• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC, 1997). Terdapatbeberapa ratus varietas kelinci di seluruh dunia, yang bervariasi dalam ukuran, warna, jenis rambut dan karakteristik lainnya (NRC, 1997). Kelinci diproduksi untuk daging, penelitian, penghasil wol, dan sebagai hewan peliharaan atau hobi (NRC, 1977). Kelinci memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi yaitu dapat tumbuh dan berkembang biak hanya dengan diberikan hijauan, limbah sayuran maupun limbah pakan yang selalu tersedia dan harganya murah seperti pada negara berkembang contohnya Indonesia (Raharjo, 2007).

Kelinci memiliki sejumlah karakteristik, seperti ukuran tubuh kecil, interval generasi singkat, potensi reproduksi yang tinggi, tingkat pertumbuhan yang cepat dan keragaman genetik (Raharjo, 2007). Kelinci mampu untuk memanfaatkan hijauan dan produk sampingan sebagai komponen pakan utama sehingga cocok sebagai penghasil daging ternak kecil di negara berkembang (Raharjo, 2007). Daging kelinci baik dikonsumsi karena mengandung protein yang tinggi dan rendah lemak (Raharjo, 2007). Kandungan nutrien daging pada beberapa ternak dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging)

Nutrien Spesies

Kelinci Ayam Babi Domba Sapi

Protein (g) 21 19,5 15 15 15,5 Air (g) 70 67 54,5 53 49 Lemak (g) 8 12 29,5 31 35 Energi (kcal) 160 200 330 345 380 Kolesterol (mg) 53 105 63 74 58 Sumber : Raharjo (2007)

4

Kebutuhan Zat Makanan

Kebutuhan zat makanan setiap hewan berbeda-beda tergantung pada status fisiologis hewan tersebut. Nutrien adalah elemen atau komponen kimia yang ada dalam pakan untuk mendukung pertumbuhan, reproduksi, laktasi dan proses dalam kehidupan seekor ternak (Damron, 2006). Kebutuhan nutrien pada kelinci berdasarkan tujuan pemeliharaan seperti breeding dan fattening tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan Nutrien Kelinci

Nutrien Fase Produksi

Breeding Fattening

Serat kasar (%) 13,8-16,1 15-16,6

Protein kasar (%) 18,1-22,0 16,1-18,0

Lemak kasar (%) 6,1 Bebas

Protein Tercerna (%) 12,6-15,4 11,3-12,5

Energi Tercerna (MJ) 11,1 10,5

Sumber : Cheeke (2005)

Protein Kasar

Protein terutama digunakan sebagai komponen jaringan daging, enzim, hormon (Damron, 2006). Kebutuhan protein tinggi pada ternak yang muda karena digunakan untuk pertumbuhan tubuhnya, jika mengkonsumsi protein lebih tinggi maka akan digunakan sebagai sumber energi (Damron, 2006). Soeparno (2005) menyatakan bahwa konsumsi protein dan energi yang lebih tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang cepat. Kebutuhan protein pada kelinci yang akan digemukkan yaitu 16,1%-18,0% (Cheeke, 2005). Kelinci mempunyai kebiasaan coprophagy yaitu memakan feses lunak langsung dari anus, yang dimulai saat berumur tiga minggu (Perez dan Martinez, 2007). Feses lunak menyumbang protein 15%-22% dari total konsumsi protein per hari, selain itu protein pada feses lunak mengandung asam amino essensial yang tinggi seperti lysine, threonine (Perez dan Martinez, 2007). Populasi protein mikroba yang terdapat dalam sekum kelinci dan dilakukannya coprophagy memberikan kesempatan agar dapat terpenuhi kebutuhan protein, energi dan vitamin (Perez dan Martinez, 2007).

5 Sunarwati (2001) menyatakan bahwa ransum dengan kandungan protein 21,96% menghasilkan performa kelinci yang lebih baik dibandingkan yang mengandung protein 21,93%. Ruiz et al. (2006) memberikan pakan kelinci yang mengandung bungkil bunga matahari dengan protein 19,4% dan pakan kelinci yang mengandung bungkil kedelai dengan protein 20,2%, dari kedua pakan tersebut ternyata pakan dengan kandungan protein 20,2% menghasilkan performa kelinci yang lebih baik. Pemberian pakan kelinci dengan kandungan protein yang tinggi juga dilakukan oleh Sadili (2003) dengan kandungan protein pakan sebesar 22,9% dan 24,2%, hasilnya tidak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering, namun dengan kandungan protein 24,2% memberikan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi.

