• Tidak ada hasil yang ditemukan

PASALEMAN, KABUPATEN CIREBON, PROPINSI JAWA BARAT

TINJAUAN PUSTAKA Kambing

Kambing merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang telah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Populasi ternak kambing terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari populasi kambing pada tahun 2005 sebesar 13.409.277 ekor menjadi 15.655.740 ekor pada tahun 2009 (Direktorat Jendral Peternakan, 2010).

Kambing yang ada di Indonesia antara lain kambing kacang (menyebar hampir diseluruh wilayah), kambing Peranakan Ettawah (banyak terdapat di pulau Jawa), kambing Ettawah, kambing Kosta (banyak terdapat di propinsi Banten), dan kambing Gembrong (terdapat di pulau Bali dengan populasi yang menurun) (Heriyadi, 2001).

Bangsa kambing dapat dikelompokkan berdasarkan kegunaannya, yaitu kambing penghasil daging, susu, dan bulu (mohair). Ada pula beberapa bangsa kambing yang tergolong tipe dwiguna (dual purpose), seperti bangsa kambing Peranakan Ettawah yang tergolong tipe daging dan susu (Heriyadi, 2004).

Kambing mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap iklim tropik yang ekstrim, fertilitas tinggi, interval generasi yang pendek, serta kemampuan memanfaatkan berbagai macam hijauan dengan efisiensi biologis yang lebih tinggi dibandingkan sapi. Kambing juga mempunyai adaptasi tinggi, khususnya dari sisi toleransinya terhadap berbagai jenis hijauan, mulai dari rumput-rumputan, legum, rambanan, daun-daunan, sampai dengan semak belukar yang biasanya tidak disukai oleh jenis ruminansia lain, seperti sapi perah, sapi potong, kerbau, dan domba (Heriyadi, 2004).

Kambing Peranakan Ettawah (PE)

Kambing Peranakan Ettawah (PE) merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawah (asal India) dengan kambing Kacang. Kambing PE tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu. Ciri khas kambing PE antara lain bentuk muka cembung melengkung dan dagu berjanggut, terdapat gelambir di bawah

yaitu belang hitam, belang coklat, dan putih bertotol hitam (Pamungkas et al., 2009). Karakteristik morfologik tubuh kambing Peranakan Ettawah disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Morfologik Tubuh Kambing Peranakan Ettawah

No Uraian Kambing Peranakan Ettawah

Betina Jantan 1 Bobot/kg 40,2 60 2 Panjang badan/cm 81 81 3 Tinggi pundak/cm 76 84 4 Tinggi pinggul/cm 80,1 96,8 5 Lingkar dada/cm 80,1 99,5 6 Lebar dada/cm 12,4 15,7 8 Panjang telinga/cm 12 15

9 Tipe telinga Jatuh Jatuh

10 Panjang ekor/cm 19 25

Sumber: Pamungkas et al. (2009)

Kambing PE sangat menjanjikan untuk dikembangkan karena selain produksi susunya tinggi, 990 g/hari dengan panjang masa laktasi 170 hari (Atabany dan Ruhimat, 2004) juga mempunyai kemampuan untuk produksi daging. Kandungan lemak susu sangat tinggi, dapat mencapai 4,15 % dan terdiri dari trigliserida, phospolipid, dan kolesterol. Lemak susu yang tersusun oleh sekitar 60 asam lemak jenuh maupun tak jenuh merupakan komponen penting dalam kualitas nutrisi susu kambing perah karena beberapa asam lemak tersebut memberikan pengaruh yang positif pada kesehatan manusia seperti asam oleat dan linoleat yang dapat memberikan efek cardioprotective pada kerja vascular antiartherogenic

(Bernard et al., 2005).

