• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari salah pengertian dalam memahami judul penelitian ini, maka penulis akan mengemukakan teori beberapa ahli tentang definisi beberapa istilah yang erat kaitannya dengan masalah yang akan diteliti.

1. Tinjauan Tentang Anak Tunarungu a. Pengertian Tunarungu

Orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Apabila dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak mendengar pada umumnya. Namun pada saat keterampilan berkomunikasi, barulah diketahui bahwa mereka tunarungu. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hakekat tunarungu, di bawah ini akan dikemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian tunarungu.

Menurut Andreas Dwidjosumarto dalam Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1996:27) mengemukakan bahwa “ Tunarungu dapat diartikan sebagai

suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai perangsang terutama melalui indera pendengaran”.

Selain itu Mufti Salim dalam Sutjihati Somantri (1996:74) mengatakan bahwa,“Anak tuna rungu ialah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan

kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk

mencapai kehidupan lahir batin yang layak. “

Sementara itu, Murni Winarsih (2007:23) menyimpulkan pengertian tunarungu, yaitu :

Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh

commit to user

tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari – hari, yang berdampak terhadap kehidupannya secara kompleks terutama pada kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi yang sangat penting.

The IDEA 04 dalam Ronald L. Taylor, Lydia R. Smiley dan Stephen B. Richards (2009:258) memberikan batasan tentang ketulian dan gangguan pendengaran, sebagai berikut :

Under IDEA 04, deafness means a hearing impairment that is so severe the child is impaired in processing linguistic information through hearing, with

or without amplification, and that adversely affects a child’s educational

performance. Hearing impairment means an impairment in hearing, whether

permanent or fluctuating, that adversely affects a child’s educational

performance but that is not included under the definition of the deafness.

Yang artinya kurang lebih adalah sebagai berikut :

Menurut pendapat dari IDEA 04, ketulian maksudnya adalah sebuah gangguan pendengaran yang berat pada anak sehingga mengganggu proses informasi bahasa yang memalui pendengaran, dengan atau tanpa alat dengar, dan menyebabkan gangguan pada penyelenggaraan pendidikan anak. Gangguan pendengaran maksudnya adalah sebuah gangguan pada pendengaran, baik itu menetap atau tidak menetap, yang menyebabkan gangguan pada penyelenggaraan pendidikan anak, tetapi tidak termasuk dalam pengertian ketulian.

Memperhatikan batasan-batasan diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan tunarungu adalah mereka yang kehilangan fungsi indera pendengaran baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya (deaf) yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam penyelenggaraan pendidikannya.

b. Klasifikasi dan Jenis Ketunarunguan

Klasifikasi ketunarunguan sangat bervariasi. Hal ini dimaksudkan untuk keperluan layanan pendidikan khusus. Namun jika dicermati, pengklasifikasian ketunarunguan antara satu ahli dengan yang lain tidak jauh berbeda. Biasanya didasarkan pada keahlian yang dimiliki atau untuk kepentingan tujuan tertentu.

commit to user

Jamila K.A Muhammad (2008:59) berpendapat bahwa, ”Terdapat berbagai faktor

yang berkaitan dengan klasifikasi masalah pendengaran, yaitu tahap kehilangan pendengaran, usia ketika kehilangan pendengaran dan jenis-jenis masalah

kehilangan pendengaran”. Puesche, seperti di kutip oleh Boothroyd dalam

Mulyono Abdurrahman (2003:64) mengemukakan bahwa, ”Klasifikasi anak

tunarungu berdasarkan pada (1) tingkat ketunarunguan dan (2) tempat kerusakan

dalam telinga”. Untuk lebih jelas, di bawah ini akan di uraikan mengenai

klasifikasi dan jenis ketunarunguan ditinjau dari berbagai kepentingan. 1) Berdasarkan Tingkat Kehilangan Pendengaran/ Tingkat Ketunarunguan

Jamila K.A Muhammad (2008:59) menjelaskan lebih lanjut mengenai klasifikasi tuna rungu berdasarkan tahap kehilangan pendengaran sebagai berikut :

a) Masalah pendengaran

(1). Ringan (mild), dengan tingkat kehilangan pendengaran antara 27 hingga 40 dB.

