TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Bahan Bakar
Bahan bakar adalah istilah popular media untuk menyalakan api. Bahan bakar dapat bersifat alami dan dapat juga bersifat buatan. Bahan bakar alami misalnya, kayu bakar, batubara dan minyak bumi. Bahan bakar buatan misalnya, gas alam cair dan listrik. Sebenarnya, listrik tidak dapat disebut sebagai bahan bakar karena langsung mengahsilkan panas. Panas inilah yang sebenarnya dibutuhkan manusia dari proses pembakaran, disamping cahaya akibat nyalanya (Ismun, 1993).
Biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan bahan bakar makin lama makin mahal. Makin tinggi teknologi yang digunakan untuk mengolah bahan bakar, maka makin mahal harganya. Demikian pula, makin langka bahan baku yang dipakai untuk menghasilkan bahan bakar. Maka harganya akan semakin mahal. Akibat langsung jika menggunakan bahan bakar semacam ini adalah biaya hidup tinggi sehingga tidak banyak orang yang mampu memanfaatkannya. Gas alam yang dicairkan, misalnya LNG tidak banyak terjangkau oleh masyarakat desa atau pedagang-pedagang kecil yang memerlukan bahan bakar (Anonimous, 2000).
Konsumsi energi bagi manusia merupakan suatu masalah besar dimana sumber energi banyak digunakan sekarang yaitu minyak bumi dan batubara yang cadangannya makin menipis. Oleh sebab itu, penghematan konsumsi energi bagi umat manusia perlu ditanggulangi guna penyelamatan kebutuhan hidup masa datang. Hal ini bisa terjadi terutama di negara-negara berkembang (Nusyirwan dan Nuryetti, 1987).
Pengetahuan mengenai sifat bahan bakar membantu dalam memilih bahan bakar yang benar untuk keperluan yang benar dan untuk penggunaan bahan bakar yang efisien. Uji laboratorium biasanya digunakan untuk mengkaji sifat dan kualitas bahan bakar (Reksohadiprojo, 1998). Jadi untuk melakukan pembakaran diperlukan dua unsur, yaitu :
a. Bahan bakar b. Oksigen
Berbagai jenis bahan bakar (seperti bahan bakar cair, padat, dan gas) yang tersedia tergantung pada berbagai faktor seperti biaya, ketersediaan, penyimpanan, handling, dan lain-lain.
1) Bahan bakar padat
Bahan bakar padat yang terdapat dibumi kita ini berasal dari zat-zat organik. Bahan bakar padat mengandung unsur-unsur antara lain : Zat arang atau Karbon (C), zat lemas atau Nitrogen (N), Hidrogen (H), Belerang (S), zat asam atau Oksigen (O) Abu dan Air yang kesemuanya itu terikat dalam satu persenyawaan kimia.
2) Bahan bakar cair
Bahan bakar cair berasal dari minyak bumi. Minyak bumi didapat dari dalam tanah dengan jalan mengebornya pada ladang-ladang minyak, dan memompanya sampai ke atas permukaan bumi, untuk selanjutnya diolah lebih lanjut menjadi berbagai jenis minyak bakar.
3) Bahan bakar gas
Didalam tanah banyak terkandung : Gas Bumi (Petrol Gas) atau sering disebut pula dengan gas alam, yang timbul pada saat proses pembentukan minyak bumi, gas tambang, dan gas rawa CH4 (Methane). Seperti halnya dengan minyak bumi, gas alam tersebut diperoleh dengan jalan pengeboran dari dalam tanah, baik di daratan maupun pada lepas pantai terhadap lokasi-lokasi yang diduga terdapat kandungan gas alam.
2.3 Biomassa
2.3.1 Definisi Biomassa dan Pelet Biomassa
Biomassa merupakan bahan yang potensial untuk menghasilkan berbagai produk yang bermanfaat melalui suatu proses konversi baik secara fisik, kimiawi, biologis, ataupun enzimatis untuk energi (bioetanol). Ketersediaan biomassa yang merupakan bahan terbarukan cukup melimpah, baik berupa hasil penanaman maupun berupa limbah. Sumber-sumber untuk membuat energi biomassa itu sendiri bisa berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
mengandung selulosa, seperti kayu, cangkang sawit, sekam padi, tebu, dan lain-lain (Erlich, 2005).
