• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisikan uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan masalah dan objek yang akan diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, sumber informasi data (informan), teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang sejarah geografis dan gambaran umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang diteliti.

BAB V ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta analisisnya.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran atas penelitian yang telah dilaksanakan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Yayasan

Pendiriaan sebuah yayasan diIndonesia sampai saat ini hanya berdasar pada kebiasaan dalam masyarakat dan Yurenpudensi Mahkamah Agung, karena belum ada undang-undang yang mengaturnya. Namun dalam Undang-undang No.16 Tahun 2001 Republik Indonesia tentang yayasan, bahwa pendirian sebuah yayasan dilakukan dengan akte notaris dan memperoleh status badan hukum. Setelah akte pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk.

Yayasan merupakan suatu hunian dan perkumpulan yang berbentuk badan hukum dengan pengertian yang dinyatakan dalam pasal 1 butir 1 Undang-undang No.16 Tahun 2001 tentang yayasan yaitu suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Berdasarkan defenesi tersebut yayasan memiliki ciri-ciri khas, yaitu :

1. Bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

2. Tidak semata-mata mengutamakan keuntungan atau mencuri penghasilan yang sebesar-besarnya.

Yayasan sebagai badan hukum mampu dan berhak serta berwenang untuk melakukan tindakan-tindakan perdata. Pada dasarnya keberadaan badan hukum bersifat permanent, artinya badan hukum tidak dapat dibubarkan hanya dengan persetujuan para pendiri atau anggotanya. Yayasan juga memiliki hak dan kewajiban, yaitu :

1. Hak yaitu hak untuk mengajukan gugatan

2. Kewajiban yaitu wajib mendaftarkan yayasan tersebut pada instansi yang berwenang untuk mendapatkan status badan hukum.

Sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan social, keagamaan dan kemanusiaan, yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, pengurus dan pengawas. Yayasan dilakukan sepenuhnyha oleh pengurus, oleh karena itu pengurus wajib memberikan laporan tahunan yang disampaikan pada Pembina mengenai keadaan keuangan dan perkembangan kegiatan yayasan. Selanjutnya terhadap yayasan yang kekayaannya berasal dari Negara, bantuan luar negeri atau pihak lain sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Kekayaan wajib diaudit oleh akuntan public dan laporan tahunannya wajib diumumkan dalam surat kabar berbahasa Indonesia. Ketentuan ini dalam rangka penerapan prinsip keterbukaan dab akuntabilitas pada masyarakat.

2.2 Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah terjemahan dari empowerment, sedang memberdayakan adalah terjemahan dari empower. Menurut Merriam Webster dan

Oxford English Dictionary (dalam Sedarmayanti, 2002: 37) kata empower mengandung dua pengertian, yaitu:

a. To give power atau authority to atau memberi kekuasaan, mengalihkan

kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain

b. To give ability to enable atau usaha untuk memberi kemampuan atau

keperdayaan.

Pemberdayaan pada hakikatnya merupakan sebuah konsep yang fokusnya adalah hal kekuasaan. Pemberdayaan secara substansial merupakan proses memutuskan atau breakdown dari hubungan antara subyek dan obyek. Proses ini mementingkan pengakuan subyek akan kemampuan atau daya (power) yang dimiliki objek. Secara garis besar, proses ini melihat penting mengalirnya daya dari subyek ke obyek. Hasil akhir dari proses pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu yang semula jadi obyek menjadi subyek (yang baru), sehingga realisasi sosial yang ada nantinya akan dicirikan dengan realisasi antar subjek dengan subjek yang lain. Pemberdayaan mengutamakan usaha sendiri dari orang yang diberdayakan untuk meraih keberdayaannya. Oleh karena itu pemberdayaan sangat jauh dari konotasi ketergantungan (Tjandraningsih, 1996; 3).

Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadarann akan potensi yang dimiliknya serta berupaya untuk mengembangkannya. Selanjutnya, upaya tersebut diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh seseorang.

Dalam konteks ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana yang kondusif. Penguatan ini meliputi langkah-langkah yang nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat individu menjadi lebih berdaya (Kartasasmita, 1996; 48). Dengan demikian pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu masyarakat tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, kebertanggungjawaban dan lain-lain yang merupakan bagian pokok upaya pemberdayaan itu sendiri.