(2). Sedang (moderate), dengan tingkat kehingan pendengaran antara 41 hingga 70 dB.

(3) Menengah Serius ( moderate-severe), dengan tahap kehilangan pendengaran anatara 56 hingga 70 dB.

b) Tuli

(1). Serius (severe), dengan tingkat hilangnya pendengaran antara 71 hingga 90 dB.

(2). Sangat serius (profound), dengan tingkat kehilangan pendengaran lebih dari 90 dB.

Sementara itu, Puesche et al, seperti dikutip oleh Boothroyd dalam Mulyono Abdurrahman (2003:64) menjelaskan tentang tingkat ketunarungauan sebagai berikut :

a) Kehilangan pendengaran ringan berarti bahwa suara-suara dengan kekuatan sampai dengan 25-40 dB dan di atasnya tidak dapat didengar.

commit to user

b) Kehilangan pendengaran sedang berarti bahwa suara-suara dengan kekuatan 45-70 dB tidak dapat didengar.

c) Kehilangan pendengaran berat berati tidak dapat mendengar suara-suara sampai kekuatan 71-90 dB.

d) Bagi orang yang kehilangan pendengaran sangat berat, suara-suara harus mempunyai kekuatan 90 dB tau lebih agar dapat didengar.

Sedangkan Andreas Dwidjosumarto dalam Sutjihati Somantri (1996: 74) mengelompokkan tunarungu menjadi:

a) Tingkat I : kehilangan kemampuan mendengar 35 sampai 54 dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus.

b) Tingkat II : kehilangan kemampuan mendengar 55 sampai 69 dB, penderitanya kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus. Dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara, dan bantuan latihan berbahasa secara khusus.

c) Tingkat III : kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 dB. d) Tingkat IV : kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas.

Menurut Empu Driyanto Tofiq Boesoirre Tatangs dalam Edja Sadjaah dan Dardjo Sukarjo (1995 : 46-47) mengklasifikasikan anak tunarungu sebagai berikut :

a) Cacat dengar ringan (Mild Hearing Loss) yaitu derajat cacat dengan hitungan dalam dB antara 26dB–40dB.

b) Kelompok cacat dengar dengan derajat antara 41dB- 55 dB.

c) Cacat dengar sedang berat (moderate severe hearing loss),yaitu kelompok cacat dengar dengan derajat antara 56 dB- 70 dB.

d) Cacat dengar berat (severe hearing loss), yaitu kelompok cacat dengar dengan derajat anatara 71 dB–90 dB.

e) Cacat dengar terberat (profound hearing loss), yaitu kelompok cacat dengar dengan derajat di atas 91 dB.

commit to user

Djoko S. Sindhusakti (1997:8), memberikan pengklasifikasian anak tuna rungu berdasarkan derajat ketulian yang dialami oleh anak adalah sebagai berikut :

Derajat ketulian Threshold rata frekuensi 500-2000 lebih

Normal -20 dB Ringan 25-40 dB Sedang 41-55 dB Berat 56-70 dB Sangat berat 71-90 dB Total 90 dB ke atas.

2) Berdasarkan Letak Gangguan Pendengaran (Anatomi fisiologis)

Pengelompokan tunarungu berdasarkan anatomi fisiologi oleh Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1996: 32) dikelompokkan menjadi: a) Tunarungu hantaran adalah ketunarunguan yang disebabkan kerusakan atau

tidak berfungsinya alat-alat penghantar getaran suara pada telinga bagian tengah

b) Tunarungu syaraf adalah tunarungu yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya alat-alat pendengaran bagian dalam

c) Tunarungu campuran adalah kelainan pendengaran yang disebabkan kerusakan pada penghantar suara dan kerusakan pada syaraf pendengaran.

Senada dengan pendapat di atas, menurut Ronald L. Taylor, Lydia R. Smiley dan Stephen B. Richard (2009:256-257) dalam bukunya mengklasifikasikan tipe tunarungu sebagai berikut :

a) Sensorineural hearing loss : is caused by a problem directly related to

auditory nerve transmission; it is a problem associated with the inner ear or auditory nerve that may result in deafness.

b)A conductive hearing loss : is caused by a problem directly associated with

the transmission of sound weaves from the outer ear throught the middle ear that prevents at least some sound weaves from reaching the choclea in the middle ear.

commit to user

c) A mixed hearing loss : result when an individual experience both a

conductive loss and sensorineural loss.

Yang artinya kurang lebih adalah sebagai berikut :

a) Tunarungu syaraf : adalah yang disebabkan oleh kerusakan yang langsung berhubungan dengan syaraf penghantar suara, kerusakan ini berhubungan langsung dengan telinga dalam atau syaraf yang menyebabkan tuli.

b) Tunarungu hantaran : adalah kerusakan yang langsung berhubungan dengan susunan penghantar suara dari telinga luar ke telinga tengah yang menghalangi setidaknya beberapa susunan suara dari jangkauan koklea di telinga tengah.

c) Tunarungu campuran : sebagai akibat dari seseorang yang mengalami tunarungu hantaran dan syaraf.

Berdasar pengklasifikasian tunarungu ditinjau dari berbagai kepentingan di atas, maka dapat disimpulkan klasifikasi dan jenis tunarungu antara lain :

1) Ditinjau dari anatomi fisiologi meliputi : Tuna rungu syaraf, tuna rungu hantaran/ konduksi dan tuna rungu campuan.

2) Ditinjau dari tingkat ketulian meliputi : Tunarungu ringan, tunarungu sedang, tunarungu berat, tunarungu sangat berat atau tunarungu total(deaf).

c. Penyebab Ketunarunguan

Banyak informasi tentang sebab – sebab terjadinya kerusakan organ pendengaran yang nengakibatkan seseorang mengalami kelainan pendengaran (tunarungu). Banyak para ahli menyebutkan, kondisi ketunarunguan yang dialami anak, dihubungkan dengan kurun waktu terjadinya, yaitu sebelum (prenatal), saat anak lahir (neonatal), atau sesudah anak lahir (postnatal). Secara terinci berikut akan di jelaskan apa saja yang dapat menyebabkan ketunarunguan.

Moh Effendi (2006:64) menyatakan secara terinci determinan ketunarunguan yang terjadi sebelum, saat dan sesudah anak dilahirkan, yaitu:

commit to user

1) Ketunarunguan sebelum lahir (prenatal) : Hereditas / keturunan, Maternal

rubella, Pemakaian antibiotika over dosis,Toxoemia

2) Ketunarunguan saat lahir (neonatal) : Lahir premature, Rhesus factors,Tang verlossing

3) Ketunarunguan setelah lahir (post natal ) : Penyakit meningitis cerebralis, Infeksi,Otitis media kronis.

Sementara itu Murni Winarsih mengelompokkan penyebab ketunarunguan sebagai berikut :

1) Faktor internal diri anak: faktor keturunan, penyakit campak Jerman (rubella), keracunan darah (Toxaminia)

2) Faktor eksternal diri anak : anak mengalami infeksi pada saat dilahirkan,

meningitis(radang selaput otak),otitis media( radang telinga bagian tengah.)

Jamila K.A Muhammad (2008:57) mengungkapkan faktor-faktor penyebab masalah pendengaran ini bersumber dari berbagai faktor sebelum lahir, saat lahir dan setelah lahir sebagai berikut :

1) Sebelum masa kelahiran a) Penyakit turunan oleh gen b) Bukan penyakit turunan

(1) Sakit selama hamil seperti virus rubella, demam glandular, selesma. (2) Semasa hamil ibu mengidap penyakit karena pola makan kurang sehat. (3) Selama hamil ibu mengkonsumsi obat/ bahan kimia seperti kuanin,

streptomycin.

(4) Toksemiapada masa akhir kehamilan.

(5) Sering hamil. 2) Saat melahirkan

a) Masa melahirkan terlalu lama, sehingga menyebabkan tekanan yang kuat pada bagian telinga.

b) Lahir prematur

commit to user d) Penyakithemolisiskarena faktorRhesus

3) Setelah kelahiran

a) Anak mengidap penyakit karena bakteri dan virus seperti gondok dan campak.

b) Kecelakaan pada bagian telinga

c) Pengkonsumsi antibiotik seperti streptomycin d) Menangkap bunyi terlalu keras dalam waktu lama.

