bisa berasal dari lingkungan yang tercemar oleh Bacillus sp selama fase larva. Koloni bakteri Gram negatif diuji dengan menggunakan media oksidase, indol, TSIA, urea, dan sitrat. Pengujian koloni bakteri dengan media TSIA untuk membedakan genus bakteri dalam famili Enterobacteriaceae dan

Nonenterobacteriaceae. Pengujian koloni 2 dan koloni 3 didapatkan hasil asam pada slant dan butt, menghasilkan gas dan tidak menghasilkan H2S yang berarti bakteri tersebut dapat memfermentasikan glukosa dan laktosa. Berdasarkan hasil uji TSIA tersebut, koloni bakteri mengarah ke genus Aeromonas, Eschericia, Erwinia, Serratia, Klebsiella, dan Proteus (Jang et al. 1976) dan (Lay 1994).

10

Koloni bakteri tersebut diuji lanjut dengan menggunakan media indol, sitrat, urea, dan karbohidrat untuk mengetahui genusnya. Pada koloni 2 uji indol menghasilkan hasil positif dan non motil. Pada koloni 3 uji indol didapatkan hasil uji negatif dan non motil. Pengujuian dengan menggunakan media sitrat dan oksidase didapatkan hasil uji positif untuk koloni 2 sedangkan utuk koloni 3 hasil uji oksidase positif dan uji sitrat didapatkan hasil uji negatif. Uji urea dan uji VP didapatkan hasil uji negatif untuk koloni 2 dan koloni 3.

Gambar 6 Hasil Uji Indol dan Oksidase

Pengujian dengan menggunakan media karbohidrat pada koloni 2 didapatkan hasil uji positif untuk glukosa, sukrosa, maltosa, dan manitol, hasil uji negatif untuk laktosa. Hal tersebut menunjukkan bahwa bakteri tersebut dapat memfermentasikan karbohidrat berupa glukosa, sukrosa, maltosa, dan manitol sebagai sumber karbon. Akan tetapi bakteri tersebut tidak dapat memfermentasikan laktosa sebagai sumber karbon. Pada koloni 3 didapatkan hasil uji positif untuk glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa, dan manitol.

Berdasarkan hasil uji diatas, koloni 2 dan koloni 3 termasuk kedalam genus

Aeromonas. Menurut Abbot et al. (2003), spesies anggota Aeromonas (A. hydrophila, A. bestiarum, A. salmonicida, A. caviae, A. media, A. eucrenophila, A. sobria, A. veronii, dan A. veronii bv. sobria) semuanya memberikan hasil positif untuk uji indol. Aeromonas schubertii memiliki hasil uji indol negatif (Awan et al.

2005). Selain itu menurut Awan et al. (2005), spesies Aeromonas yang memiliki hasil uji sitrat negatif adalah A. schubertii dan A. jandaei. Menurut Jayavignesh et al. (2011), Aeromonas hydrophila memiliki kemampuan untuk memfermentasi laktosa. Aeromonas hydrophila dan Aeromonas sobria tidak memiliki kemampuan untuk memfermentasi laktosa (Erdem et al. 2012). Hasil uji dapat dilihat seperti yang tertulis pada Tabel 4.

11

Tabel 4 Hasil uji Indol, TSIA, Oksidase, Urea, dan Sitrat bakteri gram negatif

Karakteristik Koloni 2 Koloni 3

Indol + -

Motilitas - -

TSIA

Slant Asam Asam

Butt Asam Asam

Gas + + H2S - - Oksidase + + Urea - - Sitrat + - VP - - Karbohidrat Glukosa + + Laktosa - + Sukrosa + + Maltosa + + Manitol + +

Hasil Identifikasi Aeromonas sp Aeromonas schubertii

Menurut Anand et al.(2010), Aeromonas sp merupakan bakteri flora normal yang hidup pada saluran pencernaan larva ulat sutera Bombyx mori yang memakan daun murbei. Bakteri tersebut memiliki kemampuan untuk mendegradasi polisakarida yang terdapat pada daun murbei. Aeromonas sp yang ditemukan pada jaringan lemak imago betina A. atlas diduga berasal dari fase larva yang bertahan sampai fase imago.

