• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani tanaman

Menurut Steenis (2003), tanaman kedelai klasifikasikan kedalam kingdom Plantae,divisio Spermatophyta, subdivision Angiospermae ,Kelas Dicotyledoneae, ordo Polypetales, family Papilonaceae, genus Glycine, dan spesies Glycine max (L.) merril.

Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar tunggang lurusmasuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum, yang mempunyai kemampuan mengikat zat lemas bebas (N2) dari udara yang

kemudian dipergunakan untuk menyuburkan tanaman (Andrianto dan Indarto,2004).

Tanaman kedelai berbatang pendek (30 – 100cm), memiliki percabangan, dan berbentuk tanaman perdu. Pada tanaman yang rapat sering kali tidak berbentuk percabangan atau hanya bercabang sedikit. Batang tanaman kedelai berkayu. Biasanya kaku dan tahan rebah, kecuali tanaman yang dibudidayakan di musim hujan atau tanaman yang hidup di tempat ternaungi. Menurut tipe pertumbuhannya, tanaman kedelai dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu determinate, indeterminate dan semideterminate. Pertanaman determinate memiliki karakteristik tinggi tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah, dan berbunga serentak. Pertanaman indeterminate memilki karakteristik tinggi tanaman sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah, agak melilit dan beruas panjang, daun teratas lebih kecil dari daun

tengah, dan pembungaan terjadi secara bertahap mulai dari bagian pangkal atas. Tipe semideterminate memiliki karakteristik antara indeterminate dan determinate (Irwan, 2006).

Terdapat empat tipe daun yang berbeda pada tanaman kedelai yaitu kotiledon ataudaun biji, daun primer,daun trifoliate,dan daun profilia. Daun primer sederhana berbentuk oval berupa unifoliat ( daun tunggal ) yang terlatak berseberangan pada buku pertama. Daun daun berikutnya anak daun bentuk oval hingga lancip ( Irwan , 2006).

Kultivar kedelai memiliki bunga bergerombol terdiri atas 3 – 15 bunga yang tersusun pada ketiak daun. Karakteristik bunga seperti famili legum isinnya, yaitu corolla ( mahkota daun ) terdiridari 5 petal yang menutupi sebuah pistil dan 10 stagmen. 9 stagmen berkembang membentuk seludang yang mengelilingi

putik, sedangkan stagmen yang kesepuluh terpisah bebas (Poehlman dan Sleper, 1995).

Bunga kedelai berwarna putih, ungu pucat dan ungu. Bunga dapat menyerbuk sendiri. Saat bunga bergantung pada kultivar (varietas) dan ilklim. Suhu mempengaruhi proses pembungaan. Semakin pendek penyinaran dan

semakin tinggi suhu udaranya, akan semakin cepat berbunga (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Biji kedelai berkeping dua terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak di keping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau,atau coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada

dinding buah, bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, tetapi ada juga yang bundar atau bulat agak pipih (Departemen Pertanian, 1990).

Syarat Tumbuh Iklim

Melihat kondisi iklim di negara kita maka kedelai umunyaditanam pada musim mareng ( musim kemarau), yakni setelah panen padi rendheng (padi musim hujan ). Banyaknya musim hujan sangat mempengaruhi aktivitas bakteri tanah dalam menyediakan nitrogen namun ketergantungan ini dapat diatasi,asalkan selama 30 – 40 hari suhu di dalam dan dipermukaan pada musim

panas sekitar 35 - 39˚C, dengan kelembaban sekitar60 -70% ( Andrianto dan Indarto, 2004).

Tanaman kedelai sebagian besar tumbuhdi daerah yang berilkim tropis dan subtropis. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklm lembab. Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100 – 400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil yang optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai dikehendakitanaman kedelai 23 - 27˚C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23 – 27 ˚C. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 30˚C (Prihatman, 2000).

