• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kebisingan a. Pengertian

Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia (Sasongko, 2000).

Kebisingan adalah semua bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan (Anizar, 2009).

Kebisingan merupakan salah satu faktor fisik lingkungan kerja yang dapat menimbulkan dampak pada gangguan pendengaran (audiotory) dan extra audiotory seperti stress kerja/psikologik,

hipertensi, kelelahan kerja dan perasaan tidak senang (annoyance)

(Tana, 2002).

Definisi bising menurut Kepmenaker (1999) adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Tarwaka, 2004).

commit to user

Bising dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu. Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian (Buchari, 2007).

Suara di tempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja

(occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau

tidak diinginkan (Tigor, 2009), secara : 1) Fisik (menyakitkan telinga pekerja).

2) Psikis (mengganggu konsentrasi dan kelancaran komunikasi). b. Jenis-jenis Kebisingan

Jenis kebisingan yang sering ditemukan menurut Suma’mur

(2009) adalah :

1) Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan spektrum frekuensi yang lebar (steady state, wide band noise),

misalnya bising mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain.

2) Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis

(steady state, narrow band noise), misalnya bising gergaji sirkuler,

katup gas dan lain-lain.

3) Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya lalu lintas, suara

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

4) Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), seperti bising

pukulan palu, tembakan bedil atau meriam dan ledakan.

5) Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan atau tempaan tiang pancang bangunan.

Sedangkan menurut Anizar (2009) kebisingan dapat dikelaskan kepada beberapa jenis yaitu :

1) Bising secara terus-menerus adalah bising yang mempunyai perbedaan tingkat intensitas bunyi diantara maksimum dan minimum yang kurang dari 3dB(A). Contohnya adalah bunyi yang dihasilkan oleh mesin penenun tekstil.

2) Bising fluktuasi adalah bunyi bising yang mempunyai perbedaan tingkat diantara intensitas yang tinggi dengan yang rendah lebih dari 3dB(A).

3) Bising impuls adalah bunyi bising yang mempunyai intensitas yang sangat tinggi dalam waktu yang singkat seperti tembakan senjata api, lagan besi dan sebagainya.

4) Bising bersela adalah bunyi yang terjadi di dalam jangka waktu tertentu serta berulang. Contohnya bising ketika memotong besi akan berhenti apabila gergaji itu dihentikan. Terdapatnya kombinasi daripada jenis bunyi di atas, contohnya kebisingan berterusan dan bersela dapat terjadi secara serentak.

commit to user c. Nilai Ambang Batas Kebisingan

NAB kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat kerja adalah standar sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari dan 5 hari kerja seminggu atau 40 jam seminggu (Suma’mur,

2009).

NAB kebisingan di tempat kerja berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 51/MEN/1999 yang merupakan pembaharuan dari Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01/ MEN/1978, besarnya rata-rata adalah 85 dB(A) jam/minggu. Apabila tenaga kerja menerima pemaparan kebisingan lebih dari ketetapan tersebut, maka harus dilakukan pengurangan waktu pemaparan seperti pada tabel berikut ini :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Tabel 1. Waktu Pemaparan Kebisingan Per Hari Kerja Berdasarkan Intensitas Kebisingan yang diterima Pekerja

Sumber : Tarwaka (2004)

Catatan : Tidak boleh terpapar kebisingan lebih dari 140 dB(A) walaupun sesaat.

d. Pengaruh Kebisingan

Kebisingan dapat menyebabkan berbagai pengaruh terhadap tenaga kerja, seperti pengaruh fisiologis, pengaruh psikologis berupa gangguan (mengganggu atau annoying), pengaruh pada komunikasi dan

pengaruh yang paling serius adalah gangguan terjadinya ketulian (Soeripto, 2008).

Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja (Budiono, 2009) adalah :

1) Mengurangi kenyamanan dalam bekerja Batas waktu pemaparan

Per hari kerja

Intensitas kebisingan dalam dB(A) 8 jam 85 4 jam 88 2 jam 91 1 jam 94 30 menit 97 15 menit 100 7,5 menit 103 3,75 menit 106 1,88 menit 109 0,94 menit 112 28,12 detik 115 14,06 detik 118 7,03 detik 121 3,52 detik 124 1,76 detik 127 0,88 detik 130 0,44 detik 133 0,22 detik 136 0,11 detik 139

commit to user

2) Mengganggu percakapan atau komunikasi antar pekerja 3) Mengurangi konsentrasi

4) Menurunkan daya dengar 5) Tuli akibat kebisingan

Menurut Buchari (2007) bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditori, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan nonauditori seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya

performance kerja, kelelahan dan stress kerja. Lebih rinci lagi, maka

dapatlah digambarkan pengaruh bising terhadap kesehatan tenaga kerja, sebagai berikut :

1) Gangguan Fisiologis

Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama dibagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

2) Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, emosi dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat menimbulkan penyakit psikosomatik, seperti : gastristis, penyakit jantung koroner dan lain-lain.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

3) Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi ini dapat menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan terutama bagi pekerja yang belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya keselamatan dan kesehatan tenaga kerja karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktivitas kerja.

4) Gangguan Keseimbangan

Gangguan keseimbangan ini menyebabkan gangguan fisiologis, seperti : kepala pusing, mual dan lain-lain.

5) Gangguan terhadap pendengaran

Dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus-menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli.

commit to user

Tabel 2. Jenis-jenis dari Akibat-akibat Kebisingan

Sumber : Buchori (2007) e. Pengendalian Kebisingan

Dalam hal pengendalian suara yang menjadi bagian utamanya adalah sumber, penghubung dan penerima. Secara skematik adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Skema sistem suara

Sumber (source) adalah tempat dimana suara tersebut dihasilkan

dan penghubung (path) adalah jalur suara di udara sehingga suara dapat

sampai ke penerima (receivers) atau telinga (Anizar, 2009).

Menurut Tarwaka (2004) sebelum dilakukan langkah pengendalian kebisingan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat rencana pengendalian yang didasarkan pada hasil penilaian kebisingan dan dampak yang ditimbulkan. Rencana pengendalian dapat

Jenis-jenis dari akibat-akibat kebisingan

Tipe Uraian

Akibat-akibat badaniah

Kehilangan pendengaran

Perubahan ambang batas sementara akibat kebisingan. Perubahan ambang batas permanen akibat kebisingan.

Akibat-akibat fisiologis

Rasa tidak nyaman atau stress meningkat, tekanan darah meningkat, sakit kepala, bunyi dering. Akibat-akibat psikologis Gangguan emosional Kejengkelan, kebingungan Gangguan gaya hidup

Gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi waktu bekerja, membaca, dsb.

Gangguan pendengaran

Merintangi kemampuan mendengarkan TV, radio, percakapan, telepon, dsb.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

dilakukan dengan pendekatan melalui perspektif manajemen resiko kebisingan. Langkah manajemen risiko kebisingan tersebut adalah : 1) Mengidentifikasi sumber-sumber kebisingan yang ada di tempat

kerja yang berpotensi menimbulkan penyakit atau cidera akibat kerja.

2) Menilai risiko kebisingan yang berakibat serius terhadap penyakit dan cidera akibat kerja.

3) Mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk mengendalikan atau meminimalisasi risiko kebisingan.

Kebisingan dapat dikendalikan dengan berbagai cara (Chandra, 2007), antara lain :

1) Pengurangan sumber kebisingan

Hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan peredam suara pada sumber kebisingan, melakukan modifikasi mesin atau bangunan, mengganti mesin dan menyusun perencanaan bangunan baru.

2) Penempatan penghalang pada transmisi suara

Isolasi antara ruangan kerja dengan ruangan mesin merupakan upaya yang cepat dan baik untuk mengurangi kebisingan. Agar efektif, harus disusun rencana yang sebaik mungkin dan bahan-bahan yang dipakai untuk penutup harus dibuat cukup berat dan dilapisi oleh bahan yang dapat menyerap suara agar tidak menimbulkan getaran yang kuat.

commit to user

3) Perlindungan dengan sumbat atau tutup telinga

Tutup telinga biasanya lebih efektif dari penyumbat telinga. Alat seperti ini harus diseleksi agar terpilih yang paling tepat. Alat semacam ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sampai sekitar 20-25 dB. Selain itu sebagai akibat penggunaan alat tersebut, upaya perbaikan komunikasi harus dilakukan. Masalah utama pemakaian alat pelindung pendengaran adalah kedisiplinan pekerja didalam menggunakannya. Masalah ini dapat diatasi dengan menyelenggarakan pendidikan pekerja tentang kegunaan alat itu. 2. Stress Kerja

a. Pengertian

Beberapa pengertian stress dapat dimaknai dari beberapa sudut pandang keilmuan. Levi dalam Tarwaka (2010) mendefinisikan stress sebagai berikut :

1) Dalam bahasa teknik. Stress dapat diartikan sebagai kekuatan dari bagian-bagian tubuh.

