• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sungai

Sungai adalah massa air mengalir dari hulu ke hilir yang debitnya dipengaruhi oleh kondisi iklim lokal dan tutupan vegetasi di sepanjang daerah aliran sungai (Sitorus, 2016).

Sungai merupakan salah satu perairan lotik (berarus cepat) yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti aktifitas alam dan aktifitas manusia di Daerah Aliran Sungai (DAS). Menurut Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2004 tentang sumberdaya air, bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan airyang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan.

Sungai merupakan salah satu ekosistem perairan darat yang aliran airnya satu arah dan akan mengalir dari dataran tinggi menuju ke dataran rendah dan akan menuju suatu muara sungai. Sungai dapat berperan sebagai sumber air untuk irigasi, habitat organisme perairan, kegiatan perikanan, perumahan, dan sebagai daerah tangkapan air. Peran sungai yang beragam seiring dengan berkembangnya aktivitas manusia di sekitar sungai akan berdampak pada penurunan kualitas air (Kurniadi et al., 2015).

Sungai juga memiliki peranan penting dalam kehidupan setiap makhluk hidup. Dengan perannya, air akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kondisi/komponen lainnya. Fungsi sungai bagi sektor pertanian adalah sebagai

sarana irigasi bagi lahan pertanian seperti sawah, kebun dan sektor pertanian lainnya.Dilihat dari fungsinya sebagai tempat penampungan air maka sungai mempunyai kapasitas tertentu dan dapat berubah karena kondisi alami maupun antropogenik. Sungai mempunyai kapasitas tertentu dan ini dapat berubah karena aktivitas alami maupun antropogenik sehingga dibutuhkan pelestarian agar sungai dapat berjalan sesuai dengan fungsinya (Agustira et al., 2013).

Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Limbah yang dihasilkan berupa sampah, air kakus (black water) dan air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan limbah didefinisikan sebagai sisa suatu usaha dan/atau kegiatan (Libertyta, 2006).

Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Adapun Karakteristik limbah : berukuran mikro, dinamis, penyebarannya berdampak luas dan berdampak jangka panjang (antar generasi). Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah : volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 4 bagian:limbah cair, limbah padat, limbah gas dan partikel, dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah yang efisien (Rosidah et al., 2012).

Bila ditinjau secara kimiawi, limbah terdiri dari bahan kimia senyawa organik dan senyawa anorganik. Dengan kosentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkunngan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.

Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah (Agusnar, 2008).

Menurut Safitri (2009), limbah adalah sisa hasil kegiatan sehingga sebelum dibuang harud diolah terlebih dahulu agar tidak menimbulkan efek negatif. Berikut ini adalah dampak/efek yang ditimbulkan dari limbah:

a. Gangguan terhadap kesehatan

Air limbah sangat berbahaya bagi manusia karena terdapat banyak bakteri pathogen dan dapat menjadi media penular penyakit. Selain itu air limbah juga dapat mengandung bahan beracun, penyebab iritasi,bau, suhu yang tinggi serta bahan yang mudah terbakar.

b. Gangguan terhadap kehidupan biotik

Banyak zat yang terkandung didalam air limbah menyebabkan kadar oksigen terlarut dalam air menurun sehingga kehidupan di dalam air yang membutuhkan oksigen akan terganggu. Temperatur limbah yang tinggi juga dapat menyebabkan kematian organisme air. Kematian bakteri akan menyebabkan penjernihan air limbah menjadi terhambat dan sukar diuraikan.

c. Gangguan terhadap keindahan

Limbah yang mengandung ampas, lemak, dan minyak akan menimbulkan bau, wilayah sekitar akan licin oleh minyak, tumpukan ampas yang mengganggu, dan gangguan pemandangan.

d. Gangguan terhadap benda

Air limbah yang mengandung gas CO2 akan mempercepat proses terbentuknya karat pada benda yang terbuat dari besi dan bangunan. Kadar pH limbah yang terlalu rendah atau tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada benda yang dilaluinya. Lemak pada air limbah akan menyebabkan kerusakan materil karena biaya perawatan yang semakin besar.

Pencemaran Sungai

Pencemaran adalah perubahan yang terjadi terhadap sifat-sifat fisika, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Menurut Peraturan Pemenrintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pencemara air adalah masuknya makhluk hidup, zat atau komponen lain yang tidak diinginkan yang dapat mengakibatkan perubahan tatanan air dan menyebabkan penurunan kualitas air sehingga dapat merugikan bagi kehidupan organisme air.

Berdasarkan definisi pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran dapat berupa masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air sehingga menyebabkan kualitas air tercemar. Masukan tersebut sering disebut dengan istilah unsur pencemar, yang pada prakteknya masukan tersebut berupa buangan yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair. Aspek pelaku/penyebab dapat yang disebabkan oleh alam, atau oleh manusia.

Pencemaran yang disebabkan oleh alam tidak dapat berimplikasi hukum, tetapi Pemerintah tetap harus menanggulangi pencemaran tersebut. Sedangkan aspek akibat dapat dilihat berdasarkan penurunan kualitas air sampai ke tingkat tertentu.

Pengertian tingkat tertentu dalam definisi tersebut adalah tingkat kualitas air yang menjadi batas antara tingkat tak-cemar (tingkat kualitas air belum sampai batas) dan tingkat cemar (kualitas air yang telah sampai ke batas atau melewati batas).

Ada standar baku mutu tertentu untuk peruntukan air (Warlina, 2004).

Pencemaran air terjadi bila ada suatu bahan atau keadaan (misalnya panas) yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas badan air sampai tingkat tertentu sehingga tidak memenuhi baku mutu atau tidak dapat digunakan untuk keperluan tertentu. Jadi, pencemaran air tidak tergantung kepada wujud bahan pencemar tetapi tergantung juga pada tujuan penggunaan air tersebut. Sebagai contoh air layak bagi keperluan pertanian belum tentu layak bagi air minum (Rahmawati, 2014).

Pencemaran air dapat ditandai oleh turunnya mutu, baik air daratan (sungai, danau, rawa dan air tanah) maupun air laut sebagai suatu akibat dari berbagai aktivitas manusia modern saat ini sangat beragam sesuai karakteristiknya. Sumber pencemaran air sungai dapat dibedakan menjadi sumber domestik dan sumber non domestik. Termasuk ke dalam sumber domestik adalah perkampungan, kota, pasar, jalan, perhotelan, terminal dan rumah sakit.

Sementara yang termasuk sumber non domestik adalah pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan dan transportasi (Kenjibriel, 2015).

Beban pencemaran (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Sumber pencemaran yang masuk ke badan perairan dibedakan atas pencemaran yang disebabkan oleh alam (polutan alamiah) dan pencemaran karena kegiatan manusia

(polutan antropogenik). Air buangan industri adalah air buangan dari kegiatan industri yang dapat diolah dan digunakan kembali dalam proses atau dibuang ke badan air setelah diolah terlebih dahulu sehingga polutan tidak melebihi ambang batas yang diijinkan (Rahmawati, 2011).

Sumber pencemar yang berasal dari permukiman (penduduk) dapat mengandung detergen, zat padat, bahan organik dan non organik, nitrogen, fosfor, pH. Sumber pencemar yang berasal dari kegiatan pertanian dapat mengandung pestisida, bahan beracun dan logam berat. Sumber pencemar yang berasal dari industri antara lain akan.menghasilkan limbah dengan BOD dan COD yang tinggi, TDS, minyak dan lemak, urea, fosfor, bahan beracun dan kekeruhan (Kenjibriel, 2015).

Parameter Kualitas Perairan

Faktor fisik air yang sering merupakan faktor pembatas bagi organisme air adalah suhu, cahaya, konduktivitas, dan kecepatan arus, sehingga faktor fisik tersebut selalu diukur di dalam studi ekologi perairan (Koesobion, 1997).

Beberapa faktor fisik yang mempengaruhi kualitas air adalah kekeruhan (turbiditas), warna, ketransparanan, suhu, kecepatan aliran, volume aliran.

Parameter Fisika Suhu

Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalitas. Suhu juga akan menyebabkan kenaikan metabolisme organisme perairan, sehingga kebutuhan oksigen terlarut menjadi meningkat. Suhu yang

optimal untuk usahabudidaya ikan adalah 22°C -27°C. Racun Amoniak berbanding lurus dengan kenaikansuhu, semakin tinggi suhu maka semakin tinggi kadar amoniaknya (Taqwa, 2010).

Temperatur ini juga merupakan parameter fisik yang penting dalam badan air karena berpengaruh terhadap reaksi kimia dan laju reaksi, kehidupan akuatik dan kesesuaian penggunaan air untuk peruntukkan tertentu. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatisasi.

Selain itu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air serta peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air. Peningkatan temperatur menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut yang digunakan dalam proses dekomposisi bahan – bahan organik oleh mikroba (Rahmawati, 2011).

Suhu berpengaruh langsung terhadap tumbuhan dan hewan, yakni pada laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologi hewan, khususnya derajat metabolisme dan siklus reproduksinya. Selain itu suhu juga berpengaruh tidak langsung terhadap kelarutan CO2 yang digunakan untuk fotosintesis dan kelarutan O2 yang digunakan untuk respirasi hewan-hewan laut. Menurut hukum Van Hoff, kenaikan temperatur sebesar 10oC (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meninngkatkan laju metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara dilain pihak dengan naiknya temperatur akan mengakibatkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi (Silalahi, 2010).

Total Suspended Solid (TSS)

Total Suspended Solid atau padatan tersuspensi adalah padatan yang

menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung.

Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari pada sedimen, seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat dan lainnya. Partikel menurunkan intesitas cahaya yang tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, kotoran hewan, sisa tanaman dan hewan, kotoran manusia dan limbah industri (Yuliastuti, 2011).

TSS terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik. Penyebab nilai TSS yang utama adalah kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan alami tidak bersifat toksik, akan tetapi jika jumlahnya berlebih dapat meningkat nilai kekeruhan yang selanjutnya menghambat penetrasi cahaya masuk ke kolom air dan akhirnya berpengaruh pada proses fotosintesis di perairan (Afu, 2005).

Adanya padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen melalui fotosintesis dan menyebabkan air menjadi keruh. Padatan terlarut adalah padatan ukuran yang lebih kecil dari pada padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri dari senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral, dan garam (Wijaya, 2009).

Peningkatan TSS akan meningkatkan tingkat kekeruhan yang selanjutnya menghambat penetrasi cahaya matahari kedalam kolom perairan. Kurangnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan akibat tingginya TSS yang terjadi. Jika suatu perairan memiliki nilai kekeruhan atau total suspended solid yang tinggi maka semakin rendah nilai produktivitas suatu perairan tersebut. Hal

ini berkaitan erat dengan proses fotosintesis dan respirasi organisme perairan (Winnarsih et al., 2016).

Kecepatan Arus

Kecepatan arus suatu badan air sangat berpengaruh terhadap kemapuan badan air untuk mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar. Kecepatan arus digunakan untuk memperkirakan waktu suatu bahan pencemar akan mencapai suatu lokasi tertentu. Kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan penyebaran organisme dan sumber makanan yang terdapat di perairan tersebut (Lybertyta, 2014).

Kecepatan arus air dari suau badan air ikut, menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan air tersebut, penyebaran plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton, paling ditentukan oleh aliran air. Tingkah laku hewan air juga ikut ditentukan oleh aliran air. Selain itu, aliran air juga ikut berpengaruh terhadap terhadap kelarutan udara dan garam-garam dalam air, sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme air (Suin, 2002).

Parameter Kimia pH

Nilai pH menyatakan nilai kosentrasi ion Hidrogen dalam suatu larutan.

Dalam air yang bersih jumlah kosentrasi ion H+ dan OH- berada dalam keseimbangan sehingga air yang bersih akan bereaksi netral. Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah dan basa lemah. Kondisi perairan yang bersifat sangat

asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik (Silalahi, 2009).

Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Pengaruh nilai pH terhadap komunitasbiologi perairan Menurut Effendi (2003), pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh pH terhadap Komunitas Biologi Perairan

Nilai pH Pengaruh Umum

6,0 - 6,5 - Keanekaragam plankton dan benthos sedikit menurun - Kelimpahan total, biomass dan produktivitas tidak

mengalami perubahan.

- Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan benthos semakin tampak.

5,5 - 6,0 - Kelimpahan total, biomass dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti.

- Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral.

- Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, prifiton dan benthos semakin besar.

5,0 – 5,5 - Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomass zooplankton dan benthos

- Algae hijau berfilamen semakin banyak

- Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton dan benthos semakin besar.

4,5 – 5,0 - Penurunan kelimpahan total dan biomass zooplankton dan benthos

- Algae hijau berfilamen semakin banyak.

- Proses nitrifikasi terhambat.

Organisme perairan mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mentoleransi pH perairan. Batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi banyak faktor antara lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, adanya berbagai anion dan kation, jenis dan stadia organisme. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5-7,5. Air limbah dan bahan buangan dari berbagai kegiatan manusia yang dibuang ke suatu badan

perairan akan mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalamnya. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Ayu, 2009).

DO (Disolved Oxygen)

Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Lebih lanjut dinyatakan bahwa daya larut oksigen dapat berkurang dengan meningkatnya suhu air dan salinitas. Secara ekologis, konsentrasi oksigen terlarut juga menurun dengan adanya penambahan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang mengkonsumsi oksigen yang tersedia. Pada tingkatan jenis, masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut (Taqwa, 2010).

Oksigen diperlukan oleh organisme air untuk menghasilkan energi yang sangat penting bagi pencernaan dan asimilasi makanan pemeliharaan keseimbangan osmotik, dan aktivitas lainnya. Jika persediaan oksigen terlarut di perairan sangat sedikit hidup di perairan, karena akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan organisme air tersebut. Kandungan oksigen terlarut minimum 2 mg/l sudah cukup mendukung organisme perairan secara normal (Silalahi, 2009).

Sistem perairan mengalir umumnya mempunyai kandungan oksigen terlarut yang tinggi dan kandungan karbondioksida bebas yang rendah. Hal ini disebabkan oleh peran arus yang membantu dalam memberikan sumbangan oksigen. Di perairan tawar, kandungan oksigen terlarut berkisar antara 8 mg/liter pada suhu 25oC. Kadar oksigen terlarut di perairan alami biasanya kurang dari 10

mg/liter. Menggolongkan kualitas air di perairan mengalir menjadi lima golongan berdasarkan kandungan oksigen terlarut seperti yang terlihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Penggolongan Kualitas Air Berdasarkan Kandungan Oksigen Terlarut.

Golongan Kandungan Oksigen Terlarut (ppm) Kualitas Air I >8 atau perubahan terjadi dalam waktu pendek Sangat Baik

II 6,0 Baik

III 4,0 Kritis

IV 2,0 Buruk

V <2,0 Sangat Buruk

(Sumber : Wijaya, 2009)

Pada umumnya air pada perairan yang telah tercemar, kandungan oksigennya sangat rendah. Dekomposisi dan oksidasi bahan organik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob). Peningkatan suhu sebesar 1oC akan meningkatkan konsumsi O2 sekitar 10%. Oksigen terlarut sangat penting bagi pernapasan hewan benthos dan organisme-organisme akuatik lainnya (Ayu, 2009).

BOD5

Kebutuhan oksigen biologi suatu badan air adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh organisme yang terdapat di dalamnya untuk bernafas selama lima hari. Untuk itu maka perlu diukur kadar oksigen terlarut pada saat pengambilan contoh air (Do

(Biochemichal Oxygen Demand)

0 hari) dan kadar oksigen terlarut dalam contoh air yang telah disimpan selama lima hari (Do5 hari). Selama dalam penyimpanan itu harus tidak ada penambahan oksigen melalui proses fotosintesis, dan selama lima

hari itu semua organisme yang berada dalam contoh air itu bernafas menggunakan oksigen yang ada dalam contoh air tersebut (Silalahi, 2009).

BOD5 tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah O2 yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi O2 tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya O2 terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan O2 tinggi. Semakin besar kadar BOD5, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar. Kadar maksimum BOD5 yang diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang kehidupan organisme akuatik adalah 3,0-6,0 mg/L (Rahmawati, 2011).

Nitrat (NO3

Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air. Keberadaan nitrat diperairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, pirotehnik dan pemupukan. Secara alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk nitrat/nitrogen (Silalahi, 2009).