Kedelai merupakan tanaman hari pendek, yakni tidak ada yang berbunga bila lama penyinaran ( panjang hari ) melampui batas krisis. Setiap varietas mempunyai panjang hari kritik. Apabila lama penyinaran kurang dari batas kritik, maka kedelai akan berbunga. Dengan lama penyinaran 12 jam, hampir semua

varietas kedelai dapat berbunga dan tergantung dari varietasnya, umumnya berbunga beragam dari 20 hari hingga 60 hari setelah tanam. Apabila lama penyinaran melebihi periode kritik, tanaman tersebut akan meneruskan

pertumbuhan vegetatif tanpa berbunga (Baharsjah,1985). Tanah

Tanaman kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan drainase dan aerasi tanah yang cukup baik serta air yang cukup selama pertumbuhan tanaman. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik pada tanah alluvial, regosol,

grumosol, latosol, dan andosol, pada tanah yang kurang subur ( miskin unsur hara ) jenis tanah podsolik merah –kuning ,perlu di beri pupuk

organik dan pengapuran ( Departemen Pertanian, 1990).

Benih kedelai yng di tanam harus mendapatkan kelembaban tanah dan mampu menyerap air setara dengan 50% dari bobot setiap biji kedelai untuk menambah berkecambah. Kelembaban tersebut akan diperoleh apabila benih yang

ditanam kontak langsung sengan partikel tanah yang gembur dan lembab ( Sumarno, et.al,2007).

Kedelai termasuk tanaman yang mampu beradaptasi dengan berbagai iklim, mengkehendaki tanah yang cukup gembur, tekstur lempung berpasir dan liat. Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang mengandung bahan organik dan pH antara 5,5 – 7 (optimal 6,7). Tanah hendaknya mengandung cukup air tetatpi tidak sampai tergantung (Departemen Pertanian, 1996).

Varietas

Varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang dtandai dengan bentuk dan pertumbuhan tanaman, daun, biji, dan ekspresi karakter dan kombinasi genotipe yang dapat membedakan dengan jenis atau spesies yang sama oleh sekurang – kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila di perbanyak, tidak mengalami pertumbuhan (Sutaryo, et.al, 2005).

Varietas memegang peranan penting dalam perkembangan penanaman, karena untuk mencapai produktivitas yang tinggi sangat ditentukan oleh potensi daya hasil dari varietas unggul yang ditanam.Potensi hasil di lapangan dipengaruhi pula oleh interaksi antara faktor genetik varietas dengan kondisi lingkungan tumbuh. Bila pengelolaan lingkungan tumbuh tidak dilakukan dengan baik, potensi daya hasil yang tinggi dari varietas unggul tersebut tidak dapat tercapai (Adisarwanto, 2005).

Tanaman kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur, dan kaya akan humus atau bahan organik Suprapto, (1999). Nilai pH ideal bagi pertumbuhan kedelai dan bakteri Rhizobium adalah 6,0-6,8. Apabila pH diatas 7,0 tanaman kedelai akan mengalami klorosis sehingga tanaman menjadi kerdil dan daunnya menguning (Fachruddin,2000).

Cekaman Aliminium

Aluminium dapat menimbulkan efek yang merugikan pertumbuhan tanaman baik secara langsung maupun tidak secara langsung. Pengaruh aluminium tidak sama pada semua tanaman,bahkan dalam spesies yang sama.

Akar merupakan bagian tanaman yang paling sentinsif terhadap keracunan Al (Purnamaningsih dan Mariska, 2008).

Gejala pertama yang nampak dari keracunan Al adalah sistem perakaran yang tidak berkembang (pendek dan tebal) sebagai akibat penghambatan sel. Beberapa pengaruh buruk keberadaan Al tersebut antara lain : terjadi gangguan penyerapan hara, bergabung dengan dinding sel,dan penghambat pembelahan sel (Hanum,2009).

Pengaruh keracunan Al terutama membatasi kedalaman maupun percabangan akar , sehingga akan menghambat daya serap akar terhadap hara lain, pada beberapa tanaman, keracunan Al memperlihatkan gejala daun yang mirip defisiensi P, kekerdilan menyeluruh, dedaunan mengecil berwarna hijau gelap dan lambat matang, batang,daun dan urat daun berwarna ungu, ujung daun menguning dan mati. Pada tanaman lain menunjukan gejala defisiensi Ca yang terinduksi atau tertekannya transportasi Ca dalam tanaman yaitu dedaun muda menguning atau mengulung dan titik tumbuh atau tangkai daun tumbang. Akar yang terluka secara khas terlihat mengaemuk dan rapuh. Pucuk akar dan akar lateral menjadi tebal dan berubah cokelat. Sistim perakaran secara keseluruhan tampak bergerombol, dengan banyak akar lateral yan menggemuk tapi tanpa

cabang/bulu-bulu akar sehingga tidak efektif dalam penyerapan hara (Hanafiah, 2009).

Gejala-gejala keracunan aluminium tidak mudah diidentifikasi. Pada tumbuhan, gejala daun menyerupai defisiensi fosfor (P), daun hijaugelap dan akhirnya tampak keunguan dari batang, daun, dan venadaun, menguning dan

kematian ujung daun. Dalam beberapa kasus toksisitas Al muncul sebagai kalsium diinduksi (Ca) defisiensi atau mengurangi masalah transportasi Cadaun muda menjadi keriting dan runtuh dari titik tumbuh (Felix dan Donald, 2002)

Menurut Hanafiah (2009), secara fisiologis dan biokimianya, keracunan aluminium menyebabkan :

1. Terganggunya pembelahan sel pada pucuk akar dan akar lateralnya.

2. Pengersan dinding sel akibat terbentuknya jalinan peptin abnormal. 3. Berkurangnya replikasi DNA akibat meningkatnya kekerasan helix

ganda DNA.

4. Terjadinya penyematan (fiksasi) P dalam tanah menjadi tidak tersedia atau pada permukaan akar.

5. Menurunya replikasi akar.

6. Terganggunya enzim-enzim regulator fosforilaso gula. 7. Terjadinya penumpukan polisakarida dinding sel.

8. Terganggunya penyerapan, dan penyangkutan beberapa unsur esensial seperti Ca, Mg, K, P dan Fe.

Mekanisme Toleransi Tanaman Terhadap Cekaman Aluminum

Beberapa jenis tanaman dapat tumbuh pada tanah- tanah yang mengandung tingkat ion toksik yang dapat memetikan untuk spesies lain. Terdapat tiga mekanisme utama hingga hal tersebut terjadi, yaitu :

1. Penghindaran (escape) femologis, apabila stres yang terjadi pada tanman bersifat musiman, tanaman dapat menyesuaikan siklus hidupnya, sehinnga tumbuh dalam musim yang sangat cocok saja.

2. Eksklusi tanaman, dapat mengenal ion yang toksik dan mencegah agar tidak terambil sehingga tidak mengalami toksisitas. Penanggulangan ameliorasi tanaman barangkali mengabsobrsi ion tersebut, tetapi bertindak demikin rup untuk meminimumkan pengaruhnya. Jenisnya meliputi pembentukan kelat ( chemilation), pengenceran,lokalisasi, atau bahan eksresi.

3. Toleransi tanaman, dapat mengembangkan sistem metabolisme yang berfungsi toksis yang potensial,mungkin dengan molekul enzim (Fitter dan Hay, 1991). Kemampuan pertumbuhan tanaman pada tanah dengan kandungan Al tinggi, adalah dengan menghasilkan eksudat akar (dalam bentuk anion-anion asam organik, gula, vitamin, asam amino, purin, nukleotida,oin-ion anoragnik dan sebagainya). Senyawa-senyawa ini membantu perakaran tanaman terhindar dari akibat buruk Al²+, sehinnga akar sebagai fungsi penyerapan hara dan air dapat menjalankan fungsinya ( Felix dan Donald, 2002).

Kriteria tanaman yang toleran terhadap aluminium harus mampu : (1) mengurangi serapan Al oleh akar (2) serta memiliki mekanisme tertentu untuk

menetralkan pengaruh toksisitas Al yang diserap tanaman ( Mariansyah, 2008).

Heritabilitas

Heritabilitas adalah ragam proporsi dari variansi fenotip total yang disebabkan oleh efek gen. Heritabilitas untuk sifat tertentu berkisar antara dari 0

sampai 1. Merumuskan kriteria hertabilitas adalah sebagai berikut: yaitu heritabilitasnya sedang = 0,2 – 0,5 dan hertabilitasnya rendah < 0,2. Jika heritabilitas kurang dari satu, maka nilai tengah dari keturunan dalam hubungannya dengan nilai tengah induk- induknya, terjadi regresi ke arh nilai tengah generasi sebelumnya. Jika heritabilitas itu adalah 0,5, maka nilai tengah keturunan beregresi 50% kearah nilai tengah generasi sebelumnya, jika hertabilitas adalah 0.25maka nilai tengah generasi sebelumnya. Jadi jika heritabilitas = 100% maka sama dengan persentase regresi (Stanfield, 1991).

Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan kombinasi genotif dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang penting dalam program pemuliaan tanaman karena dari jumlah variasi genetik ini di harapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh varisi yang di sebabkan oleh perubahan genetik di sebut hertabilitas. Hertabilitas dalam arti yang luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistasis. Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar antara 0-1 . Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang terjadi di sebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh variasi di sebabkan oleh faktor genetik (Welsh, 2005).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia kedelai merupakan komoditas pangan utama ketiga setelah padi dan jagung. Selain itu, kedelai merupakan komoditas palawija yang kaya akan protein. Kedelai berperan sebagai sumber protein nabati yang sangat penting dalam meningkatkan gizi masyarakat, karena selain aman bagi kesehatan relatif murah dibanding sumber protein hewani. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan bahan baku industri olahan pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, snack dan sebagainya (Damardjati,et.al, 2005).

Proyeksi konsumsi kedelai menunjukan bahwa total kebutuhan terus mengalami peningkatan yaitu 2,71 juta ton pada tahun 2015 dan 3,35 juta ton pada tahun 2025. Jika sasaran produktivitas rata- rata nasional 1,5 ton/ha bisa di capai, maka kebutuhan areal tanam di perkirakan sebesar 1,81 juta ha pada tahun 2015 dan 2,24 juta ha pada tahun 2025 (Simatupang,et.al, 2005). Tantangannya adalah bagaimana mencapai areal tanam tersebut sementara lahan yang tersedia terbatas dan digunakan untuk berbagai tanaman palawija lainnya yang lebih kompetitif (Atman, 2009).

Berdasarkan data strategis BPS (Katalog BPS, 2012) produksi kedelai tahun 2012 di perkirakan sebesar 779,74 ribu ton biji kering atau turun sebesar 71,55 ribu ton (8,40 persen) dibanding 2011. Penurunan produksi ini diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen sebesar 55,56 ribu hektar (8,93 persen). Sebaliknya produksivitas di perkirakan kan meningkat sebesar 0,08 kuintal/ha (0,58 persen). Pengembangan kedelai didalam negeri di arahkan melalui strategi

peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. Peningkatan produktivitas dicapai dengan penerapan teknologi yang sesuai (spesifik) bagi argoekologi atau wilayah setempat (Simatupang,et.al, 2005). Di sisi masih banyak tanah di Indonesia belum dimanfaatkan akibat keterbatasan teknik budidaya.

Lebih dari 55 juta hektar lahan pertanian di Indonesia bersifat masam. Aluminium (Al) di ketahui sebagai faktor utama penyebab toksik bagi tanaman yang tumbuh di tanah yang bersifat masam. Beberapa kendala yang umum pada tanah ultisol dalam reaksi tanah sangat masam sampai masam (pH nya 4,1 – 4,8 ) rasin C/N tergolong rendah , kejenuhan Al tinggi , miskin kandungan hara makro terutama P, K, Ca, dan Mg, kandungan bahan organik rendah konsentrasi mangan

(Mn) yang tinggi, kapasitas kation rendah dan peka terhadap erosi ( Damanik, et.al, 2010).

Pada saat ini kemungkinan perluasan areal produksi kedelai terbesar adalah pada lahan kering di luar pulau jawa. Namun usaha perluasan areal pertanaman pada areal bukaan baru sering menghadapi faktor pembatas ekologi antara lain, tinggintya tingkat kemasaman dan kandungan Al tanah, kandungan Al yang tinggi dapat menganggu pertumbuhan kedelai dan merusak perakaran tanaman sehinggga mengakibatkan tidak efesiennya penyerapan unsur hara dan air (Ma et al., 2000).

Batas kejenuhan Al di tanah masam ultisol pada tanaman padi 70 %, 29% untuk jagung, 28% untuk kacang tanah, 15% untuk kedelai dan 5% untuk kacang hijau. Kriteia penilaian sifat tanah mengandung Al dilihat dari kejenuhannya, bahwa kejenuhan Al < 10% bersifat sangat rendah, 10% - 20% rendah, 21% - 30% sedang, 31% - 60% tinggi dan > 60% sangat tinggi (Sutaryo , et.al, 2005).

Menurut Anas dan Yoshida (2000), pengaruh yang ditimbulkan dari keracunan Al antara lain, sistem perkaran tidak berkembang baik yaitu akar mudah patah, pendek, tebal, percabangan tidak normal, tudung akar rusak dan berwarna coklat atau merah. Menurut Harjowigeno dan Rayes (2005), pada daun dapat terlihat dari adanya warna kuning dan putih (klorosis) di bagian antar tulang daun tua. Namun demikian, keracunan Al menghambat pertumbuhan akar tanaman, terkadang gejala gejala tersebut belum terlihat, padahal tanaman sudah sulit tumbuh.

Pengujian di lapangan menghasilkan beberapa kedelai yang memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap Al dan pH rendah dibandingkan varietas yang toleran. Diharapkan kedelai toleran Al dapat diperoleh untuk mendukung peningkatan produksi kedelai nasional (Firmansyah, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian bahwa genotipe Wilis, Sinyonya, dan Lumut mampu beradaptasi pada cekaman kekeringan, dan hanya genotipe Wilis yang mampu beradaptasi dengan cekaman aluminium, dan cekaman ganda aluminium dan kekeringan (Hanum et.al, 2007).

Tujuan Penelitian

Untuk mempelajari karakter vegetatif dan generatif beberapa varietas kedelai yang toleran terhadap cekaman aluminium.

Hipotesis Penelitian

Diduga ada beberapa varietas kedelai yang toleran terhadap cekaman aluminium dan memiliki keragaman vegetatif dan generatif yang berbeda .

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai informasi bagi pihak yang memerlukan.

SITI KURNIA: Karakter Vegetatif dan generatif beberapa varietas tanaman kedelai (Glycine max. L.) Toleran Aluminium. Dibimbing oleh Eva Sartini Bayu dan Lollie Agustina P. Putri.

Mekanisme Toleransi Aluminium (Al) pada tanaman kedelai belum sepenuhnya dimengerti. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari karakter vegetatif dan generatif kedelai toleran aluminium. Kecambah pada umur 5 hari ditumbuhkan pada kultur hara minimum dengan cekaman Al 15ppm selama 72 jam dan masa pemulihan (tanpa Al) selama 48 jam. Kecambah yang dipilih diukur berdasarkan nilai Root Re-Growth (RRG). Nilai RRG ditentukan berdasarkan selisih panjang akar utama setelah pemulihan dan setelah cekaman. Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan Sumatera Utara pada bulan Juni 2014 sampe September 2014 dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Non Faktorial dengan perlakuan adalah varietas Wilis Anjasmoro dan Detam I. Dari hasil analisis data diperoleh bahwa varietas berbeda nyata tinggi tanaman, lama stadia vegetatif, jumlah polong per tanaman, jumlah polong berisi, jumlah polong hampa, dan produksi biji per tanaman. Varietas yang tidak berbeda nyata terhadap, umur berbunga, umur panen, lama stadia generatif, berat basah, berat kering, dan panjang akar.

Kata kunci : Varietas, Toleran Al, Root Re-Growth, Karakter Vegetatif, Karakter Generatif

SITI KURNIA: Karakter Vegetatif dan generatif beberapa varietas tanaman kedelai (Glycine max. L.) Toleran Aluminium. Dibimbing oleh Eva Sartini Bayu dan Lollie Agustina P. Putri.

Tolerant mechanism of Aluminium (Al) in soybean does not completely understand. The purpose of this research are to study the vegetative and generative character of soybean aluminium tolerant. This rice sorout on 5 days are growth in hara culture minimum with nutrient stress Al 15 ppm for 72 hours and recovery time (without Al) for 48 hours. The sprout that has selected, measured based on Root Re – Growth (RRG) value. RRG value was determined based on different by the main of root length after recovery and after stress. This reseach was conducted of greenhouse on Agriculture Departement, University of North Sumatera at 2014 June until 2014 September by using random completely design Non Factorial with treatment are varieties Wilis, Anjasmoro, and Detam I. By analysis data result was obtained that varieties are different plant high, the lenght of vegetative stage, number of pods per plant, numver of pods per plant, number of pods containing the number of empty pods and seed yield per plant. The varieties which not really different to age flowering, age harvesting, old generative stage, wet weight, dry weight and root of lenght.

Keywords: Variety, Tolerant Al, Root Re-Growth, Vegetative Characters, Characters Generative

SKRIPSI

OLEH :

Dokumen terkait