• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Leukemia

Leukemia adalah penyakit ganas, progresif pada organ-organ pembentuk darah yang ditandai dengan ploriferasi dan perkembangan leukosit serta pendahulunya secara abnormal di dalam darah dan sumsum tulang.16

Leukemia adalah proliferasi sel-sel pembentuk darah menjadi ganas, dan secara luas dikelompokkan berdasarkan :

2.1.1. Apakah penyakit ini bila tidak diobati mungkin bersifat akut dan segera menjadi fatal atau perjalanannya lebih lama dan kronis.

2.1.2. Apakah lebih mengenai kelompok sel limfositik atau mieloid (terkait sumsum tulang).17

Leukemia adalah keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan differensiasi (maturation arrest) pada berbagai tingkatan sel induk hemopoetik sehingga terjadi ekspansif progresif dari kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang.18

Leukemia adalah penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit ganas dalam sumsum tulang dan darah. Sel- sel abnormal ini menyebabkan timbulnya gejala karena :

2.1.3. Kegagalan sumsum tulang (anemia, netropenia, trombositopenia) 2.1.4. Infiltrasi organ ( hati, limpa, kelenjar getah bening).19

2.2. Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih

Leukosit berfungsi membantu tubuh melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah putih berkisar dari 4000/mm3 – 10.000/mm3.

Berdasarkan pada gambaran nukleus dan ada tidaknya granula di sitoplasma, leukosit digolongkan menjadi dua yaitu granulosit (leukosit polimorfonukleus dan agranulosit (leukosit mononukleus).19

a. Granulosit

Granulosit merupakan leukosit yang mempunyai granula sitoplasma. Terdapat 3 jenis granulosit berdasarkan reaksinya terhadap zat warna yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil.19

a.1. Neutrofil

Sel ini mempunyai inti padat khas yang terdiri aras dua sampai lima lobus dan sitoplasma yang pucat dengan garis-garis batas tidak beraturan mengandung banyak granula merah muda-biru (azurofilik atau kelabu –biru).19 Neutrofil tidak seperti basofil dan eosinofil yang memiliki afinitas terhadap zat warna, sel ini bersifat netral atau tidak memiliki kecendrungan warna. Neutrofil mampu bergerak aktif seperti amuba dan mampu menelan berbagai zat dengan proses yang disebut fagositosis.21

a.2. Eosinofil

Eosinofil mirip dengan netrofil, kecuali granula sitoplasmanya. Lebih kasar, lebih berwarna merah tua dan jarang dijumpai lebih dari 3 lobus inti. Mielosit eosinofil dapat dikenali, tetapi stadium yang lebih awal tidak dapat di bedakan dari prekursor netrofil19. Eosinofil merupakan 1-3 % dari leukosit dalam darah dan

diperkirakan bahwa untuk setiap eosinofil dalam darah, terdapat 300 di dalam jaringan. Eosinofil berdiameter 9 µm dalam larutan, dan sekitar 12 µm dalam sediaan darah.22

a.3. Basofil

Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang dari 1 % dari jumlah leukosit. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak beraturan dan akan berwarna keunguan sampai hitam . Diameternya sekitar 12-15 µm.21 Nukleusnya sering berbentuk U atau J dan karenanya dapat terlihat bilobus pada sediaan. 22

b. Agranulosit

Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit terdiri dari monosit dan limfosit.21

b.1. Limfosit

Limfosit adalah golongan leukosit yang kedua terbanyak berkisar 20-35 % dari sel darah putih beredar pada sediaan darah, limfosit berupa sel bulat kecil berdiameter 7-12 µm.22 Limfosit memiliki rentang usia sekitar 100-300 hari. Selama periode ini sebagian besar dari sel-sel ini secara kontinu beredar diantara jaringan limfosit, limpa dan darah.19 Terdapat 2 jenis limfosit, limfosit B dan limfosit T. Limfosit B menghasilkan antibodi yang beredar dalam darah. Antibodi berikatan dan memberi tanda untuk menyerang benda asing tertentu. Limfosit B tidak tergantung pada timus dan berumur panjang. Limfosit T tergantung pada timus dan berumur panjang. Limfosit T tidak menghasilkan antibodi, sel-sel ini secara langsung

