• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisikan landasan teori yang digunakan yaitu mengenai biodiesel, pembakaran mesin Diesel, persamaan-persamaan yang digunakan, dan emisi gas buang mesin dan pengendaliannya.

Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini memberikan informasi mengenai tempat pelaksanaan pengujian, bahan dan peralatan yang dipakai serta tahapan dan prosedur pengujian.

Bab IV : Hasil dan Analisa Pengujian

Bab ini membahas tentang hasil data yang diperoleh dari setiap pengujian melalui pembahasan perhitungan dan penganalisaan dengan memarpakan kedalam bentuk tabel dan grafik.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Daftar Pustaka

Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun laporan.

Lampiran

Pada lampiran dapat dilihat hasil data yang diperoleh dari pengujian dalam bentuk tabel dan gambar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel

2.1.1 Sejarah Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Biodiesel

Biodiesel pertama kali dikenalkan di Afrika selatan sebelum perang dunia II sebagai bahan bakar kenderaan berat. Biodiesel didefinisikan sebagai metil/etil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel. Sedangkan minyak yang didapatkan langsung dari pemerahan atau pengempaan biji sumber minyak (oilseed), yang kemudian disaring dan dikeringkan (untuk mengurangi kadar air), disebut sebagai minyak lemak mentah. Minyak lemak mentah yang diproses lanjut guna menghilangkan kadar fosfor (degumming) dan asam-asam lemak bebas (dengan netralisasi dan steam refining) disebut dengan refined fatty oil atau

straight vegetable oil (SVO).

SVO didominasi oleh trigliserida sehingga memiliki viskositas dinamik yang sangat tinggi dibandingkan dengan solar (bisa mencapai 100 kali lipat, misalkan pada Castor Oil). Oleh karena itu, penggunaan SVO secara langsung di dalam mesin diesel umumnya memerlukan modifikasi/tambahan peralatan khusus pada mesin, misalnya penambahan pemanas bahan bakar sebelum sistem pompa dan injektor bahan bakar untuk menurunkan harga viskositas. Viskositas (atau kekentalan) bahan bakar yang sangat tinggi akan menyulitkan pompa bahan bakar dalam mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar. Aliran bahan bakar yang rendah akan menyulitkan terjadinya atomisasi bahan bakar yang baik. Buruknya atomisasi berkorelasi langsung dengan kualitas pembakaran, daya mesin, dan emisi gas buang.

Pemanasan bahan bakar sebelum memasuki sistem pompa dan injeksi bahan bakar merupakan satu solusi yang paling dominan untuk mengatasi permasalahan yang mungkin timbul pada penggunaan SVO secara langsung pada mesin diesel. Pada umumnya, orang lebih memilih untuk melakukan proses kimiawi pada minyak mentah atau refined fatty oil/SVO untuk menghasilkan metil ester asam

lemak (fatty acid methyl ester - FAME) yang memiliki berat molekul lebih kecil dan viskositas setara dengan solar sehingga bisa langsung digunakan dalam mesin diesel konvensional. Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil

menggunakan proses transesterifikasi. Proses ini pada dasarnya bertujuan mengubah [tri, di, mono] gliserida berberat molekul dan berviskositas tinggi yang mendominasi komposisi refined fatty oil menjadi asam lemak methil ester (FAME).

Konsep penggunaan minyak tumbuh-tumbuhan sebagai bahan pembuatan bahan bakar sudah dimulai pada tahun 1895 saat Dr. Rudolf Christian Karl Diesel (Jerman, 1858-1913) mengembangkan mesin kompresi pertama yang secara khusus dijalankan dengan minyak tumbuh-tumbuhan (gambar 2.1). Mesin diesel atau biasa juga disebut Compression Ignition Engine yang ditemukannya itu merupakan suatu mesin motor penyalaan yang mempunyai konsep penyalaan di akibatkan oleh kompressi atau penekanan campuran antara bahan bakar dan oxygen didalam suatu mesin motor, pada suatu kondisi tertentu. Konsepnya adalah bila suatu bahan bakar dicampur dengan oksigen (dari udara) maka pada suhu dan tekanan tertentu bahan bakar tersebut akan menyala dan menimbulkan tenaga atau panas. Pada saat itu, minyak untuk mesin diesel yang dibuat oleh Dr. Rudolf Christian Karl Diesel tersebut berasal dari minyak sayuran. Tetapi karena pada saat itu produksi minyak bumi (petroleum) sangat melimpah dan murah, maka minyak untuk mesin diesel tersebut digunakan minyak solar dari minyak bumi. Hal ini menjadi inpirasi terhadap penerus Karl Diesel yang mendesain motor diesel dengan spesifikasi minyak diesel.

