• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kiwi (Actinida deliciosa)

a. Taksonomi Kingdom : Plantae Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Ordo : Ericales Family : Actinidiaceae Genus : Actinidia

Species : Actinidia deliciosa

(Liang dan Ferguson, 2010)

b. Asal usul kiwi

Buah kiwi sebenarnya asli dari Cina. Tanaman kiwi tumbuh liar di lembah sungai Yang-Tze, Cina, sejak tahun 1600-an. Di

negara asalnya, buah bernama latin Actinidia Deliciosa ini dikenal

dengan nama yang tao. Nama ’yang tao’ diberikan oleh seorang

kaisar dari Dinasti Khan yang menganggap buah berdaging hijau itu memiliki cita rasa tinggi (Astawan dan Leomitro, 2008).

commit to user

Sejak tahun 1904 benih kiwi dibawa dari Cina ke Selandia Baru untuk mulai ditanam di dataran Selandia Baru. Orang Selandia

Baru menganggap buah yang disebut yang tao di China itu memiliki

cita rasa gooseberry, meskipun tidak berhubungan keluarga

Grossulariaceae (gooseberry). Baru sekitar tahun 1959 buah tersebut

diberi nama ’buah kiwi’ setelah penetapan burung kiwi sebagai simbol Selandia Baru. Buah kiwi ini sangat populer dengan prajurit Amerika yang ditempatkan di Selandia Baru selama Perang Dunia II, sejak saat itu buah kiwi menjadi populer di seluruh dunia (Ide, 2010).

Kultivar kiwi umumnya berbentuk oval, dengan ukuran

telur ayam (panjang 5-8 cm dan diameter 4,5-5,5 cm). Kulit berwarna hijau gelap kecoklatan dengan daging buah warna hijau terang atau kuning emas dengan barisan biji berwarna hitam kecil yang bisa dimakan. Buah ini teksturnya lembut dan beraroma unik. Kiwi hijau lebih berbulu kulitnya, dengan rasa lebih segar dan lebih tajam. Kiwi kuning kulitnya lebih mulus dan cita rasa manis buah tropis (Ide, 2010)

Di Selandia Baru buah kiwi biasa tumbuh secara alami di

ketinggian antara 2.000 dan 6.500 kaki (600-2.000 m) dengan curah hujan yang berat dan berlimpahnya salju dan es di musim dingin. Dalam musim dingin, buah kiwi dapat hidup di suhu harian minimum dari 4,44°C - 5,56°C dan suhu maksimumnya 13,89°C-15,56°C; di musim panas, suhu rata-rata minimum adalah

13,33-commit to user

13,89 dan maksimumnya di suhu 23,89°C– 25°C. Dengan curah hujan tahunan adalah 51-64 kali dan kelembapan relatif 76-78% (Morton, 1987).

c. Kandungan buah kiwi

Buah kiwi memiliki banyak kandungan nutrisi, bahkan jumlahnya tersimpan lebih banyak dibanding buah-buahan lain. Di antaranya vitamin E (sebagai antioksidan dan untuk kesehatan jantung serta, vitamin C (sebagai antioksidan dan mengurangi tingkat plasma lipid dan respons agregasi trombosit) (Asim dan Aud, 2004). Selain vitamin C dan E, jenis antioksidan lain yang terkandung dalam buah kiwi adalah senyawa-senyawa fitokimia

tertentu, seperti: karoten, lutein, xanthophyll, flavonoid dan klorofil

(Astawan dan Leomitro, 2008).

Kapasitas antioksidan terhadap senyawa radikal bebas buah kiwi bahkan menempati posisi ketiga setelah jeruk dan anggur merah. Perbandingan nutrisi kiwi dan buah yang lain (per 100 gram) adalah sebagai berikut:

commit to user

Tabel 1. Perbandingan Kekuatan Buah Kiwi Dibanding

Buah-Buah Lain (per 100 gram).