2) Dalam bahasa biologi dan kedokteran. Stress dapat diartikan sebagai proses tubuh untuk beradaptasi terhadap pengaruh luar dan perubahan lingkungan terhadap tubuh.

3) Secara umum. Stress dapat diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik maupun penyakit jiwa.

Sebelum terjadi stress, perlu terdapat stressor (pemicu stress)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau menanggulangi stressor yang timbul (Roestam, 2003).

Stress kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja

yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku. Lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja.

Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan

karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja (Waluyo, 2009).

Stress akibat kerja adalah stress yang terjadi karena suatu ketidakmampuan pekerja dalam menghadapi tuntutan tugas yang mengakibatkan ketidaknyamanan dalam kerja. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stress kerja tersebut akan mengakibatkan menurunnya performansi, efisiensi dan produktivitas kerja tenaga kerja yang bersangkutan (Tarwaka, 2004).

b. Jenis-jenis stress

Menurut Quick dan Quick dalam Waluyo (2009), mengkategorikan jenis stres menjadi dua yaitu :

1) Eustress

Yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan

commit to user

dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat

performance yang tinggi.

2) Distress

Yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi,

yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian. c. Mekanisme stress dalam tubuh

Menurut Heryati (2008), Stresor pertama kali ditampung oleh panca indera dan diteruskan ke pusat emosi yang terletak di sistem saraf pusat. Aksis HPA memegang peranan penting dalam beradaptasi terhadap stress baik stress eksternal maupun internal. Ketika berespon terhadap ketakutan, marah, cemas, dan hal-hal yang tidak menyenangkan atau bahkan juga terhadap harapan dapat terjadi peningkatan aktivitas aksis HPA.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Stresor

Korteks dan sistem limbik

Hipotalamus CRF

Hipofisis (pituitary) feedback

ACTH mechanism (-)

Korteks adrenal

Glukokortikoid (kortisol) Gambar 2. Skema Aksis HPA

Kortisol mempunyai efek umpan balik negatif yang sifatnya langsung terhadap hipotalamus untuk menurunkan CRF, dan kelenjar hipofisis anterior untuk menurunkan ACTH. Namun jika stressor terus-menerus ada, maka mekanisme umpan balik ini tidak akan mampu lagi menekan sekresi CRF maupun ACTH sehingga aktivitas pada aksis HPA ini akan meningkat terus. Bila peningkatan aktivitas ini terus terjadi sehingga produksi kortisal terus meningkat, dapat merusak sel-sel neuron di hipotalamus sehingga terjadi atrofi hipotalamus, dan akibatnya bisa muncul gangguan kognitif, seperti pada penderita depresi. Dan bahkan kortisol yang meningkat terus diduga kuat dapat mempengaruhi kekebalan tubuh dengan menekan T-cell (Heryati,

commit to user d. Gejala-gejala Stress Kerja

Menurut Sunyoto (2001) gejala-gejala stres di tempat kerja sebagai berikut :

1) Tanda-tanda suasana hati (mood)

Berupa menjadi overexcited, cemas, merasa tidak pasti, sulit

tidur malam hari, menjadi mudah bingung dan lupa, menjadi sangat tidak enak dan gelisah, menjadi gugup.

2) Tanda-tanda otot kerangka (musculoskeletal)

Berupa jari-jari dan tangan gemetar, tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat, mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja),

kepala mulai sakit, merasa otot menjadi tegang atau kaku, menggagap ketika bicara, leher menjadi kaku.