menghancurkan sel-sel sasaran spesifik, suatu proses yang dikenal sebagai imun seluler (respon imun yang diperantai sel ). Sel yang menjadi sasaran limfosit T mencakup sel-sel tubuh yang telah dimasuki oleh virus dan sel kanker.23

b.2. Monosit

Monosit adalah leukosit terbesar. Intinya bervariasi, dari bulat atau lonjong sampai berlekuk atau berbentuk tapal kuda dan terpulas lebih pucat dari pada inti limfosit. Kromatinnya lebih halus terdispersi; sitoplasmanya banyak dan sedikit basofilik dan sering mengandung sedikit granul azofilik halus. Monosit mencakup kira- kira 3-8 % leukosit darah.36

Gambar 2.1. Leukemia40 Gambar 2.2. Sel darah putih40

Granulosit

Gambar 2.3. Neutrofil40 Gambar 2.4. Eosinofil40 Gambar 2.5. Basofil40

Agranulosit

2.3. Klasifikasi Leukemia

Secara tradisional leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel yang terlihat dan bentuk maturasi sel leukemia, yaitu :

2.3.1. Leukemia Akut

Leukemia akut merupakan suatu penyakit yang serius, berkembang dengan cepat, dan apabila tidak diterapi dapat menyebabkan kematian dalam beberapa minggu atau bulan. Leukemia akut dapat mempengaruhi jalan perkembangan sel limfoid akut atau jalur perkembangan sel mieloid akut.24

a. Leukemia Limfositik Akut

LLA adalah keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid. Lebih dari 80 % kasus, sel-sel ganas berasal sari limfosit B, dan sisanya merupakan leukemia sel T.31 LLA terjadi pada 80% kasus leukemia akut anak- anak. Insidensi puncak LLA adalah pada umur 3-7 tahun. LLA juga dapat tampak pada orang dewasa, menyebabkan sekitar 20 % leukemia akut dewasa.25

Tanpa pengobatan rata-rata hidup penderita LLA 3-6 bulan. Dengan pengobatan rata-rata hidup penderita LLA yang berumur di bawah 2 tahun dan 50% penderita LLA yang berumur antara 2-10 tahun rata-rata hidup 2-10 tahun.23

Menurut Djajadiman (2001) sekitar 60-70 % dari 100 anak yang menderita LLA dapat disembuhkan dengan pengobatan kemoterapi.20

b. Leukemia Granulostik/ Mielositik Akut

LGA/LMA adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan differensiasi sel-sel progenitor dari sel myeloid.32 Pada LGA/LMA terjadi proliferasi dari salah satu unsur sel yang memproduksi sel darah

yang ganas. Sel yang ganas tersebut menginfiltrasi sumsum tulang dengan menyebabkan kegagalan fungsi tulang normal dalam proses hematopoetik normal. Dengan pengobatan angka remisi (waktu berkurangnya gejala penyakit ) penderita LGA/LMA mencapai 50- 75 %, tetapi angka rata-rata hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya 10 %. Pada saat ini 50 % anak-anak dan kira-kira 35 % orang dewasa muda disembuhkan dengan kemoterapi intensif. Jika tidak ada pengobatan, penderita LGA/LMA meninggal kira-kira 3-6 bulan.23

2.3.2. Leukemia Kronik

Leukemia kronik ditandai dengan keberadaan jumlah leukosit darah tepi yang sangat tinggi. Sel-sel ini adalah sel matur. Leukemia kronis biasanya memiliki awitan samar dan lagi perkembangan yang lambat. Sebagian pasien mengalami perkembangan yang lambat dan pembesaran organ yang infiltrasi oleh sel-sel leukemia.33

a. Leukemia Granulostik/ Mielositik Kronik

LGK/LMK adalah golongan penyakit mieloproliferatif, yang ditandai oleh proliferasi dari seri granulosit tanpa gangguan diferensiasi.31 Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukosit lebih dari 50.000/mm3. Pada pemeriksaan sumsum tulang didapatkan keadaan hiperseluler dengan peningkatan jumlah megakariosit dan granulokoesis. Jumlah granulosit umumnya lebih dari 30.000/ mm3. Pada 85 % kasus terhadap kelainan kromosom yang disebut kromosom philadelpia. Limfa membesar pada 90 % kasus sehingga mengakibatkan perasaan penuh pada abdomen dan mudah merasa kenyang atau perut membesar.26