Serat Kasar

Kelinci merupakan pseudoruminant yaitu fisiologi pencernaannya beradaptasi terhadap tingginya konsumsi dinding sel tanaman, oleh karena itu serat merupakan komponen penting dalam pakan kelinci (Maertens, 2007). Serat berpengaruh terhadap laju pengosongan saluran pencernaan dan menjadi komponen utama dalam perkembangan mikroba (Chao dan Li, 2008). Asupan serat kasar yang tinggi akan membatasi asupan energi dan menurunkan penampilan ternak (Chao dan Li, 2008), sehingga akan menurunkan rataan berat badan harian dan laju konversi pakan (Blas dan Mateos, 2010). Asupan serat kasar yang tinggi dalam pakan yang diformulasikan juga dapat menyebabkan diare pada kelinci. Gidenne et al., 2010 menyatakan bahwa level serat yang digunakan pada pakan kelinci pertumbuhan yaitu sebesar 12,2%-24,4%. Djunaedi (1984) menyatakan bahwa sebaiknya kandungan serat kasar dalam ransum kelinci jantan persilangan pada masa pertumbuhan sebesar 7,64%-18,9%.

Lemak Kasar

Lemak merupakan sumber energi yang digunakan oleh tubuh (Damron, 2006). Jumlah lemak yang terkandung dalam ransum apabila dalam jumlah yang tidak cukup maka ternak akan mengalami hambatan pertumbuhan dan akhirnya menyebabkan kematian. Penambahan lemak pada pakan kelinci pertumbuhan akan meningkatkan kecernaan energi, namun menurunkan konsumsi bahan kering sehingga memperbaiki konversi pakan (Chen dan Li, 2008). Penambahan lemak

6 dalam pakan dapat mengurangi sifat berdebu dari ransum sehingga dapat mengurangi jumlah ransum yang terbuang (Parakkasi, 1999). Penambahan lemak dapat meningkatkan palatabilitas ransum sehingga akan meningkatkan konsumsi, namun dengan penambahan lemak yang terlalu banyak akan mengakibatkan penurunan terhadap konsumsi pakan (Parakkasi, 1999). Chen dan Li (2008) juga menyatakan bahwa penambahan lemak yang berlebih akan membatasi aktivitas mikroba sekum dan terjadi kesulitan dalam mencerna serat.

Pakan Komplit Bentuk Pellet

Pemberian pakan pada kelinci sebaiknya berbentuk pellet karena kelinci lebih menyukai pellet dibandingkan bentuk tepung apabila diberikan dalam waktu yang bersamaan (Maertens, 2010). Pakan komplit untuk kelinci adalah pakan yangterdiri dari hijauan dan konsentrat yang dicampurkan dengan perbandingan yang bervariasi. Efek pemberian pakan terhadap kelinci periode pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Efek Pemberian Pakan pada Kelinci Periode Pertumbuhan Pemberian pakan Konsumsi BK Pakan

(g/hari) PBB (g/hari) Lebas, 1973 Tepung Pellet 82 94 29,7 36,0 King, 1974 Tepung Pellet 79 85 20,7 22,9 Machin et al., 1980 Tepung

Tepung + 40% air Pellet 102 78 104 26,5 27,9 33,1 Sumber : Lebas, 1997

Tabel 3 menunjukkan bahwa pakan dalam bentuk pellet memiliki palatabilitas yang tinggi, selain itu pertambahan bobot badan yang dihasilkan lebih baik dibandingkan diberi pakan bentuk tepung (Lebas, 1997). Pada produksi daging kelinci secara intensif, pakan seimbang dalam bentuk pellet merupakan suatu dasar dalam memenuhi kebutuhan energi dan nutrisi dalam memaksimalkan penampilan ternak (Maertens, 2010). Pemberian pakan dalam bentuk tepung tidak intensif karena

7 sulit dalam pendistribusian sehingga tidak cocok dalam skala produksi besar. Keuntungan pemberian pakan dalam bentuk pellet yaitu tidak ada seleksi antara bahan baku yang berbeda, meminimalkan jumlah pakan yang terbuang dan mengurangi debu (Maertens, 2010).

Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)

Rumput gajah memiliki karakter tumbuh tegak, merumpun lebat, tinggi tanaman dapat mencapai 7 m, berbatang tebal dan keras, daun panjang dan berbunga seperti es lilin (Rukmana, 2005). Kandungan zat gizi dan produktivitas yang cukup tinggi merupakan keunggulan yang dimiliki oleh rumput gajah, selain itu disukai oleh ternak ruminansia (Syarifuddin, 2004). Kandungan nutrisi rumput gajah yaitu 19,9% bahan kering, 10,2% protein kasar, 1,6% lemak, 34,2% serat kasar, 11,7% abu dan 42,3% bahan ekstrak tanpa nitrogen (Rukmana, 2005). Kandungan protein kasar rumput gajah menurun dengan bertambahnya umur karena saat semakin tua rasio daun lebih kecil dari batang (Syarifuddin, 2005). Kandungan protein pada daun rumput gajah lebih tinggi dibandingkan batang. Setiap peningkatan umur atau dilakukan penundaan pemotongan selama sepuluh hari maka kandungan protein kasar akan menurun sebesar 0,87% (Syarifuddin, 2004). Tanaman rumput gajah yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Rumput Gajah

8

Limbah Ubi Jalar

Salah satu tanaman tradisional di negara tropis adalah ubi jalar. Total produksi ubi jalar di Indonesia sebanyak 2.192.242 ton dengan pusat produksi di Jawa Barat (BPS, 2011). Aregheore (2005) menyatakan bahwa bagian tanaman ubi jalar (daun, tangkai, batang) merupakan 64% dari total biomassa segar tanaman ubi jalar. Bagian umbi mengandung pati sehingga dapat dijadikan sebagai sumber energi, sedangkan bagian daun mengandung protein yang tinggi yaitu sebesar 25,5% sampai 29,8% dalam bahan kering sehingga dapat digunakan sebagai sumber protein (An et al., 2003). Komposisi nutrien tanaman ubi jalar berdasarkan bahan kering dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Nutrien Tanaman Ubi Jalar (% BK):

Nutrien (%) Daun Batang Umbi

Protein Kasar 22,94 11,32 5,11

Serat Kasar 15,61 38,61 3,48

Lemak Kasar 2,99 3,55 1,26

Ca 0,42 3,32 0,95

P 0,21 0,41 0,78

Gross Energy (kkal/kg) 3.558 4.071 1.085

Sumber : Herawati (2002)

Bagian tanaman ubi jalar yang digunakan dalam penelitian adalah daun, tangkai dan batang yang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Daun, tangkai dan batang ubi jalar

Sumber : Foto Penelitian

Daun

Tangkai dan batang

9 Abonyi et al. (2012) menyatakan bahwa penggunaan daun ubi jalar sebanyak 50% akan menghasilkan performa yang terbaik pada ternak kelinci, selebihnya akan menurunkan performa. Penurunan performa kelinci disebabkan kandungan seratnya terlalu tinggi dan adanya protease inhibitor yang menurunkan aktivitas enzim proteolitik oleh adanya penurunan dalam penyerapan nutrien (Abonyi et al., 2012).

Klobot Jagung

Bagian tanaman jagung selain buah atau biji yaitu klobot, batang, daun dan tongkol dapat menghasilkan limbah dengan proporsi yang bervariasi (Umiyah dan Wina, 2008). Proposi tanaman jagung terbesar adalah batang jagung diikuti dengan daun, tongkol dan kulit buah jagung atau klobot jagung (McCutcheon dan Samples, 2002). Nilai palatabilitas yang diukur secara kualitatif menunjukkan bahwa daun dan kulit jagung lebih disukai oleh ternak dibandingkan dengan batang maupun tongkol (Wilson et al., 2004). Proporsi dan palatabilitas limbah tanaman jagung dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Proporsi dan Palatabilitas Limbah Jagung Limbah

Jagung

Proporsi Limbah (%BK)

Kadar air (%) Protein kasar (% BK) Palatabilitas Kulit buah / klobot 10 45-50 3,6 Tinggi Batang 50 70-75 4,5 Rendah Daun 20 20-25 7,8 Tinggi Tongkol 20 50-55 2,2 Rendah

Sumber : Wilson et al., 2004; McCutcheon dan Samples (2002)

Klobot dan daun jagung mempunyai palatabilitas dan kecernaan yang tinggi, namun kecernaan daun jagung tidak setinggi kecernaan klobot jagung (Wilson et al., 2004). Batang dan tongkol jagung memiliki kecernaan dan palatabilitas rendah. Konsumsi batang dan tongkol dilakukan pada waktu jumlah klobot dan daun jagung dalam jumlah sedikit (Wilson et al., 2004). Daun dan klobot jagung merupakan 39% dari total limbah tanaman jagung (Wilson et al., 2004). Nilai kecernaan bahan kering

10 klobot jagung dan tongkol jagung (60%) hampir sama dengan nilai kecernaan rumput gajah, sehingga kedua bahan tersebut dapat saling menggantikan sebagai sumber hijauan (Umiyah dan Wina, 2008). Bagian dari tanaman jagung yaitu klobot jagung yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Klobot Jagung

Sumber : Foto Penelitian

Konsumsi Bahan Kering

Menurut Parakkasi (1999) konsumsi bahan kering merupakan hal yang penting untuk diketahui karena dengan mengetahui jumlah konsumsi bahan kering maka dapat diketahui kebutuhan ternak akan zat-zat makanan yang perlu untuk hidup pokok dan produksinya. Kadar bahan makanan bila diberikan dalam bahan segar (as fed) sangat bervariasi, sehingga zat dalam suatu bahan makanan akan jauh lebih baik bila dihitung berdasarkan bahan kering (Parakkasi, 1999). Konsumsi pakan dan air minum tergantung kepada jenis pakan, jenis kelinci, umur dan tahap produksi. Sunarwati (2001) menyatakan bahwa kelinci jantan lepas sapih dengan umur 6-8 minggu yang diberi pellet 100% biomassa ubi jalar mengkonsumsi bahan kering sebanyak 83,3 ± 9,9 g/ekor/hari. Apriliawaty (2003) menyatakan bahwa konsumsi kelinci jantan lokal berumur 4-5 minggu yang diberi sumber energi berupa umbi ubi jalar sebesar 30% mengkonsumsi bahan kering sebanyak 56 ± 5,4 g/ekor/hari.

Kebutuhan Konsumsi Bahan Kering

Pemberian pakan ditentukan dengan menyesuaikan kebutuhan bahan kering. Kebutuhan bahan kering berdasarkan NRC (1977) untuk hidup pokok yaitu sebesar

11 3%-4% dari bobot badan, sedangkan untuk pertumbuhan normal yaitu sebesar 5%-8% dari bobot badan. Kebutuhan konsumsi bahan kering berdasarkan periode pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kebutuhan Konsumsi Bahan Kering Berdasarkan Periode Pemeliharaan Status Bobot (kg) Bahan Kering (%) Kebutuhan BK

(g/ekor/hari)

Muda 1,8-3,2 5,4-6,2 112-173

Dewasa 2,3-6,8 3,0-4,0 92-204

Bunting 2,3-6,8 3,7-5,0 115-251

Sumber : National Research Council (1977)

Sunarwati (2001) menyatakan bahwa konsumsi bahan kering pada kelinci jantan lokal lepas sapih yang diberi 100% biomassa ubi jalar dalam bentuk pellet membutuhkan konsumsi bahan kering sebesar 5% dari bobot badan. ANZCCART (1994) menyatakan bahwa kelinci yang diberi pakan dalam bentuk pellet akan mengkonsumsi pakan sebanyak 5% dari bobot badan.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan perlu dihitung agar dapat mengetahui atau mengukur pertumbuhan ternak. Menurut Rasyid (2009) salah satu faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan adalah konsumsi pakan. Pakan yang diberikan pada ternak harus disesuaikan dengan kebutuhannya seperti energi, protein, mineral, vitamin karena mempengaruhi pertumbuhan yang dihasilkan. Cheeke et al., 2000 menyatakan bahwa pertambahan bobot badan kelinci pada daerah tropis yaitu sebesar 10-20 g/ekor/hari. Sunarwati (2001) menyatakan bahwa pemberian pellet biomassa ubi jalar sebagai pakan kelinci menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar 8,8 ± 2,1 g/ekor/hari. Penggunaan umbi ubi jalar sebanyak 30% yang diberikan pada kelinci yang dilakukan oleh Apriliawaty (2003) menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar 16 ± 4 g/ekor/hari. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa kandungan protein suatu pakan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan yang dihasilkan.