2.1.2 Definisi Biodiesel

Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkil ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan.

Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih sering digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.

Biodiesel merupakan kandidat yang paling baik untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan infrastruktur zaman sekarang.

Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan bakar. Pertumbuhan SPBU membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan juga pertumbuhan kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.

Dibandingkan dengan solar, biodiesel memiliki kelebihan diantaranya (Hambali,2007) :

1. Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (free sulphur, smoke number rendah)

2. Cetane number lebih tinggi sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan minyak kasar

3. Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin 4. Dapat terurai (biodegradable)

5. Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbaharui

6. Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara lokal

Menurut Syah (2006), karakteristik emisi pembakaran biodiesel dibandingkan dengan solar adalah sebagai berikut :

1. Emisi karbon dioksida (CO2) netto berkurang 100% 2. Emisi sulfur dioksida berkurang 100%

3. Emisi debu berkurang 40-60%

4. Emisi karbon monoksida (CO) berkurang 10-50% 5. Emisi hidrokarbon berkurang 10-50%

6. Hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH = polycyclic aromatic hydrocarbon) berkurang, terutama PAH beracun seperti : phenanthren berkurang 98%, benzofloroanthen berkurang 56%, benzapyren berkurang 71%, serta aldehidadan senyawa aromatik berkurang 13%.

Karateristik dan standar daripada biodiesel ditunjukkan pada tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1 Standar biodiesel [lit 9]

Parameter Satuan Biodiesel

Kemiri Sunan Standar Nasional Indonesia Biodiesel Standard in ASTM Jarak pagar

Angka Asam Mg KOH/g 0.1044 Maks 0.8 Maks 0.5 0.298

Air dan Sedimen

%vol 0 Maks 0.05 Maks 0.05 <0.05

Korosi Lempeng Tembaga

%wt No. 1.b Maks No. 3 Maks No. 3

Residu Karbon %wt 0.1298 Maks 0.05 Maks 0.05

Abu Tersulfatkan

%wt 0.02 Maks 0.02 Maks 0.02

Fosfor mg/kg 0.98 Maks 10 Maks 1 0.03

Gliserol Bebas %wt 0.0091 Maks 0.02 Maks 0.02 0.0045

Gliserol Total %wt 0.2086 Maks 0.24 Maks 0.24 0.053

Kadar Ester Alkil

%wt 99.56 Min 96.5 98.997

Uji halphen Negatif Negatif Negatif

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2006) European Commision (2007) Tjahjana dan Pranowo (2010) Kartika et al. (2011)

2.1.3. Pembuatan biodiesel

Agar biodiesel bisa digunakan sebagai bahan bakar maka diperlukan teknologi untuk mengkonversinya. Terdapat beberapa teknologi untuk konversi biomassa, dijelaskan pada Gambar 2.1. Teknologi konversi biodiesel tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat yang digunakan untuk mengkonversi biodiesel dan menghasilkan perbedaan bahan bakar yang dihasilkan.

2.1.3.1 Esterifikasi

Ester merupakan salah satu gugus dari fungsi dari senyawa karbon. Ester adalah senyawa dengan gugus fungsi – COO – dengan struktur R – COO – R, dimana R merupakan suatu rantai karbon atau atom H, sedangkan R merupakan rantai karbon. Ester mempunyai rumus umum CnH2nO2. Pemberian nama ester terdiri dari dua kata yaitu gugus alkil (berasal dari alkoksi) diikuti dengan nama asam karboksilatnya dengan menghilangkan kata asam. Gugus atom yang terikat pada atom O (Gugus R) diberi nama alkil dan gugus R – COO – H diberi nama alkanoat.

Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas (FFA) menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan asam lemak dengan alcohol. Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan, jadi memerlukan katalis untuk mempercepat tercapainya keadaan setimbang. Katalis-katalis yang cocok adalah zat yang berkarakter asam kuat, dan karena ini asam sulfat, asam sulfonat organic atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis terpilih dalam praktek industrial

2.1.3.2 Transesterifikasi

Saat ini sebagian besar biodiesel muncul dari sumber daya yang dapat dimakan, seperti lemak hewan, minyak sayur, dan bahkan limbah minyak goreng, dengan katalis kondisi basa. Namun konsumsi tinggi katalis membuat biodiesel saat ini lebih mahal daripada bahan bakar yang diturunkan dari minyak bumi.

Transesterifikasi adalah pertukaran alcohol dengan suatu ester untuk membentuk ester yang baru. Reaksi ini bersifat reversible dan berjalan lambat tanpa adanya katalis. Penggunaan alcohol atau mengambil alih salah satu produk adalah langkah untuk mendorong reaksi kearah kanan atau produk.

Tahapan proses transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh air dan asam lemak bebas

Minyak nabati yang akan di transesterifikasi hasrus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5%. Selain itu, semua bahan yang akan digunakanharus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.

2. Perbandingan pengaruh molar alkohol dengan bahan mentah

Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida, untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4.8:1 dapat menghasilkan konversi 98%. Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan maka konversi yang didapat akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah satu jam konversi yang dihasilkan adalah 98 – 99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74 – 89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena menghasilkan konversi yang maksimum.

3. Pengaruh jenis alkohol

Pada rasio 6:1, methanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.

4. Pengaruh jenis katalis

Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling popular untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalahion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0.5 – 1.5% berat minyak nabati.

5. Metanolisis Crude dan Refined minyak nabati

Perolehan metal ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined. Namun apabila produk metal ester akan digunakan sebagai bahan

bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan disaring.

6. Pengaruh temperature

Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 – 65% (titik didih metanol sekitar 65oC) Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat.

2.2 Biodiesel dari bahan-bahan lainnya

2.2.1 Biodiesel dari bahan baku minyak jelantah kelapa sawit

Menurut Wibisono, Adhi; 19 Februari 2013, telah dilakukan sintesis biodiesel dari minyak jelantah kelapa sawit dengan cara reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Biodiesel yang didapat kemudian dianalisis dengan teknik kromatografi gas dan spektrometer massa (GC-MS). Kualitasnya ditentukan dengan analisis sifat fisika dan kimia kemudian dibandingkan dengan standar Jerman DIN V 51606. Hasil analisis GC-MS menunjukkan enam senyawa metil ester(biodiesel) seperti: metil miristat, metal palmitat, metil linoleat, metil oleat, metil stearat dan metil arakhidat. Biodiesel yang didapat mempunyai berat jenis (0,8976±0,0003g/mL), vikositas (4,53±0,0872mm/s), bilangan asam (0,4238±0,0397mgKOH/g), dan bilangan iod (9,3354±0,0288g iod/100g sampel) yang memenuhi syarat seperti yang ditetapkan oleh standar Jerman DIN 51606. Dengan kandungan metal ester mencapai 100 % yang diuji dengan menggunakan teknik GC (Gas Cromatography)

Sintesis biodiesel dilakukan dengan metoda two stage acid-base melalui dua tahap reaksi, yaitu tahap Esterifikasi, dilakukan dengan mereaksikan sejumlah volume minyak jelantah dengan methanol pada suhu 35oC dengan katalis asam dan disertai dengan pengadukan selama 5 menit, dan dilanjutkan dengan pengadukan tanpa pemanasan selama 1 jam. Kemudian didiamkan selama 24 jam. Setelah itu dilanjutkan dengan tahap reaksi kedua yaitu Reaksi Transesterifikasi. Campuran hasil tahap pertama ditambahkan dengan larutan natrium metoksida, kemudian dipanaskan pada suhu 55oC selama 2,5 jam diikuti dengan pengadukan. Setelah itu campuran dipindahkan ke dalam corong pisah dan didiamkan selam 1

jam, akan terbentuk lapisan gliserol dan lapisan biodiesel. Pisahkan lapisan biodiesel dan dicuci pada pH netral beberapa kali dengan air. Keringkan air yang terdistribusi dalam biodiesel dengan garam penarik air (MgSO4 anhidrid). Pisahkan biodiesel dari garam-garam yang mengendap dengan penyaringan. Filtrat yang diperoleh merupakan senyawa metil ester (biodiesel) hasil sintesis.