Sebagian besar penderita LGK/ LMK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut krisis blastik, yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas atau promielosit disertai produksi neutrofil, trombosit, dan sel eritrosit yang amat kurang. Dengan pengobatan rata-rata hidup penderita LGK/LMK adalah 3-5 tahun26.

b. Leukemia Limfositik Kronik

LLK adalah suatu keganasan hematologik yang ditandai oleh proliferasi klonal dan penumpukan limfosit B neoplastik dalam darah, sumsum tulang, limfonodi, limfa dan organ-organ lain.31 LLK berbeda dari leukemia yang lain yaitu bahwa penyakit ini biasanya berjalan secara indolen ( lambat ) selama bertahun-tahun. Penyakit ini hampir selalu dijumpai pada orang dewasa berusia lebih dari 40 tahun.34

Pemeriksaan darah tepi menunjukkan limfositosis lebih dari 50.000/mm3. Pada sumsum tulang didapatkan adanya infiltrasi merata oleh limfosit kecil, yaitu lebih dari 40 % dari total sel yang berinti.27 Terjadi pada manula dengan limfodenopati generalisata dan peningkatan jumlah leukosit disertai limfositosis. Perjalanan penyakit biasanya jinak dan indikasi pengobatan adalah hanya jika timbul gejala.19

2.4. Epidemiologi

Epidemiologi penyakit leukemia ditinjau dari hal-hal sebagai berikut: 2.4.1. Distribusi Frekuensi Penyakit Leukemia

a. Umur

Secara keseluruhan insiden leukemia bervariasi menurut umur. LLA sering pada anak-anak dibawah 15 tahun dengan insiden puncaknya 3-5 tahun. Pada kelompok dewasa LLA hanya 25 % dan 75 % terdapat pada anak-anak. LMA/ LGA lebih sering ditemukan pada dewasa muda ( 15-20 tahun) sebanyak 85 % dan 15 % pada usia anak-anak31. LGK/ LMK paling sering terjadi pada umur 20-60 tahun dengan insiden puncaknya pada umur 50-60 tahun37. LLK terutama terjadi pada umur lebih dari 60 tahun.31

Pada tahun 2001 terdapat kejadian leukemia sekitar 25 % pada usia < 25 tahun dari seluruh kasus kanker yang ada di Amerika Serikat. Dari 12 wilayah di Amerika Serikat terdapat 2.422 orang anak-anak yang menderita leukemia dengan pengkategorian umur < 20 tahun dan 1.854 adalah leukemia jenis LLA.29 Pada tahun 2004 dijumpai 3.830 jenis leukemia LLA dan sekitar 3.439 (89,79%) penderita leukemia adalah anak-anak.8

Dari penelitian Kartiningsih L, dkk Pada tahun 2001 melaporkan di RSUD Dr. Soetomo LLA menduduki rangking pertama untuk keganasan pada anak-anak selama 10 tahun terakhir (1991-2000). Ada 524 kasus atau merupakan 50 % dari seluruh keganasan pada anak, (10%) menderita Non Limfoblastik Leukemia dan 42 kasus merupakan LGK/LMK.25 Menurut penelitian Pardosi frekuensi LMK 15 orang, tinggi pada golongan umur 21-30 tahun dan frekuensi LLA 41 orang, tinggi

pada golongan umur 1-10 tahun. Hal ini sama dengan kejadian leukemia di beberapa negara Barat yang juga mengatakan bahwa dimana LLA tinggi pada golongan umur di bawah 10 tahun.27