Suatu perubahan (konversi) dari suatu biomassa menjadi bentuk lainnya yang melibatkan keadaan fisik dari bahan tersebut. Konversi fisika meliputi penggerusan, penggerindaan, dan pengukusan untuk mengurai struktur biomassa dengan tujuan meningkatkan luas permukaan sehingga proses selanjutnya, kimia, termal, dan biologi bisa dipercepat. Proses ini juga meliputi pemisahan, ekstraksi, penyulingan, dan sebagainya untuk mendapatkan bahan berguna dari biomassa serta proses pemapatan, pengeringan, atau kontrol kelembaban dengan tujuan membuat biomassa lebih mudah diangkut dan disimpan. Teknologi konversi fisika sering digunakan pada perlakuan pendahuluan untuk mempercepat proses utama (Ismun, 1993).
Pelet telah diproduksi sejak seabad yang lalu dengan menggunakan panas dan tekanan sehingga pelet berbentuk silindris, dapat diproduksi dari berbagai materi untuk tujuan yang berbeda-beda. Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan pelet adalah densitasnya yang maksimal sekitar 40 lbs/ft3, mengalir seperti cairan dan ideal dipergunakan untuk sistem yang otomatis, dapat digunakan pada kompor dan boiler, dapat digunakan dalam aplikasi berskala kecil maupun besar, mudah untuk ditangani, disimpan, dan ditransportasikan, serta meningkatkan karakteristik pembakaran dari bahan baku yang dipergunakan (www.pelheat.com). Gambar pelet biomassa dapat dilihat pada Gambar 2.1 dibawah ini.
Gambar 2.1 Pelet Biomassa (Lit: 26)
Peletisasi biomassa merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan penanganan, transportasi, pengubahan yang lebih mudah, dan penyimpanan sewaktu-waktu (Erlich, 2005). Untuk menghasilkan pelet biomassa yang memiliki kualitas yang baik, tahapan prosesnya dideskripsikan dalam skema pada Gambar 2.2 sebagai berikut:
Gambar 2.2 Skema proses produksi pelet biomassa (Lit: 26)
2.3.2 Serbuk Kayu
Serbuk kayu adalah serbuk kayu dari jenis kayu yang sembarang diperoleh dari limbah ataupun sisa yang terbuang dari jenis kayu dan dapat diperoleh ditempat pengolahan kayu ataupun industri kayu. Serbuk ini biasanya terbuang percuma ataupun dimanfaatkan untuk bahan pembuatan obat nyamuk. Maka dicari alternatif untuk membuat limbah gergaji kayu lebih bermanfaat dalam penggunaannya (Effendi, 2005).
Penyiapan bahan baku Pengayakan Pembuatan Pelet Pencampuran Pengeringan Pengujian 1 2 3 4 5
Gambar 2.3 Serbuk Kayu
Limbah pengolahan kayu dapat digunakan untuk beberapa keperluan dan dapat dibedakan menjadi : kulit kayu, potongan kayu, serpihan dan serbuk hasil gergaji. Limbah kayu dapat terjadi di industri penggergajian, yang terdiri atas kayu-kayu dari berbagai bentuk dan ukuran yang pemanfaatannya belum secara optimal, pada umumnya banyak dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Berdasarkan Departemen Kehutanan (2000) produksi kayu gergajian di Sumatera Utara pada tahun 2006 mencapai 66.616 m3. Dengan asumsi bahwa produksi limbah kayu gergajian sebesar 50% dan serbuk gergajian sebesar 15% (Departemen Kehutanan 1998/1999, dalam Pari, 2002) maka besarnya limbah kayu gergajian yang dihasilkan adalah sebesar 33.308 m3 dan produksi serbuk gergajian yang dihasilkan sebesar 9.992,4 m3
2.3.3 Tandan Kosong Kelapa Sawit
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan salah satu limbah industri minyak sawit yang jumlahnya cukup banyak dan mengandung serat yang cukup banyak serta sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut, hasil penelitian, 1 hektar kebun kelapa sawit bisa menghasilkan 1,5 ton TKS kering atau 2,64 TKS (kadar air 50%) per tahun (Anonim, 2005).
