• Tidak ada hasil yang ditemukan

Salinitas Air Asin

Salinitas pada mulanya didefinisikan total garam organik dan anorganik terlarut dalam satu kilogram air laut jika semua karbonat dan organik teroksidasi bromin dan iodin diganti klorin (Robert, 2008). Fraksi yang paling besar dari zat-zat terlarut ini adalah garam-garam anorganik yang berbentuk ion-ion. Garam-garam anorganik tersebut terdiri dari ion-ion klor, natrium, sulfat, magnesium, kalsium, kalium dengan total 99,28% dari barat bahan anorgaik padat, sedangkan lainnya yaitu bikarbonat, bromida, asam borat, dan stronsium dengan total 0,71 % berat. Kesebelas ion tersebut membentuk 99,99% berat terlarut.

Ada tiga cara untuk menyatakan sifat air berdasarkan salinitasnya yaitu berdasarkan kadar prosentase kadar garam, kimia dan fisika. Berdasarkan kadar garam salinitas air di klasifikasikan dalam tiga sifat air yaitu air tawar dengan kadar garam 0-0,5‰, air payau 0,5-17 ‰, dan air laut lebih dari 17 ‰. Sifat air secara kimia dan fisika diklasifikasikan menjadi 5 (lima) sifat yaitu tawar, agak payau, payau, asin dan sangat asin. Untuk mengklasifikasikan sifat air secara fisika dan kimia dilakukan dengan mengukur parameter Daya Hantar Listrik (DHL), Total Disolve Solid (TDS), dan kadar Cl- dalam air (Tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi sifat air

Sifat Air TDS (mg/l) DHL µmhos/cm Cl mg/l

Tawar < 1000 <1500 <500

Agak Payau >1000 - <3000 >1500 - <5000 >500 - <2000 Payau >3000 - <10000 >5000 - <15000 >2000 - <5000 Asin 10000 - <35000 >15000 - <50000 >5000 - <19000 Sangat Asin >35000 >50000 >19000

Sumber: DGTL dan PAM Jaya, 1991

Konduktivitas dan Porositas Batuan

Konduktivitas hidrolik adalah kemampuan atau sifat dari satu media sarang (akuifer) yang dapat melalukan zat cair atau gas, bergerak karena pengaruh dari gravitasi dan tekanan (Todd, 1980). Untuk data konduktivitas hidrolis

dilakukan dengan menggunakan pendekatan jenis batuan. Konduktivitas hidrolis dari berbagai jenis batuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Konduktivitas hidrolis berbagai jenis batuan

Jenis Batuan K (m/hari)

Tanah lempung di permukaan 10-2 – 20x10-2

Lapisan lempung 10-8 – 10 Tanah lempung -2 10-1 – 10x10 Pasir halus -1 1 - 5 Pasir sedang 5 – 20 Pasir kasar 20-100 Kerikil 100-1000

Campuran Pasir Kerikil 5-100

Campuran Lempung, pasir, kerikil 10-3-100x10 Batu pasir -3 10-3 Batuan Karbonat -1 10-2 Serpih -1 10 Batuan keras dan padat

-7

10 Batuan lapuk retak-retak

-5

10-3 Batuan vulkanik

-10 0-1000

Porositas batuan dapat didefinisikan perbandingan rongga pori terhadap volume total seluruh batuan atau bagian dari volume total tanah atau batuan yang ditempati pori-pori. Besarnya porositas berbagai batuan seperti dapat dilihat pada Tabel 3. Ukuran untuk menyatakan porositas batuan adalah persen (%).

Air hujan mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan banyak sedikitnya jumlah air tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi resapan air tanah dipengaruhi oleh dua variabel yaitu fisik dan klimatologi. Variabel fisik tersebut antara lain penggunaan lahan, tekstur dan struktur batuan, organisme, kemiringan lereng dan kelembaban tanah, sedangkan peubah klimatologi yang mempengaruhi resapan air tanah adalah curah hujan dan lamanya hujan. Untuk menghitung resapan dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan mengukur laju aliran melalui infiltrasi, pendekatan koefisien aliran, dan fluktuasi air tanah.