 Identifikasi dan interpretasi hasil sintesis

dengan GC-MS yakni biodiesel hasil sintesis dianalisis dengan GC-MS di Lab Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA UGM, untuk memastikan hasil yang diperoleh benar merupakan metil ester (biodiesel).

 Penentuan sifat fisika dan sifat kimia

biodiesel hasil sintesis, meliputi; Densitas, diukur dengan menimbang volume tertentu biodisel dalam gelas piknometer, Viskositas, diukur dengan metoda Oswald yaitu dengan mengukur laju mengalir biodiesel kemudian dibandingkan dengan laju mengalir dari senyawa pembanding yang telah diketahui densitasnya, Angka Asam, diukur dengan mentitrasi biodiesel dalam etanol dengan larutan KOH yang telah dibakukan dengan asam oksalat, dengan indicator phenolphtalein (pp), Angka Penyabunan, Sejumlah berat tertentu biodiesel direaksikan dengan jumlah tertentu KOH alkoholis berlebih dalam erlenmeyer tertutup kemudian dididihkan sampai semua biodiesel tersabunkan, ditandai dengan larutan bebas dari butir-butir minyak. Kelebihan KOH dititrasi dengan HCl untuk

mencari jumlah KOH yang bereaksi dengan biodiesel, Bilangan Iod, sejumlah berat tertentu biodiesel direaksikan dengan I2 dan KI, kemudian ditutup rapat dan didiamkan

selama 30 menit sambil sesekali digoyang. Campuran kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat yang telah dibakukan dengan kalium bikromat, dengan indikator amilum, sampai warna biru hilang. Dengan cara yang sama dilakukan titrasi blangko (tanpa biodiesel) dengan natrium tiosulfat. Selisih tiosulfat yang digunakan blanko dan sampel mencerminkan jumlah iodine yang bereaksi dengan biodiesel. hasil metal ester minyak jelantah sawit ditunjukkan pada tabel 2.2 di bawah ini.

Puncak Waktu Retensi Luas Puncak Senyawa yang di Duga 1 15.645 1.32 Metil miristat 2 17.917 34.18 Metil palmitat 3 19.416 11.17 Metil inoleat 4 19.625 46.60 Metil oleat 5 19.801 5.46 Metil staarat 6 21.546 1.28 Metil astilat

2.2.2. Biodiesel dengan bahan baku minyak goreng bekas

Menurut Evy Setiawati, Fatmir Edwar; Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru, rendemen yang dihasilkan pada penelitian ini tergolong tinggi dikarenakan adanya proses pengolahan bahan baku jelantah yang sesuai. Berdasarkan analisis GC, hasil metal ester terdapat dalam 7 senyawa yang dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini:

Tabel 2.3 Kandungan metal ester pada minyak goreng bekas [lit.3]

Puncak Waktu Retensi % Senyawa Senyawa

1 17.070 0.56 Metil ester tridekanoat

2 19.368 39.93 Metil ester heksadekanoat

(palmitat)

3 20.850 0.15 Olealdehid

4 21.163 51.29 Metil ester 9-octadecanoat (oleat) 5 21.326 4.58 Metil ester oktadekanoat (stearat)

6 22.925 3.31 Metal ester risinoleat

(undekanoat)

7 23.137 0.18 Metil ester eikosanoat (arachidat)