b. Jenis Kelamin

Leukemia lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita dengan perbandingan : 1,2-2 :118. Berdasarkan penelitian L. Odom di Amerika tahun 2001 yang mengatakan bahwa kasus leukemia pada laki-laki kulit berwarna selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sedangkan secara keseluruhan perbandingan kejadian leukemia pada laki-laki dan perempuan sebesar 5,6 : 4,429. Hasil penelitian dari National Cancer Center of Korean menemukan bahwa kejadian leukemia lebih besar pada laki-laki dari pada perempuan dengan perbandingan 4,62 % ; 3,21 %.35

c. Ras

Berdasarkan laporan dari SEER (Surveillance Epidemiology and End Result ) di Amerika pada tahun 2001-2005, insiden leukemia sekitar 12,3/ 100.000 penduduk dan angka kematian yang disesuaikan berdasarkan usia (Age Adjusted Death Rate ) adalah 7,4/ 100.000 penduduk . Di Amerika orang kulit putih lebih tinggi resiko meninggal karena leukemia dengan yang tidak berkulit putih ( Amerika keturunan Indian atau suku Alaska ).30

Frekuensi relatif leukemia di Negara Barat menurut Gunz adalah Leukemia akut sekitar 60 %, LLK 25 %, LGK/LMK 15 %. Frekuensi LLK di Indonesia sangat rendah dan LGK/LMK merupakan leukemia kronik yang paling dijumpai.18

Berdasarkan Penelitian M.Jaffar pada tahun 1976- 1981 di Medan , LLK adalah jenis leukemia yang jarang di Medan sesuai dengan di Jepang. Hal ini berbeda dengan insiden yang tinggi di negara Barat dan Afrika. Insiden leukemia di Medan dari keturunan Cina lebih tinggi (3/100.000) dari golongan pribumi (1,5/100.000).27

d. Waktu

Pada tahun 2006 di Amerika terdapat 35.000 kasus leukemia, leukemia sebagian besar terjadi pada anak-anak dan 22.000 kasus meninggal karena leukemia. Di RSU Dr. Pirngadi Medan pada tahun 1994 terdapat 36 penderita, tahun 1995 terdapat 38 penderita dan tahun 1996 terdapat 22 orang menderita.15

2.4.2. Determinan Penyakit Leukemia

Penyebab sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor risiko leukemia diantaranya.34

a. Usia

Kasus leukemia terjadi sampai 70% pada orang berusia di atas 50 tahun. Maka, usia bisa dianggap sebagai faktor risiko terbesar penyakit leukemia. Kromosom sel darah putih pada orang berusia lanjut lebih rentan dari pada dewasa muda dan lebih mudah mengalami kerusakan DNA yang menyebabkan leukemia. 32 b. Kemoterapi

Kemoterapi yang digunakan untuk mengobati kanker, bisa menyebabkan kerusakan DNA dan meningkatkan risiko berkembangnya beberapa jenis leukemia. Sebagai contoh, kemoterapi untuk pengobatan kanker adalah penyebab utama LGA/LMA pada remaja. 32

c. Sinar Radioaktif

Sinar radioaktif merupakan faktor risiko yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia. Angka kejadian LGA/LMA dan LGK/LMK jelas sekali meningkat sesudah sinar radioaktif digunakan. Ahli radiology dan ahli rontgen mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan dengan orang-orang yang tidak bekerja di bagian itu. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup sesudah ledakan bom atom mempunyai risiko untuk menderita LGA/LMA dan LGK/LMK sebesar 20 kali lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di tempat lain. Leukemia timbul sekitar 5 sampai 7 tahun sesudah ledakan tersebut terjadi. Demikian juga penderita ancylosing spondylitis yang diobati dengan sinar –X mempunyai risiko 14 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak diobati dengan sinar-X .38

d. Virus

Acute T cell leukemia berhubungan dengan infeksi oleh human T cell leukemia virus (HTLV); human lymphotrophic virus-1 penyebab leukemia pada manusia. Pada pasien yang terinfeksi, protein HTLV melekat pada protein lymphocytes yang bertanggung jawab dalam mengatur pertumbuhan sel. Jika HLTV melekat, maka dia mengganggu pertumbuhan sel normal dan mengkorup fungsinya. Leukemia ini jarang terjadi di Amerika Serikat. Umumnya terjadi di Asia dan sebagian Karibia. 32

