• Tidak ada hasil yang ditemukan

Senyawa Aktif pada Temulawak

Menurut Sinambela (1985), komposisi rimpang temulawak dapat dibagi menjadi dua fraksi utama yaitu zat warna kurkuminoid dan minyak atsiri. Warna kekuningan temulawak disebabkan adanya kurkuminoid. Kandungan utama kurkuminoid terdiri dari senyawa kurkumin, desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin. Rimpang temulawak segar, selain terdiri dari senyawa kurkuminoid dan minyak atsiri juga mengandung lemak, protein, selulosa, pati, dan mineral. Kadar masing-masing zat tersebut tergantung pada umur rimpang yang dipanen serta juga dipengaruhi oleh letak dan ketinggian tempat temulawak berada.

Menurut Darwis et al. (1991), temulawak mempunyai berbagai macam khasiat, yaitu sebagai: antibakteri dan dapat merangsang dinding kantong empedu untuk mengeluarkan cairan empedu supaya pencernaan lebih sempurna. Selain itu temulawak digunakan juga sebagai pengobatan gangguan pada hati atau penyakit kuning, memperlancar aliran air empedu, obat demam, obat diare, gangguan perut karena dingin dan radang dalam perut atau kulit. Khasiat temulawak tersebut telah dibuktikan melalui teknik ilmu pengetahuan modern baik oleh ilmuwan dalam maupun luar negeri.

Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared)

FTIR merupakan salah satu teknik spektroskopi inframerah. Instrumentasi spektrum inframerah dibagi kedalam tiga jenis radiasi yaitu inframerah dekat (bilangan gelombang 12800-4000 cm-1), inframerah pertengahan (bilangan gelombang 4000 - 200 cm-1), dan inframerah jauh (bilangan gelombang 200-10 cm-1) (Nur & Adijuawana 1989). FTIR termasuk dalam kategori radiasi inframerah pertengahan.

Spektrum inframerah senyawa tumbuhan dapat diukur dengan spektrofotometri inframerah yang merekam secara otomatis dalam bentuk larutan (dalam kloroform, karbontetraklorida, 1-5%), bentuk gerusan dalam minyak nujol, atau bentuk padat yang dicampur dengan kalium bromida. Daerah pada spektrum

inframerah di atas 1200 cm-1 menunjukkan pita spektrum atau puncak yang disebabkan oleh getaran ikatan kimia atau gugus fungsi dalam molekul yang ditelaah (Harbone, JB 1996).

Hampir setiap senyawa yang memiliki ikatan kovalen akan menyerap berbagai frekuensi radiasi elektromagnetik dalam daerah spektrum inframerah. Setiap tipe ikatan yang berbeda mempunyai sifat frekuensi vibrasi yang berbeda. Karena tipe ikatan yang sama dalam dua senyawa yang berbeda terletak dalam lingkungan yang sedikit berbeda, maka tidak akan ada dua molekul yang berbeda strukturnya akan mempunyai bentuk serapan inframerah atau spektrum inframerah yang tepat sama.

Jika I0 adalah intensitas IR yang masuk kedalam contoh dan I adalah

intensitas IR yang diteruskan (transmitted) oleh contoh, maka :

Absorban (A) = Log (I0 / I) dan transmitan (T) = 100 (I/I0). Sehingga hubungan

absorban dengan transmitan adalah : A = - log ( T/100).

Kegunaan penting dari spektrum inframerah adalah untuk mendeteksi tentang gugus fungsi dari suatu molekul. Dari struktur kurkuminoid yang khas, maka spektrum inframerah yang dihasilkan dengan FTIR juga khas. Menurut Socrates (1994), daerah identifikasi spektra inframerah (IR) untuk kurkuminoid adalah seperti yang terlihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1 Daerah identifikasi spektra IR kurkumin No Jenis Vibrasi Bilangan