2.2.3. Biodiesel dengan bahan baku minyak jarak pagar

Biodiesel (metil ester) dihasilkan dari proses transesterifikasi minyak nabati antara lain dari minyak jarak pagar. Proses transesterifikasi dengan pereaksi metanol dan katalis basa (KOH) dapat dilakukan satu atau dua tahap pada berbagai variabel suhu reaksi dan nisbah molar metanol dengan minyak. Penelitian ini bertujuan membandingkan karakteristik físiko-kimia (viskositas, densitas dan bilangan asam) serta persentase ester asam lemak dari metil ester yang dihasilkan. Digunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan tiga variabel

perlakuan yaitu (A) tahap transesterifikasi (A1= satu tahap, A2= dua tahap), (B) suhu reaksi (B1= 30oC, B2= 65oC) dan (C) nisbah molar metanol-minyak (C1=3:1, C2=4:1, C3=5:1 dan C4=6:1), serta dua kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses transesterifikasi satu tahap pada suhu 30°C dengan nisbah molar metanol- minyak 5:1 menghasilkan karakteristik metil ester terbaik yaitu viskositas kinematik 3,89 cSt, densitas 0,88g/cm3 dan bilangan asam 0,48 mg KOH/g sampel. Tidak terdapat perbedaan jenis senyawa ester asam lemak pada metil ester hasil transesterifikasi satu dan dua tahap yaitu berturut-turut metil oleat (47,09-47,46%), metil linoleat (32,20-32,53%), metil palmitat (18,65-18,93) dan metil lignoserat (0,26-0,30%). Jumlah persentase senyawa ester asam lemak yang menunjukkan persentase konversi trigliserida menjadi metil ester pada proses satu tahap adalah 100%, sedangkan pada proses dua tahap adalah 99,62%. Rendemen (yield) metil ester pada proses satu tahap adalah 77,99%, lebih tinggi dibandingkan proses dua tahap yaitu 70,80%. Berdasarkan karakteristik dan rendemen metal ester, proses satu tahap lebih baik dibandingkan dua tahap. Spesifikasi Metil ester minyak jarak pagar ditunjukkan pada tabel 2.4 di bawah ini.

Tabel 2.4 Spesifikasi Metil Ester Minyak Jarak [lit 1]

No Sample ME Waktu Retensi (menit)

Nama Senyawa Komposisi %

1 ME satu tahap 25.217 Metil Palmitat 18.93 25.334 Metil Palmitoleat 1.11 28.598 Metil Oleat 47.46 28.986 Metil Linoleat 32.20 31.440 Metil Lignoserat 0.3 Jumlah: 100

No Sample ME Waktu retensi (menit)

Nama Senyawa Komposisi %

25.25 Metil Palmitat 18.65 25.348 Metal

palmitoleat

2 ME dua tahap 28.443-28.817 Metil oleat 47.09 28.991 Metil Linoleat 32.53 31.457 Metil Lignoserat 0.26 Jumlah: 99.62

2.2.4. Biodiesel dengan Bahan Baku Biji Karet

Menurut Soemargono, Edy Mulyadi; pemanfaatan biji karet (Hevea Brasiliensis), sebagai sumber bahan baku biodiesel merupakan terobosan yang tepat untuk meningkatkan nilai tambah perkebunan karet. Penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan pola pemungutan minyak biji karet secara maksimal dan mendapatkan kondisi proses produksi biodiesel yang memenuhi standar SNI dan ASTM. Proses produksi biodiesel dilakukan menggunakan prototip alat berkapasitas 20 liter/jam. Proses esterifikasi dijalankan pada suhu 105C, penambahan methanol 10% dan katalis asam, waktu 90 menit. Proses trans-esterifikasi dijalankan dalam reaktor alir osilasi dengan dosis katalis 1% berat minyak dan methanol sebanyak 15% berat minyak. Variabel yang dipelajari adalah suhu dan waktu proses. Produk biodiesel dimurnikan dengan sistem vakum. Dari hasil penelitian ini diperoleh rendemen kernel sebanyak 53% dari berat biji karet. Sedangkan minyak dalam kernel yang dapat dipungut maksimum 56% dari berat kernel. Karakteristik biodiesel sesuai dengan yang distandarisasikan, yaitu densitas 0,8565 g/ml, angka asam 0,49, angka iod 62,88, kadar ester 97,2%, flash point 178°C dan panas pembakaran 16183 J/g.