Tabel 3. Porositas berbagai jenis batuan

Jenis batuan Porositas %

Lanau dan lempung 50-60

Pasir halus 50-50

Pasir sedang 35-40

Pasir kasar 25-35

Kerikil 20-30

Campuran pasir dan kerikil 10-30

Batuan padat dan keras < 1

Batuan beku lapuk dan pecah-pecah 2-10

Basalt resen dan permeabel 2-5

Lava vesikuler 10-50

Tufa 30

Batu pasir 5-30

Batu karbonat 10-20

Resapan air tanah

Untuk perhitungan resapan air hujan dilakukan dengan menggunakan pendekatan fluktuasi muka air tanah tahunan dan porositas batuan, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut (Herlambang, 1990):

R = Fl x S (1)

Keterangan

R= Besarnya resapan,

Fl= Fluktuasi rata-rata (m/hari), S= Porositas (%)

Air tanah di wilayah cekungan Jakarta mendapat sumber terutama dari air hujan, sungai, saluran, sawah, kolam, danau yang berada dalam wilayah tersebut. Hujan merupakan sumber air yang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap air tanah, hal ini dapat dilihat dari data fluktuasi air pada sumur pantau antara musim kemarau dan musim hujan. Rata-rata perbedaan fluktuasi muka air tanah antara musim hujan dengan musim kemarau berkisar antara 1-5 meter (Herlambang, 1990).

Resapan pada air tanah Jakarta ini disamping berasal dari air hujan juga berasal dari aliran air tanah yang berasal dari selatan. Resapan air tanah yang berasal dari wilayah Bogor dan Depok ini masuk kedalam sistem akuifer

cekungan air tanah Jakarta, sebagian masuk kedalam sistem akuifer dangkal dan sebagian lagi masuk kedalam sistem akuifer tidak tertekan.

Intrusi Air Asin

Menurut Essaid (1990), akuifer pantai merupakan sumber air tanah yang sangat penting baik untuk kebutuhan domestik, komersial atau untuk keperluan pertanian dari wilayah berbatasan pantai. Secara individual sistem akuifer pantai dapat diilustrasikan sebagai suatu wilayah dengan lapisan akuifer taktertekan, sistem akuifer kepulauan atau wilayah dengan sistem akuifer tertekan seperti yang disajikan pada Gambar 1. Susunan lapisan akuifer pada sistem akuifer pantai, tersusun atas satu lapisan akuifer atau banyak lapisan dengan berbagai kombinasi lapisan akuifer tertekan maupun taktertekan.

Sesunan lapisan akuifer pantai umumnya tidak seideal dalam teori, yaitu terdiri dari satu lapisan akuifer tunggal saja, melainkan terdiri dari lapisan yang amatlah kompleks. Lapisan akuifer yang paling atas dapat bertindak sebagai lapisan akuifer tertekan atau lapisan taktertekan.

Sistem akuifer pantai dengan penampang hidrogeologi ideal, digambarkan sebagai suatu sistem akuifer pantai dengan lapisan akuifer berulang dimana lepas pantainya dapat diperluas hingga ke dasar tebing, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2. Pada kondisi alami, dimana tekanan aliran air tanah pada lapisan akuifer ini tidak terganggu, maka akan terdapat gradien hidrolika atau interface yang mengarah kelaut, dari setiap akuifer dengan air tawar yang mengalir kelaut (Gambar 2.a).