Kambing Jawa Randu

Kambing Jawa Randu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Ettawah dan kambing Kacang, sifat fisik kacang lebih dominan. Baik jantan maupun betina merupakan tipe pedaging. Ciri-ciri fisik kambing Jawa Randu adalah bertanduk, telinga lebar dan terurai, bentuk tubuh lebih kecil dari kambing

Ettawah (Erlangga, 2009). Rata-Rata produksi dan reproduksi ternak kambing Jawa Randu disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-Rata Produksi dan Reproduksi Ternak Kambing Jawa Randu

No. Uraian Rata-Rata Hasil

1 Bobot badan awal induk/bobot kawin (kg/ekor) 24,82 2 Konsumsi pakan induk kambing (kg/ekor/hari)

a. Hijauan

b. Pakan tambahan

4,61 0,59 3 Pertambahan bobot badan induk (g/ekor/hari) 81,80

4 Tingkat kebuntingan (%) 98,75

5 Bobot lahir (kg/ekor)

a. Tipe kelahiran tunggal jantan b. Tipe kelahiran tunggal betina c. Tipe kelahiran kembar dua jantan d. Tipe kelahiran kembar dua betina

2,60 2,50 2,33 2,02 6 Pertambahan bobot badan anak (g/ekor/hari)

a. Tipe kelahiran tunggal jantan b. Tipe kelahiran tunggal betina c. Tipe kelahiran kembar dua jantan d. Tipe kelahiran tunggal betina

90,21 73,21 60,29 51,39

7 Mortalitas anak pra sapih (%) 4,86

Sumber: Pasambe et al. (2003) Kambing Benggala

Kambing Benggala diduga merupakan hasil persilangan kambing Black Benggal dengan kambing Kacang. Kambing Benggala secara umum lebih besar dari kambing Kacang, umumnya didominasi warna hitam dan sedikit berwarna kecoklatan. Ciri khas dari kambing ini antara lain: bentuk telinga sedang, lurus ke samping dan kira-kira sepertiga bagian ujung telinga jatuh seperti patah di ujung, garis muka lurus tidak cembung seperti Peranakan Ettawah (PE), garis punggung

Kambing ini termasuk tipe pedaging (kambing potong) dan biasanya cukup prolifik (jumlah anak sekelahiran lebih dari satu atau kembar). Kambing Benggala mempunyai bentuk ambing yang cukup baik sehingga produksi susu relatif cukup untuk kebutuhan anak walaupun kembar dua atau tiga pada saat pra sapih (Pamungkas et al., 2009). Karakteristik morfologik kambing Benggala disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Morfologik Tubuh Kambing Benggala

Uraian Umur

±6 Bulan ±9 Bulan Induk Jantan

Bobot (kg) 13,8 18,9 37,9 40 Panjang badan (cm) 50 57,2 72,8 77,3 Tinggi pundak 46,9 46,3 59 69,7 Tinggi pinggul 42,4 49,8 62,7 74 Lingkar dada 56,6 63,5 78,3 85,7 Lebar dada 42,6 52,4 62 66,6 Diameter dada 21 26,2 31 33,5 Panjang tanduk 1,8 6,4 15,2 14,3 Panjang telinga 14 13,5 18 27 Lebar telinga 4,8 5,9 6,3 6,8 Panjang ekor 16 9,7 13,2 15,5 Lebar ekor 5 5,6 4,8 6

Sumber: Batubara et al. (2007)

Hijauan Tropis

Hijauan tropis merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis seperti di Indonesia. Hijauan tropis ini dapat berupa rumput, legum, dan hijauan pohon (Wilkins, 2000). Hijauan ini menyebar merata di berbagai wilayah di Indonesia dan memiliki karakteristik yang khas antara lain protein kasar tinggi, serat kasar yang tinggi, kecernaan yang lebih tinggi, kandungan mineral dan vitamin yang tinggi pula. Dengan karakteristik yang khas tersebut, hijauan ini dapat dijadikan sebagai hijauan makanan ternak. Selain itu, hijauan ini juga mengandung zat antinutrisi yang beragam seperti tanin, saponin, dan mimosin. Umumnya zat antinutrisi ini terdapat di legum pohon, namun menurut McDonald et al.(2002)

menyatakan bahwa legum pohon juga dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pakan ruminansia pada daerah tropis karena mengandung karbohidrat yang mudah tercerna, terutama pada musim kemarau.

Rumput

Rumput terutama sesuai sebagai tanaman makanan ternak untuk penggembalaan maupun digunakan sebagai hijauan potongan karena beberapa sebab, yaitu: (1) tumbuhnya batang-batang baru dengan jalan membentuk tunas- tunas (tillering) merupakan cara penyembuhan terhadap akibat-akibat yang ditimbulkan oleh pemotongan atau penggembalaan. (2) jaringan-jaringan baru yang dibentuk selama pertumbuhan terutama tumbuh pada pangkal daun sehingga kecil kemungkinan menjadi rusak karena pemotongan atau penggembalaan. (3) banyak rumput yang mampu mempertahankan pertumbuhan vegetatif terus-menerus dan hanya terhenti pada musim kering atau musim dingin. (4) banyak rumput berkembangbiak dengan rhizoma atau stolon yang dengan mudah membentuk akar- akar tambahan sehingga permukaan tanah dapat cepat tertutup. (5) sistem perakarannya mengikat partikel-partikel tanah dan membentuk jalinan (sod) serta mangangkut zat-zat hara ke lapisan permukaan yang telah tercuci oleh hujan lebat kedalam tanah (McIlroy, 1976).

Legum

Legum adalah salah satu hijauan pakan ternak yang mengandung protein lebih tinggi daripada rumput, tanaman ini umumnya responsif terhadap pemupukan fosfat karena dibutuhkan untuk pertumbuhan perakaran dan aktivitas fiksasi nitrogen (Sumarsono, 2002). Legum selain digunakan sebagai pakan ternak, juga berfungsi sebagai tanaman penutup tanah (cover crop) dan pendukung kesuburan tanah melalui fiksasi nitrogen (N2). Fungsi legum dibagi menjadi 3 macam yaitu: (1) sebagai bahan pangan dan hijauan pakan ternak (Papilionaceae): kacang tanah (Arachis hipogeae), kacang kedelai (Glycine soya), kacang panjang (Vigna sinensis); (2) sebagai hijauan pakan ternak (Mimosaceae): kacang gude (Cayanus cayan), kalopo (Calopogonium muconoides), sentro (Centrosoma pubescens) dan (3) multi fungsi (pakan, pagar,

rumput-rumputan. Selain itu, leguminosa juga mempunyai kandungan serat kasar yang lebih rendah dibanding rumput sehingga kecernaannya akan lebih tinggi.

Hijauan Pakan Alami Rumput Lapang

Rumput lapang adalah pakan yang sudah umum digunakan oleh peternak sebagai pakan utama ternak ruminansia. Rumput banyak disekitar sawah atau ladang, pegunungan, tepi jalan, dan semak-semak. Rumput ini tumbuh liar sehingga memiliki mutu yang kurang baik untuk pakan ternak (Aboenawan, 1991). Rumput lapang adalah campuran dari beberapa jenis rumput lokal yang umumnya tumbuh secara alami dengan daya produksi dan kualitas nutrisi yang rendah, namun rumput lapang merupakan hijauan yang mudah didapat, murah, dan pengelolaannya mudah. Rumput mengandung zat-zat makanan yang bermanfaat bagi ternak seperti lemak, bahan ekstrak tanpa-N, serat kasar, mineral (terutama phosphor dan garam dapur), dan vitamin (Wiradarya, 1989).

Gamal (Gliricidia sepium Jacq. Kunth ex Walp)

Tanaman yang berasal dari Amerika Tengah ini, di Indonesia lebih dikenal dengan nama gamal. Daun gamal dapat digunakan sebagai hijauan makanan ternak yang memiliki kandungan nutrien yaitu protein kasar (PK) 24,7 %, neutral detergent fibre (NDF) 31, 8%, dan acid detergent fibre (ADF) 20,4%. Daun gamal memiliki zat antinutrisi berupa saponin, tanin, kumarin, dan asam fenolat (Wood et al., 1998). Pemanfaatan daun gamal sebagai sumber pakan ruminansia sangat memungkinkan dan beralasan, mengingat tanaman gamal dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang kurang subur, tahan terhadap kekeringan dan produksi hijauan tinggi. Daun gamal dapat dimanfaatkan sebagai pakan basal ternak kambing (FAO, 2004).

Lamtoro (Leucaena leucocephala LAMK.)

Lamtoro dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Lamtoro memiliki zat antinutrisi berupa mimosin. Apabila mimosin diberikan pada ruminansia dalam kadar yang tinggi dapat menjadi racun bagi mikroba rumen sehingga dapat pula menurunkan produksi asam amino (McDonald et al., 2002). Lamtoro yang banyak digunakan sebagai makanan ternak yang terkenal merupakan tanaman semak tegak

perennial mempunyai karangan bunga berbentuk bola (subfamilia Mimosaideae) dengan banyak bunga berwarna putih yang akan menghasilkan polongan biji yang panjangnya 11-17 cm berbentuk pipih dan berwarna coklat mengandung 12-25 biji berwarna coklat mengkilat dan tiap kilogram berat biji mengandung 21.000-28.000 butir biji. Tanaman ini menyerbuk sendiri. Lamtoro mengandung PK 24, 3%; ADF 21,5%; NDF 31,8%; dan tanin 14,8 mg/g BK (Baba et al., 2002).

Nangka(Artocarpus heterophyllus LAMK.)

Nangka merupakan tanaman buah berupa pohon dan penyebarannya di daerah tropis sudah menyeluruh seperti di Indonesia. Daun nangka dapat digunakan sebagai hijauan makanan ternak. Daun ini memiliki PK 15,9%; ADF 38,4%; NDF 49,6%; dan tanin 6,1 mg/g BK (Baba et al., 2002).

Kaliandra (Calliandra calothyrsus Meissn)

Palmer et al. (1995) menunjukan bahwa daun Calliandra calothyrsus Meissn memiliki nilai pakan yang tinggi untuk ternak, khususnya sebagai sumber protein. Kaliandra memenuhi kurang lebih 30% kebutuhan kambing, biri-biri, dan ternak lainnya. Ternak akan tumbuh lebih baik bila disuplementasi dengan kaliandra dibandingkan hanya diberi rumput. Tingkat suplementasi yang baik adalah 30% dari total ransum karena pemberian yang lebih tinggi akan merugikan.

Kambing dilaporkan mempunyai kemampuan mencerna tanin karena memiliki enzim tannase pada mukosa ruminal. Pencampuran kaliandra dengan daun yang tidak memiliki tannin seperti Sesbania glandiflora juga dilaporkan berguna untuk mengurangi tannin pada kaliandra (Lowry, 1990).

Hijauan Pakan Budidaya Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum)

Nilai gizi rumput gajah sebagai hijauan makanan ternak ditentukan oleh zat- zat makanan yang terdapat di dalamnya dan kecernaannya. Nilai gizi rumput gajah dipengaruhi oleh fase pertumbuhan pada saat pemotongan atau penggembalaan. Rumput gajah sebaiknya dipotong pada fase vegetatif, untuk menjamin pertumbuhan

memanfaatkan kelebihan produksi tersebut pada fase pertumbuhan yang terbaik, maka dapat diawetkan dalam bentuk silase, karena rumput gajah merupakan bahan pakan hijauan yang baik untuk dibuat silase. Tanaman ini merupakan tanaman tahunan dengan sistem perakaran yang kuat, tumbuh tegak membentuk rumpun dengan rhizome yang pendek. Umumnya batang tumbuh tegak mencapai tinggi 200- 600 cm, jumlah buku dapat mencapai 20 buku, diameter batang bagian bawah dapat mencapai 3 cm. Panjang daun kira-kira 30-120 cm, dan lebar helai daun 10-50 mm. Warna bunga kehijauan, kekuningan, kecoklatan, atau keunguan (Reksohadiprojo, 2000).

