• Tidak ada hasil yang ditemukan

PT. Perkebunan Nusantara III Sarang Giting

Kebun Sarang Giting adalah salah satu kebun PT. Perkebunan Nusantara III terletak di Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatra Utara ± 112 km dari Medan berada antara 03°15′00″ LU dan 99°00′00″ BT dengan ketinggian ± 114 Meter diatas permukaan laut, dengan jenis tanah ultisol, latosol, dan inceptisol topografi berbukit sampai dengan bergelombang yang beerbatasan di bagian utara adalah kecamatan Sei Rampah, di bagian Selatan adalah Kecamatan Sipispis, di bagian timur berbatasan dengan Tebing Tinggi, serta di bagian barat berbatasan dengan Kecamatan Serbajadi dan Kecamatan Bintang Bayu. (BPMP Sumut, 2012).

PTPN III Sarang Giting sampai saat ini memiliki luasan lahan tanaman menghasilkan karet seluas 1.564,03 ha, tanaman belum menghasilkan karet seluas 964,80 ha, tanaman utama karet seluas 394 ha, kebun entrys karet seluas 5 ha, bibitan seluas 15 ha, jumlah tanaman karet seluas 2.954,03 ha, tanaman menghasilkan kelapa sawit seluas 552,44 ha, jumlah tanaman kelapa sawit 552,44 ha, jumlah tanaman karet dan sawit seluas 3.495, 29 ha, lain-lain seluas 523,533 ha dan total luas lahan PTPN III Sarang Giting adalah 4.030,003 ha (PTPN III, 2014).

Tanaman Karet

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam famili Euphorbiacea, disebut dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai ataupun hapea. Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting sebagai sumber devisa

non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Upaya peningkatan produktivitas tanaman tersebut terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidaya dan pasca panen (Damanik, dkk., 2010).

Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan, yang dikenal sebagai latex. Karet adalah tanaman perkebunan/industri tahunan berupa pohon batang lurus yang pertama kali ditemukan di Brasil dan mulai dibudidayakan tahun 1601. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor. Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand (Fauzi, 2008).

Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut: - Divisi : Spermatophyta

- Sub divisi : Angiospermae - Kelas : Dicotyledonae - Keluarga : Euphorbiaceae - Genus : Hevea

- Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg. (Setyamidjaja, 1993).

Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.000 - 2.500 mm/tahun dengan hari hujan berkisar 100 s/d 150 HH/tahun. Lebih baik lagi jika curah hujan merata sepanjang tahun. Sebagai tanaman tropis, karet membutuhkan sinar matahari sepanjang hari, minimum 5 - 7 jam/hari. Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m – 400 m dari permukaan

8

laut (dpl). Pada ketinggian > 400 m dpl dan suhu harian lebih dari 30oC, akan mengakibatkan tanaman karet tidak bisa tumbuh dengan baik. Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 - 25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas (Damanik, dkk., 2010).

Tanah

Tanah dibentuk sebagai suatu hasil interaksi beberapa variabel, di antaranya yang terpenting oleh iklim, bahan induk (batuan induk/geologi), topografi (relief permukaan tanah), organisme dan waktu. Sedangkan bahan mineral tanah adalah komponen bahan anorganik yang berasal dari batuan induk yang telah mengalami pelapukan. Bahan induk ini pecah menjadi fragmen- fragmen kecil yang bervariasi dalam ukuran. Ukuran partikel-partikel tanah ini dinamakan tekstur tanah. Tanah terdiri dari berbagai macam tekstur, mulai dari tekstur tanah liat sampai ke butir-butir pasir yang kasar, yang bergabung bersama- sama bahan organik (Anggraeni, 2013).

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis maupun aluvial. Pada lapisan olah tanah tidak disukai tanaman karet karena mengganggu pertumbuhan dan perkembangan akar, sehingga proses pengambilan hara dari dalam tanah terganggu. Derajat keasaman mendekati normal cocok untuk tanaman karet, yang paling cocok adalah pH 5 - 6. Batas toleransi pH tanah adalah 4 - 8. Sifat-sifat tanah yang cocok pada umumnya antara lain; aerasi dan drainase cukup, tekstur tanah remah, struktur terdiri dari

35% tanah liat dan 30% tanah pasir, kemiringan lahan <16% serta permukaan air tanah < 100 cm (Damanik, 2010).

Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet mempunyai pH antara 3,0-8,0. pH tanah di bawah 3,0 atau di atas 8,0 menyebabkan pertumbuhan tanaman yang terhambat. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet adalah sebagai berikut solum cukup dalam, sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batu-batuan, aerasi dan drainase baik, remah porus dan dapat menahan air, tekstur terdiri atas 35 % liat dan 30 % pasir, tidak bergambut, dan jika ada tidak lebih tebal dari 20 cm, kandungan unsur harap N, P, dan K cukup dan tidak kekurangan unsur mikro, pH 4,5 - 6,5 , kemiringan tidak lebih dari 16 %, dan permukaan air tanah tidak kurang dari 100 cm (Setyamidjaja, 1993).

Tanah Inceptisol

Inseptisol tersebar luas di Indonesia dengan luas 40.879.687 ha dari total lahan kering masam di Indonesia yaitu 102.817.113 ha dengan penyebarannya dominan terdapat di Sumatera (13.412.422 ha), Kalimantan (10.968.100 ha) dan Papua (9.928.395 ha) sedangkan luasnya di Jawa, Bali dan Sulawesi berturut- turut adalah 2.124.623 ha, 38.884 ha dan 4.407.263 ha (Mulyani, dkk., 2009). Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan masih banyak menyerupai sifat Bahan induknya. Banyak Inceptisol terdapat dalam keseimbangan dengan lingkungan dan tidak akan matang bila lingkungan tidak berubah. Pada tanah ini tidak ada proses pedogenik yang dominan kecuali leaching, meskipun mungkin semua proses pedogenetik adalah aktif (Hardjowigeno, 2003).

10

Karakteristik sifat tanah inseptisol biasanya memiliki solum dalam, mengalami pencucian dan pelapukan lanjut, berbatas horizon baur, kandungan mineral primer dan unsur hara rendah, konsistensi gembur dengan stabilitas agregat kuat dan terjadi penumpukan relatif seskuioksida di dalam tanah sebagai akibat pencucian silikat. Ciri-ciri dari tanah inseptisol adalah adanya horizon kambik, dimana terdapat horizon penumpukan liat < 20% dari horizon diatasnya , mencakup tanah sulfat masam (Sulfaquept) yang mengandung horizon sulfuric yang sangat masam, tanah sawah (aquept) dan tanah latosol. Sifat - sifat lain dari tanah ini adalah mempunyai warna tanah merah, coklat kemerahan, coklat, coklat kekuningan atau kuning tergantung bahan induk, warna batuan, iklim dan letak ketinggian. Perkembangan tanah akibat pengaruh iklim yang lemah, letusan vulkan atau topografi yang terlalu miring atau bergelombang (Munir, 1996).

Pemanfaatan Inceptisol pada masa yang akan datang secara maksimal perlu ditingkatkan. Sehingga secara keseluruhan prospek pemanfaatan Inceptisol di Indonesia masih dapat dikembangkan dengan budidaya yang tepat sesuai dengan kemampuan lahan tersebut (Munir, 1996).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu, dan liat. Dalam klasifikasi tanah (taksonomi tanah) tingkat famili, kasar halusnya tanah ditunjukkan oleh sebaran ukuran butir (particle size distribution) yang merupakan penyederhanaan dari kelas tekstur dengan memeperhatikan pula fraksi tnah yang lebih besar dari pasir (lebih dari 2 mm). Tekstur tanah menunjukkan proporsi berat dari partikel-partikel <2mm yang ditetapkan di laboratorium. Estimasi di lapang harus selalu

dibandingkan dengan hasil analisis mekanik di laboratorium. Di lapangan, pasir terasa kasar di jari tangan (ibu jari dan telunjuk) dan dapat dilihat dengan mata telanjang (tanpa bantuan alat). Kelas-kelas tekstur yang ditetapkan adalah: pasir, pasir berlempung, lempung berpasir, lempung, lempung berdebu, debu, lempung liat berpasir, lempung berliat, lempung liat nerdebu, liat berpasir, dan liat (Yunus, 2004).