Aliran air tawar pada lapisan akuifer paling atas pada akuifer taktertekan, air tawar mengalir secara bebas kelaut, sedangkan pada lapisan bawah pada sistem akuifer tertekan, air tawar mengalir ke arah laut melewati bocoran antar lapisan, ke lapisan atas dan atau mengalir secara bebas. Pada keadaan atau kondisi steady-state dimana suatu lapisan antarmuka (interface) tidak berubah, artinya terjaga dalam bentuk dan posisinya, dalam hal ini ditentukan oleh potensi aliran air tawar dan garis kemiringan. Pada suatu kasus dimana dalam sistem akuifer, lapisan air laut pada dasarnya adalah statis pada kondisi steady-state, jika pada sistem tersebut terdapat kebocoran secara vertikal sehingga terjadi aliran air

tawar kedalam air asin, maka air tanah akan bercampur sehingga menjadi tidak statis.

Pada kenyataannya, daerah pada lapisan antarmuka dalam air tawar dan air asin merupakan wilayah transisi yang terbentuk oleh campuran air tawar dan air asin yang terjadi karena efek difusi serta penyebaran secara mekanik. Cooper (1959) dan Kohout (1964) dalam Essaid (1990) telah menjelaskan bahwa dalam wilayah transisi tersebut, air asin bercampur air tawar menyebabkan larutan menjadi kurang pekat jika dibandingkan dengan air laut mula-mula, sehingga akan menyebabkan terjadinya aliran naik dan bergerak kelaut disepanjang lapisan antarmuka (Gambar 3). Ini akan menghasilkan suatu siklus aliran air asin dari laut, dasar samudra, ke daerah campuran dan kembali ke laut. Siklus aliran ini terjadi dibawah kondisi steady-state.

Essaid (1990), perubahan di dalam tanah oleh resapan atau perubahan luah aliran dalam daerah air tawar, menyebabkan perubahan lapisan antar muka. Penurunan aliran air tawar yang masuk ke laut menyebabkan lapisan antar muka bergerak ke dalam tanah dan menghasilkan intrusi air asin ke dalam akuifer. Sebaliknya suatu peningkatan aliran air tawar mendorong lapisan antar muka ke arah laut. Laju gerakan lapisan antar muka dan respon tekanan akuifer tergantung kondisi batas dan sifat akuifer pada kedua sisi lapisan antar muka. Pada sisi dengan air asin dapat bergerak kedalam atau keluar, pada sistem akuifer efek dari gerakan interface mempengaruhi perubahan debit air tawar di lepas pantai. Dalam suatu sistem akifer berlapis, air asin dapat masuk ke sistem akuifer melalui bocoran antar lapisan (Gambar 2b).

Model SHARP

Model SHARP adalah sebuah model finite difference untuk mensimulasikan aliran air tanah tawar dan aliran air tanah asin pada sistem akuifer pantai. Model ini dikembangkan oleh United Stated Geological Survey (USGS) dan dibangun dengan menggunakan bahasa Fortran 77 dan saat ini sudah dapat dicompile menggunakan c compiler under windows.

Gambar 1. Ilustrasi sistem akuifer pantai (Essaid 1990)

Gambar 2. Potongan melintang sistem akuifer pantai (Essaid 1990)

Model ini dibangun karena adanya alasan bahwa sistem akuifer pada umumnya sangat komplek meliputi berbagai variasi keruangan dan waktu, oleh karena itu perlu dibangun sebuah model intrusi air asin yang secara numeris dapat menggambarkan kondisi fisik wilayah secara kompleks.

Model intrusi air asin dibangun dengan menggunakan pendekatan

interface terdispersi dan batas yang tegas telah digunakan untuk analisis intrusi

air asin dalam akuifer pantai (Reilly dan Goodman 1985 dalam Essaid 1990). Pendekatan interface terdispersi dengan batas tegas mewakili daerah transisi, dimana terdapat percampuran antara air tawar dengan air asin akan memberikan

efek penguraian secara hidrodinamis (penggabungan secara molekul dan penguraian secara mekanik). Pendekatan interface tegas memudahkan dalam menganalisis melalui suatu asumsi bahwa air tawar dan air asin tidak bercampur dan dipisahkan oleh suatu interface. Kedua pendekatan telah digunakan untuk membangun model numeris untuk studi dan meramal aliran air tanah dalam sistem akuifer pantai.