Menurut Shardlow bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok, ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka (“such a

definition of empowerment is centrally about people taking control of their own lives and having the power to shape their own future”). Dalam kesimpulannya,

Shardlow menggambarkan bahwa pemberdayaan sebagai suatu gagasan tidaklah jauh berbeda dengan gagasan Biestek (1961) yang dikenal di bidang pendidikan Ilmu Kesejahteraan Sosial dengan nama “Self Determination”, yang dikenal sebagai salah satu prinsip dasar dalam bidang pekerja sosial dan kesejahteraan sosial. Prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang harus ia hadapi. Sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam membentuk hari depannya (Adi, 2007; 32).

a. Pemberdayaan adalah proses kerjasama antara klien dan pelaksana kerja secara bersama-sama yang bersifat mutual benefit.

b. Proses pemberdayaan memandang system klien sebagai kompenen dan kemampuan yang memberikan jalan ke sumber penghasilan dan memberikan kesempatan.

c. Klien harus merasa dirinya sebagai agen bebas yang dapat mempengaruhi d. Kompetensi yang diperoleh atau diperbaiki melalui pengalaman hidup,

pengalaman khusus yang kuat daripada keadaan yang menyatakan apa yang dilakukan.

e. Pemberdayaan meliputi jalan ke sumber-sumber pendapatan tersebut dengan cara efektif.

f. Proses pemberdayaan adalah masalah yang dinamis, sinergis, selalu berubah, dan evolusioner yang selalu memiliki banyak solusi.

g. Pemberdayaan adalah pencapaian struktur-struktur parallel dari perseorangan dan perkembangan masyarakat (Sumodingrat, 1991; 52).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses aktif antara motifator, fasilitator, dan kelompok masyarakat yang perlu diberdayakan melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, pemberian berbagai kemudahan serta peluang untuk mencapai akses system sumber daya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga proses pemberdayaan hendaknya meliputi penciptaan suasana kondusif (enabling), penguatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat (empowering), perlindungan dan ketidakadilan

(protecting), bimbingan dan dukungan (supporting), dan memelihara kondisi yang kondusif tetap seimbang (foresting).

Pemberdayaan itu sendiri adalah sebuah “proses menjadi”, bukan sebuah proses instant. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan: penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan.

1. Penyadaran

Pada tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi “pencerahan” dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai sesuatu.

2. Pengkapasitasan

Pengkapasitasan (capacity building), atau dalam bahasa yang lebih sederhana memampukan (enabling).

3. Pendayaan

Pada tahap ini, kepada target diberikan daya, kekuasaan, otoritas atau peluang. Pemberian ini sesuai dengan kualitas kecakapan yang telah dimiliki. Pemberian keterampilan dengan memberikan pelatihan-pelatihan dan pendidikan. 2.2.1 Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Chambers Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and sustainable (Kartasasmita, 1996; 63). Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak

mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.

Menurut Sumodiningrat bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan.

Menurut Mubyarto menekankan bahwa adanya keterkaitan antara pemberdayaan masyarakat dengan pemberdayaan ekonomi rakyat. Dalam proses pemberdayaan masyarakat diarahkan pada pengembangan sumber daya manusia, penciptaan peluang berusaha yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat ynag bersangkutan. Suatu masyarakat sebagian besar anggotanya sehat fisik dan mental, terdidik dan kuat, tentu memiliki keberdayaan yang tinggi (Somudiningrat, 1991; 41).

2.2.2 Upaya Pemberdayaan Masyarakat

Upaya pembangunan nasional pada dasarnya merupakan suatu pemberdayaan masyarakat. Bagi pelaku perubahan, hal yang dilakukan terhadap klien mereka baik ditingkat individu, kelompok, ataupun komunitas adalah upaya memberdayakan dan mengembangkan klien dari yang tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya guna mencapai kehidupan yang lebih baik.

Menurut Payne mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan (empowerment), pada intinya ditujukan guna:

To help client gain power ofdecision and action over own lives by reducing the effect of social or personel blocks to exercising exiting power, by increasing capacity and self confidence to use power and by transferring power from the environment to clients.