Aeromonas hydrophila dan A. schubertii dapat ditemukan di berbagai lingkungan perairan seperti air tanah, air permukaan, air payau, air laut, dan air limbah (EPA 2006) termasuk di air kolam ikan (Wulandari 2012). Menurut BKIPM (2011), Aeromonas sp banyak ditemukan pada sumber air yang berada di Purwakarta. Bakteri ini biasanya patogenik pada hewan seperti ikan, reptil, dan jarang pada mamalia (Quinn et al. 2002).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Bakteri yang berhasil diidentifikasi pada jaringan lemak imago betina Attacus atlas adalah genus Aeromonas yang terdiri dari dua spesies yaitu Aeromonas sp dan

Aeromonas schubertii. Kedua spesies tersebut merupakan bakteri Gram Negatif. Bakteri Gram Positif yang berhasil diidentifikasi merupakan bakteri genus Bacillus.

Saran

Perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk mengidentifikasi bakteri sampai tingkat spesies dengan memperbanyak jenis uji biokimiawi dan atau menggunakan

11

Tabel 4 Hasil uji Indol, TSIA, Oksidase, Urea, dan Sitrat bakteri gram negatif

Karakteristik Koloni 2 Koloni 3

Indol + -

Motilitas - -

TSIA

Slant Asam Asam

Butt Asam Asam

Gas + + H2S - - Oksidase + + Urea - - Sitrat + - VP - - Karbohidrat Glukosa + + Laktosa - + Sukrosa + + Maltosa + + Manitol + +

Hasil Identifikasi Aeromonas sp Aeromonas schubertii

Menurut Anand et al.(2010), Aeromonas sp merupakan bakteri flora normal yang hidup pada saluran pencernaan larva ulat sutera Bombyx mori yang memakan daun murbei. Bakteri tersebut memiliki kemampuan untuk mendegradasi polisakarida yang terdapat pada daun murbei. Aeromonas sp yang ditemukan pada jaringan lemak imago betina A. atlas diduga berasal dari fase larva yang bertahan sampai fase imago.

Aeromonas hydrophila dan A. schubertii dapat ditemukan di berbagai lingkungan perairan seperti air tanah, air permukaan, air payau, air laut, dan air limbah (EPA 2006) termasuk di air kolam ikan (Wulandari 2012). Menurut BKIPM (2011), Aeromonas sp banyak ditemukan pada sumber air yang berada di Purwakarta. Bakteri ini biasanya patogenik pada hewan seperti ikan, reptil, dan jarang pada mamalia (Quinn et al. 2002).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Bakteri yang berhasil diidentifikasi pada jaringan lemak imago betina Attacus atlas adalah genus Aeromonas yang terdiri dari dua spesies yaitu Aeromonas sp dan

Aeromonas schubertii. Kedua spesies tersebut merupakan bakteri Gram Negatif. Bakteri Gram Positif yang berhasil diidentifikasi merupakan bakteri genus Bacillus.

Saran

Perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk mengidentifikasi bakteri sampai tingkat spesies dengan memperbanyak jenis uji biokimiawi dan atau menggunakan

12

mengidentifikasi mikroorganisme selain bakteri yang hidup pada jaringan lemak imago betina ulat sutera Attacus atlas.

DAFTAR PUSTAKA

Abbot SL, Sharon W, Cheung KW, Janda JM. 2003. The genus aeromonas: biochemical characteristics, atypical reaction, and phenotypic identification schemes. J Clin Microbiol. 41(6): 2348.

Anand AAP, Vennison SJ, Sankar SG, Prabhu DIG, Vasan PT, Raghuraman T, Geoffrey CJ, Vendan SE. 2010. Isolation and characterization of bacteria from the gut of Bombyx mori that degrade cellulose, xylan, pectin, and starch and their impact on digestion. Journal of Insect Science 10:107. Awan A. 2007. Domestikasi ulat sutera liar A. atlas (Lepidoptera: Saturniidae)

dalam usaha meningkatkan persuteraan nasional [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Awan BM, Ahmed MM, Barii A, Saad AM. 2005. Biochemical characterization of the aeromonas species isolated from food and environtment. Pak J Physiol: 1(1–2).

Barrow GI, Feltham RKA, editor. 1993. Cowan and Steel’s Manual for the Identification of Medical Bacteria. Ed ke-3. UK [kota tidak diketahui]: Cambridge Univ Pr.

Bergey DH, Breed RS. 1994. Identification flow charts Bergey’s manual of

determinative bacteriology [Internet]. Diunduh pada [2014 1 Sep].

Tersedia pada:

Dokumen terkait