Gambar 3 Sirkulasi air asin dari laut menuju daerah transisi dan kembali ke laut karena percampuran pada daerah interface.

Essaid (1990), pendekatan lapisan antarmuka pendar hanya dilakukan dalam daerah dimana daerah transisinya lebar. Pengaruh kepadatan dapat diabaikan ketika konsentrasi klorida rendah dan persamaan yang mempengaruhi dapat memecahkan secara kesatuan dalam skala cekungan yang lebar. Biasanya ketika aliran dipengaruhi oleh kepadatan, dimensi vertikal harus dimasukkan. Studi yang memanfaatkan pendekatan ini pada umumnya telah membatasi pada dua dimensi potongan vertikal untuk penekanan dalam perhitungan.

Pendekatan lapisan antarmuka tegas dalam kombinasi dengan mengaplikasikan pendekatan hidrolis (keterpaduan persamaan aliran secara vertikal), memperkenankan problematika yang dihilangkan dalam satu dimensi. Kemudian dapat diterapkan secara nyata pada sistem fisik secara lebih luas. Pendekatan ini tidak memberikan penjelasan yang tegas sehubungan dengan zone transisi alami, bagaimanapun gambaran secara utuh dalam dinamika aliran dari

system secara keseluruhan dan akan menghasilkan respon umum dari interface. Volker dan Rushton (1982) dalam Essaid (1990) membandingkan cairan dalam kondisi steady-state untuk pendekatan kedua-duanya baik pendekatan interface pendar dan dengan interface tegas dan menunjukkan bahwa ketika koefisien hidrodinamis pendar menurun, kedua cairan tersebut saling mendekati.

Model pendekatan interface tegas yang mensimulasikan aliran dalam daerah air tawar saja dengan memasukkan persamaan Ghyben-Herzberg dengan asumsi bahwa daerah air asin diatur secara cepat untuk aplikasi. Ini merupakan asumsi yang masuk akal dari studi jangka panjang jika interface mendapat tanggapan secara cepat terhadap tekanan yang digunakan. Bagaimanapun juga untuk mendapatkan respon jangka pendek dari suatu akuifer pantai, hal ini penting untuk memasukkan pengaruh dari aliran air asin (Essaid, 1990)

Secara sendiri-sendiri, tak ada satupun dari pendekatan tersebut dapat menggambarkan karakteristik fisik secara menyeluruh dari sistem akuifer pantai yang komplek. Pilihan pada model pendekatan yang yang ditetapkan, secara khusus tergantung dari sifat sistem akuifer yang diwakili, hasilnya akan sama-sama baik untuk setiap upaya pemodelan. Pendekatan interface tegas, dapat menggambarkan secara menyeluruh karakteristik aliran dari sistem, akan tetapi tidak dapat memberikan hasil secara detail yang menyangkut sifat alami dari daerah transisi. Ketika mempelajari suatu sistem akuifer yang penting adalah pertama-tama mengerti sifat keseluruhan sebelum menguji efek-efek dalam skala lebih kecil. Oleh karena itu karakteristik yang idial dari sistem yang demikian dapat melibatkan proses yang terdiri dari dua langkah yang memadukan model pendekatan dengan interface tegas dan interface pendar.

Model SHARP adalah suatu tiruan tiga dimensi, model beda hingga (finite-defference) yang mensimulasikan pasangan aliran air tanah tawar dan aliran air tanah asin yang dipisahkan oleh sharp interface dalam lapisan akuifer berlapis. Model ini mampu digunakan pada wilayah secara regional atau sebagian.