Pemberdayaan (empowerment), pada intinya demi membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan (Adi, 2003:54)

Kartasasmita menyatakan bahwa upaya memberdayakan masyarakat dapat dilakukan melalui tiga proses yaitu:

a) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada sumber daya manusia atau masyarakat yang tanpa daya. Karena kalau demikian masyarakat akan punah. Pemberdayaan adalah menbangun daya itu, dengan mendorong (encourage) dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya

b) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering), sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari iklim dan suasana. Upaya ini meliputi langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan serta pembukaan akses pada berbagai peluang (opportunities) yang

membuat masyarakat menjadi berdaya. Dalam langkah pemberdayaan ini upaya utamanya adalah peningkatan taraf pendidikan, derajat kesehatan, dan akses pada sumber-sumber kemajuan ekonomi, seperti: modal, teknologi, informasi, lapangan pekerjaan dan pasar.

c) Memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaannya dalam menghadapi yang kuat. Sehubungan dengan hal tersebut, perlindungan dan pemihakkan sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat (Kartasasmita, 1996; 39).

2.2.3 Strategi Program dan Keberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat, tetapi juga harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, terpeliharanya tatanan nilai budaya setempat. Pemberdayaan sebagai konsep sosialbudaya yang implementatif dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, tidaksaja menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomi,tetapi juga nilai tambah sosial dan nilai tambah budaya.

Pemberdayaan masyarakat telah menjadi konsep yang banyak dipakai oleh para pengambil keputusan untuk menunjukkan bahwa ada perubahan tujuan program pembangunan yang lebih berpihak kepada rakyat. Hasil penelaahan dokumen kebijakan, program dan proyek-proyek pembangunan di sektor sosial dan ekonomi banyak mencantumkan istilah ,pemberdayaan masyarakat.,

pemberdayaan rakyat, pemberdayaan daerah, pemberdayaan kelompok. Istilah pemberdayaan juga ditujukan pada kelompok sasaran tertentu, seperti

pemberdayaan fakir miskin, pemberdayaan anak, pemberdayaan keluarga. Dalam

Rencana Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial, yang dijadikan landasan dalam perencanaan pembangunan kesejahteraan sosial, secara nyata telah mencantumkan istilah pemberdayaan masyarakat sebagai strategi dalam pembangunan, seperti yang tercantum sebagai berikut :

Strategi dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran serta kebijakan yang telah ditetapkan yaitu :

(1) Pemberdayaan: peningkatan profesionalisme dan kinerja aparatur dan pelaku

pembangunan kesejahteraan sosial untuk memberikan kepercayaan dan peluang kepada masyarakat., Organisasi Sosial, LSM, dunia usaha dan penyandang masalah sosial dalam mencegah dan mengatasi masalah yang ada di lingkungannya serta merealisasikan aspirasi dan harapan mereka dalam mewujudkan kualitas hidup dan kesejahteraan sosialnya;

(2) Kemitraan: kerjasama, kepedulian, kesetaraan, kebersamaan, kolaborasi dan pelaksanaan jaringan kerja yang menumbuh kembangkan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermitra dan mengoptimalkan pelayanan-pelayanan yang bersifat terpadu;

(3) Partisipasi: prakarsa, peranan dan keterlibatan semua pihak pelaku

pembangunan dan penerima pelayanan, lingkungan sosial dan penyedia pelayanan dalam pengambilan keputusan, perumusan rencana, pelaksanaan kegiatan dan pemantauan pelaksanaan serta melakukan pilihan terbaik untuk peningkatan kesejahteraan sosial. Namun demikian, makna pemberdayaan dan implikasinya terhadap proses pelaksanaan program yang menggunakan

strategi pemberdayaan belum sepenuhnya dipahami. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara terhadap para pengambil keputusan dari tingkat nasional sampai tingkat kecamatan. Beberapa informasi diperoleh dari hasil diskusi kelompok terarah dan pertemuan nasional dalam rangka forum konsultasi Exit Strategy JPS antara Pusat dan Daerah Jawa Barat di Bandung yang difasilitasi oleh Bappenas bulan Agustus 2002 (Hikmat, 2000. Makna Pemberdayaan, Strategi Program dan pemberdayaan masyarakat.

pukul 14:32 WIB).