Gelombang cm-1 Intensitas 1 Ikatan hidrogen OH 3600-3300 m-s 2 C-H alkana 3000-2850 s 3 C=O keton 1820-1660 vs 4 Aromatic–C=C- rentangan 1660-1450 s 5 R – O-Ar 1300-1000 m 6 Sidik jari 900-700 s Keterangan: (s) kuat; (m) medium; (vs) sangat kuat

Karena kekuatan serapan proporsional terhadap konsentrasi, maka FTIR dapat digunakan untuk analisis kuantitatif yang menghubungkan konsentrasi dengan absorban atau persen transmitan. Untuk menduga konsentrasi suatu

senyawa tertentu dalam contoh, diperlukan pengukuran nilai-nilai absorban dari contoh pada berbagai bilangan gelombang.

High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan komponen-komponen suatu campuran, komponen-komponen tersebut akan terdistribusi diantara dua fase. Salah satu fase dibuat diam dan dinamakan fase diam atau fase stasioner, fase lainnya disebut fase gerak atau fase mobil yang bergerak diantara celah-celah atau pada permukaan fase stasioner. Pergerakan fase mobil ini mengakibatkan pergerakan diferensial dari komponen-komponen contoh (Nur dan Adijuwana 1989). Fase diam pada kromatografi dapat berupa cair atau padatan sedangkan fase gerak dapat berupa cair atau gas. Berdasarkan jenis fasenya kromatografi dapat digolongkan menjadi empat jenis yaitu: cair-padatan, gas-padatan, cair-cair, dan gas-cair.

Analisis Komponen Utama (AKU)

Analisis Komponen Utama (AKU) adalah teknik yang digunakan untuk menyederhanakan suatu data, dengan cara mentransformasi data secara linier sehingga terbentuk sistem koordinat baru dengan keragaman maksimum. AKU dapat digunakan untuk mereduksi dimensi suatu data tanpa mengurangi karakteristik data tersebut secara signifikan. AKU juga sering digunakan untuk menghindari masalah multikolinearitas antar peubah bebas dalam model regresi berganda. Dalam AKU peubah-peubah yang masih saling berkorelasi ditransformasi menjadi satu set peubah baru yang tidak berkorelasi lagi, peubah- peubah baru itu disebut sebagai Komponen Utama (KU) (Johnson & Wichren 1982).

Pada AKU data akan direduksi kedalam beberapa komponen utama. Pereduksian dilakukan dengan cara memproyeksikan data asli ke dalam ruang komponen utama yang berdimensi rendah.

Misalkan adalah suatu vektor acak berdimensi p dengan matriks kovarian S. Jika λ1, λ2, …, λp adalah akar ciri dari S dengan λ1 λ2

≥ …≥ λp ≥ 0, dan ai adalah vektor ciri dari S yang berhubungan dengan λi,

i=1,2,…,p. Maka Komponen Utama ke-i dinyatakan sebagai :

dimana

Dipilih sedemikian hingga varians dari maksimum. dengan

dan

Berdasarkan proporsi dari total keragaman populasi, akan diambil k komponen utama pertama untuk mengganti p variabel asal.

Algoritma Genetika (AG)

AG merupakan metode adaptif yang biasa digunakan untuk memecahkan suatu pencarian nilai dalam sebuah masalah optimasi (Suyanto 2005). Algoritma ini didasarkan pada proses genetik yang ada dalam makhluk hidup; yaitu perkembangan generasi dalam sebuah populasi yang alami, secara lambat laun mengikuti proses seleksi alam atau “siapa yang kuat, dia yang bertahan (survive)”. Dengan meniru teori evolusi ini, AG dapat digunakan untuk mencari permasalahan-permasalahan dalam dunia nyata. Algoritma ini bekerja dengan sebuah populasi yang terdiri dari individu-individu, masing-masing individu mempresentasikan sebuah solusi yang mungkin bagi persoalan yang ada. Dalam kaitan ini individu dilambangkan dengan sebuah nilai fitness yang akan digunakan untuk mencari solusi terbaik dari persoalan yang ada. AG pertama kali dikembangkan oleh John Holland pada tahun 1970-an di New York.