Gambar 4. Model interface Ghyben-Herzberg (Essair, 1990)

Intrusi air asin adalah masuknya air laut kedalam sistem akuifer yang terjadi karena adanya kesetimbangan dari hubungan dinamis antara aliran air tanah tawar dengan aliran air tanah asin yang dipisahkan oleh lapisan interface pada suatu sistem akuifer pantai. Kedudukan lapisan interface ini menurut Badon-Ghyben (1898) dan Herzberg (1901) dalam Essaid (1990) hubungan tinggi tekan air tawar diatas muka air (φf) terhadap kedalaman interface dibawah muka air laut (hs

h

) untuk suatu sistem dalam kesetimbangan statis adalah: terjadi antara aliran air tanah tawar dan aliran air tanah asin (Gambar 4). Pada interface tekanan pada colom air tawar sama dengan tekanan pada kolom air laut. Persamaam matematis yang terjadi pada wilayah interface tersebut adalah (Essaid, 1990):

sϒs = (hs + φf) ϒf atau hs = δ φf Keterangan: δ= ϒ

(3)

f/( ϒs- ϒf) dan ϒ s, ϒf, adalah berat jenis air tawar dan air laut yang besarnya 1,0 gr/cm3 dan 1,025 gr/cm3

Model SHARP dibangun dengan mengintegrasikan persamaan aliran air tanah tawar dan aliran air tanah asin, dimana dalam setiap lapisan akuifer pantai berlapis dua domain aliran yaitu aliran air tanah tawar dan aliran air tanah asin . Nilai dari δ adalah 40, yaitu kedalaman interface dibawah level muka air laut, yaitu 40 kali tinggi tekan air tawar. Model ini mensimulasikan aliran diwilayah air tawar saja, menggunakan hubungan dengan rumus Ghyben-Herzberg, dengan mengasumsikan bahwa pada setiap langkah hitungan dari perubahan dalam zone air tawar dan kesetimbangan posisi interface yang dicapai.

harus dipertimbangkan, kedua aliran tersebut berbagi batas pada interface. Dalam setiap domain aliran harus mengandung kedua persamaan (Essaid, 1990).

∂ φ S

f

f --- = - ∇ qf

∂t domain aliran air tawar (4) ∂ φ

S

s

s --- = - ∇ qs

∂t domain aliran air tawar (5) Keterangan:

φf = z+pf/ ϒf, φ

tinggi tekan air tawar

s = z+ps/ ϒs

z = elevasi

, tinggi tekan air laut pf, ps

ϒf = tekanan fluida air tawar dan air asin s

S

= berat jenis air tawar dan air asin

f, Ss

q

= timbunan spesifik air tawar dan air asin

f , qs = debit spesifik air tawar dan air asin

Berdasarkan pada persamaan (3) dan (4) tersebut, kemudian dikembangkan dengan mengintegrasikan (a) timbunan elastis pada setiap domain, (b) merepresentasikan perubahan dalam timbunan air tawar akibat pemompaan pada muka air, (c) merepresentasikan perubahan dalam timbunan disetiap domain dari pergerakan interface, (d) merepresentasikan penyimpangan dari flux pada arah sumbu x dan y, (e) merepresentasikan resapan dan pemompaan dan, (f) kebocoran yang merepresentasikan sumber dan buangan ke dalam akuifer. Persamaan (3) dan (4) merepresentasikan pasangan persamaan diferensial parsial parabolik yang harus diselesaikan secara simultan untuk tinggi tekan air tawar dan air asin. Setelah nilainya tinggi tekan air tawar dan air laut diperoleh maka elevasi

interface dapat dihitung. Pada wilayah yang jauh dari interface, hanya ada satu

jenis fluida air tawar atau air asin saja, persamaan yang digunakan hanya satu saja tanpa mempertimbangkan timbunan interface (Essaid, 1990).

Persamaan 5 dan 6 tersebut baru dapat digunakan untuk perhitungan tinggi tekan air tawar, tinggi tekan air tanah asin serta elevasi interface pada satu titik pengamatan. Selanjutnya untuk keperluan pemodelan aliran air tanah tawar dan air tanah asin secara regional harus dimasukkan dimensi spasial dan temporal ke dalam persamaan tersebut. Pada Model SHARP bentuk numeris dari persamaan

aliran air tawar dan aliran air tanah asin dibangun dengan metode beda hingga. Penyelesaian secara spasial dari persamaan tersebut dibangun dengan menggunakan sebuah bentuk blok sebagai pusat dari grid beda hingga yang memungkinkan sebagai variabel jarak. Skema penyelesaian hitungan dilakukan secara mundur dengan mengadopsi waktu untuk memastikan stabilitas.

Penyelesaian hitungan dari persamaan yang dibangun, dilakukan dengan program komputer, dibuat dengan bahasa program Fortran 77. Model SHARP ini terdiri dari dua bagian file yang terpisah, yang terdiri dari program utama dan file Input. Program utama mengontrol aliran umum dan mengeksekusi model, mulai dari memanggil file input, membaca data input yang disusun secara berderet dan menulis hasil perhitungannya ke dalam file output.

∂φf ∂φf ∂φf ∂φ S s fBf ∂t ∂t ∂t ∂t --- + n α --- + [nδ--- - n(1+δ)--- ] (a) (b) (c) ∂ ∂φf ∂ ∂φf = ---- (B fKfx ---) + --- (Bf Kfy ∂x ∂x ∂y ∂y ---) + Qf + Q1f (6) (d) (d) (e) (f) ∂φs ∂φs ∂φs ∂φ S f sBs ∂t ∂t ∂t ∂t --- + nα --- + [nδ--- - n(1+δ)--- ] (a) (b) (c) ∂ ∂φs ∂ ∂φs = ---- (B sKsx ---) + --- (Bs Ksy ∂x ∂x ∂y ∂y ---) + Qs + Q1s (7) (d) (d) (e) (f) Keterangan: Kfx, Ksx K

= konduktivitas hidrolik air tawar dan air asin, pada arah x.

fy, Ksy Q

= konduktivitas hidrolik air tawar dan air asin, pada arah y.

f, Qs

buangan.

= aliran air tawar dan air asin, merupakan sumber dan Qlf, Qls

B

= kebocoran air tawar dan air asin.

f, Bs φ

= ketebalan zone air tawar, air asin

fs

n = level waktu

= tinggi tekan air tawar, air asin

Untuk bisa mengeksekusi model ini, parameter dalam program utama harus disetel sesuai dengan input. Model SHARP ini disusun dengan sistem operasi Unix yang dilengkapi dengan compiler program fortran 77 ke dalam bahasa C (f to c). Untuk membentuk EXE program dari model yang dibangun hasil convert dari f to c dilakukan dengan bahasa C.

Penggunaan sistem operasi unix untuk mengeksekusi Model SHARP ini dilakukan karena sistem operasi ini mampu dioperasikan secara multitasking dan

multiuser. Kemampuan dari sistem unix secara multitasking, secara operasional

dapat digunakan untuk mengesekusi model dengan lebih dari 1 file input secara berbarengan.

Aplikasi terhadap model SHARP pernah diterapkan di pantai Oahu Hawai dan Cape May, New Jersey. Model dibangun untuk sistem akuifer satu lapis, dimana luas area pemodelan dengan lebar 10.000 ft dan panjang 120.000 ft, dibagi kedalam grid model 8 kolom x 28 baris. Pada koordinat grid 13,4,1 (Baris 13, kolom 4 dan lapisan 1) dilakukan suatu pemompaan dengan debit 1 ft3/dt. Setelah model SHARP di run maka terjadi steady state dengan kriteria perbedaan 0,000001, maka terjadi kesetimbangan pada step ke 5. Hasil simulasi menunjukkan adanya kesetimbangan masa air tawar sebesar 8,979 ft3/dt dari air tawar yang masuk kedalam sistem sebagai imbuhan. 1 ft3/dt dipompa keluar akuifer dan 7,979 ft3/dt meninggalkan sistem akuifer melalui bocor ke atas (melalui lapisan akuifer kedap ke arah laut). Kesalahan relatif kesetimbangan masa pada simulasi tersebut adalah 3,4 x 106