Dari beberapa pendapat mengenai penyebab ketunarungan diatas, dapat disimpulkan penyebab dari ketunarunguan adalah:

1) Sebelum kelahiran : Faktor keturunan, Trauma ibu pada saat mengandung, Kekurangan gizi pada saat ibu mengadung, Lingkungan sekitar yang kurang baik, Infeksi dan keracunan baik pada saat ibu masih mengandung dan sebagainya.

2) Saat kelahiran : Masalah yang terjadi pada saat kelahiran, Lahir premature,Rhesus factors,Tang verlossing

3) Setelah kelahiran : Radang selaput otak (meningitis), Otitis media (radang pada bagian telinga tengah), Penyakit anak-anak dan luka-luka.

d. Karakteristik Anak Tunarungu

Jika dibandingkan dengan ketunaan yang lain ketunarunguan tidak tampak jelas, karena sepintas fisik mereka tidak mengalami kelainan. Tetapi sebagai dampak dari ketunarunguannya, anak tunarungu memiliki karakteristik yang khas. Untuk memahami tentang anak tunarungu, berikut akan diuraikan karakteristik anak tunarungu dilihat dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, emosi serta sosial.

Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1996: 34-39) melihat karakterisik anak tunarungu dari beberapa segi:

1) Karakteristik dalam segi intelegensi

Anak tunarungu ada yang memiliki intelegensi tinggi, rata-rata dan rendah sama seperti halnya anak normal. Akan tetapi intelegensi mereka tidak mendapatkan

commit to user

kesempatan untuk berkembang, karena pendengaran mereka terganggu sehingga sedikit sekali informasi yang diperoleh anak tunarungu. Dengan demikian perkembangan intelegensi anak tunarungu tidak sama cepatnya dengan anak normal lainnya.

2) Karakteristik bahasa dan bicara

Kemampuan bahasa dan bicara anak tunarungu jauh berbeda dengan kemampuan bahasa dan bicara anak normal. Hal itu disebabkan karena anak tunarungu tidak dapat mendengar bahasa, kemampuan bahasanya tidak akan berkembang jika tidak dididik dan dilatih secara khusus. Perkembangan bahasa erat kaitannya dengan kemampuan mendengar. Akibat ketidakmampuannya untuk mendengar dibanding dengan anak normal sebayanya, maka perkembangan bahasa anak tunarungu tertinggal jauh.

3) Karakteristik dalam segi emosi dan sosial

Tunarungu menyebabkan seseorang terasing dari aturan sosial dan pergaulan dalam kehidupan masyarakat mereka, maka anak tunarungu mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadian menuju kedewasaan. Hal tersebut menimbulkan efek negatif bagi anak tunarungu, seperti:

a) Egosentrisme melebihi anak normal

Karena anak tunarungu mengalami hambatan dalam pendengarannya maka mereka lebih menggunakan penglihatannya dalam pengamatan, maka anak tunarungu mempunyai sifat ingin tahu yang besar yang seolah-olah mereka selalu ingin melihat, hal itu dapat meningkatkan sifat egosentrisme mereka, bahkan mereka ingin memilikinya, dan bisa terjadi ia langsung merebutnya dari tangan orang lain.

b) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang luas

Anak tunarungu sering merasa menguasai keadaan yang diakibatkan oleh pendengaran yang mengalami ganguan, maka ia sering merasa takut dan khawatir.

commit to user

Sikap ketergantungan anak tunarungu menunjukkan bahwa ia putus asa dan ingin mencari bantuan.

d) Perhatian sukar dialihkan

Keterbatasan bahasa menyebabkan keterbatasan berpikir seseorang, pikiran anak tunarungu terpaku pada hal yang konkrit, seluruh perhatiannya tertuju pad sesuatu dan sulit untuk melepaskannya karena ia tidak mempunyai kemampuan lain. Sehingga jalan pikiran anak tunarungu sulit untuk berpindah ke hal lain yang belum nyata.

e) Pada umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tidak banyak masalah

Kemiskinan dalam bahasa mengakibatkan anak tunarungu dengan mudah meyampaiakan perasaan dan apa yang ada dalam pikirannya tanpa memandang segi-segi yang akan menghalanginya.

f) Mudah marah dan mudah tersinggung

Anak tunarungu sering mengalami kesulitan dalam menyampaikan perasaan dan apa yang dipikirkan serta kesulitan memahami apa yang disampaikan orang lain, maka hal tersebut diwujudkan dengan kemarahan.