Sebagaimana halnya proses evolusi di alam, suatu algoritma genetika terdiri dari tiga operasi yaitu: operasi Evolusi yang melibatkan proses selection (seleksi) didalamnya, operasi crossover (persilangan), dan operasi mutation (mutasi). Struktur umum dari suatu algoritma genetika dapat didefenisikan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Mendefinisikan individu, dimana individu menyatakan salah satu solusi yang mungkin dari permasalahan yang diangkat. Individu bisa dikatakan sama dengan kromosom, yang merupakan kumpulan gen. Gen ini bias bersifat biner.

Mendefinisikan nilai fitness, yang merupakan ukuran baik-tidaknya sebuah individu atau baik-tidaknya solusi yang didapatkan. Nilai fitness ini yang dijadikan acuan dalam mencapai nilai optimal dalam algoritma genetika. Algoritma genetika bertujuan mencari individu dengan nilai fitness yang paling tinggi.

Membangkitkan populasi awal secara random

Membentuk generasi baru dengan menggunakan operasi selection (seleksi), cross-over (perkawinan silang) dan mutation (mutasi) gen hingga kriteria berhenti terpenuhi.

Bila kriteria berhenti belum terpenuhi maka akan dibentuk lagi generasi baru dengan mengulangi operasi seleksi, perkawinan silang dan mutasi. Kriteria berhenti pada proses AG yang sering digunakan antara lain :

 Berhenti pada generasi tertentu

 Berhenti setelah dalam beberapa generasi berturut-turut didapatkan nilai fitness tertinggi tidak berubah.

 Berhenti bila dalam n generasi berikutnya tidak diperoleh nilai fitness yang lebih tinggi.

Dalam populasi terdapat individu-individu yang dinamakan kromosom. Kromosom ini secara lambat laun mengalami iterasi ’Perkembangbiakan’ dalam sebuah generasi. Tabel 2 merupakan contoh suatu populasi awal sebanyak 4 individu dengan masing-masing kromosom individu terdiri dari 6 bit.

Tabel 2 Populasi awal dengan kromosom 6 bit No Populasi Awal

1 0 1 1 0 0 1 2 1 0 0 1 0 0 3 1 0 1 0 1 0 4 0 1 0 1 0 1

Agar menghasilkan generasi dengan kualitas yang lebih baik, maka perlu dilakukan crossover (kawin silang). Pertama-tama father dan mother dipilih secara acak. Selanjutnya tentukan posisi untuk crossover dalam kromosom. Semua bit yang berada di sebelah kiri posisi crossover dari kromosom father dan semua bit sebelah kanan posisi crossover dari kromosom mother ditransfer sedemikian rupa sehingga dihasilkan keturunan baru. Sepasang parent akan menghasilkan 2 keturunan baru.

Tabel 3 Contoh proses crossover Sebelum crossover Sesudah crossover X1 0 1 1 | 0 0 1 0 1 1 | 1 0 0 X2 1 0 0 | 1 0 0 1 0 0 | 0 0 1

Jaringan Syaraf Tiruan (JST)

JST adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami dari pengetahuan tentang sel syaraf biologis dalam otak. Istilah JST digunakan karena jaringan syaraf ini diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran, cara kerja jaringan syaraf tiruan meniru cara kerja otak manusia (Siang 2009). Salah satu contoh pengambilan ide dari jaringan syaraf biologis adalah adanya elemen-elemen pemrosesan pada JST yang saling terhubung dan beroperasi secara paralel. Ini meniru jaringan syaraf biologis yang tersusun dari sel-sel syaraf (neuron).