Model juga telah diaplikasikan di wilayah Cape May, New Jersey, pada sistem akuifer tertekan. Pada model ini Wilayah Cape May dibagi kedalam Grid area yang terdiri dari 3 baris (skala 4000 ft) x 28 kolom (skala 2000 ft). Running model menghasilkan steady state pada step waktu ke 13, menghasilkan kesetimbangan aliran di ketiga lapisan akuifer yaitu: aliran air tawar dari lapisan atas sebesar 0,3 x 10

persen, hal ini menandakan tingkat ketepatan solusi. Hasil simulasi juga dapat mengambarkan tinggi tekan air tawar (F), tinggi tekan air payau (M) dan tinggi tekan air laut (S)

-2

ft/dt, aliran air tawar ke lapisan 2 (dua) ke lapisan air asin 0,2 x 10-2 ft3/dt dan aliran ke laut melewati puncak lapisan 3 sebesar 0,1 x 10-2 ft3/det.

Kalibrasi dan Validasi Data

Sebuah model dikatakan baik jika model tersebut dapat menggambarkan sistem yang diwakili, setiap perubahan yang dilakukan terhadap model, ditanggapi dengan respon yang baik yang menggambarkan kondisi aktual dari alam yang diwakilinya. Model SHARP, yang digunakan dalam penelitian ini, mempunyai keunggulan dalam mewakili dinamika aliran air tanah tawar dan aliran air tanah asin dalam suatu kesetimbangan hidrostatis dalam sistem akuifer berlapis yang berbatasan dengan pantai.

Menurut Klemes (1986), model dapat dikatakan baik jika model tersebut dapat memberikan hasil yang baik, dengan alasan yang tepat. Sistem fisik yang diwakili yang dalam hal sistem akuifer berbatasan dengan pantai, dalam model digambarkan oleh variasi input, variasi proses yang diwujudkan melalui pendekatan matematis yang menggambarkan kondisi internal lengkap dengan tingkat kompleksitas proses yang terjadi dalam sistem akuifer tersebut, dan variasi output yang menggambarkan hasil atau output sebagai akibat dari proses yang berlangsung. Sehingga pada waktu model tersebut di jalankan atau dieksekusi hasil yang dikeluarkan sesuai dengan input yang diberikan. Kompleksitas model SHARP dilakukan dengan pendekatan matematis finite difference dalam proses formulasinya, sedangkan proses perhitungan dilakukan oleh model tersebut dibangun dengan menggunakan bahasa program fortran 77.

Sebaik apapun model yang dibangun, akan tetapi kalau input yang dimasukkan dalam model tersebut tidak mempunyai arti sama sekali/sampah maka hasilnya juga tidak mempunyai arti apa-apa( sampah) juga. Baik buruknya input ditentukan oleh perilaku dari pengguna model tersebut. Secara umum, perilaku sistem diketahui melalui pengukuran beberapa karakteristik yang menjadi ciri utama sistem tersebut. Pengukuran terhadap karakteristik sistem pada umumnya dilakukan dengan menggunakan sampling lokasi, hal ini dilakukan karena adanya keterbatasan, antara lain (Indarto, 2006):

1. Tidak mungkin melakukan pengukuran terhadap semua variabel.

2. Kesalahan selama proses pengukuran, sangat dimungkinkan terjadi, sehingga data yang dimasukkan ke dalam model mengandung unsur ketidak pastian.

Running terhadap model simulasi untuk mengetahui perilaku sistem fisik

dilakukan dengan menggunakan masukan/input data terukur, menghasilkan simulasi model yang mirip dengan output dari sistem fisik yang ditiru tersebut. Running terhadap model ini dilakukan dengan meminimalisasi tingkat kesalahan yang mungkin terjadi melalui uji coba beberapa nilai parameter sampai diperoleh hasil dengan tingkat ketidak pastian yang minimal antara data terukur dengan data hasil simulasi (Refgaard, 2000).

Kalibrasi data adalah suatu proses yang dilakukan terhadap model melalui pemilihan kombinasi parameter input. Kalibrasi dapat juga diartikan sebagai

Dokumen terkait