Makna pemberdayaan bagi kalangan pemerintah dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Upaya pembinaan, bahwa masyarakat untuk mencapai kesejahteraannya harus dibina karena mereka dalam kondisi tidak mampu. Pembinaan menjadikan program pemberdayaan tetap dalam kerangka ada pembina dan ada yang dibina. Hal ini berimplikasi adanya hubungan patron klien, hubungan atas bawah, hubungan penguasa dan yang dikuasai. Salah satu pernyataan dikemukakan oleh salah seorang kepala bagian di lingkungan “pembinaan penduduk miskin dilakukan dengan pemberian modal usaha agar mereka dapat meningkatkan usahanya. Kami sebagai pembina berusaha agar bantuan modal usaha itu dapat tepat sasaran.

2. Upaya pemberian bantuan sosial, bahwa masyarakat.harus dibantu karena ketidakpunyaan sumber untuk kehidupannya. Bantuan sosial ini ibarat “sinterkelas” yang dapat menyelesaikan masalah dengan sesaat dan

seolah-olah tugas yang memberikan bantuan selesai, ketika bantuan itu sudah diberikan kepada klien.

3. Upaya rehabilitasi sosial, bahwa masyarakat.harus direhabilitasi karena telah mengalami “cacat” secara sosial dalam kehidupannya. Pandangan bahwa penyandang masalah sosial dan fakir miskin adalah kelompok yang telah memberikan aib bagi wilayah pembangunan, sehingga mereka harus direhabilitasi. Konsep ini nampak ketika sasaran program dikategorikan pada tuna sosial, seperti gelandangan pengemis, tuna susila, anak jalanan dan keluarganya. Pemberdayaan diartikan sebagai proses pemulihan (rehabilitasi) agar mereka dapat kembali pada norma-norma yang berlaku umum di masyarakat.

4. Upaya penertiban, bahwa masyarakat.harus ditertibkan karena telah mengganggu keindahan dan kenyamanan kota. Komunitas yang tinggal di daerah kumuh harus ditertibkan, karena tinggal di tanah ilegal dan tidak perlu dianggap atau diakui sebagai warga setempat (dicatat oleh RT)

5. Upaya pengembangan, bahwa masyarakat miskin harus dikembangkan karena ketertinggalan dalam kehidupannya. Makna pengembangan menunjukkan bahwa ada power, kemampuan, keahlian yang dimiliki pemrakarsa program dan masyarakat.dalam keadaan “kecil” sehingga harus dibesarkan.

6. Upaya peningkatan, bahwa masyarakat.harus ditingkatkan kesejahteraannya karena dalam kondisi dibawah taraf kesejahteraan masyarakat.padaumumnya. Makna ditingkatkan diwarnai oleh ukuran-ukuran kesejahteraan masyarakat.yang ditentukan oleh pembuat program (services provider).

Muncul istilah dibawah batas ambang garis kemiskinan atas dasar indikator tertentu (Adi, 2007; 73).

Pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat, tetapi juga harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, terpeliharanya tatanan nilai budaya setempat. Pemberdayaan sebagai konsep sosialbudaya yang implementatif dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, tidak saja menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomi, tetapi juga nilai tambah sosial dan nilai tambah budaya. Kajian strategis pemberdayaan masyarakat.,baik ekonomi, sosial, budaya dan politik menjadi penting sebagai input untuk reformulasi pembangunan yang berpusat pada rakyat, yang memberikan peluang bagi masyarakat.untuk membangun secara partisipatif. Dalam pembangunan partisipatif, pemberdayaan merupakan salah satu strategi yang dianggap tepat jika elemen-elemen makro dikondisikan sedemikian rupa agar esensi pemberdayaan tidak menjadi terdistorsi. Menurut Kusnaka Adimihardja & Harry Hikmat menjelaskan sebagai berikut: Latar belakang pemikiran partisipasi yaitu program atau proyek atau kegiatan pembangunan masyarakat.yang datang dari atas atau dari luar komunitas sering gagal dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.lokal. Praktisi pembangunan juga sering mengalami frustasi terhadap kegagalan program tersebut. Oleh karena itu, reorientasi ulang terhadap strategi pembangunan masyarakat. muncul dengan lebih mengedepankan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat sebagai strategi dalam pembangunan masyarakat (Hikmat, 2000. Makna Pemberdayaan, Strategi

Program dan pemberdayaan masyarakat. akses pada tanggal 28 Februari 2009 pukul 15:13).