Gambar 2.4 Tandan Kosong Kelapa Sawit
Pemanfaatan TKS sebagai sumber energi berupa pelet biomassa akan memberikan keuntungan secara finansial dan juga akan membantu di dalam pelestarian lingkungan.
Ditinjau dari karakteristik bahan baku, jika dibandingkan dengan cangkang kelapa sawit, cangkang kelapa sawit memiliki banyak kemiripan. Perbedaan yang mencolok yaitu pada kadar abu yang biasanya mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan oleh cangkang kelapa sawit.
Tabel 2.1 Kandungan proksimat cangkang kelapa sawit (Lit: 22)
Parameter Hasil (%)
Kadar air (moisture in analysis) 7.8 Kadar abu (ash content) 2.2 Kadar yang menguap (volatile matter) 69.5 Karbon aktif murni (fixed carbon) 20.5 (Sumber: Nugraha dan Rahmat, 2008)
2.3.4 Briket Arang
Briket arang adalah arang yang diolah lebih lanjut menjadi bentuk briket (penampilan dan kemasan yang lebih menarik) yang dapat digunakan untuk keperluan energi sehari-hari. Pembuatan briket arang dari limbah industri pengolahan kayu dilakukan dengan cara penambahan perekat tapioka, dimana
bahan baku diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicampur perekat, dicetak dengan sistem hidrolik manual selanjutnya dikeringkan (Pari, 2002).
Gambar 2.5 Briket Arang
Briket arang juga disebut arang kayu yang diubah bentuk, ukuran, dan kerapatannya dengan cara mengempa campuran serbuk dengan bahan perekat. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan briket adalah arang kayu atau kayu yang berukuran kecil yang diperoleh dari limbah industri penggergajian tau industri perkayuan. Tsoumis (1991), mengemukakan bahwa briket juga terbuat dari residu berkarbon, dan digunakan untuk pembakaran dan kegunaan lain yang berhubungan. Pada beberapa produk, bahan tambahan diperlukan, seperti lilin untuk menambah pembakaran, dan substansi lainnya untuk memberikan bau yang menyenangkan dan warna yang seragam.
Arang dalam bentuk briket memiliki kelebihan dibandingkan dalam bentuk arang, yakni :
1. Memperbesar rendemen pada pembuatan arang karena arang yang diperoleh dapat dipergunakan dalam pembuatan briket arang.
2. Bentuknya seragam dan lebih padat atau memperkecil tempat penyimpanan dan transportasi.
3. Kualitas pembakaran lebih baik apabila digunakan tambahan yang sesuai 4. Lebih menguntungkan karena pada umumnya 40% terdiri dari bahan baku
arang yang nilainya lebih rendah dari arang.
5. Bahan baku tidak terikat pada satu jenis kayu, hampir segala jenis kayu dapat digunakan sebagai bahan pembuatan briket arang.
Karakteristik briket arang yang terbuat dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dan cangkang sawit sangat berbeda. Briket arang TKKS memiliki kadar abu yang lebih tinggi, sedangkan kadar kalor dan karbon terikatnya lebih rendah. Ditinjau dari segi kalor, kedua briket arang tersebut telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk briket arang kayu yaitu minimal 5000 kalori/gram.
Tabel 2.2 Kandungan proksimat briket dari tandan kelapa sawit dan cangkang kelapa sawit (Lit: 22)
Karakteristik Briket Arang Tandan Kosong Kelapa Sawit
Briket Arang Cangkang Kelapa Sawit
Kadar air, % 9,77 8,47
Kadar abu, % 17,15 9,65
Kadar yang menguap, % 29,03 21,10
Karbon aktif murni, % 53,82 69,25
Nilai kalor, kal/g 5578 6600
(Sumber: Nugraha dan Rahmat, 2008)
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelet