• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pustaka

Dalam dokumen ANALISIS COMPOSITE LIFTING INDEKS (Halaman 18-40)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Recommended Weight Limit (RWL) dan Lifting Indeks (LI) a. Pengertian

Recommended Weight Limit atau sering disingkat RWL adalah berat beban yang

masih aman untuk dikerjakan oleh pekerja dalam waktu tertentu tanpa meningkatkan resiko gangguan sakit pinggang (low back pain) (Waters, & Anderson, 1996b dalam Tarwaka dkk, 2004). RWL merupakan salah satu metode analitik yang direkomendasikan oleh NIOSH untuk pekerjaan mengangkat. NIOSH memberikan cara sederhana untuk mengestimasi kemungkinan terjadinya peregangan otot yang berlebihan (overexertion) atas dasar karakteristik

pekerjaannya.

b. Variabel Pengukuran

Pengukuran RWL ini menggunakan enam variabel yaitu :

1) H : Jarak horisontal antara beban dengan pekerja (Horizontal location) 2) V : Jarak vertikal antara lantai dengan pegangan (Vertical location) 3) D : Jarak lintasan dari tempat awal ke tempat yang dituju (Destination) 4) A : Sudut putar pada saat memindahkan beban (Angel of Asymetric)

xix

5) F : Frekuensi dan durasi dari pengangkatan (Frequency of lifting)

6) C: Klasifikasi pegangan tangan (Coupling classification) yang dikategorikan ke dalam tiga tingkatan yaitu baik, sedang dan kurang.

c. Rumus

Berdasarkan variabel tersebut, maka dapat dihitung RWL dengan rumus sebagai berikut :

RWL = LC x HM x VM x DM x AM x FM x CM Dimana :

LC = Load Constant =23 kg HM = Horizontal Multiplier = 25/H

VM = Vertical Multiplier = (1-0,003 IV-75I) DM = Distance Multiplier = (0,82 +45/D) AM = Asymetric Multiplier = (1-0,0032A) FM = Frequency Multiplier = lihat tabel 1 CM = Coupling Multiplier = lihat tabel 2 Tabel 1 Frequency Multiplier

Frequencyª Lift/min (F)

Lama Kerja Mengangkat

≤ 1 jam >1 dan ≤ 2 jam >2 dan ≤ 8 jam Vb<75 V≥75 V<75 V≥75 V<75 V≥75 ≥0,2 1,00 1,00 0,95 0,95 0,85 0,85 0,5 0,97 0,97 0,92 0,92 0,81 0,81 1 0,94 0,94 0,88 0,88 0,75 0,75 2 0,91 0,91 0,84 0.84 0,65 0,65 5

xx 3 0,88 0,88 0,79 0,79 0,55 0,55 4 0,84 0,84 0,72 0,72 0,45 0,45 5 0,80 0,80 0,60 0,60 0,35 0,35 6 0,75 0,75 0,50 0,50 0,27 0,27 7 0,70 0,70 0,42 0,42 0,22 0,22 8 0,60 0,60 0,35 0,35 0,18 0,18 9 0,52 0,52 0,26 0,26 0,00 0,15 10 0,45 0,45 0,00 0,23 0,00 0,13 11 0,41 0,41 0,00 0,21 0,00 0,00 12 0,37 0,37 0,00 0,00 0,00 0,00 13 0,00 0,34 0,00 0,00 0,00 0,00 14 0,00 0,31 0,00 0,00 0,00 0,00 15 0,00 0,28 0,00 0,00 0,00 0,00 >15 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 ª untuk frequensi angkatan kurang dari sekali per 5 menit, F = 0,2 lift/min. b diekspresikan dalam cm dan diukur dari permukaan lantai

Sumber : Waters & Anderson (1996b). Revised NIOSH Lifting Equation Tabel 2. Coupling Multiplier

Tipe Coupling CM

V<75 cm V≥75 cm

Baik (Good) 1,00 1,00

Sedang (Fair) 0,95 1,00

Bersambung ke halaman 7 Sambungan dari halaman 6

xxi

Jelek (Poor) 0,90 0,90

Sumber : Waters & Anderson (1996b). Revised NIOSH lifting equation

Selanjutnya, RWL digunakan dalam menentukan besarnya nilai Lifting Index (LI).