2.3 Pengertian Masyarakat Desa

Dalam Bahasa Inggris disebut Society, asal katanya Socius yang berarti “kawan”. Kata “Masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu Syiek, artinya “bergaul”. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk – bentuk akhiran hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai pribadi melainkan oleh unsur- unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.

Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan sebagai berikut: desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri (Aisriska, 2007. Defenisi Masyarakat. juni 2009 pukul 11.37).

Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain (Aisriska, 2007. Defenisi Masyarakat. pada tanggal 15 juni 2009 pukul 11.52).

Sedang menurut Paul H. Landis: desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut :

a. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa. b. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan

c. Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti: iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan (Aisriska, 2007. Defenisi Masyarakat. 15 juni 2009 pukul 12:07).

Dalam kamus sosiologi kata tradisional dari bahasa Inggris, Tradition artinya Adat istiadat dan kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada beberapa pendapat yang ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertin desa itu sendiri mengandung kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain diantara unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat , kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang mempunyai ciri yang jelas.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (PP No.57 Tahun 2005 Tentang Desa. tanggal 15 juni 2009 pukul 13:52)

Berdasarkan defenisi tersebut, sebetulnya desa merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa Indonesia. Vital karena desa merupakan satuan terkecil

dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.

Memang hampir semua kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan pembangunan desa mengedepankan sederet tujuan mulia, seperti mengentaskan rakyat miskin, mengubah wajah fisik desa, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat, memberikan layanan social desa, hingga memperdayakan masyarakat dan membuat pemerintahan desa lebih modern. Sayangnya sederet tujuan tersebut hanya tertulis diatas kertas.

Karena pada kenyataannya desa sekedar dijadikan obyek pembangunan, yang keuntungannya direguk oleh aktor yang melaksanakan pembangunan di desa tersebut : bisa elite kabupaten, provinsi, bahkan pusat. memang benar bahwa yang selama ini terjadi sesungguhnya adalah “Pembangunan didesa” dan bukan pembangunan untuk, dari dan oleh desa. Desa adalah unsur bagi tegak dan eksisnya sebuah bangsa (nation) bernama Indonesia.

Kalaupun derap pembangunan merupakan sebuah program yang diterapkan sampai kedesa-desa, alangkah baiknya jika menerapkan konsep :”Membangun desa, menumbuhkan kota”. Konsep ini, meski sudah sering dilontarkan oleh banyak kalangan, tetapi belum dituangkan ke dalam buku yang khusus dan lengkap. Inilah tantangan yang harus segera dijawab.

2.4 Program pemberdayaan masyarakat oleh Yayasan Bustanul Ulum.

Mengingat Yayasan Bustanul Ulum terdapat di daerah pedesaan dengan usaha pokok di bidang pertanian dan buruh cuci santri maka pengembangan kewirausahaan yang terkoordinasi diantara instansi yang berkepentingan sangat perlu.

Kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh Yayasan Bustanul Ulum meliputi: sosialisasi, konsultasi, pendampingan, penyusunan rencana usaha, dan pelatihan.

1. Sosialisasi

Sosialisasi kegiatan Pemberdayaan adalah suatu kegiatan yang sangat penting untuk menciptakan komunikasi serta dialog dengan masyarakat sasaran. Sosialisasi ini akan membantu meningkatkan pengertian masyarakat dan pihak terkait tentang kegiatan. Proses sosialisasi sangat menentukan ketertarikan masyarakat untuk berperan dan terlibat di dalam kegiatan.

Sosialisasi kegiatan pemberdayaan masyarakat pada pondok pesantren adalah suatu kegiatan yang sangat penting untuk menciptakan komunikasi serta dialog dengan masyarakat pondok pesantren. Sosialisasi ini akan membantu

Dokumen terkait