)

Fosfat dan nitrat merupakan salah satu zat hara yang dibutuhkan dan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di perairan. Fitoplankton merupakan salah satu parameter biologi yang erat hubungannya dengan fosfat dan nitrat. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton disuatu perairan tergantung kepada kandungan zat hara diperairan tersebut antara

lain zat hara fosfat dan nitrat, sama halnya dengan zat hara lainnya, kandungan fosfat dan nitrat di suatu perairan, secara alami tersedia sesuai dengan kebutuhan organisme yang hidup di perairan tersebut. Pengkayaan zat hara di lingkungan perairan memiliki dampak positif, namun pada tingkatan tertentu juga dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak positifnya adalah terjadi peningkatan produksi fitoplankton dan total produksi sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya penurunan kandungan oksigen di perairan, penurunan biodiversitas dan terkadang memperbesar potensi muncul dan berkembangnya jenis fitoplankton berbahaya (Arizuna et al., 2014).

Nitrat yang terdapat didalam sumber air seperti air sumur dan sungai umumnya berasal dari pencemaran bahan-bahan kimia (pupuk area, ZA, dan lain-lain) dibagian hulu. Pencemaran ini disebabkan oleh tingkat kehilangan pupuk N yang tinggi, diantaranya melalui proses pencucian dan aliran permukaan.

Besarnya kehilangan dari pupuk N yang diberikan, diperkirakan sekitar 20-40 % di India, 37 % di California, 68 % di Lousiana, 25 % di Filipina, dan 52-71 % di Indonesia (Ompusunggu, 2009).

Fosfat (PO4

Merupakan bentuk dari unsur fosfor yang terdapat di dalam air. Berasal dari detergent sisa cucian, kotoran hewan, pupuk yang terlarut, dan lain-lain.

Berfungsi sebagai hara untuk tanaman air, dan dapat mengakibatkan proses eutrofikasi (Rahayu et all., 2009).

)

Sumber fosfat di perairan laut pada wilayah pesisir dan paparan benua adalah sungai. Karena suangai membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat

daratan lainnya, sehingga sumber fosfat dimuara sungai lebih besar dari sekitarnya. Sumber antropogenik fosfor adalah dari limbah industri dan limbah domestik, yakni berasal dari deterjen (Tarigan, 2010).

Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan langsung sebagai sumber fosfor. Kandungan fosfat yang terdapat di perairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mg/L. Kecuali bagi badan air yang menerima limbah dari rumah tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang mendapat pemopokan fosfat. Oleh karena itu, perairan yang mengandung kadar fosfat melebihi kadar normal kebutuhan organism akuatik akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi (Isnaini, 2011).

Parameter Biologi

Penentuan kualitas biologi ditentukan oleh kehadiran mikroorganisme terlarut dalam air seperti kandungan bakteri, algae, cacing, serta plankton.

penentuan kualitas mikroorganisme dilatar belakangi dasar pemikiran bahwa air tersebut tidak akan membahayakan kesehatan. Dalam konteks ini maka penentuan kualitas biologi air didasarkan pada analisis kehadiran mikroorganisme indikator pencemaran (Fatimah, 2006).

Organisme yang dapat dijadikan sebagai indikator biologi pada perairan tercemar adalah organisme yang dapat memberikan respon terhadap sedikit banyaknya bahan pencemar dan meningkatkan populasi organisme tersebut.

Organisme yang tidak toleran akan mengalami penurunan, bahkan kemusnahan

dari lingkungan perairan tersebut. Jenis organisme yang tidak toleran ini dapat dijadikan indikator terhadap kualitas air yang bersih dan normal. Sedangkan bila ditemukan organisme yang banyak mengandung bahan-bahan organik, maka organisme ini dijadikan sebagai indikator pencemaran bahan-bahan organik (Rosidah et all., 2012).

Adanya perubahan dalam lingkungan hidupnya akan mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Ada golongan mikroorganisme tertentu yang rentan terhadap perubahan komponen lingkungan, dan ada pula yang dapat

Adanya perubahan dalam lingkungan hidupnya akan mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Ada golongan mikroorganisme tertentu yang rentan terhadap perubahan komponen lingkungan, dan ada pula yang dapat

Dokumen terkait