Rumput Jewawut Mutiara {Pennisetum typhoides (Burm. f.) Stapf dan C. E. Hubb. >< Pennisetum purpureum Schum}

Rumput raja (Pennisetum purputhypoides Burm.) disebut juga “King Grass” merupakan hasil persilangan antara rumput gajah (Pennisetum purpureum Schum) dan jewawut mutiara {Pennisetum typhoides (Burm. f.) Stapf dan C. E. Hubb}. Selanjutnya dinyatakan bahwa rumput raja mempunyai toleransi yang cukup tinggi terhadap tempat tumbuhnya, tetapi tidak tahan terhadap naungan dan genangan air. Rumput raja merupakan tanaman tahunan, tumbuh tegak membentuk rumpun. Perakaran cukup dalam dan tingginya dapat mencapai 4 meter. Berbatang tebal, daun lebar, dan panjang dibandingkan dengan rumput gajah. Pada daun banyak terdapat bulu kasar dibandingkan dengan rumput gajah (Reksohadiprojo, 2000).

Rumput Ruzi (Brachiaria ruziziensis R. Germ dan C. M. Evrard)

Brachiaria ruziziensis R. Germ dan C. M. Evrardmerupakan salah satu jenis rumput yang memiliki fungsi ganda yang dapat dipakai oleh ternak (palatabilitas tinggi) serta pertumbuhannya cepat, sehingga mampu bersaing dengan tanaman lain seperti gulma/ tanaman liar di sekelilingnya. Disamping itu, tanaman ini tahan terhadap kemarau sedang, sehingga menjadi salah satu pilihan potensial untuk mendukung produksi kambing. Brachiaria ruziziensis R. Germ dan C. M. Evrard sangat cocok untuk pakan kambing baik dalam pemeliharaan tradisional maupun untuk usaha produksi secara komersial. Berdasarkan asumsi tingkat kebutuhan pakan, maka daya tahan tampung lahan yang ditanami rumput ruzi terhadap kambing dengan bobot tubuh rata-rata 25 kg sebesar 330/(15/ 100x 25)= 88 ekor kambing dewasa/ha per tahun (Hutasoit et al. 2009).

Herbarium

Herbarium dapat diartikan sebagai koleksi kering spesimen tumbuhan yang digunakan dalam penelitian maupun sebagai museum tumbuhan. Spesimen tumbuhan yang telah dikeringkan ini menjadi sarana yang sangat penting untuk studi tumbuhan dimasa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Pada masa sekarang herbarium tidak hanya merupakan suatu spesimen tumbuhan yang diawetkan tetapi juga mempunyai suatu lingkup kegiatan botani tertentu, sebagai sumber informasi dasar untuk para ahli taksonomi sekaligus berperan sebagai pusat penelitian dan pengajaran, juga pusat informasi bagi masyarakat umum (Balai Taman Nasional Baluran, 2004).

Komposisi Botani Hijauan Pakan

Analisis komposisi botani untuk menentukan persentase vegetasi yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Analisis ini menggunakan metode Dry Weight Rank yaitu dengan menaksir komposisi botani bahan kering tanpa melakukan pemotongan dan pemisahan spesies hijauan (Mannetje dan Haydock, 1963).

Metode Nell dan Rollinson

Analisis kesesuaian lokasi dilakukan dengan melihat potensi hijauan dan kapasitas tampung wilayah pengembangan ternak kambing di Desa Cigobang, Kecamatan Pasaleman, Kabupaten Cirebon. Untuk itu digunakan formula perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) merujuk pada metode Nell dan Rollinson (1974) yang merupakan metode komparatif yang membatasi diri hanya pada sumber-sumber hijauan pakan yang tercatat luas atau ukurannya dalam laporan statistik.

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di daerah peternakan kambing rakyat di Desa Cigobang, Kecamatan Pasaleman, Kabupaten Cirebon pada bulan Februari sampai dengan April tahun 2011. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan daerah tersebut merupakan daerah peternak kambing rakyat dalam skala kecil yang dikelola langsung oleh masyarakat sebagai usaha sampingan dan memiliki potensi besar untuk penyediaan hijauan makanan ternak.

Materi Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan gantung, karung, kertas koran, dan kamera. Peternak sebagai responden serta kuisioner yang digunakan untuk mengetahui keterampilan peternak dan lingkungan pemeliharaan kambing.

Ternak

Ternak yang digunakan adalah kambing yang terdiri atas kambing anak, muda, induk, dan pejantan sebanyak 315 ekor. Untuk penimbangan ternak digunakan sampel ternak sebanyak 148 ekor dan untuk mengetahui pemberian hijauan per hari digunakan sampel sebanyak 47 ekor kambing dari 5 orang peternak.

Bahan Herbarium

Bahan untuk membuat herbarium adalah sampel hijauan pakan yang terdapat di kandang yang masih segar dan rumput di daerah sekitar, serta alkohol 70%.

Metode Pelaksanaan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung difokuskan pada pengamatan kandang kambing, memprediksi komposisi botani di kandang ternak, menimbang hijauan pakan yang diberikan pada ternak, menimbang ternak dengan sampel setiap kandang. Wawancara dengan setiap peternak terkait kondisi ternak, pakan, lingkungan, serta permasalahannya. Pemotretan untuk

dokumentasi situasi lapang dan sebagai pembanding dalam identifikasi hijauan pakan.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari semua responden melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner atau daftar pertanyaan yang disusun berdasarkan kriteria faktor penentu kambing. Teknik observasi yaitu pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui fenomena atau gejala yang ada pada objek-objek penelitian dan pengukuran langsung di lapangan (penimbangan bobot badan, mengamati hijauan pakan yang diberikan dan memotret hijauan tersebut, serta melakukan penimbangan hijauan yang diberikan peternak).

Data sekunder diperoleh dari bahan tertulis atau pustaka yang dapat dipercaya dan berhubungan dengan penelitian berupa hasil penelitian dan data-data pendukung lainnya yang diperoleh dari instansi yang terkait seperti kantor Desa Cigobang, kantor Kecamatan Pasaleman, dan Dinas Peternakan Kabupaten Cirebon.

Data yang dikumpulkan meliputi keadaan umum Desa Cigobang, karakteristik peternak responden, hijauan pakan yang digunakan, bobot badan ternak, dan pemberian hijauan pakan per hari. Penelitian ini merupakan penelitian non- eksperimental, karena dalam penelitian ini tidak memberi perlakukan (kontrol) terhadap subjek penelitian.

Pembuatan Herbarium

Metode yang digunakan dalam membuat herbarium hijauan pakan yaitu dengan mengikuti metode Stone (1983) yaitu eksplorasi koleksi tumbuhan dengan bunga dan buah (fertil) diproses untuk spesimen herbarium. Setiap hijauan yang diberikan peternak pada kambing dibuat koleksi (herbarium) kering. Pembuatan herbarium kering yaitu dengan cara mengambil satu helai tiap jenis hijauan lalu semprotkan alkohol 70 % pada seluruh bagian tanaman, kemudian ditempatkan pada kertas koran yang ditutup secara rapat dan dipadatkan dengan menggunakan kardus, lalu diikat dengan tali.

Penimbangan Hijauan dan Konsumsi

Hijauan segar yang diberikan pada ternak dipisahkan tiap jenisnya, kemudian ditimbang satu per satu untuk mengetahui berapa proporsi tiap jenis hijauan yang diberikan agar didapatkan hijauan apa saja yang dominan dikonsumsi oleh ternak. Keesokan harinya menimbang sisa seluruh jenis hijauan yang diberikan dihari sebelumnya agar dapat mengestimasi berapa banyak hijauan tersebut dimakan oleh ternak. Penimbangan hijauan ini dilakukan selama lima hari pada lima orang peternak.

Identifikasi Hijauan

Identifikasi dilakukan dengan mengamati tiap jenis hijauan yang telah dibuat herbarium dan mencari nama latinnya dengan cara membandingkan ciri-ciri fisiknya dengan text book terkait. Kemudian mencatat nama lokal dan nama latin serta memisahkan antara jenis rumput, legum, dan ramban. Rumput merupakan hijauan pakan dari familia gramineae, legum merupakan hijauan pakan dari familia

leguminoceae, sedangkan ramban merupakan hijauan pakan yang bukan berasal dari familia gramineae dan leguminoceae.

Analisis Data

Data primer dan sekunder yang diperoleh kemudian diolah dengan rapi serta dianalisis secara deskriptif, analisis identifikasi hijauan pakan, analisis komposisi botani, dan analisis kapasitas tampung Nell dan Rollinson.