Lifting Index adalah estimasi sederhana terhadap resiko cedera yang diakibatkan

oleh overexertion. Berdasarkan berat beban dan nilai RWL, dapat ditentukan besarnya Lifting Index dengan rumus sebagai berikut :

LI =

RWL Beban Berat ≤3,0

Aktivitas mengangkat dengan LI >1 (moderately stressful task), akan meningkatkan resiko terhadap keluhan sakit pinggang (low back pain), oleh karena itu, maka beban kerja harus didesain sedemikian rupa sehingga nilai LI ≤1. Beban kerja dengan nilai LI >1, mengandung resiko keluhan sakit pinggang, sedangkan untuk nilai LI >3 (highly stressful task), sudah dapat dipastikan terjadinya overexertion (Waters & Anderson, 1996b dalam Tarwaka dkk, 2004). Namun penentuan besarnya Lifting Indeks (LI) disesuaikan dengan jenis tugasnya termasuk single task atau multi task. Single task berarti pekerja memindahkan benda hanya di satu titik dan untuk pengukurannya digunakan Lifting Indeks. Sedangkan untuk multi task, pekerja memindahkan benda ke banyak titik dan pengukurannya menggunakan Composite Lifting Indeks (CLI).

2. Single Task dan Multi Task

Penilaian pekerjaan manual secara tunggal (single task) untuk pekerjaan

mengangkat didefinisikan sebagai variabel tugas secara signifikan tidak berbeda dari satu tugas ke tugas lain atau hanya ada satu tugas.

xxii

Sedangkan untuk multi task didefinisikan sebagai pekerjaan dimana terdapat perbedaan yang signifikan dalam variabel tugas yang satu dengan lainnya. Ini lebih sulit dalam menganalisa karena setiap tugas harus dianalisa secara terpisah. Oleh karena itu, diperlukan prosedur khusus yang digunakan untuk menganalisa pekerjaan mengangkat yang multi task. Langkah tersebut yaitu:

a. Menghitung Frequency Independent Recommended Weight Limit (FIRWL) FIRWL = 23 x HM x VM x DM x AM x CM

b. Single Task Recommended Weight Limit untuk setiap tugas (STRWL) STRWL = FIRWL x FM

c. Menghitung Frequency Independent Lifting Indeks untuk setiap tugas (FILI) FILI = Berat Beban/FIRWL

d. Menghitung Single Task Lifting Indeks (STLI) STLI = Berat Beban/STRWL

e. Memberi nomor pekerjaan baru. Dimulai dengan nilai STLI paling besar kemudian kemudian ke yang paling kecil.

f. Menghitung Composite Lifting Indeks (CLI) CLI = STLI 1 + ^ FILI 2 + ^FILI 3 + ^FILIn Dimana : ^FILI 2 = (FILI2 x ( FM1,2 1 -FM1 1 )) ^FILI 3 = (FILI3 x ( FM1,2,3 1 -FM1,2 1 )) ^FILIn = (FILIn x ( n FM1,2,3, 1 -n FM1,2, 1 ))

xxiii 3. Ergonomi a. Pengertian

Secara umum definisi-definisi ergonomi yang ada membicarakan masalah masalah hubungan antara manusia pekerja dengan tugas-tugas dan pekerjaannya serta desain dari objek yang digunakannya. Pada dasarnya kita boleh mengambil definisi ergonomi dari mana saja, namun demikian perlu kita sesuaikan dengan apa yang sedang kita kerjakan.

Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam berkreativitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik (Tarwaka, 2004).

Sedangkan yang dimaksud dengan kualitas hidup manusia pekerja sesuai yang ditetapkan oleh organisasi perburuhan internasional (ILO), secara umum adalah sebagai berikut :

1) Work should respect the worker’s life and health.

2) Work should leave the worker with free time for rest and leisure.

3) Work should enable the worker to serve society and achieve self-fulfillment by

xxiv

Dengan demikian pencapaian hidup secara optimal, baik di tempat kerja, di lingkungan sosial maupun di lingkungan keluarga menjadi tujuan utama dalam penerapan ergonomi.

b. Tujuan Ergonomi

Secara umum tujuan penerapan ergonomi adalah :

1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2) Meningkatkan kesejahteraan social melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.

3) Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

4. Angkat dan Angkut a. Pengertian

Mengangkat adalah membawa ke atas (Haryanto, 2004) sedangkan mengangkut adalah elemen gerakan dasar yang dilaksanakan dengan maksud utama untuk membawa suatu objek dari satu ke lokasi tujuan tertentu. Kelas mengangkut dibagi menjadi tiga, yaitu :

xxv

Adalah bila gerakan mengangkut merupakan pemindahan objek dari suatu tangan ke tangan yang lain atau berhenti karena suatu sebab.

2) Mengangkut kelas B

Adalah bila gerakan mengangkut merupakan pemindahan objek dari suatu sasaran yang letaknya tidak pasti atau mendekati.

3) Mengangkut kelas C

Adalah apabila gerakan mengangkut merupakan pemindahan objek ke suatu sasaran yang letaknya sudah tertentu atau tetap (Wignjosoebroto, 2003). Kegiatan mengangkat dan mengangkut adalah kegiatan memindahkan bahan, barang atau material dari suatu tempat ke tempat yang lain. Aktivitas manual material handling merupakan sebuah aktivitas memindahkan beban oleh tubuh secara manual dalam rentang waktu tertentu (Bambang, 2008).

b. Klasifikasi Angkat-Angkut

Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA), jenis cara mengangkat dan mengangkut diklsifikasikan menjadi lima, yaitu :

1) Mengangkat/menurunkan (Lifting/lowering)

Mengangkat adalah kegiatan memindahkan barang ke tempat yang lebih tinggi yang masih dapat dijangkau oleh tangan. Kegiatan lainnya adalah menurunkan barang.

xxvi

Kegiatan mendorong adalah kegiatan menekan berlawanan arah tubuh dengan usaha yang bertujuan untuk memindahkan objek. Sedangkan yang dimaksud dengan kegiatan menarik merupakan kebalikan dari kegiatan tersebut di atas.

3) Memutar (Twisting)

Merupakan kegiatan yang memutar tubuh bagian atas ke satu atau dua sisi, sementara tubuh bagian bawah dalam posisi tetap.

4) Membawa (Carrying)

Merupakan kegiatan memegang atau mengambil barang dan memindahkannya. Berat benda menjadi berat total pekerja. 5) Menahan (Holding)

Memegang objek saat tubuh berada dalam posisi diam. c. Cara Angkat-Angkut yang Benar

Pencegahan terhadap terjadinya efek cedera anggota tubuh terutama seperti pinggang dan punggung dapat dilakukan dengan teknik angkat-angkut yang benar. Secara garis besar teknik angkat-angkut sebagai berikut :

1) Pegangan terhadap bahan yang diangkat harus tepat

2) Lengan harus sedekat mungkin dengan badan dan dalam posisi lurus 3) Posisi tulang belakang lurus

4) Dagu segera ditarik setelah kepala bias ditegakkan

xxvii

6) Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, sedangkan gaya untuk gerakan dan perimbangan

7) Beban diusahakan sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui pusat gravitasi tubuh (center of gravity) (Tarwaka dkk, 2004).

d. Faktor yang Mempengaruhi Angkat-Angkut

Menurut Bambang (2008) aktivitas angkat-angkut dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1) Karakteristik pekerja

Karakteristik pekerja masing-masing berbeda dan mempengaruhi jenis dan jumlah pekerjaan yang dapat dilakukan. Karakteristik tersebut seperti fisik, kemampuan sensorik, kemampuan motorik, psikomotorik, personal, training, status kesehatan, aktivitas dalam waktu luang.

2) Karakteristik material

Karakterisitik material atau bahan seperti : beban, dimensi, distribusi beban, kopling dan stabilitas beban.

3) Karakteristik tugas atau pekerjaan

Karakteristik tugas ini meliputi kondidi pekerjaan angkat-angkut manual yang dilakukan.

4) Sikap kerja

Penanganan aktivitas angkat-angkut secara manual juga melibatkan metode kerja atau sikap dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugas. Pengamatan

xxviii

tersebut meliputi pada : individu (ukuran metode operasional seperti : kecepatan, ketepatan, cara atau postur saat memindahkan), organisasi, administrasi.

e. Angkat-Angkut dan Pengaruh Keluhan Muskuloskeletal

Akibat cara mengangkat dan mengangkut yang tidak sesuai dengan prosedur dan standar yang telah ditentukan seperti peregangan otot yang berlebihan (pengerahan tenaga melampaui kekuatan optimum otot), aktivitas berulang (otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus), sikap kerja yang tidak alamiah (garakan tangan terangkat, punggung terlalu

membungkuk, kepala terangkat), posisi bagian tubuh jauh dari pusat gravitasi tubuh maka timbullah keluhan otot skeletal (Peter Vi, 2000 dalam Tarwaka dkk, 2004).

5. Kapasitas Kerja

Tujuan ergonomi dapat dicapai dengan perlunya keserasian antara pekerja dengan pekerjaannya, sehingga manusia pekerja dapat bekerja sesuai dengan

kemampuannya, kebolehan dan keterbatasannya. Secara umum, kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia ditentuakan oleh berbagai faktor, yaitu : a. Umur

Umur seseorang berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas tertentu dan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun. Pada umur 50-60 tahun kekuatan otot menurun sebesar 25%, kemampuan sensoris-motoris menurun sebanyak 60%. Selanjutnya kemampuan kertja fisik seseorang yang berumur lebih dari 60 tahun tinggal mencapai 50% dari umur orang yang berumur 25 tahun.

xxix

Bertanbahnya umur akan diikuti penurunan VO2 max, tajam penglihatan, pendengaran, kecepatan membedakan sesuatu, membuat keputusan dan

kemampuan mengingat jangka pendek. Dengan demikian pengaruh umur harus selalu dijadikan pertimbangan dalam memberikan pekerjaan pada seseorang (Astrand & Rodahl, 1977, Gradjean, 1993, Genaidy, 1996 dan Konz, 1996 dalam Tarwaka dkk, 2004).

b. Jenis Kelamin

Secara umum wanita hanya mempunyai kekuatan fisik dua per tiga dari kemampuan fisik atau kekuatan otot laki-laki, tetapi dalam hal tertentu wanita lebih teliti dari laki-laki. Menurut Konz (1996) untuk kerja fisik wanita mempunyai VO2 max 15-30% lebih rendah dari laki-laki. Kondisi tersebut menyebabkan presentase lemak tubuh wanita lebih tinggi dan kadar Hb darah lebih rendah daripada laki-laki. Wanita mempunyai maksimum tenaga aerobic sebesar 2,4 L/menit, sedangkan pada laki-laki sedikit lebih tinggi yaitu 3,0 L/menit (Waters & Bhattacharya, 1996). Di samping itu bahwa seorang wanita lebih tahan terhadap suhu dingin daripada suhu panas (Priatna, 1990). Hal tersebut disebabkan karena tubuh wanita mempunyai jaringan dengan daya konduksi yang lebih tinggi terhadap panas bila dibandingkan dengan laki-laki. Akibatnya pekerja wanita akan memberikan lebih banyak reaksi perifer bila bekerja pada cuaca panas. Dari uraian tersebut jelas bahwa untuk mendapatkan daya kerja yang tinggi maka harus diusahakan pembagian tugas antara pria dengan wanita sesuai dengan kemampuan, kebolehan dan keterbatasan masing-masing.

xxx

Menurut Pulat (1992), data antropometri dapat digunakan untuk mendesain pakaian, tempat kerja, lingkungan kerja, mesin, alat dan sarana kerja serta produk-produk untuk konsumen.

d. Status kesehatan dan nutrisi

Dalam melakukan pekerjaan maka tubuh perlu energi yang didapatkan dari terpenuhinya nutrisi makanan. Status kesehatan dan nutrisi atau keadaan gizi berhubungan erat satu sama lain dan berpengaruh terhadap produktivitas dan efisiensi kerja.

e. Kesegaran jasmani

Hairy (1989) dan Hopkins (2002) menyatakan bahwa kesegaran jasmani adalah suatu kesanggupan atau kemampuan dari tubuh manusia untuk melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap beban fisik yang dihadapi tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti dan masih memiliki kapasitas cadangan untuk melakukan aktivitas berikutnya.

f. Kemampuan kerja fisik

Komponen kemampuan kerja fisik dan kesegaran jasmani dan kesegaran jasmani seseorang ditentukan oleh kekuatan otot, ketahanan otot dan ketahanan kardiovaskuler (Hairy, 1989 dan Genaidy, 1996).

6. Pemindahan Bahan Secara Manual a. Pengertian

Pengertian pemindahan beban secara manual, menurut American Material

xxxi

meliputi penanganan (handling), pemindahan (moving), Pengepakan (packaging), penyimpanan (storing) dan pengawasan (controlling) dari material dengan segala bentuknya.(Wignjosoebroto, 1996).

Pengangkatan dan pemindahan material atau bahan secara manual akan selalu melibatkan tenaga manusia. Dalam memindahkan material dari tempat yang satu ke tempat lain, seseorang akan mengeluarkan tenaga untuk mengangkat,

membawa, menurunkan, mendorong, menarik, menahan dan sebagainya. Untuk dapat melakukan pekerjaan tersebut secara aman, seseorang harus memahami kekuatan tangan, kaki, badan serta bagaimana cara mengambil posisi. Selain itu seseorang juga harus memahami pengetahuan tentang gravitasi bumi.

b. Batasan Beban yang Boleh Diangkat

Dalam rangka untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan sehat maka perlu adanya suatu batasan angkat untuk operator.Batasan tersebut adalah :

1) Batasan Legal (legal limitations)

Batasan-batasan secara legal yang digunakan dalam bisnis manufaktur dan pabrik mempunyai variabel sebagai berikut :

a) Pria di bawah usia 16 tahun maksimum angkat adalah 14 kg. b) Pria usia diantara 16 tahu dan 18 tahun maksimum angkat 18 kg. c) Pria usia lebih dari 18 tahun tidak ada batasan angkat.

d) Wanita usia diantara 16 tahun dan 18 tahun maksimum angkat 11 kg.

xxxii

Batasan-batasan angkat ini dapat membantu untuk mengurangi rasa nyeri, ngilu pada tulang belakang bagi para wanita (back injuries incidence to

women). Batasan angkat ini akan mengurangi ketidaknyamanan kerja pada

tulang belakang, terutama bagi operator untuk pekerjaan berat (Eko Nurmianto, 1996).

2) Batasan Angkat Biomekanik

Biomekanika adalah disiplin sumber ilmu yang mengintegrasikan faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan manusia, yang diambil dari pengetahuan dasar seperti fisika, matematika, kimia, fisiologi, anatomi dan konsep rekayasa untuk menganalisa gaya yang terjadi pada tubuh.

Nilai dari analisa biomekanika adalah rentang postur atau posisi aktifitas kerja, ukuran beban dan ukuran manusia yang dievaluasi.

3) Batasan Angkat Secara Fisiologi

Metode pebdekatan ini dengan mempertimbangkan rata-rata beban metabolisme dari aktifitas angkat yang berulang (repetitive lifting), sebagaimana dapat juga ditentukan dari jumlah konsumsi oksigen. Hal ini haruslah benar-benar diperhatikan terutama dalam rangka untuk

menentukan batasan angkat. Kelelahan kerja yang terjadi akibat dari aktifitas yang berulang-ulang akan meningkatkan resiko rasa nyeri pada tulang belakang (back injuries). Repetitive lifting dapat menyebabkan

Cumulative Trauma Injuries atau Repetitive Strain Injuries (Stevenson,

1987 dalam Eko Nurmianto (1996). 4) Batasan Angkat Secara Psiko-Fisik

xxxiii

Metode ini berdasarkan pada sejumlah eksperimen yang berupaya untuk mendapatkan berat pada berbagai keadaan dan ketinggian beban yang berbeda-beda. Ada tiga macam kategori posisi angkat yang didapatkan : a) Dari permukaan lantai ke ketinggian genggaman tangan (knuckle

height).

b) Dari ketinggian genggaman tangan (kunckle height) ke ketinggiann bahu (shoulder height).

c) Dari ketinggian bahu (shoulder height) ke maksimum jangkauan tangan vertikal (vertical arm reach).

c. Faktor Resiko

Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pemindahan material adalah sebagai berikut :

1) Berat beban yang harus diangkat dan perbandingannya terhadap berat badan operator.