12

Efisiensi Pakan

Efisiensi pakan adalah perbandingan antara pertambahan bobot badan pada waktu tertentu dengan jumlah pakan yang dikonsumsi. Efisiensi pakan berhubungan dengan palatabilitas. Palatabilitas tersebut dipengaruhi oleh penampilan, bau, rasa tekstur suatu pakan. Sunarwati (2001) menyatakan bahwa dengan penggunaan biomassa ubi jalar yang dibentuk pellet menghasilkan efisiensi pakan sebesar 0,1 ± 0,05. Rendahnya efisiensi tersebut disebabkan semakin banyaknya biomassa ubi jalar yang digunakan akan meningkatkan serat kasar yang terkandung dalam pellet perlakuan, namun menurunkan pertambahan bobot badan yang dihasilkan karena serat kasar digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi pada kelinci yang digunakan (Sunarwati, 2001). Pemberian umbi ubi jalar yang dilakukan Apriliawaty (2003) menghasilkan efisiensi pakan sebesar 0,25 ± 0,05. Nilai efisiensi tinggi disebabkan energi yang terkandung pada pellet perlakuan yang lebih tinggi dari kebutuhan kelinci pertumbuhan, hal ini menyebabkan rendahnya konsumsi ransum. Cheeke et al., 2000 menyatakan bahwa efisiensi pakan pada kelinci berkisar antara 0,25-0,28.

13

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di PT. Indofeed, Bogor. Pemeliharaan kelinci dilakukan di kandang Laboratorium Pemuliaan Genetik, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Waktu penelitian pada Desember 2011 sampai April 2012.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian berjumlah 16 ekor kelinci jantan lokal persilangan berumur 4 bulan dengan bobot badan 1,1 ± 0,05 kg. Ternak kelinci dikandangkan individu dengan 1 minggu masa adaptasi dan 5 minggu masa pemeliharaan.

Gambar 4. Kelinci Penelitian

Kandang

Penelitian ini menggunakan kandang battery sebanyak 16 buah dengan ukuran Panjang x Lebar x Tinggi masing masing 0,5 x 0,5 x 0,5 meter, yang terbuat dari bambu. Tiap kandang berisi satu ekor kelinci.

Obat-Obatan

Obat yang digunakan bila ternak terkena diare adalah Rebung-K dan yang terkena scabies dengan Wormectin.

14

Pakan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan pellet adalah daun rumput gajah, klobot jagung, limbah ubi jalar (daun, tangkai, batang) dan konsentrat. Konsentrat yang digunakan adalah jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, pollard, bungkil kelapa, onggok, CaCO3, CPO, premiks dan garam. Kandungan nutrien pada hijauan yang digunakan berdasarkan 100% BK dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan Nutrien Hijauan (dalam 100% BK) : Hijauan

Daun Rumput Gajah (DRG)

Klobot Jagung (KJ)

Limbah Ubi Jalar (LUJ) ---(%)--- Abu 13,4 3,43 9,16 PK 12,6 6,21 18,75 SK 47,3 46,74 37,66 LK 1,5 2,30 0,53 Beta-N 25,2 41,32 33,90 Ca 0,53 0,70 1,23 P 0,38 0,39 0,35

Keterangan : Analisa dilakukan oleh Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB (2011). BK : bahan kering; PK : protein kasar; SK : serat kasar; LK : lemak kasar; Beta-N : bahan extrak tanpa nitrogen; Ca : calsium; P: phospor.

Metode

Pembuatan Tepung Hijauan

Penelitian ini menggunakan tiga macam hijauan yaitu daun rumput gajah, klobot jagung dan limbah ubi jalar (daun, tangkai, batang). Tahap pertama yaitu pembuatan tepung daun rumput gajah. Rumput gajah yang dalam keadaan segar dipisahkan antara bagian batang dan daun. Bagian daun yang telah dipisahkan kemudian dicacah dengan menggunakan mesin pencacah. Daun rumput gajah yang telah dicacah kemudian dijemur dengan sinar matahari sampai kering. Daun rumput gajah yang telah kering kemudian digiling sehingga terbentuk tepung daun rumput gajah. Tahap kedua yaitu pembuatan tepung klobot jagung. Klobot jagung diperoleh dari Pasar Bogor. Klobot jagung yang telah diperoleh dicacah dengan menggunakan

15 mesin pencacah, setelah itu dilakukan penjemuran dengan sinar matahari. Klobot jagung yang telah kering kemudian digiling sebanyak 2 kali sehingga terbentuk tepung klobot jagung. Tahap ketiga adalah pembuatan tepung limbah ubi jalar. Limbah ubi jalar dicacah dengan cara manual atau tanpa mesin, kemudian dijemur di bawah sinar matahari. Limbah ubi jalar yang telah kering dilakukan penggilingan dengan mesin penggiling sampai terbentuk tepung limbah ubi jalar. Metode pembuatan tepung hijauan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pembuatan tepung hijauan

Persiapan pembuatan tepung daun rumput gajah dapat dilihat pada Gambar 6.

(a.) (b.) (c.)

Gambar 6. (a.) Daun rumput gajah setelah dipisahkan dengan batang, (b.) Daun rumput gajah setelah dicacah, (c.) Tepung daun rumput gajah

Daun Rumput Gajah Klobot Jagung Limbah Ubi Jalar

Dicacah Dicacah Dicacah

Dijemur Digiling Digiling 2x Tepung limbah ubi jalar Tepung klobot jagung Tepung daun rumput gajah Digiling Dijemur Dijemur

16 Persiapan pembuatan tepung klobot jagung dapat dilihat pada Gambar 7 dan persiapan pembuatan tepung limbah ubi jalar pada Gambar 8.

(a.) (b.) (c.)

Gambar 7. (a.) Klobot jagung, (b.) Klobot jagung setelah dicacah, (c.) Tepung klobot jagung

(a.) (b.) (c.)

Gambar 8. (a.) Daun ubi jalar, (b.) Tangkai dan batang ubi jalar, (c.) Tepung limbah ubi jalar

Setelah terbentuk tepung daun rumput gajah, tepung klobot jagung dan tepung limbah ubi jalar, dilakukan pencampuran terlebih dahulu sesuai dengan persentase yang telah ditentukan (Tabel 8). Tepung hijauan yang telah dicampurkan selanjutnya digabungkan dengan konsentrat yaitu jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, pollard, bungkil kelapa, onggok, CaCO3, CPO, premiks dan garam, setelah itu dilakukan pengadukkan hingga homogen, lalu dimasukkan dalam mesin pellet dengan ukuran die 4 mm. Pellet yang telah terbentuk diangin-anginkan lalu disimpan dalam karung. Komposisi penggunaan bahan pada pellet perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.

17 Tabel 8. Komposisi Penggunaan Bahan pada Pellet Perlakuan

Bahan pakan R0 R1 R2 R3

---(%)---

Daun rumput gajah 18 12 6 0

Klobot jagung - 3 6 9

Limbah ubi jalar - 3 6 9

Jagung 21 21 21 21 Bungkil kedelai 24 24 24 24 Tepung ikan 3 3 3 3 Pollard 13 13 13 13 Bungkil kelapa 6 6 6 6 Onggok 10 10 10 10 CaCO3 1 1 1 1 CPO 3 3 3 3 Premiks 0.5 0,5 0,5 0,5 Garam 0,5 0,5 0,5 0,5

Kandungan nutrien pellet perlakuan harus diketahui sebelum diberikan kepada ternak. Kandungan nutrien pellet perlakuan berdasarkan perhitungan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Kandungan Nutrien Pellet Perlakuan Berdasarkan Perhitungan (As fed)

Perlakuan R0 R1 R2 R3 BK 87,9 87,9 87,8 87,7 Abu 8,3 7,9 7,5 7,1 PK 16,9 16,9 16,9 16,9 SK 12,7 12,3 11,9 11,4 LK 6,1 6,1 6,1 6,1 Beta-N 52,8 51,6 50,3 49 TDN 67,9 67 67 66

Keterangan : BK : Bahan kering; PK : Protein kasar; SK : Serat kasar; LK ; Lemak kasar; Beta-N : Bahan ekstrak tanpa nitrogen; TDN : Total Digestible Nutrien.

18

Perlakuan

Penelitian ini menggunakan pakan komplit bentuk pellet yang terdiri dari beberapa hijauan (DRG : Daun Rumput Gajah, KJ : Klobot Jagung, LUJ : Limbah Ubi Jalar ) dan konsentrat. Penelitian ini terdiri dari empat perlakuan yaitu :

R0= 18% DRG : 82% Konsentrat

R1= 12% DRG : 3% KJ : 3% LUJ : 82% Konsentrat R2= 6% DRG : 6% KJ : 6% LUJ : 82% Konsentrat R3= 9% KJ : 9% LUJ : 82% Konsentrat

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dan 4 ulangan. Model matematika (Steel dan Torrie, 1993) dari rancangan percobaan ini adalah :

Yij = µ + τi ++ εij Keterangan :

Yij : respon percobaan dari perlakuan 1,2,3,4 dan ulangan 1,2,3,4 µ : nilai rataan dari pengamatan

τi : efek perlakuan 1,2,3,4

εij : pengaruh eror perlakuan 1,2,3,4 dan ulangan 1,2,3,4

Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati dilakukan Analisis Sidik Ragam (ANOVA), selanjutnya jika berbeda nyata dilakukan Uji Jarak Duncan untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan (Steel dan Torrie, 1993).