3) Tanda-tanda organ-organ dalam badan (viseral)

Berupa perut terganggu, merasa jantung berdebar, banyak keringat, tangan berkeringat, merasa kepala ringan atau akan pingsan, mengalami kedinginan, wajah menjadi panas, mulut menjadi kering, mendengar bunyi berdering dalam kuping.

e. Faktor Penyebab Stress Kerja

Menurut Patton dalam Tarwaka (2010) bahwa perbedaan reaksi antara individu tersebut sering disebabkan karena faktor psikologis dan sosial yang dapat merubah dampak stressor bagi individu. Faktor-faktor tersebut antara lain :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

1) Kondisi individu, seperti umur, jenis kelamin, temperamental, genetik, integensia, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain.

2) Ciri kepribadian, seperti introvert atau ekstrovert, tingkat emosional,

kepasrahan, kepercayaan diri dan lain-lain.

3) Sosial-kognitif, seperti dukungan sosial, hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya.

4) Strategi untuk menghadapi setiap stress yang muncul.

Faktor yang mempengaruhi stress kerja pada individu, antara lain : 1) Usia

Kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia pertengahan 20-an dan kemudian menurun dengan bertambahnya usia (Lambert, 1996). Peran faktor umur memberikan respon terhadap situasi yang potensial menimbulkan stress kerja. Penelitian pada kelompok usia lebih dari 40 tahun dan dibawah 40 tahun, dengan indikator adrenalin dan tekanan darah, mendapatkan hasil bahwa kelompok umur > 40 tahun lebih rentan dalam menghadapi stress kerja (Roestam, 2003).

2) Masa kerja

Masa kerja dapat diartikan sebagai jangka waktu seseorang bekerja, dihitung dari mulai bekerja sampai sekarang dia masih bekerja. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Faisal, 1997).

commit to user 3) Pendidikan

Secara umum pendidikan bertujuan mengembangkan dan memperluas pengetahuan, pengalaman serta pengertian individu. Semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah seseorang berpikir secara luas, makin tinggi daya inisiatifnya dan makin mudah pula untuk menemukan cara-cara yang efisien guna menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Dampak lain pendidikan adalah bahwa pendidikan dapat bertindak sebagai suatu penunjang dalam mengontrol diri. Tiap-tiap individu melalui pelajaran dalam berbagai aspek kehidupan dapat mempertahankan kesehatan fisik dan mentalnya (Setyawati, 2010).

4) Riwayat penyakit

Penyakit akan menyebabkan hipo atau hipertensi suatu organ, akibatnya akan merangsang syaraf tertentu. Dengan perangsangan yang terjadi akan menyebabkan pusat syaraf otak akan terganggu atau terpengaruh yang dapat menurunkan kondisi fisik seseorang

(Suma’mur, 2009).

5) Kepribadian

Faktor kepribadian seseorang (ekstrovert atau introvert)

sangat berpengaruh terhadap stressor yang diterima. Konflik yang diterima oleh dua orang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda satu dengan yang lainnya (Tarwaka, 2010).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

6) Hubungan sosial

Hubungan tidak baik antara karyawan di tempat kerja adalah faktor yang potensial sebagai penyebab terjadinya stress ditempat kerja. Kecurigaan antar pekerja, kurangnya komunikasi, ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya stress akibat kerja (Tarwaka, 2010).

f. Pengaruh Stress Kerja

Pengaruh stress terhadap pekerja bermacam-macam tergantung pada tingkat prediktabilitas dan tingkat kontabilitasnya. Stress dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan pekerja, gangguan di tempat kerja, masyarakat dan keluarganya (Setyawati, 2010).

Stress kerja dapat menimbulkan reaksi pada tubuh manusia. Reaksi tubuh karena stress akibat kerja yang merupakan masalah kesehatan (Roestam, 2003), diantaranya adalah :

1) Penyakit psikis yang diinduksi oleh stress kerja

Misalnya jantung koroner, hipertensi, tukak lambung dan gangguan psikomatik lain. Kondisi lain yang juga mungkin terjadi adalah keletihan, sering pilek, gangguan tidur, nafas pendek, sakit kepala, migren, kaki tangan dingin, nyeri kuduk serta pundak, gangguan menstruasi, gangguan pencernaan, muntah, alergi dan serangan asma.

commit to user 2) Kecelakaan kerja

Berbagai data dapat dinyatakan bahwa kecelakaan kerja terjadi 90% karena tindakan yang kurang berhati-hati.