Tektur tanah sebenarnya merupakan perbandingan relatif dari berbagai golongan besar partikel tanah dalam suatu massa tanah, terutama perbandingan antara fraksi-fraksi pasir, debu, dan liat. Tekstur tanah dalam, turut menentukan tata air dalam tanah dan besar kecilnya aliran air permukaan yang ditentukan oleh (a) kecepatan infiltrasi, yaitu kemampuan tanah untuk merembeskan air yang biasanya dinilai dalam mm setiap satuan waktu. (b) kemampuan penetrasi atau permeabilitas air yang ada di lapisan tanah, yang berlainan atau jelasnya lagi kemampuan air yang terdapat pada suatu lapisan untuk menembus lapisan lain yang ada di bawahnya (Kartasapoetra, 1989).

Tabel 1: Bagian Ukuran Fraksi Tanah (Tekstur)

Sistem USDA Diameter Fraksi

(mm) - Pasir sangat kasar (very coarse sand) 2,0 – 1,0

- Pasir Kasar (coarse sand) 1,0 – 0,5

- Pasir Sedang (medium sand) 0,5 – 0,25

- Pasir Halus (fine sand) 0,25 – 0,10

- Pasir Sangat Halus (very fine sand) 0,1 - 0,05

- Bedu (silt) 0,05 – 0,002

- Liat (clay) Kurang dari 0,002

(Yunus, 2004).

Secara skematis klasifikasi tanah tersebut dapat dilihat melalui klasifikasi segitiga USDA, seperti terlihat pada Gambar 1.

12

Gambar 1. Diagram segitiga tekstur tanah menurut USDA (Foth, 1951).

Makin banyak ukuran pori mikro yang terbentuk, jika ukuran separat semakin besar. Tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro (besar/disebut lebih poreus), tanah yang didominasi oleh debu akan banyak mempunyai pori-pori meso (sedang/agak poreus), sedangkan yang didominasi liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro (kecil/tidak poreus) (Hanafiah, 2005).

Menurut Hanafiah (2005) dominasi fraksi pasir akan menyebabkan terbentuknya sedikit pori-pori makro (dari 5.700 partikel per gram tanah terbentuk sekitar 1.400 pori makro), sehingga luas permukaan yang disentuh bahan menjadi sangat sempit (hanya 45 cm2 per gram tanah), sehingga daya pegangnya terhadap

air sangat lemah. Kondisi ini menyebabkan air dan udara mudah massuk keluar tanah, hanya sedikit air yang tertahan. Pada kondisi lapangan, sebagian besar ruang pori terisi oleh udara, sehingga pori-pori makro disebut juga pori aerasi, atau dari segi kemudahannya dilalui air (permebilitas) disebut juga sebagai pori drainase. Namun persoalan pada fenomena tersebut meskipun ketersediaan air dan udaranya baik, ketersediaan nutrisinya rendah.

Struktur Tanah

Tipe struktur tanah di kelompokkan menurut bidang perpecahan agregat yang digolongkan atas struktur sederhana dan struktur senyawa. Struktur sederhana adalah struktur tanpa bidang perpecahan yang jelas, yaitu struktur tunggal dan struktur pejal. Sedangkan struktur senyawa mempunyai bidang perpecahan yang nyata. Jika bidang perpecahan arah vertikal lebih besar dari arah horizontal, maka akan terbentuk struktur prisma kolumnar. Jika bidang perpecahan arah horizontal lebih besar dari arah vertikal, akan terbentuk struktur lempeng jika bidang perpecahan arah vertikal sama dengan arah horizontal akan terbentuk struktur kubus dan jika sangat berpori akan terbentuk struktur granular. Tanah dengan struktur yang baik (granular, remah) mempunyai tata udara yang baik, sehingga unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan lebih mudah diolah. Struktur tanah menentukan sifat aerasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air serta sifat-sifat mekanik tanah. Struktur tanah yang baik adalah bentuk membulat, sehingga tidak dapat bersinggungan dengan rapat (Yunus, 2004).

Pada tanah yang berstruktur remah, pada umumnya mempunyai perbandingan yang relatif sehimbang antara bahan padat dan ruang pori-pori pada tanahnya. Dengan adanya keseimbangan ini sangat berpengaruh pada pencukupan

14

kebutuhan tanaman akan air dan udara bagi kelangsungan pertumbuhannya yang baik, sedangkan bahan padatnya dapat menjadi pegangan akar sehingga pertumbuhannya kuat dan resistan terhadap berbagai pengaruh yang merobohkannya. Namun demikian tanah yang berstruktur remah itu adapula kelemahannya, yaitu jika pori-pori tanahnya tidak berfungsi dikarenakan terjadinya penyumbatan, misalnya karena tanaman penutup tanahnya jarang, sehingga butir-butir air hujan dengan gaya kinetisnya dapat menghancurkan lebih halus agregat tanah. Untuk mengatasinya tanaman penutup tanah harus diperhatikan (Kartasapoetra, 1989).