JST tidak diprogram untuk menghasilkan keluaran tertentu. Semua keluaran atau kesimpulan yang ditarik oleh jaringan didasarkan pada pengalamannya selama mengikuti proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran, kedalam JST dimasukkan pola-pola (input dan output) lalu jaringan akan diajari untuk memberikan jawaban yang bisa diterima. Di dalam JST, input akan diproses oleh neuron-neuron JST dengan bobot tertentu. Secara umum cara kerjanya adalah dengan memproses sinyal yang diterima kemudian didistribusikan melewati jaringan dan disimpan sebagai bobot disetiap neuron. Selama proses

pelatihan, dilakukan proses penyesuaian bobot dan batas nilai-nilai diperoleh output yang diinginkan.

JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi dengan asumsi bahwa :

Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron) Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui penghubung- penghubung

Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal

Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi yang dikenakan pada jumlahan input yang diterima. Besarnya output ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang.

Neuron

Neuron adalah unit pemroses informasi yang menjadi dasar dalam pengoperasian jaringan syaraf tiruan (Siang 2009). Neuron terdiri dari 3 elemen pembentuk :

1. Himpunan unit-unit yang dihubungkan dengan jalur koneksi. Jalur-jalur tersebut memiliki bobot/kekuatan yang berbeda-beda. Jumlah, struktur dan pola hubungan antar unit-unit tersebut akan menentukan arsitektur jaringan (dan juga model jaringan yang terbentuk).

2. Suatu unit penjumlah yang akan menjumlahkan input-input sinyal yang sudah dikalikan dengan bobotnya

3. Fungsi aktivasi yang akan menentukan apakah sinyal dari input neuron akan diteruskan ke neuron lain ataukah tidak.

Komponen JST

Input, merupakan data masukan, data awal sebelum diproses. Setiap input diproses ke satu atribut tunggal.

Output, merupakan data keluaran, berisis solusi untuk permasalahan dari input.

Bobot, menunjukkan nilai matematik dari input data atau banyaknya koneksi yang memindahkan data dari satu lapisan ke lapisan lainnya.

Fungsi Penjumlahan, menghitung jumlah dari semua elemen input yang dimasukkan pada setiap pemrosesan elemennya, merupakan perkalian setiap nilai input dan bobotnya.

Fungsi Transfer/Fungsi Aktivasi. Fungsi Penjumlahan menghitung tingkat aktivasi dari neuron. Berdasarakan tingkatan ini, neuron bisa menghasilkan suatu output dan bisa juga tidak. Hubungan antara tingkat aktivasi internal dan output dapat berupa linear atau non linear. Hubungan tersebut dinamakan Fungsi Transfer.

Berdasarkan algoritma pembelajarannya, JST dikelompokkan menjadi 2 macam pelatihan yang dikenal yaitu :

 Terawasi (supervised) , dalam hal ini terdapat sejumlah pasangan data (masukan – target keluaran) yang dipakai untuk melatih jaringan hingga diperoleh bobot yang diinginkan. Pasangan data tersebut merupakan pemberi informasi dan melatih hingga diperoleh bentuk yang terbaik. Pada kategori ini penentuan bobot masing-masing neuron berdasarkan keluaran yang diawasi agar nilainya sedekat mungkin dengan target yang ditentukan.

 Tak terawasi (unsupervised). Pada kategori ini, penentuan bobot masing-masing neuron berdasarkan karakteritik masukan.

Arsitektur Jaringan

JST dirancang dengan mengunakan suatu aturan yang bersifat menyeluruh dimana seluruh model jaringan memiliki konsep dasar yang sama. Arsitektur jaringan akan menentukan target yang akan dicapai karena tidak semua permasalahan dapat diselesaikan dengan arsitektur yang sama.