2) Jarak horisontal dari beban relatif terhadap operator.

3) Ukuran beban yang harus diangkat (beban yang berukuran besar) akan memiliki pusat massa (centre of gravity) yang letaknya jauh dari badan operator, hal tersebut juga akan menghalangi pandangan (vision) operator. 4) Ketinggian beban yang harus diangkat dan jarak perpindahan beban

(mengangkat beban dari permukaan lantai akan relatif lebih sulit daripada mengangkat mengangkat beban dari ketinggian pada permukaan pinggang). 5) Beban puntir (twisting load) pada badan operator selama aktivitas angkat

xxxiv

6) Prediksi terhadap berat beban yang akan diangkat. Hal ini adalah untuk mengantisipasi beban yang lebih berat dari yang diperkirakan.

7) Stabilitas beban yang akan diangkat. 8) Kemudahan untuk dijangkau oleh pekerja.

9) Berbagai macam rintangan yang menghalangi ataupun keterbatasan postur tubuh yang berada pada suatu tempat kerja.

10) Kondisi kerja yang meliputi : pencahayaan, temperatur, kebisingan dan kelicinan lantai.

11) Frekuensi angkat yaitu banyaknya aktifitas angkat. 12) Metode angkat yang benar.

13) Tidak terkoordinirnya kelompok kerja (lifting team).

14) Diangkatnya suatu beban dalam suatu periode. Hal ini adalah sama dengan membawa beban pada jarak tertentu dan memberi tambahan beban pada

vertebral disc dan intervertebral disc pada vertebral column bagian punggung.

7. Keluhan Muskuloskeletal a. Pengertian

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem

xxxv

muskuloskeletal (Grandjean, 1993; Lemasters, 1996 dalam Tarwaka dkk 2004). Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan, dan

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karene konstraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982; Grandjean, 1993 dalam Tarwaka dkk, 2004).

Keluhan muskuloskeletal yang sering timbul pada pekerja adalah nyeri punggung, nyeri pinggang, nyeri leher, nyeri pada pergelangan tangan, siku, lengan dan kaki. Ada empat faktor yang dapat meningkatkan timbulnya MSDs yaitu postur yang tidak alamiah, tenaga yang berlebihan, pengulangan berkali-kali dan lamanya waktu kerja atau durasi waktu (www.depkes.go.id, 2009). Keluhan

xxxvi

muskuloskeletal yang dialami pekerja dari yang ringan hingga berat pada akhirnya nanti dapat menimbulkan kelelahan dan menurunnya produktivitas.

b. Faktor Penyebab Terjadinya Keluhan Muskuloskeletal

Peter Vi (2000) dalam Tarwaka dkk (2004) menjelaskan bahwa, terdapat faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu :

1) Peregangan otot yang berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan (overexertion) pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.

2) Aktivitas berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

3) Sikap kerja tidak alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi

xxxvii

pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja (Grandjean, 1993; Anis & McCnville, 1996; Waters & Anderson, 1996 & Manuaba, 2000) dalam Tarwaka, dkk (2004).

4) Faktor penyebab sekunder a) Tekanan

Terjadinya tekanan pada jaringan otot yang lunak. b) Getaran

Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982) dalam Tarwaka dkk (2004).

c) Mikroklimat

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga pekerja manjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot (Astrand & Rodhl, 1977; Pulat, 1992; Wilson & Corlett, 1992 dalam Tarwaka dkk, 2004).

5) Penyebab kombinasi

Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila dalam melakukan tugasnya, pekerja dihadapkan pada beberapa faktor resiko dalam waktu yang bersamaan, misalnya pekerja harus melakukan aktivitas

xxxviii

angkat-angkut di bawah tekanan panas matahari seperti yang dilakukan oleh para pekerja bangunan. Di samping kelima faktor penyebab terjadinya keluhan otot tersebut di atas, beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan otot skeletal (Tarwaka dkk, 2004).

c. Pengukuran Keluhan Muskuloskeletal

Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subyektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan

Dalam dokumen ANALISIS COMPOSITE LIFTING INDEKS (Halaman 18-40)

Dokumen terkait