Analisis Deskriptif

Data yang diperoleh dari hasil wawancara responden di lapangan diolah secara deskriptif meliputi gambarkan keadaan umum di lokasi penelitian, karakteristik peternak yang meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, pengalaman beternak, dan tanggungan keluarga, karakteristik tata usaha peternakan, gambaran kondisi dan keragaman hijauan pakan yang diberikan pada ternak, konsumsi hijauan, meninjau pengaruh pemberian beragam hijauan pakan terhadap ternak pada peternakan kambing rakyat di Desa Cigobang.

Analisis Komposisi Botani Hijauan Pakan

Menurut metode Dry Weight Rank Mannetje dan Haydock (1963), untuk analisis komposisi botani, data ditabulasikan untuk mendapatkan perbandingan

antara spesies yang menempati tempat pertama, kedua dan ketiga. Kemudian angka dikalikan dengan koefisien sebagai berikut: tempat pertama dikalikan 8;04; tempat kedua dikalikan 2,41; dan tempat ketiga dikalikan 1. Metode ini dilakukan dengan modifikasi pelemparan lingkaran di padang pastura diganti dengan kandang.

Analisis Kapasitas Daya Tampung Nell dan Rollinson

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) merujuk pada metode Nell dan Rollinson (1974) yang merupakan metoda komparatif yang membatasi diri hanya pada sumber-sumber hijauan pakan yang tercatat luas atau ukurannya dalam laporan statistik. Potensi penyediaan hijauan dari sumber-sumber tersebut dikonversikan terhadap potensi padang rumput permanen setelah mengalami serangkaian penelitian empirik dengan perhitungan sebagai berikut:

1. Daya Dukung Lahan (ST)

Rumus : Potensi HMT (BK) kg BK/Th Konsumsi ternak/hari x 365 (Th) Keterangan :

1. Potensi hijauan pakan dalam bentuk BK dengan satuan kg/tahun 2. Konsumsi atau kebutuhan ternak dengan satuan kg BK/ ST/hari 3. 365 hari=1 tahun

2. Analisis KPPTR Efektif (ST) = Daya Dukung Lahan – Popriil

Keterangan: Popriil adalah populasi riil ternak ruminansia (ST) pada tahun tertentu.

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografi Kabupaten Cirebon

Letak geografis Kabupaten Cirebon berada pada lokasi antara 108º40’- 108º48’ Bujur Timur dan 6º30’-7º00’ Lintang Selatan. Luas daerah administrasi mencapai 990,36 km2. Adapun jarak terjauh dari Barat ke Timur mencapai 54 km dan dari Utara ke Selatan sepanjang 39 km. Ketinggian dari permukaan laut antara 0-130 m dpl, sehingga kondisi masyarakat dan ragam kependidikan akan memberikan keragaman citra dan budaya. Kabupaten Cirebon secara administratif memiliki 40 kecamatan yang terbagi atas 424 desa serta kelurahan. Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur serta merupakan batas sekaligus pintu gerbang dari Propinsi Jawa Tengah (Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan, dan Kehutanan Kabupaten Cirebon, 2009).

Topografi Kabupaten Cirebon

Letak daratan memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Dilihat dari permukaan tanah atau daratannya dapat dibedakan menjadi dua bagian, pertama daerah dataran rendah umumnya terletak di sepanjang Pantai Utara Pulau Jawa, sedangkan sebagian lagi termasuk pada daerah dataran sedang. Kawasan yang merupakan pedataran dan merupakan lahan subur dengan ketinggian 10 meter dpl hingga 200 meter dpl terletak di bagian tengah membentang dari Timur ke Barat Kabupaten Cirebon. Kawasan pesisir dan pantai yang membentang dari Timur ke Barat sepanjang 54 km. Wilayah yang berbatasan dengan pantai memiliki ketinggian 0 hingga 10 meter dpl. Kawasan yang tingginya melebihi 200 meter dpl terletak di bagian selatan dan wilayah yang memiliki ketinggian ≥ 300 meter dpl topografinya bergelombang (Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan, dan Kehutanan Kabupaten Cirebon, 2009).

Dokumen terkait