Kiwi hijau

Kiwi

emas Apel Pisang Pir Anggur Jeruk

Energi (Kj) 306 226,6 199 403 169 257 158 Protein (g) 1 1,3 0,4 1,2 0,3 0,4 1,1 Karbohidrat (g) 15 11,3 11,8 23,2 10 15,4 8,5 Glukosa (g) 3,5 5,2 1,7 4,8 2,3 7,6 2,2 Vitamin C (mg) 100 108,9 6 11 6 3 54 Vitamin E (mg) 1,1 2,2 0,6 0,27 0,5 - 0,24 Folat (µg) 30 11 1 14 2 2 31 Kalium (mg) 331 230 120 400 150 210 150 Kalsium (mg) 26 21,4 4 6 11 13 47 Besi (mg) 0,4 0,4 0,1 0,3 0,2 0,3 0,1 Zinc (mg) 0,1 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,2 Serat (g) 3,4 1,4 1,8 1,1 2,2 0,7 1,7 Indeks glikemik (µg/g) 39 48 28-44 46-70 33-42 43-59 31-51 Sumber : Ide (2010)

Berdasarkan tabel tersebut dapat dikatakan bahwa buah kiwi lebih kaya nutrisi dibanding buah-buahan lainnya. Itu berarti bahwa vitamin dan mineralnya lebih banyak per gramnya maupun per kalorinya (Ide ,2010). Kapasitas antioksidan buah kiwi terhadap

commit to user

senyawa-senyawa radikal bebas menempati posisi ketiga tertinggi

setelah jeruk orange dan anggur merah (Astawan dan Leomitro,

2008).

Vitamin C dan vitamin E telah diketahui peranannya sebagai antioksidan alami yang berperan penting untuk menangkal serangan radikal bebas penyebab penuaan sel dan pemicu timbulnya berbagai penyakit. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan, sehingga bebas berikatan dengan berbagai sel dan jaringan serta menjadi pemicu berbagai penyakit kanker, sakit jantung, dan terjadinya proses penuaan dini (Astawan dan Leomitro, 2008).

Vitamin C adalah vitamin larut air yang mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor. Angka kecukupan vitamin C sehari adalah 75 mg untuk wanita usia 16 tahun ke atas dan 90 mg untuk pria 16 tahun ke atas (Almatsier, 2009). Kandungan vitamin C buah kiwi 17 kali lebih banyak dibanding buah apel, dua kali lebih banyak dibanding jeruk dan lemon. Kandungan vitamin C inilah yang menyebabkan kiwi memiliki antioksidan yang kuat. Vitamin C membantu tubuh

memproduksi pendetoks glutathione. Kadar glutathione dapat

meningkat sampai 50% bila buah kiri dikonsumsi dalam 2 minggu (Ide, 2010).

commit to user

Kandungan vitamin E dalam buah kiwi dua kali lipat lebih banyak dari buah alpukat. Dalam 100 gram buah kiwi terkandung 1,1 mg vitamin E atau tokoferol yang larut dalam lemak dan sebagian besar pelarut organik, tetapi tidak larut dalam air. Karakteristik utamanya adalah bertindak sebagai antioksidan (Almatsier, 2009). Vitamin E terbukti punya efek yang mirip dengan vitamin C, tetapi larut lemak dan fungsinya saling melengkapi dengan vitamin C (Ide, 2010).

Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol. Komponen polifenol memberikan manfaat antioksidan pada buah-buahan dan sayuran tertentu termasuk buah kiwi. Senyawa flavonoid dapat mencegah penyakit kardiovaskuler dengan cara menurunkan laju oksidasi lemak (Astawan dan Leomitro, 2008). flavonoid diketahui dapat menghambat oksidasi lipid dan

pembentukan lipid peroxide melalui mekanisme penangkapan radikal

bebas (Hegazi dan El-Hady, 2007).