Bahan Organik Tanah

Bahan organik dalam tanah berasal dari proses dekomposisi/residu tumbuhan dan binatang yang telah mati. Tanah biasa dapat mengandung bahan organik 0 – 95%. Terlalu tinggi/rendah kandungan bahan organik dalam tanah tidak baik untuk pertanian. Humus pada umumnya terdiri dari asam phenolat, karboksilat atau beberapa ester dari asam lemak, karena itu kandungan humus dalam tanah akan mempengaruhi pH tanah. Tanah yang baik untuk pertanian mengandung 5 – 15% bahan organik. Supaya tanah tetap baik maka komposisi bahan organik harus tetap dipertahankan. (Anggraeni, 2013)

Kadar bahan organik dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan dan partikel yang ada di dalam tanah. Semakin tinggi bahan organik, ruang antar partikelnya semakin tinggi. Makin tinggi elevasi dan/atau makin rendah suhu, maka kadar bahan organik makin tinggi disertai dengan nisbah C/N makin besar. Pada umumnya kadar bahan organik akan semakin rendah ke arah bagian profil tanah. Hal ini dikarenakan sumber bahan organik yang terbanyak

terutama ialah serasah dan akar tumbuhan berada di atas permukaan tanah. Faktor yang berpengaruh atas dekomposisi/mineralisasi bahan organik adalah suhu; makin rendah suhu, dekomposisi/mineralisasi makin lemah karena kegiatan jasad pengurai didalam tanah akan menurun. Hubungan antara elevasi dan kadar bahan organik bersifat tak langsung. Bahan organik tanah (BOT) meningkatkan struktur dan konsistensi tanah, dan dengan memperbaiki aerasi, permeabilitas, dan daya tanah menyimpan air (Notohadiprawiro,1998).

Tekstur tanah juga cukup berperan, makin tinggi jumlah liat makin tinggi pula bahan organik dan N tanah bila kondisi lainnya sama. Tanah berpasir memungkinkan oksidasi yang baik sehingga bahan organik cepat habis. Drainase buruk, dimana air berlebihan, oksidasi terhambat karena aerasi buruk menyebabkan kadar bahan organik dan N tinggi daripada tanah berdrainase baik. Disamping itu vegetasi penutup tanah, adanya kapur juga mempengaruhi bahan organik tanah. Vegetasi hutan akan berbeda dengan padang rumput dan tanah pertanian. Faktor-faktor ini asling berkaitan, sehingga sukar menilainya sendiri (Hakim, dkk., 1986).

Kriteria unsur hara tanah dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Kriteria unsur hara tanah

Sifat tanah Satuan Sangat

rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat tinggi Nitrogen % < 0,1 0,1-0,2 0,21-0,50 0,51-0,75 > 0,75 P-avl Bray II ppm < 8,00 8,00-15,00 16-25 26-35 >35 K-tukar me/100 < 0,10 0,1-0,2 0,30-0,50 0,60-1,00 >1,00 ( Notohadiprawiro, 1998).

Usaha-usaha mempertahankan kadar bahan organik tanah hingga mencapai kondisi ideal (5 % pada tanah lempung berdebu) merupakan tindakan yang baik, berwawasan lingkungan dan berfikir untuk kelestariannya.

16

Penambahan bahan organik ke dalam tanah lebih kuat pengaruhnya ke arah perbaikan sifat-sifat tanah dan bukan untuk meningkatkan unsur hara dalam tanah. Bahan organik memberikan hampir semua unsur yang dibutuhkan tanaman dalam perbandingan yang relatif setimbang walaupun kadarnya sangat kecil. Penggunaan bahan organik kedalam tanah harus memperhatikan perbandingan kadar unsur C terhadsp unsur hara (N, P, K, dsb), karena apabila perbandingannya sangat besar bisa menyebabkan terjadinya imobilisasi (proses pengurangan jumlah kadar unsur hara oleh aktifitas mikroba) (Winarso, 2005).

Karbon adalah komponen utama dari bahan organik. Pengukuran C- organik secara tidak langsung dapat menentukan bahan organik melalui penggunaan faktor koreksi tertentu. Soil Survey Laboratory menetapkan untuk menggunakan kadar C-organik dalam tanah lebih baik daripada penggunaan kadar bahan organik. Rumus yang digunakan adalah:

Bahan organik (%) = ... (1)

b = BTKO – BTP

Dimana: BTKO = Berat Tanah Kering Oven

BTP = Berat Tanah Setelah Pembakaran (Mukhlis, 2007).

Kerapatan Massa Tanah

Kerapatan lindak (kerapatan isi atau bobot isi atau bobot volume atau bulk density) menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Kerapatan isi tanah merupakan petunjuk kepadatan tanah, makin tinggi kerapatan isi tanah makin sulit meneruskan air atau

ditembus akar tanaman. Pada umumnya kerapatan isi tanah berkisar antara 1,1 – 1,6 gr/cm3. Kerapaatan isi ini dipengaruhi oleh struktur tanah dan merupakan sifat fisik tanah yang dapat menunjukkan kegemburan atau tingkat kepadatan tanah (Yunus, 2004).

Bulk density dilapangan tersusun atas tanah-tanah mineral yang umumnya berkisar 1,0-1,6 gr/cm3. Tanah organik memiliki nilai bulk density yang lebih mudah, misalnya dapat mencapai 0,1 gr/cm3-0,9 gr/cm3 pada bahan organik. Bulk density atau kerapatan massa tanah banyak mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti porositas, kekuatan, daya dukung, kemampuan tanah menyimpan drainase, dll. Sifat fisik tanah ini banyak bersangkutan dengan penggunaan tanah dalam berbagai keadaaan (Hardjowigeno, 2003).

Kerapatan massa tanah (Bulk Density) adalah berat tanah kering udara dibagi dengan volumenya. Nilai kerapatan massa dari tanah dapat dituliskan sebagai: Kerapatan massa tanah (Db) = ……….. (2)

(Dingus, 1999).

Kandungan air tanah berhubungan dengan kerapatan isi dan porositas tanah. Semakin tinggi kerapatan isi tanah, maka semakin padat tanah (porositas semakin rendah), sehingga sirkulasi udara dan kondisi air tanah tidak menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman apabila suatu tanah cukup gembur dengan kerapatan isi kurang dari 1,2 g/cm3, maka pengolahan tanah konservasi (tanpa olah tanah atau pengolahan tanah minimum) merupakan cara pengolahan yang sangat dianjurkan karena sifat tanah peka terhadap erosi (Rachman, 1987).

18

Kerapatan Partikel Tanah

Kerapatan partikel (Particle Density) dari tanah adalah massa tanah kering udara dibagi dengan volume dari partikel tanah.

Kerapatan Partikel Tanah (Dp) = …………... (3)

Berat jenis partikel merupakan fungsi perbandingan antara komponen bahan mineral dan bahan organik. Berat jenis partikel untuk tanah-tanah mineral berkisar antara 2,6 - 2,7 g/cm3, dengan nilai rata-rata 2,65 g/cm3, sedang berat jenis partikel tanah organik berkisar 1,30 - 1,50 g/cm3 (Pandutama, dkk., 2003).

Menghitung kerapatan butir tanah, berarti menentukan kerapatan partikel tanah dimana pertimbangan hanya diberikan untuk partikel yang solid. Oleh karena itu kerapatan partikel setiap tanah merupakan suatu tetapan dan tidak bervariasi menurut jumlah ruang partikel. Untuk kebanyakan tanah mineral kerapatan partikelnya rata-rata sekitar 2,6 gr/cm3. Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah, akibatnya tanah permukaan biasanya kerapatan butirnya lebih kecil dari subsoil. Walau demikian kerapatan butir tanah tidak berbeda banyak pada tanah yang berbeda, jika tidak, akan terdapat suatu variasi yang harus mempertimbangkan kandungan tanah organik atau komposisi mineral (Foth, 1984).

Kerapatan partikel tanah dipengaruhi oleh kadar air tanah, tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik tanah dan topografi lahan. Kadar air tanah mempengaruhi volume kepadatan tanah yang tersusun atas fraksi pasir, debu dan liat. Bahan organik pada tanah akan menyebabkan kondisi tanah menjadi berlubang, karena bahan organik akan menempati ruang di antara partikel tanah

sehingga tanah menjadi porous. Bahan organik mengandung berbagai macam senyawa yang akan diuraikan oleh mikroorganisme dan membantu melekatkan partikel-partikel tanah membentuk agregat. Sehingga tanah yang memiliki bahan organik yang tinggi akan menjadi lebih berpori, gembur, memiliki kerapatan partikel yang lebih kecil, dapat menyimpan, dan mengalirkan udara dan air (Baver, 1956).

Porositas Tanah

Porositas tanah adalah ukuran yang menunjukkan bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah yang terisi oleh udara dan air. Pori dalam tanah menentukan kandungan air dan udara dalam tanah serta menentukan perbandingan tata udara dan tata air yang baik. Penambahan bahan organik pada tanah padat, akan meningkatkan pori yang berukuran menengah dan menurunkan pori makro. Dengan demikian akan meningkatkan kemampuan menahan air (Firdaus, dkk., 2013).

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar tanah secara leluasa (Hanafiah, 2005).

Kelas porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 3 Tabel 3. Kelas porositas tanah

Porositas (%) Kelas 100 Sangat porous 60-80 Porous 50-60 Baik 40-50 Kurang baik 30-40 Buruk < 30 Sangat buruk

20

Untuk menghitung persentase ruang pori ( ) yaitu dengan membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dengan persamaan:

...(5) Dimana: = porositas (%)

Bd = Kerapatan massa (g/cm3

Pd = Kerapatan partikel (g/cm3)

(Hansen, dkk., 1992).

Porositas tanah dapat berbeda dalam jarak, hanya beberapa sentimeter bahkan milimeter. Jika nilai porositas tanah ditetapkan berdasarkan volume contoh tanah yang kecil atau tidak memadai, maka sangat besar kemungkinannya nilai porositas yang ditetapkan terlalu kecil atau terlalu besar dari yang sebenarnya. Hal tersebut akan menyebabkan kesalahan dalam menginterpretasi berbagai aspek tanah yang berkaitan dengan pori tanah seperti perkolasi, pencucian, aliran permukaan, dan lain-lain. Volume dan jumlah contoh tanah yang terlalu besarpun tidak diinginkan karena akan menyulitkan dalam menanganinya yang akan mempengaruhi kualitas data. Volume dan jumlah contoh tanah yang sedikit adalah yang baik, namun hasil analisisnya mendekati kondisi sifat tanah sebenarnya, yang ditunjukkan oleh perbedaan yang kecil antara hasil pengukuran satu dan lainnya (Kurnia, dkk., 2006).

Kadar Air Kapasitas Lapang

Air pada kapasitas lapang adalah air yang tetap tersimpan dalam tanah yang tidak mengalir ke bawah karena gaya gravitasi; sedangkan air pada persentase pelayuan permanen adalah apabila pada kelembaban tanah tersebut

tumbuhan yang tumbuh diatasnya akan layu dan tidak akan segar kembali dalam atmosfer dengan kelembaban relatif 100%. Air seringkali membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya. Respon tumbuhan terhadap kekurangan air dapat dilihat pada aktivitas metabolismenya, morfologinya, tingkat pertumbuhannya, atau produktivitasnya. Pertumbuhan sel merupakan fungsi tanaman yang paling sensitif terhadap kekurangan air. Kekurangan air akan mempengaruhi turgor sel sehingga akan mengurangi pengembangan sel, sintesis protein, dan sintesis dinding sel (Solichatun, dkk., 2005).

Istilah kapasitas lapang (fiels capacity) didefenisikan sebagai jumlah air yang ada di dalam tanah saat air mengalir oleh gaya gravitasi habis atau berhenti. Jumlah air ini dapat dinyatakan sebagai persen terhadap berat atau persen terhadap volume. Jumlah air di dalam tanah setelah tanaman mengalami layu yang tidak bisa balik atau permanen dikatakan titik layu permanen (permanent welting percentage). Air di dalam tanah pada kondisi ini masih ada, akan tetapi diikat kuat oleh tanah sehingga tanaman tidak bisa menggunakannya. Air tersedia bagi pertumbuhan tanaman merupakan jumlah air di dalam tanah antara kondisi kapasitas lapang dan titik layu permanen (Winarso, 2005)

Cara biasa dalam menyatakan jumlah air yang terdapat dalam tanah adalah dalam persen terhadap tanah kering. Cara penetapan kadar air tanah dapat

Dokumen terkait