2.3 Komposisi Bahan Baku

Tanaman kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) sebagai tanaman penghasil minyak nabati. Tanaman ini telah tumbuh dengan baik di daerah Jawa Barat pada ketinggian 0–1000 m dpl, mampu berproduksi tinggi, berumur panjang dengan kanopi daun yang lebar dan perakaran dalam dengan produktivitas tanaman dan rendemen minyak yang tinggi tidak hanya potensial sebagai penghasil minyak nabati tetapi dapat juga digunakan

sebagai tanaman konservasi (Natakarmana, 2009). Bijinya yang beracun menjadikan tanaman ini tidak bersaing dengan pangan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar nabati.

Buah kemiri sunan (BKS) terdiri atas sabut atau husk, kulit biji atau cangkang dan inti biji atau kernel, biji atau kernel inilah yang mengandung minyak kasar yang cukup tinggi (>50 %). Inti dari buah kemiri sunan mampu menghasilkan minyak sebesar 56% (Vassen dan Umali, 2001 dalam Anomin,2009).

Untuk mendapatkan minyak kasar kemiri sunan (MKKS), kernel biji harus diperah terlebih dahulu, setelah itu baru diekstraksi. Hasil ekstraksi ini berupa minyak cairan bening berwarna kuning dan bungkil ekstraksi. Beberapa permasalahan dalam memproduksi MKKS ini diantaranya adalah : (1) Mutu atau kualitas biji sangat menentukan rendemen minyak yang diperoleh, sehingga diperlukan penanganan pasca panen yang sesuai, (2) Belum tersedia alat pengupas cangkang, sehingga pengupasan masih dilakukan secara manual dengan potensi yang sangat rendah dan membahayakan bagi pekerja karena biji beracun sehingga diperlukan penanganan biji secara khusus, (3) Belum tersedianya alat pengepres yang memadai, penggunaan alat pengepres jarak pagar belum mampu memerah minyak secara maksimal.

Hasil penelitian pendahuluan terhadap warna kernel kemiri sunan yang dipres dengan alat press mini Balittri-2 diperoleh bahwa rendemen MKKS yang dihasilkan berbeda, yaitu : (1) biji dengan warna kernel coklat kehitaman menghasilkan minyak kasar dengan redemen 24,72 % dengan warna minyak coklat kehitaman, (2) kernel berwarna coklat diperoleh sebanyak 37,22 % dengan warna minyak coklat, (3) kernel berwarna coklat keputihan menghasilkan minyak kasar 46,73 % dengan warna minyak coklat kekuningan, (4) kernel berwarna putih menghasilkan minyak kasar sebanyak 52,17 % dengan warna minyak kuning jernih, dan (5) biji tanpa dikupas (dipres dengan cangkangnya) diperoleh rendemen minyak sebanyak 29,81 % dengan warna minyak kasar coklat kekuningan. Dengan hasil yang demikian, biji yang menghasilkan kernel berwarna putihlah yang harus diperoleh untuk menghasilkan rendemen MKKS paling tinggi. Dari biji kemiri sunan dengan kadar air 12 % setelah dikupas cangkangnya akan diperoleh sekitar 70 % kernel dan 30 % cangkang. Kondisi kadar air yang demikian belum dapat menghasilkan MKKS yang optimal dan akan berpengaruh terhadap karakter fisik MKKS yang dihasilkan. Pembuatan minyak kasar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : (1) biji kemiri sunan dikeringkan sampai dengan kadar air 7 % kemudian langsung dipres dengan alat pengepres. Dengan cara ini akan diperoleh minyak kasar sekitar 30 % dengan warna coklat kehitaman dan bungkil 70 % berwarna coklat keputihan. (2) biji kemiri sunan dikupas terlebih dahulu kemudian daging buah/kernelnya

dikeringkan sampai dengan kadar air 7% baru dilakukan pengepresan. Dengan cara ini akan diperoleh minyak kasar yang lebih baik dan lebih banyak, yaitu 53 % minyak kasar yang berwarna kuning jernih dan 47 % bungkil yang berwarna putih.

Hasil analisis laboratorium terhadap asam-asam lemak MKKS diperoleh komposisi minyak yang terdiri dari asam palmitat 10 %, asam stearat 9 %, asam oleat 12 %, asam linoleat 19 % dan asam alpha-elaeostearat 51 %. Asam alpha-elaeostearat mengandung kandungan racun pada minyak. Sedang bungkil yang dihasilkan masih mengandung 6 %

Dokumen terkait