Jaringan dengan lapisan tunggal, hanya memiliki satu lapisan dengan bobot terhubung, jaringan ini hanya menerima input kemudian secara langsung akan mengolahnya menjadi output tanpa harus melalui lapisan tersembunyi. Jaringan dengan banyak lapisan, memiliki satu atau lebih lapisan terembunyi yang terletak diantara lapisan input dan lapisan output

Metode Backpropagation

Merupakan salah satu metode pelatihan dalam JST. Metode ini sangat baik dalam menangani masalah pengenalan pola-pola kompleks (Siang 2009). Algoritma perhitungan JST backpropagation terdiri atas dua langkah yaitu perambatan maju dan perambatan mundur. Kedua langkah ini dilakukan pada jaringan untuk setiap pola yang diberikan selama jaringan mengalami pelatihan. Cara kerja dari backpropagation adalah dengan menginisialisai jaringan dengan bobot yang diset dengan bilangan acak. Kemudian data pelatihan dimasukan kedalam jaringan. Data pelatihan tediri atas pasangan input dan output target. Keluaran dari jaringan berupa sebuah nilai output aktual. Selanjutnya nilai output aktual jaringan dibandingkan dengan nilai target untuk mengetahui apakah output jaringan sudah sesuai dengan output target. Error yang timbul akibat perbedaan antara nilai output dengan target tersebut kemudian dihitung dan digunakan untuk mengubah bobot-bobot yang relevan dengan jalan mempropagasikan kembali error. Setiap perubahan bobot diharapkan dapat mengurangi besar error. Siklus seperti ini dilakukan pada semua set pelatihan samapi unjuk kerja jaringan mencapai tingkat yang diinginkan atau sampai kondisi berhenti terpenuhi. Setelah proses pelatihan selesai, barulah diterapkan algoritma aplikasi. Dari respon jaringan dapat dinilai kemampuan memorisasi dan generalisasi jaringan dalam menebak output berdasarkan pada apa yang telah dipelajarinya selama ini.

Nilai Input

Lapisan input

Lapisan Hiden

Lapisan Output

Nilai output

Y1 Yk Ym 1 Z1 Zj Zp Xn Xi X1 1 W mp W kp W 1p W m j W kj W 1j W m 1 W k1 W 11 W m0 W k0 W 10 V 10 V j0 V p0 V 11 V j1 V p1 V 1i V ji V pi V 1n V jn V pn

Gambar 2 Arsitektur backpropagation banyak lapisan dengan bobot

Fungsi Aktivasi pada Backpropagation

Dalam JST, fungsi aktivasi merupakan bagian penting dalam tahapan perhitungan keluaran suatu algoritma. Fungsi aktivasi harus memenuhi syarat : kontinu, terdiferensial dengan mudah dan merupakan fungsi yang tidak turun. Beberapa fungsi aktivasi yang sering dipakai adalah fungsi Sigmoid Biner dengan turunan dengan nilai interval (0,1) dan fungsi Sigmoid Bipolar dengan turunan dengan nilai interval (-1,1). Fungsi Identitas dipakai apabila kita menginginkan keluaran jaringan berupa sembarang bilangan riil, fungsinya adalah .

Menurut Siang (2009), algoritma pelatihan untuk jaringan dengan satu layar tersembunyi (dengan fungsi aktivasi sigmoid biner) adalah sebagai berikut:

Langkah 0 : inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil

Langkah 1 : Jika kondisi penghentian belum terpenuhi,lakukan langkah 2- 9

Fase 1 : Propagasi maju

Langkah 3 : tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke unit tersembunyi diatasnya

Langkah 4 : hitung semua keluaran di unit tersembunyi zj (j = 1,2,…p)

Langkah 5 :hitung semua keluaran di unit yk (k = 1, 2, …, m)

Fase II : Propagasi mundur Langkah 6 :

hitung faktor unit keluaran berdasarkan kesalahan disetiap unit keluaran

yk (k=1, 2, ..,m) .

merupakan unit kesalahan yang akan dipakai dalam perubahan bobot layar dibawahnya (langkah 7).

Hitung suku perubahan bobot (yang akan dipakai nanti untuk merubah bobot ) dengan laju percepatan .

Langkah 7 : Hitung faktor unit tersembunyi berdasarkan kesalahan di setiap unit tersembunyi zj(j= 1, 2,…, p)

Faktor unit tersembunyi : .

Hitung suku perubahan bobot vji (yang akan dipakai nanti untuk merubah

bobot vji) ; j = 1, 2,…, p ; i = 0, 1, …,n

Fase III : Perubahan bobot

Langkah 8 : Hitung semua perubahan bobot

Perubahan bobot garis yang menuju ke unit keluaran :

DATA DAN METODE

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan bagian dari data penelitian Hibah Pascasarjana tahun 2003-2005 hasil kerjasama antara Departemen Statistika IPB dengan Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB. Penelitian tersebut didanai oleh Dirjen Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Data yang digunakan adalah persen transmitan kurkumin dari serbuk temulawak hasil pengukuran spektrometer FTIR dan data konsentrasi senyawa aktif kurkumin yang diukur dengan menggunakan HPLC. Temulawak yang dijadikan contoh diambil dari beberapa daerah sentra tanaman obat, yaitu Bogor, Sukabumi, Kulon Progo, Karanganyar, Cianjur dan Balitro. Data-data tersebut diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka Institut pertanian Bogor.

Metode

Penggunaan algoritma genetika dalam optimasi jaringan syaraf tiruan dilakukan untuk mendapatkan struktur neuron pada lapis tersembunyi yang mendekati optimal. Tingkat pengenalan JST dalam pendugaan yang tinggi akan didapat apabila seluruh neuron pada lapis tersembunyi memberikan nilai kontribusi objektif yang tinggi, dalam hal ini penulis akan menekankan nilai R2. Apabila neuron yang memberikan kontribusi R2 yang kecil dapat dihilangkan, sedangkan yang memberikan kontribusi R2 besar dapat dipertahankan, maka jaringan syaraf tiruan ini dapat diharapkan memberikan nilai R2 yang lebih tinggi.

Penghilangan neuron yang kurang bermanfaat ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan membuang sejumlah bobot dari setiap neuron yang memberi kontribusi R2 kecil atau dengan membuang sejumlah neuron yang berarti membuang seluruh bobot dari neuron yang terhubung yang kurang bermanfaat (Apriyanti 2005). Pada penelitian ini digunakan pendekatan kedua yaitu membuang bobot dari neuron yang terhubung yang memberikan kontribusi R2 kecil.

Pada proses AG pengkodean yang akan dipakai adalah string biner, dengan tiap bit dalam string kromosom merepresentasikan sebuah neuron. Bit yang

bernilai 1 merepresentasikan neuron yang dipertahankan dan bit yang bernilai 0 merepresentasikan neuron yang dibuang. Penggunaan parameter seperti dijelaskan diatas diharapakan mencukupi bagi AG untuk melakukan pencarian solusi optimal bagi jumlah neuron lapis tersembunyi.

Pada penelitian ini langkah pertama yang akan dikerjakan adalah melakukan prapemrosesan dengan PCA untuk mereduksi dimensi dari peubah bebas yang dalam hal ini adalah persen transmitan yang dihasilkan oleh FTIR. Pada prapemrosesan AKU pengambilan Komponen Utama dilakukan untuk berbagai keragaman kumulatif komponen tersebut menerangkan keragaman data asli. Data dari hasil prapemrosesan dibagi 2 bagian : bagian pertama terdiri dari beberapa pengamatan untuk pemodelan dalam tahap pelatihan (training) dan bagian kedua untuk testing. Pembagian data pengamatan ke dalam kelompok data training dan data testing dicobakan dalam berbagai komposisi yaitu 60%, 70% dan 80% pada data training.

Selanjutnya, JST dengan algoritma backpropagation digunakan untuk memproses hubungan antara peubah-peubah baru hasil PCA dengan respon. Dilakukan pendugaan terhadap nilai target (HPLC). Pendugaan untuk memperoleh nilai dugaan mendekati nilai target dilakukan dengan cara menyesuaikan bobot pada masing-masing neuron. Spesifikasi JST yang digunakan :

Arsitektur yang digunakan adalah Feed Forward Neural Network (FFNN) banyak lapisan, dalam hal ini neuron-neuron disusun dalam lapisan-lapisan dan sinyal-sinyal mengalir dari input ke lapisan pertama, kemudian ke layer kedua, dan seterusnya.