Sedangkan menurut Kurikulum Pendidikan Luar Biasa tentang pedoman bimbingan di sekolah Dep Dik Bud Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan (1994 : 51 ) dalam Rossalia Emma Diatermina (2009:26) karakteristik anak tunarungu adalah sebagai berikut :

1) Dalam segi sosial

a) Gangguan dalam segi bicara dan bahasa b) Perbendaharaan bahasa terbatas

c) Konsep diri negatif yang dapat berakibat rendah diri d) Cenderung lebih suka berkelompok dengan tuanrungu e) Penyesuaian terhambat

f) Kepekaan dalam bidang musik dan irama terganggu 2) Dalam segi pendidikan

a) Gangguan bahasa, sehingga kesulitan mengikuti pendidikan b) Kurang peka terhadap informasi

commit to user

Dari pendapat –pendapat di atas tentang karakteristik anak tunarungu, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak tunarungu meliputi segi intelegensi, segi bahasa dan bicara, segi emosi, segi sosial dan segi pendidikan.

2. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi Belajar

Setiap kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, pada akhirnya selalu diketahui hasilnya. Begitu pula dengan kegiatan belajar. Hasil belajar yang ingin dicapai tersebut disebut dengan prestasi belajar. Kegiatan belajar dapat dikatakan berhasil jika dapat mencapai prestasi belajar yang optimal.. Prestasi belajar ini merupakan bukti konkret mengenai kemampuan seorang siswa yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam menyerap atau mengikuti proses belajar mengajar. Prestasi belajar biasanya menunjuk pada hasil belajar yang diwujudkan dalam bentuk simbol, angka maupun huruf. Beberapa ahli dalam dunia pendidikan memberikan pendapat mereka mengenai prestasi belajar.

Prestasi belajar menurut Nina Nuroniah (2008: 15) bahwa “Prestasi belajar merupakan hasil dari perubahan tingkah laku pada kegiatan belajar siswa yang dinyatakan dengan angka.”. Sedangkan menurut Sutratinah Tirtonegoro (2001:43) “Prestasi belajar adalah hasil pengukuran serta penilaian usaha belajar. Prestasi belajar di sini merupakan tingkat keberhasilan tertinggi yang telah dicapai”. Sementara itu, Nana Syaidah Sukmadinata (2003:103-104) berpendapat bahwa “Prestasi belajar atau achievement merupakan realisasi dari kecakapan-kecakapan potensial yang dimiliki seseorang”. Prestasi belajar seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berfikir maupun kemampuan motorik”.

Menurut Dewa Ketut Sukardi (1990:30), “prestasi belajar adalah suatu hasil maksimal yang diperoleh seseorang dalam usahanya, dalam rangka mengaktualisasikan diri lewat belajar”. Sedangkan menurut Winkel (2004) dalam

commit to user

Indra Yunan Yunianto di www.indrayy.co.cc/2009/10/prestasi-belajar.com

“prestasi belajar sebagai bukti usaha yang dapat dicapai”.

Dalam blog yang berbeda di http://ridwan202.wordpress.com, Winkel

(1996:162) mengatakan bahwa, “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan

belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya

sesuai dengan bobot yang dicapainya”.

Dari beberapa pendapat pakar pendidikan mengenai pengertian prestasi belajar di atas , penulis menarik kesimpulkan bahwa yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah bukti keberhasilan yang diperoleh seorang siswa setelah melakukan kegiatan/ aktifitas belajar, sehingga memperoleh perubahan tingkah laku baik pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai akibat dari latihan dan pengalaman yang dinyatakan dengan angka/ simbol sesuai dengan kemampuan yang dicapainya.

b. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Dalam mencapai prestasi belajar, banyak faktor-faktor yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab terbentuknya prestasi belajar, sepanjang proses belajar itu berlangsung. S.Nasution (2005: 9-13) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain :

1) Faktor dari dalam diri siswa meliputi : a) Faktor fisiologis

Faktor ini berhubungan dengan fisik atau jasmani dari siswa. b) Faktor psikologis

Faktor ini berkaitan dengan kejiwaan siswa yang merupakan factor yang cukup kuat pengaruhnya terhadap proses belajar siswa. Faktor-faktor ini meliputi :

(1) Intelegensi (2) Motivasi belajar (3) Minat belajar

commit to user (4) Ambisi dalam belajar

(5) Ingatan

(6) Kepercayaan diri (7) Kedisiplinan diri (8) Bakat

2) Faktor yang berasal dari luar diri siswa yaitu : a) Faktor lingkungan yang terdiri dari

Lingkungan alami, yaitu keadaan di lingkungan siswa yang sedang belajar b) Lingkungan sosial, yaitu seperti suasana rumah atau tempat tinggal

c) Faktor instrumental, yang terdiri dari : (1) Kurikulum

(2) Program pengajaran (3) Sarana dan prasarana (4) Guru atau pendidik

Sementara itu, menurut Kartini - Kartono dalam Nuur Annisa Pri Astuti (2003:6-7 ) menjelaskan prestasi belajar dipengaruhi oleh :

1) Faktor intern anak

a) Faktor kesehatan badan dan jasmani b) Faktor kesehatan dari jiwanya 2) Faktor ekstern anak

a) Faktor keadaan keluarga b) Faktor lingkungan masyarakat c) Faktor sarana dan alat

Menurut Nana Sudjana (2009:39) hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu :

1) Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar).

Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi

commit to user

kegiatan tersebut adalah faktor psikologi, antara lain: motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya.

2) Faktor Eksternal ( dari luar individu yang belajar)

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya system lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap.

Dari beberapa pendapat diatas penulis menyimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang yaitu :

1) Faktor intern, yaitu faktor yang berasal dari diri sendiri meliputi fisik, psikis, IQ, bakat, minat, kreatifitas maupun motivasi.

2) Faktor ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar diri seseorang meliputi lingkungan (keluarga, sekolah) dan sarana prasarana.

c. Fungsi Prestasi Belajar

Prestasi belajar mempunyai banyak fungsi. Salah satunya adalah sebagai bukti konkret mengenai kemampuan belajar yang dilakukan oleh seseorang. Selain itu, di bawah ini akan diuraikan mengenai fungsi prestasi belajar. Fungsi prestasi belajar yang dikemukakan oleh Zaenal Arifin (1990:3) antara lain :

1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak.

2) Prestasi belajar sebagai lambang hasrat ingin tahu.

3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari institusi pendidikan. 5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap anak didik.

Senada dengan pendapat di atas, menurut Indra Yunan Yunianto dalam blognya di www.indrayy.co.cc/2009/10/prestasi-belajar.com

commit to user

2) Sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.

3) Sebagai indikator intern dan ekstern dari lembaga pendidikan

4) Sebagai indikator terhadap daya serap anak didik pada materi yang dipelajarinya.

5) Sebagai salah satu faktor penentu kelanjutan studi

6) Sebagai lambang pemuas keingintahuan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar.

Berdasarkan dua pendapat di atas maka penulis menyimpulkan bahwa fungsi dari prestasi belajar adalah sebagai indikator dari kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak, indikator intern dan ekstern dari lembaga/ institusi pendidikan, indikator terhadap daya serap anak didik pada materi yang dipelajarinya, sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan, faktor penentu kelanjutan studi, serta lambang pemuas keingintahuan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar.

3.Tinjauan Tentang IPA a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Kata IPA merupakan singkatan dari kata “ Ilmu Pengetahuan Alam”. Kata–

kata Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari kata – kata Bahasa Inggris“ Natural Science” yang secara singkat sering disebut“ Science”.Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam atau yang berkaitan dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi IPA atau science itu secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini. Di bawah ini akan diuraikan mengenai pengertian IPA (Ilmu Pengetahuan Alam).

Pembelajaran IPA memiliki tiga aspek yaitu Biologi, Fisika, dan Kimia yang dirangkum dalam satu mata pelajaran . IPA yang umumnya memiliki peran peting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berfikir kritis, kreatif, logis dan

Dokumen terkait