Peubah yang diamati

1. Konsumsi bahan kering (g/ekor/hari),

Konsumsi pakan = pakan yang diberikan (g) - Pakan yang tersisa (g) Konsumsi bahan kering = konsumsi pakan x % BK pakan

19 Apabila pakan yang tersisa dalam keadaan basah, maka dilakukan penjemuran terlebih dahulu.

2. Pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) PBB = Bobot akhir – Bobot awal Lama Penelitian (35 hari)

3. Kebutuhan konsumsi bahan kering merupakan perbandingan jumlah konsumsi bahan kering terhadap bobot badan ternak.

Kebutuhan konsumsi bahan kering = Jumlah konsumsi bahan kering x 100% Bobot badan

4. Efisiensi pakan dapat diketahui dengan membagi pertambahan bobot badan selama pemeliharaan dengan jumlah konsumsi bahan kering selama pemeliharaan. Efisiensi pakan = Pertambahan bobot badan

Jumlah konsumsi bahan kering

5. Nilai ekonomi diketahui dengan menghitung total biaya selama pemeliharaan dan total hasil penjualan kelinci.

20

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Perlakuan

Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status fisiologisnya. Kandungan nutrien pellet perlakuan setelah dilakukan analisa dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Kandungan Nutrien Pellet Perlakuan Berdasarkan Analisa Perlakuan

Abu PK SK LK Beta-N TDN* ADF NDF

---(%BK)--- R0 9,9 20,5 15,5 3,6 50,5 67,2 72,3 67,3 R1 8,3 21 15,4 3,9 51,4 67,7 57,1 34,5 R2 9,1 21,1 14,8 4,5 50,5 72,2 46,4 18,4 R3 8,5 20,9 15,2 4,1 51,3 69 75,5 21,6

Keterangan : Analisa dilakukan oleh Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

IPB (2012), * Rumus perhitungan TDN berdasarkan Hartadi et al., 1980

PK : Protein kasar; SK : Serat kasar; LK ; Lemak kasar; Beta-N : Bahan ekstrak tanpa nitrogen; TDN : Total Digestible Nutrien; ADF : Acid Detergent Fiber; NDF : Neutral Detergent Fiber.

Nutrien adalah elemen atau komponen kimia yang ada dalam pakan untuk mendukung pertumbuhan, reproduksi, laktasi dan proses dalam kehidupan seekor ternak (Damron, 2006). Pakan komplit bentuk pellet pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.

21 Protein kasar yang terkandung dalam pellet perlakuan sebesar 20,5%-21,1%. Kandungan protein pellet perlakuan mendekati dengan yang dilakukan Ruiz et al. (2006) yang memberikan pakan kelinci mengandung bungkil kedelai dengan protein 20,2% dan Sadili (2003) juga memberikan pakan kelinci mengandung protein sebesar 22,9% dan 24,2%.

Serat kasar yang terkandung pada pellet perlakuan berkisar 14,8%-15,5%, hal ini sesuai dengan pernyataan Djunaedi (1984) sebaiknya kandungan serat kasar dalam ransum kelinci jantan persilangan pada masa pertumbuhan sebesar 7,64%-18,9%. Gidenne et al., 2010 juga menyatakan bahwa kandungan serat kasar bagi kelinci pertumbuhan sebaiknya dengan kisaran 12,2%-24,4%.

Lemak kasar yang terkandung pada pellet perlakuan berkisar 3,6%-4,5%, hal ini sesuai dengan pernyataan Cheeke (2005) bahwa kandungan lemak kasar pada kelinci yang digemukkan bebas untuk diberikan. Penambahan lemak sangat bermanfaat karena dapat mengurangi sifat berdebu pada pakan (Parakkasi, 1999) seperti penggunaan klobot jagung pada pellet perlakuan yang bersifat bulky.

Konsumsi Bahan Kering

Dokumen terkait