3) Absen kerja

Absensi kerja sering terdapat pada pekerja yang sulit menyesuikan diri dengan pekerjaannya. Ketidakhadiran ini biasanya karena gejala sakit psikis ringan.

4) Lesu kerja

Terjadi apabila tenaga kerja kehabisan motivasi dalam upaya mencari suatu kinerja yang tinggi.

5) Gangguan jiwa

Berupa suatu continnum, mulai gejala subjektif yang mempunyai efek ringan sehari-hari hingga gangguan jiwa mengganggu fungsi pekerjaan.

g. Pengendalian Stress Akibat Kerja

Cartwright, et. al. dalam Tarwaka (2010) memberikan cara-cara untuk mengurangi stress kerja secara lebih spesifik yaitu melalui : 1) Redesain tugas-tugas pekerjaan,

2) Redesain lingkungan kerja,

3) Menerapkan waktu kerja yang fleksibel, 4) Menerapkan manajemen partisipatoris,

5) Melibatkan karyawan dalam pengembangan karier, 6) Menganalisis peraturan kerja dan menetapkan tujuan,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

7) Mendukung aktivitas sosial,

8) Membangun kerja tim yang kompak.

9) Menetapkan kebijakan ketenagakerjaan yang adil dan lain-lain. Selain cara-cara tersebut diatas, menurut Tarwaka (2010) ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk mengurangi terjadinya stress di tempat kerja adalah sebagai berikut :

1) Menghilangkan faktor penyebab stress, khususnya yang berasal dari

tasks, organisasi kerja dan lingkungan kerja.

2) Memposisikan pekerja pada posisi yang sebenarnya (the right man

on the right place).

3) Mengembangkan struktur organisasi sesuai dengan kultur dan tradisi masyarakat pekerjanya.

4) Menjamin perasaan aman setiap pekerja. 3. Hubungan Kebisingan dengan Stress Kerja

Ada beberapa faktor intrinsik dalam pekerjaan dimana sangat potensial menjadi penyebab terjadinya stress dan dapat mengakibatkan keadaan yang buruk pada mental. Faktor tersebut meliputi keadaan fisik lingkungan kerja yang tidak nyaman (bising, berdebu, bau, suhu panas, lembab dan lain-lain), stasiun kerja yang tidak ergonomis, kerja shift, jam kerja yang panjang, perjalanan ke dan dari tempat kerja yang semakin macet, pekerjaan berisiko tinggi dan berbahaya, pemakaian teknologi baru, pembebanan berlebih, adaptasi pada jenis pekerjaan baru dan lain-lain (Tarwaka, 2010).

commit to user

Kebisingan dapat menyebabkan dua jenis gangguan pada manusia (Tigor, 2009), yaitu :

a. Dampak auditorial

Dampak auditorial akibat kebisingan adalah terjadinya gangguan pendengaran yang bersifat sementara yang dapat disembuhkan hingga terjadi ketulian permanen.

b. Dampak nonauditorial

Selain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap sistem pendengaran, kebisingan juga dapat mengganggu :

1) Sistem keseimbangan 2) Cardiovascular

Tekanan darah menjadi naik, denyut jantung meningkat, serta adrenalin meningkat.

3) Kualitas tidur

Tingkat gangguan tidur sangat bervariasi pada setiap orang, misalnya sering terbangun tanpa sebab yang tidak jelas, tidak tenang atau sering berpindah-pindah posisi tidur, perubahan pada gerakan mata.

4) Kondisi kejiwaan pekerja (stress kerja).

Kebisingan dapat mengakibatkan stress. Efek awal dari kebisingan adalah takut dan perubahan kecepatan detak jantung, kecepatan respirasi, tekanan darah, metabolisme, ketajaman penglihatan, ketahanan kulit terhadap listrik dan lain-lain. Ada penelitian yang menunjukkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

bahwa bising yang berkepanjangan akan mengakibatkan naiknya tekanan darah secara permanen. Perubahan dalam tubuh seperti ini akan menurunkan kenyamanan sehingga efektivitas dalam melakukan pekerjaan pun akan menurun (Anizar, 2009).

Dokumen terkait