Masukan merupakan hasil prapemrosesan AKU. Pada JST dua lapis, pengkodean string biner sepanjang 16 bit diambil dari jumlah neuron maksimum lapisan tersembunyi. Hal ini berdasarkan penelitian Kusumoputro (2004). Lapisan keluaran menggunakan satu neuron sesuai dengan target, yaitu setiap observasi terhubung dengan satu nilai target (HPLC).

Algoritma pembelajaran yang digunakan adalah Backpropagation dengan fungsi transfer/aktivasi untuk lapis tersembunyi adalah sigmoid biner (logsig) dan fungsi transfer linear untuk lapis keluaran.

Teknik inisialisasi yang digunakan adalah inisialisasi Nguyen-Widrow. Algoritma ini memberikan bobot awal pada neuron dengan nilai antara -0,5 sampai 0,5, sedangkan bobot-bobot dari masukan ke lapis tersembunyi dirancang sedemikian rupa sehingga mempercepat proses pembelajaran (Fauset 1994). Inisialisasi Nguyen-Widrow didefinisikan sebagai persamaan berikut:

 Hitung harga faktor pengali 0.7p1n dengan p banyaknya

jumlah neuron lapisan tersembunyi dan n banyaknya neuron pada lapisan input.

 Untuk setiap unit tersembunyi (j=1, 2, ... ,p), dihitung vij (lama)

yaitu bilangan acak diantara -0.5 dan 0.5 (atau di antara - dan + ). Pembaharuan bobot vij (lama) menjadi vij baru yaitu:

) ( ) ( ) ( lama v lama v baru v ij ij ij

 Tetapkan Bias, voj = Bobot pada bias bernilai antara - dan .

Respon yang diambil dalam penelitian ini adalah nilai R2 yang dicapai oleh JST setelah dilakukan optimasi oleh algoritma genetika berdasarkan presentase data training, persentase keragaman AKU yang digunakan dan nilai pembelajaran. Sedang fungsi fitness yang dipakai adalah memaksimumkan nilai R2. Dalam penggunaan data training dan data testing dievaluasi dengan mencari Root Mean Square Error (RMSE) yang didefenisikan dengan :

cal N n n cal n cal cal y y N RMSE 1 2 , , ˆ 1 dimana:

ycal,n = nilai pengamatan berdasarkan n sampel kalibrasi. n

cal

yˆ , = nilai dugaan pengamatan dengan menghilangkan sebanyak n sampel dari sekumpulan N sampel kalibrasi.

Diagram alur penelitian adalah sebagai berikut :

Gambar 3 Diagram Alur Penelitian

Data

Pemilihan/Pengelompokan Data

Reduksi Data dengan PCA

Proses JST

Testing dengan JST Tanpa AG Proses optimasi JST dengan GA

Hasil Testing JST Standar

Hasil Testing JST Optimasi Analisis R2 dan RMSE JST

Analisis R2

dan RMSE JST

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Spektrum Kurkumin

Spektrum kurkumin diambil dari 20 sampel serbuk temulawak yang berasal dari berbagai daerah sentra tanaman obat dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4 spektrum kurkumin dari berbagai daerah tersebut sebagian besar memiliki pola yang hampir sama kecuali untuk beberapa spektrum yang menunjukkan pola yang agak berbeda. Terlihat bahwa spektrum kurkumin dari sampel serbuk temulawak yang diambil dari daerah Cianjur (sampel C2) dan Bogor (sampel B2) agak berbeda.

Data persen transmitan diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan FTIR pada 1866 bilangan gelombang yang berkisar antara 4000 – 400 cm-1. Pada indeks bilangan gelombang disekitar 1500 cm-1 ketika spektrum kurkumin serbuk temulawak dari sebagain besar sampel memiliki pola grafik yang cekung ke atas, tetapi temulawak yang diambil dari daerah Cianjur menujukkan pola grafik yang

Dokumen terkait