Karoten mempunyai dua bentuk utama, yaitu alfa-karoten dan

beta-karoten. Beta-karoten mempunyai kemampuan sebagai

antioksidan yang dapat berperan penting menstabilkan radikal berinti karbon. Beta-karoten juga dapat bersinergi dengan komponen zat gizi lain. Beta-karoten yang dikonsumsi berbarengan dengan vitamin C dan E mampu meningkatkan kemampuan antioksidan. Sifat antioksidan beta-karoten adalah efektif pada konsentrasi rendah

commit to user

oksigen, sehingga dapat melengkapi sifat antioksidan vitamin E yang efektif pada konsentrasi tinggi oksigen. Beta-karoten yang bereaksi dengan radikal bebas akan menyebabkan radikal bebas menjadi stabil. Kehadiran vitamin C akan membantu menstabilkan radikal bebas beta-karoten (Astawan dan Leomitro, 2008).

Warna hijau pada buah kiwi disebabkan oleh kadar pigmen klorofil yang tetap tidak berubah pada proses pematangan buah kiwi. Klorofil mempunyai aktivitas biologis yaitu sebagai antioksidan dan antikanker. Selain itu, klorofil juga kaya akan zat anti peradangan, antibakteri, antiparasit (Astawan dan Leomitro, 2008).

Xanthophyll adalah pigmen pemberi warna kuning.

Xanthophylls mempunyai kemampuan antioksidan pemecah rantai

peroksidase dari membrane fosfolipid. Lutein termasuk komponen

utama Xanthophyll yang banyak terdapat pada sayuran dan

buah-buahan. Lutein juga lebih mudah larut dalam air dibandingkan beta-karoten. Kemudahan larut dalam air tersebut disebabkan oleh kandungan hidroksil yang lebih banyak pada lutein sehingga bersifat lebih polar dibandingkan beta-karoten. Lutein dapat berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya mencegah kerusakan DNA (Astawan dan Leomitro, 2008).

Sementara itu, kandungan mineral yang ada dalam buah kiwi antara lain kalium (pottasium), magnesium, kalsium, tembaga, seng, mangan, dan fosfor. Kandungan kalium 5,4 mg/kalori lebih tinggi

commit to user

dibanding pisang. Senyawa kalium berperan penting dalam menjaga fungsi otot dan gerak refleks sistem saraf. Kalium juga menjaga keseimbangan air dalam tubuh. Selain itu, senyawa magnesium dalam buah kiwi termasuk yang tertinggi dari 27 jenis buah yang umum dikonsumsi. Rendahnya konsumsi magnesium dapat menyebabkan hipertensi dan penyakit jantung (Ide, 2010).

2. Struktur Mikroskopis Hepar

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh. Hepar dilapisi oleh kapsul tipis yang bernama Kapsul Glisson dan memiliki jaringan pengikat retikuler serta pembuluh darah di antara parenkimnya. Tipe sel yang mendominasi adalah hepatosit. Sel-sel tersebut tersusun dalam satu atau dua lapisan tebal yang dipisahkan oleh sinusoid hepar. Suplai darah hepar berasal dari vena porta dan arteri hepatik. Hepar juga memiliki tiga sistem drainase yaitu vena hepatik, pembuluh limfa, dan saluran empedu (Paulsen, 2000).

a. Lobulus Hepar

Lobulus merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng – lempeng sel hepar yang berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis(Price and Wilson, 1997).

commit to user

Pembagian lobulus hepar sebagai unit fungsional dibagi

menjadi 3 zona (Leeson et al., 1989):

Zona 1 : Zona aktif, sel – selnya paling dekat dengan pembuluh darah yaitu vena porta dan arteri hepatika, akibatnya zona ini yang pertama kali dipengaruhi oleh perubahan darah yang masuk.

Zona 2 : Zona intermedia, sel – selnya memberi respons kedua terhadap darah.

Zona 3 : Zona pasif, aktivitas sel-selnya rendah dan tampak aktif bila kebutuhannya meningkat.

b. Parenkim Hepar

Sel-sel hepar berbentuk polihedral dengan ukuran yang berbeda-beda, nukleusnya lebar, bulat, berada di tengah, mengandung satu atau lebih nukleoli serta terdapat bercak-bercak kromatin. Sitoplasma sel hepar bervariasi dalam penampakan, tergantung dari nutrisi dan status fungsionalnya. Mengandung sejumlah besar ribonukleoprotein, mitokondria, droplet lipid,

lisosom, dan peroksisom (Bergman et al., 1996).

c. Sinusoid Hepar

Bagian yang membentuk jaringan intralobuler yang kaya akan susunan pembuluh-pembuluh darah yang saling bertemu satu sama lainnya pada vena sentralis. Menurut tipe kapilernya dibedakan menjadi dua: (1) sinusoid yang lebar dan bervariasi

commit to user

dalam ukuran diameter, dan (2) sinusoid yang dindingnya terdiri atas dua tipe sel yang dapat dibedakan, yaitu sel endotel dan sel Kupffer (Jones, 1993). Sinusoid mengandung sel-sel darah, dan

pada neonatus mengandung elemen hemopoetik. Di antara sinusoid

terdapat sebuah celah, disebut celah disse, memisahkan permukaan

hepatosit yang menghadap sinusoid dengan barisan sel endotel (Damjanov, 1996)

d. Mikroskopis Kerusakan Hepar Setelah Pemberian Parasetamol

Hepatitis akut, dengan maupun tanpa kolestasis, merupakan

gambaran histologis yang paling umum dari drug-induced liver

injury (DILI) dan obat-obatan seperti parasetamol merupakan

penyebab penting dari hepatitis akut (Ramachandran and Kakar, 2009).

Drug-induced liver injury disebabkan oleh dua mekanisme

utama, yaitu hepatotoksisitas intrinsik dan idiosinkratik.

Hepatotoksin intrinsik menyebabkan kerusakan hepatoselular pada mekanisme yang tergantung pada dosis baik secara langsung oleh obat tersebut maupun melalui metabolitnya. Parasetamol termasuk dalam mekanisme hepatotoksisitas intrinsik ini. Hepatotoksisitas intrinsik bermanifestasi dengan nekrosis hepatoselular dengan sedikit inflamasi, sementara pada hepatotoksisitas idiosinkratik lebih sering terjadi inflamasi (Ramachandran and Kakar, 2009).

commit to user

Nekrosis zona sentral (zona 3) merupakan karakteristik kerusakan karena asetaminofen dan halotan, serta toksin seperti karbon tetraklorid (Ramachandran and Kakar, 2009).

3. Parasetamol

a. Farmakodinamik

Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral sepert salisilat (Wilmana dan Gunawan, 2007).

Efek antiinflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat, demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa (Wilmana dan Gunawan, 2007).

b. Farmakokinetik

Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% parasetamol terikat protein plasma. Parasetamol dimetabolisme oleh enzim mikrosom hepar.

commit to user

Sebagian besar parasetamol (80%) dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat (Wilmana dan Gunawan, 2007). Hasil konjugasi ini akan dieliminasi lewat urin (Parod dan Dolgin, 1992). Selain itu dalam jumlah kecil (4%) diubah menjadi metabolit reaktif berupa senyawa antara yang reaktif dan

toksik yaitu N-asetil-p-benzoquinonimin (NAPQI) (Brunton et al.,

2006). NAPQI dibentuk dengan adanya bioaktivasi parasetamol melalui sistem sitokrom P-450 (Klaassen dan Watkins, 2003). Metabolit tersebut kemudian didetoksifikasi oleh glutation hepar menjadi metabolit sistin dan metabolit merkapturat yang non toksik. Pada dosis tinggi, jalur konjugasi parasetamol menjadi jenuh sehingga banyak parasetamol menjadi metabolit NAPQI, sebagai akibatnya terjadi deplesi glutation hepar, bahkan kandungan glutation hepar dapat dihabiskan (paling tidak berkurang 20-30% harga normal) (Rochmah, 2000). Akibatnya NAPQI akan membentuk ikatan kovalen dengan protein sel hepar secara irreversibel sehingga akan menyebabkan pengikatan kovalen pada makromolekul seperti DNA, RNA, dan protein. Jika demikian, maka akibat yang parah pada fungsi sel akan segera terlihat dengan nyata

(Murray et al., 2003).

c. Indikasi

Khasiatnya sebagai analgetik dan antipiretik, tetapi tidak sebagai antiradang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai

commit to user

antinyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Efek analgetiknya diperkuat oleh kodein dan kafein (Tjay dan Raharja, 2002). Parasetamol tidak mempengaruhi kadar asam urat dan sifat penghambatan plateletnya lemah. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti sakit kepala, mialgia, nyeri persalinan, dan keadaan lain dimana aspirin efektif sebagai analgesik. Parasetamol tidak efektif untuk mengatasi inflamasi seperti artritis rematoid, sekalipun parasetamol dapat dipakai sebagai obat tambahan analgesik dalam terapi antiinflamasi. Parasetamol lebih disukai daripada aspirin pada pasien dengan hemofilia atau dengan riwayat ulkus peptikum dan juga pada pasien yang mengalami bronkospasme yang dipicu akibat aspirin (Katzung, 2002).

d. Efek samping

Efek samping yang sering terjadi antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah (Tjay dan Raharja, 2002). Efek merugikan paling serius akibat overdosis asetaminofen akut berupa nekrosis hati yang fatal. Nekrosis tubulus ginjal dan koma

hipoglikemik mungkin juga terjadi (Hardman et al., 2008).

Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/ kgBB) parasetamol (Wilmana dan Gunawan, 2007). Selain itu overdosis dapat menimbulkan antara lain mual, muntah, dan anoreksia. Penanggulangannya dengan cuci lambung, di

commit to user

samping perlu pemberian zat penawar (asam amino N-asetilsistein atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi. Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu (Tjay dan Raharja, 2002).

4. Mekanisme Kerusakan Hepar Oleh Parasetamol Dan Mekanisme

Hepatoprotektor Sari Buah Kiwi.

Pada kondisi normal, parasetamol yang diabsorbsi oleh tubuh dikonjugasi dengan asam glukuronat dan asam sulfat, dan sebagian kecil

diubah menjadi metabolit N-asetil-p-benzoquinonimin (NAPQI).

Metabolit NAPQI ini oleh glutation hepar diubah menjadi sistin dan merkapturat yang kemudian dibuang melalui urin (Wilmana dan Gunawan, 2007).

Jika jumlah parasetamol yang dikonsumsi jauh melebihi dosis terapi, maka asam glukoronat dan asam sulfat dalam hepar akan habis cadangannya, kemudian terbentuklah metabolit reaktif NAPQI yang berlebihan. Selama glutation tersedia untuk mendetoksifikasi NAPQI tersebut, maka tidak akan terjadi reaksi hepatotoksisitas. Namun, bila glutation terus terpakai, akhirnya terjadi pengosongan glutation dan

terjadi penimbunan metabolit NAPQI yang toksik dan reaktif.

N-asetil-p-benzoquinonimin (NAPQI) merupakan metabolit minor dari

commit to user

Metabolit ini akan bereaksi dengan gugusan nukleofilik yang terdapat pada makromolekul sel hepar, seperti protein, menimbulkan hepatotoksisitas yang menyebabkan nekrosis hepar (Wilmana dan Gunawan, 2007;Katzung 1998). Selain itu, NAPQI dapat menimbulkan stres oksidatif, yang berarti bahwa NAPQI dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan bagian dari

proses atau rantai terbentuknya radikal bebas (Rubin et al.,2005).

Radikal bebas mampu mengubah suatu molekul menjadi radikal bebas baru dan akan membentuk radikal bebas kembali sehingga terjadilah

reaksi rantai (chain reaction) (Widjaja, 1997).

Kerusakan hepar akibat parasetamol dapat terjadi karena reaksi toksik, alergi dan radikal bebas. Biasanya kerusakan yang terjadi merupakan nekrosis di sekitar vena sentralis/nekrosis sentrolobularis karena sitokrom P-450 paling banyak terdapat pada zona tersebut (Wenas, 1996).

Kadar vitamin C dalam buah kiwi membantu tubuh memproduksi glutation. Kadar glutation dapat meningkat 50% dalam 2 minggu (Ide, 2010). Karena glutation meningkat, maka metabolit NAPQI yang bersifat toksik akan berikatan dengan glutation, menghasilkan asam merkapturat yang non toksik (Greiner, 1990).

Penelitian membuktikan bahwa dalam buah kiwi terkandung vitamin C dan vitamin E yang besar bersifat antioksidan yang kuat. Kemampuan antioksidan vitamin C dan vitamin E dan kecenderungan

commit to user

untuk nitrasi membuatnya merupakan perangkap yang kuat untuk oksidan reaktif dan spesies nitrogen sehingga mampu menangkal radikal bebas hasil dari pembentukan NAPQI pada toksisitas parasetamol (Ide, 2008). Selain vitamin C dan E, jenis antioksidan lain yang terkandung dalam buah kiwi adalah senyawa-senyawa fitokimia tertentu, seperti:

karoten, lutein, xanthophyll, flavonoid dan klorofil (Astawan dan

commit to user 5. Kerangka Pemikiran Keterangan: : memacu : menghambat Nekrosis sel hepar

Variabel luar yang tidak terkendali: kondisi psikologis, keadaan awal hepar dan reaksi

hipersensitifitas Sari buah kiwi

antioksidan

Parasetamol dosis toksis

Bioaktivasi sitokrom P450 Meningkatkan NAPQI (elektrofilik) Deplesi glutation

Ikatan kovalen NAPQI dgn makromolekul (nukelofilik) Radikal bebas Stres Oksidatif Lipid peroxidase Kerusakan makromolekul Vitamin C Vitamin E Flavonoid Klorofil Karoten Lutein xantophyll

commit to user 6. Hipotesis

Pemberian sari buah kiwi dapat mengurangi kerusakan histologis sel hepar mencit akibat pemberian parasetamol.

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

Peneliti mengadakan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu berupa hewan coba di laboratorium.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subyek Penelitian

Populasi : Mencit (Mus musculus) jantan dengan galur Swiss webster

berusia 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gram.

Sampel : Menurut Purawisastra (2001), jumlah sampel yang digunakan

berdasarkan rumus Federer yaitu :

(k-1)(n-1) > 15 (3-1)(n-1) > 15 2 ( n-1) > 15 2n > 15+2 n > 9 Keterangan : k : Jumlah kelompok

commit to user

n : Jumlah sampel dalam tiap kelompok

Pada penelitian ini jumlah sampel untuk tiap kelompok ditentukan sebanyak 10 ekor mencit (n > 9), dan jumlah kelompok mencit ada 3 sehingga penelitian ini membutuhkan 30 mencit dari populasi yang ada. Sampel didapatkan dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang dipakai adalah incidental sampling (Murthi, 2006).

E. Desain Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah the post test only control group design

(Taufiqqurohman, 2003).

K : (-) O0

PI: (X 1) O1

PII: (X 2) O2

Keterangan :

K = Kelompok kontrol tanpa diberi sari buah kiwi maupun

parasetamol.

PI = Kelompok perlakuan I yang diberi parasetamol tanpa diberi sari buah kiwi.

Bandingkan dengan uji statistik Sampel Mencit 30 ekor

commit to user

PII = Kelompok perlakuan II yang diberi parasetamol dan sari buah

kiwi.

(-) = Pemberian aquades peroral 0,5 ml/ 20gBB mencit setiap hari selama 14 hari berturut-turut.

X1 = Pemberian aquades peroral sebanyak 0,5 ml/ 20gBB mencit

setiap hari selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke-12, 13 dan 14 diberi parasetamol 5,07 mg/ 20gBB mencit perhari.