e. Faktor Genetik

Anak-anak dengan down’s syndrome memiliki risiko 10-20 kali lipat mengalami leukemia dari pada anak-anak normal. Terdapat pula penyakit turunan lainnya seperti Fanconi’s anemia dan Bloom syndrome, yang ditandai dengan dengan ketidakstabilan genetik dan ketidakmampuan memperbaiki kerusakan DNA yang berhubungan dengan meningkatnya risiko leukemia. 32

f. Bahan Kimia

Paparan jangka panjang terhadap benzene dapat mengakibatkan leukemia akut. Paparan jangka panjang terhadap herbisida, pestisida dan bahan kimia pertanian lain, berhubungan dengan meningkatnya risiko leukemia. Banyak pewarna rambut yang mengandung bahan kimia yang menyebabkan kanker dan berhuhungan dengan leukemia, terutama dalam jangka panjang. 32

g. Merokok

Menghisap rokok dapat menyebabkan leukemia, terlebih bila mengandung senyawa penyebab leukemia seperti benzene. Merokok pada usia remaja menyebabkan peningkatan yang relative tidak terlalu besar berkembangnya leukemia. Tapi, pada orang di atas usia 60 tahun merokok meningkatkan risiko dua kali lipat berkembangnya LGA/LMA dan tiga kali lipat LLA .32

2.5.Gejala Klinis

Pada umumnya gejala klinis dari leukemia adalah anemia, netropenia, trombositopenia, infiltrasi ke dalam organ, hiperkatabolik.18

2.5.1. Leukemia Limfositik Akut

Gejala klinis yang dapat dijumpai pada LLA adalah anemia, anoreksia, demam, infeksi mulut, hepatomegali, limfadenopati, leukemia sistem saraf pusat, dan keterlibatan organ lain.31

Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, didapatkan purpura, petekia, dan bebagai tanda-tanda infeksi stomatitis dan hipertrofi gusi dapat ditemui pada pasien dengan leukemia monositik. Terdapat pembesaran dengan derajat bervariasi dari hepar, lien, dan limfonodi. Nyeri tulang bisa dijumpai, terutama pada sternum, tibia, dan femur.28

2.5.2. Leukemia Granulostik/ Mielositik Akut

Gejala klinis yang bisa ditemukan pada LGA / LMA adalah anemia, infeksi berulang, nyeri tulang atau sendi, gangguan penglihatan, hepatomegali, epistaksis,nyeri kepala.37 Gejala yang selalu ada adalah hipertropi gusi dengan sifat mudah berdarah.26

2.5.3. Leukemia Granulostik/ Mielositik Kronik

Gejala klinik yang dijumpai adalah splenomegali, lemah badan, penurunan berat badan, hepatomegali, keringat malam, cepat kenyang, perdarahan/ purpura ,nyeri perut (infark limfa), demam.31 Gejala lain seperti gejala gout, gangguan penglihatan, anemia .18

2.5.4. Leukemia Limfositik Kronik

Gejala LLK bermanifestasi dengan adanya penurunan daya tahan tubuh (imunosupresi), kegagalan sumsum tulang, dan infiltrasi organ oleh limfosit.28 Gejala lain seperti infeksi kulit dan saluran pernafasan, kelelahan, malaise, anoreksia, anemia, splenomegali dan trombositopenia.37

2.6. Diagnosis

2.6.1. Leukemia Limfositik Akut

Diagnosis LLA sering didasarkan atas pemeriksaan apus tepi darah dan evaluasi sumsum tulang sangat penting untuk memastikan diagnosis dan sebagai bahan pemeriksaan bagi studi untuk klasifikasi lebih lanjut. Jumlah sel darah putih dapat normal atau lebih tinggi pada kebanyakan pasien LLA. Jumlah trombosit pada seluruh pasien LLA adalah normal atau sedikit berkurang dan hanya 30 % pasien dengan jumlah trombosit kurang dari 50.000/ mm3. Kebanyakan pasien memiliki hematokrit antara 30 % sampai 35 %. Setidaknya limfoblas terdapat 50% dari seluruh sumsum tulang pada LLA. 37

2.6.2. Leukemia Granulostik/ Mielositik Akut

Suatu LGA/LMA sangat dicurigai jika pemeriksaan apus darah tepi menunjukkan peningkatan jumlah sel-sel blas imatur yang disertai dengan anemia dan trombositopenia. Adanya Auer bodies ( rods) mengarah pada LGA/LMA sebelum hasil diagnosis lainnya di dapat. Jumlah total sel darah putih pada LGA/LMA dapat normal, berkurang atau meningkat. Jumlah trombosit yang kurang dari 20.000/ mm3 sangat sering terdapat pada LGA/LMA. 37

2.6.3. Leukemia Granulostik/ Mielositik Kronik

Diagnosis LGK/LMK ditegakkan dengan evaluasi hematologis. Hasil tersebut meliputi hitung sel darah lengkap yang merupakan karakteristik LGK/LMK : sel darah putih lebih dari 100.000/ mm3, granulosit matur dan imatur, mielosit lebih banyak dari metamielosit, peningkatan eosinofil dan basofil dan peningkatan atau jumlah trombosit yang normal. 38

2.6.4. Leukemia Limfositik Kronik

Sistem stadium klinis dari RAI (Radioactive Iodine) digunakan untuk diagnosa dan penentuan stadium :

a. Stadium 0 : Hanya limfositosis, dalam darah > 15.000/ mm3 dan sumsum tulang > 40 %, rata- rata harapan hidup 12 tahun.

b. Stadium I : Limfositosis dengan limfadenopati, rata- rata harapan hidup 8 tahun.

c. Stadium II : Limfositosis + splenomegali ± hepatomegali, rata- rata harapan hidup = 6 tahun

d. Stadium III : Limfositosis + anemia ( Hb < 11 g%), rata- rata hidup = 1,5 tahun. e. Stadium IV : Limfositosis + trombositopenia ( trombosit < 100.000/ mm3),

2.7. Pencegahan

2.7.1. Pencegahan Primer

Ditujukan untuk menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.39 Pencegahan yang dilakukan adalah :

a. Pengendalian Pemaparan Radiasi Ionisasi pada Manusia

Pengendalian ini ditujukan terhadap orang yang bekerja di bidang Kedokteran terutama yang menggunakan radiasi. Misalnya dengan membuat kaca anti radiasi pada monitor komputer, membuat baju yang khusus anti radiasi bagi orang yang sering terpapar ( para ahli radiology dan rontgen).27

b. Pengendalian Pemaparan dari Berbagai Lingkungan Kimia Yang memiliki potensi Leukogenik

Pencegahan ini ditujukan pada tenaga kerja supaya tidak terpapar pelarut benzene dan zat aditif serta senyawa lainnya pada saat bekerja. Misalnya memberi pengetahuan tentang bahan-bahan karsinogen pada tenaga kerja dengan baik sehingga bekerja dapat semaksimal mungkin menghindarinya dan reduksi terhadap pemaparan di tempat kerja dengan cara membatasi waktu kerja dan melakukan rotasi kerja .27

c. Konseling Pernikahan

Pencegahan ini ditujukan pada pasangan yang akan menikah. Apabila masing- masing pasangan mempunyai latar belakang ada keluarga yang menderita Sindroma Down dianjurkan untuk konsultasi dengan seorang ahli hematologi sehingga mereka dapat mengambil keputusan untuk tetap menikah atau tidak.27

2.7.2. Pencegahan Sekunder

Ditujukan untuk menghentikan perkembangan penyakit atau cedera menuju suatu perkembangan ke arah kerusakan atau ketidakmampuan39. Pencegahan yang dilakukan adalah :

2.7.2.1. Kemoterapi

a. Kemoterapi pada penderita LLA a.1. Terapi induksi remisi

Tujuan dari terapi induksi remisi adalah mencapai remisi lengkap hematologik (hematologic complete remission/CR), yaitu eradikasi sel leukemia yang dapat di deteksi secara morfologi dalam darah dan sumsum tulang dan kembalinya hematopoiesis normal. Terapi ini biasanya terdiri dari prednison, vinkristin, dan antrasiklin dan juga L-asparaginase. Tambahan obat seperti sisklofosfamid, sitarabin dan konvensional atau tinggi, dan merkatopurin.31

a.2. Terapi intensifikasi atau konsolidasi

Setelah tercapai remisi lengkap, segera dilakukan terapi intensifikasi atau konsolidasi yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah timbulnya sel yang resisten obat. Berbagai dosis mielosupresi dari obat yang berbeda diberikan tergantung protokol yang dipakai.25

a.3. Pemeliharaan jangka panjang

Terapi ini terdiri dari 6- merkaptopurin tiap hari dan metotreksat seminggu sekali selama 2-3 tahun.31

Hasil pengobatan LLA sangat baik dengan terapi intensifikasi atau konsolidasi dicapai kesembuhan pada 70-90 % kasus LLA pada anak- anak dan 40-

50% pada kasus LLA dewasa, tetapi pada umur diatas 65 tahun hanya didapat hasil kesembuhan sekitar 5 %.19

b. Kemoterapi pada penderita LGA/LMA b.1. Terapi Induksi

Cytarabine dengan antrasiklin, baik daunorubisin atau doksorubisin, merupakan agen induksi yang paling efektif dan memberikan hasil remisi sebesar 65 %. Antrasiklin yang terbaru, mitoksantron dan idarubisin memberikan hasil yang baik jika digunakan secara kombinasi dengan zat lainnya.

b.2. Terapi kekambuhan penyakit

Pemberian terapi ulangan dengan ara-C dan daunorobisin pada pasien yang telah diterapi dengan regimen ini sebelumnya memberikan kemungkinan didapatkannya remisi kedua sebesar 30 % sampai 50 %. Ara- C dosis tinggi dengan atau tanpa daunorubisin, L-asparaginase, amsaknin, atau mitosaktron telah digunakan dan memberikan hasil yang baik pada beberapa pasien yang resisten.

Hasil pengobatan LMA tidak sebaik LLA. Remisi dicapai pada 60-80 % kasus, 30 % diantaranya tetap bebas leukemia setelah 3-5 tahun, dan sebagian besar darinya akan mengalami kesembuhan. Namun pada umur diatas 65 tahun hanya didapat hasil kesembuhan sekitar 5 %.19

c. Kemoterapi pada penderita LGK/LMK c.1. Terapi fase kronis

Busulfan dan hidroksiurea digunakan sebagai terapi fase kronis. Regimen dengan bermacam obat yang intensif merupakan terapi pilihan untuk transformasi blastis pada pasien yang bukan merupakan pilihan untuk transplantasi sumsum

tulang. Regimen ini meliputi ara- C penggunaan antrasiklin, 6-tioguamin dan hidroksiurea.37

c.2. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang setelah kemoterapi dosis tinggi dan radiasi merupakan terapi kuratif yang potensial untuk LGK/LMK. Hasil terbaik didapatkan jika transplantasi dilakukan pada awal fase kronis dari penyakit dan harapan hidup 5 tahun untuk pasien kronis adalah 60 %.37

d.Kemoterapi pada penderita LLK

d.1. Kemoterapi tunggal yaitu : klorambusil, siklofosfamid, vinkristin, dan fludarabin.

d.2. Kemoterapi kombinasi yaitu : Doksorubisin, siklofosfamid, vinkristin dan prednison. 37

2.7.2.2. Radioterapi

Radioterapi menggunakan sinar benergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Radioterapi pada pasien hanya bersifat paliatif dapat berupa :

a. Radiasi limfa, 50-90 % pasien akan menunjukkan penurunan ukuran limfa, berkurangnya nyeri perut serta rasa tidak enak pada perut. Catersky pada

Dokumen terkait