X2 = Pemberian sari buah kiwi peroral dosis 0,78g/ 20gBB mencit

selama 14 hari berturut-turut, dimana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol dosis 5,07 mg/ 20gBB mencit 1 jam setelah pemberian sari buah kiwi.

O0 = Pengamatan jumlah inti sel hepar piknosis, karyoreksis dan

karyolisis dari 100 sel di sentrolobuler hepar kelompok kontrol.

O1 = Pengamatan jumlah inti sel hepar piknosis, karyoreksis dan karyolisis dari 100 sel di sentrolobuler hepar PI.

O2 = Pengamatan jumlah inti sel hepar piknosis, karyoreksis dan karyolisis dari 100 sel di sentrolobuler hepar PII.

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Pemberian sari buah kiwi.

2. Variabel terikat

commit to user

3. Variabel luar

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan

Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan jenis makanan mencit semuanya diseragamkan.

b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan

Kondisi psikologis, reaksi hipersensitivitas dan keadaan awal hepar mencit.

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Sari buah kiwi diberikan secara peroral dengan sonde lambung dengan dosis 0,78mg/20 g BB mencit, selama 14 hari berturut-turut.

Buah kiwi yang digunakan adalah buah kiwi yang matang dari jenis

kiwi hijau atau jenis ’Hayward’ (Actinidia deliciosa) produksi Zespri.

Pembuatan sari buah kiwi dilakukan dengan menggunakkan juice

extractor. Sari buah kiwi diberikan pada mencit kelompok perlakuan II

(PII). Jadi kelompok perlakuan II diberi sari buah kiwi dengan dosis 0,78mg/20gBB mencit selama 14 hari berturut-turut, di mana hari ke-12, 13 dan 14 diberikan juga parasetamol dengan dosis 0,1 ml/20gBB mencit setelah 1 jam pemberian ekstrak sari buah kiwi. Sedangkan dua kelompok lainnya yaitu kelompok kontrol (K) hanya diberikan aquades peroral sebanyak 0,5ml/20gBB setiap hari selama 14 hari berturut-turut dan kelompok perlakuan I (PI) diberikan aquades peroral sebanyak 0,5ml/20gBB mencit setiap hari selama 14 hari berturut-turut, di mana

commit to user

pada hari ke- 12, 13 dan 14 juga diberi parasetamol 0,1ml/20gBB mencit peroral perhari.

2. Variabel terikat

Kerusakan histologis sel hepar adalah gambaran mikroskopis sel hepar mencit yang dipapar parasetamol setelah diberi sari buah kiwi. Kerusakan histologis dinilai dari banyaknya sel hepar yang intinya mengalami piknosis, karyoreksis, dan karyolisis pada zona III lobulus hepar (zona sentrolobuler). Banyaknya sel hepar yang mengalami kerusakan dihitung dari tiap 100 sel yang ada di zona III.

Menurut Price dan Wilson (1994) tanda-tanda kerusakan sel adalah :

a. Sel yang mengalami piknosis intinya kisut dan bertambah basofil,

berwarna gelap batasnya tidak teratur.

b. Sel yang mengalami karyoreksis inti mengalami fragmentasi atau

hancur dengan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel.

c. Sel yang mengalami karyolisis yaitu kromatin basofil menjadi pucat,

inti sel kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan menghilang begitu saja.

Banyaknya sel hepar yang mengalami kerusakan dihitung dari tiap 100 sel yang ada di zona III. Pengamatan jaringan hepar dengan perbesaran 100 kali untuk mengamati seluruh lapang pandang, kemudian ditentukan daerah yang mengalami kerusakan terberat pada zona III. Dari daerah zona III ini dengan perbesaran 400 kali dilakukan penghitungan

commit to user

jumlah sel yang mengalami kerusakan. Jadi misalnya dari suatu preparat

dari 100 sel yang diamati ternyata terdapat 10 inti piknosis,15 inti dengan

Dokumen terkait