• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pustaka

Dalam dokumen Literature Review ETCHING DAN BONDING (Halaman 8-33)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ETCHING DAN BONDING

2.1.1 Etching

Bahan adhesif di bidang kedokteran gigi pertama kali diperkenalkan sejak tahun 1955 oleh Michael Buonocore. Saat itu ia mengetsa permukaan enamel menggunakan asam kemudian menempatkan bahan restorasi berbahan resin diatas permukaan yang menjadi kasar setelah di etsa tadi. Kemudian monomer resin akan membasahi permukaan yang telah dietsa, mengalir ke dalam pit yang terbentuk setelah dietsa, dan menciptakan suatu retensi. Maka etsa dapat diartikan sebagai suatu proses menggunakan larutan asam kuat untuk mengikis permukaan gigi (Buonocore, 1955). Pada akhir 1960-an, Buonocore menyatakan bahwa etsa pada enamel dapat menghasilkan mikroporositas yang dapat digunakan sebagai retensi utama suatu restorasi yaitu dengan adanya pembentukan resin tags (Buonocore dkk., 1968). Seiring berjalannya waktu, beberapa penelitian merekomendasikan variasi durasi prosedur etsa asam dan konsentrasi asam fosfat, salah satunya adalah konsentrasi asam fosfat 30-40 % dengan waktu etsa hingga 15 detik (Kugel dkk., 1993).

Permukaan enamel yang telah dietsa akan menjadi kasar oleh karena terbentuknya mikroporus sehingga energi permukaannya menjadi tinggi. Mikroporus oleh etsa dihasilkan dari pemutusan selektif dari inti batang enamel/enamel rod cores (etsa tipe I) atau area periferal (etsa tipe II) yang ditunjukkan oleh resin tag. Resin tag kira-kira berdiameter 6 µm dan panjang 10

hingga 20 µm. Kedalaman mikroporus bergantung pada lamanya proses etsa dan waktu pembilasan yang cukup untuk menghasilkan pola etsa yang memadai. Konsentrasi etsa yang efektif untuk menghasilkan mikroporositas yang baik tanpa menyebabkan iritasi berlebih adalah asam fosfat 37% (Anusavice, 2003).

Umumnya bahan etsa berupa gel berair untuk memungkinkan penempatan yang tepat di atas area tertentu. Dibuat dengan menambahkan koloid silika (partikel halus yang sama yang digunakan dalam komposit mikrofil). Brush digunakan untuk menempatkan bahan gel asam, atau menggunakan disposable syringe lalu gel asam dikeluarkan dan diaplikasikan ke enamel. Selama penempatan, hindari adanya gelembung udara ketika etsa di aplikasikan pada permukaan untuk mencegah adanya permukaan yang tidak teretsa (Anusavice, 2003).

Waktu pengaplikasian bahan etsa tergantung pada paparan permukaan gigi sebelumnya terhadap fluoride. Sebagai contoh, gigi permanen dengan kandungan fluoride tinggi yang berasal dari pasokan air fluoride mungkin memerlukan waktu etsa agak lebih lama, seperti halnya gigi sulung. Contoh lainnya, peningkatan waktu pengkondisian permukaan diperlukan untuk meningkatkan pola etsa pada enamel gigi susu yang lebih aprismatik daripada enamel gigi permanen. Saat ini, waktu etsa untuk sebagian besar gel etsa sekitar 15 detik. Keuntungan dari waktu etsa yang singkat adalah menghasilkan kekuatan ikatan yang dapat diterima dalam kebanyakan kasus, sambil membentuk mikroporus pada enamel dan mengurangi waktu perawatan (Anusavice, 2003).

Setelah gigi teretsa, asam harus dibilas dengan air selama sekitar 20 detik, dan enamel harus dikeringkan sepenuhnya. Ketika enamel kering, tampilannya

menjadi putih, buram, yang mengindikasikan perlakuan etsa yang tepat. Permukaan ini harus tetap bersih dan kering sampai resin ditempatkan untuk membentuk ikatan mekanis yang baik. Meskipun etsa enamel meningkatkan energi permukaan dari enamel, kontaminasi dapat dengan mudah mengurangi tingkat energi permukaan teretsa. Mengurangi energi permukaan, membuatnya lebih sulit untuk membasahi permukaan dengan ikatan resin yang mungkin memiliki energi permukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan permukaan yang terkontaminasi. Bahkan kontak sesaat dengan air liur atau darah dapat mencegah pembentukan resin tag yang efektif dan sangat mengurangi kekuatan ikatan. Kontaminan potensial lainnya adalah minyak yang dilepaskan dari kompresor udara. Jika kontaminasi terjadi, kontaminan harus dihilangkan, dan enamel harus dietsa lagi selama 10 detik (Anusavice, 2003).

Kekuatan ikatan enamel yang teretsa berkisar dari 15 hingga 25 MPa, tergantung pada resin dan metode pengujian yang digunakan. bis-GMA / triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA) resın cenderung menghasilkan nilai kekuatan ikatan yang lebih rendah, sedangkan beberapa dari agen ikatan enamel dan dentin yang lebih baru dapat meningkatkan kekuatan ikatan. Tekanan dalam ikatan kekuatan ini kecil, dan karena variasi besar selama pengujian, dan tidak mungkin signifikan secara klinis. Namun, perbedaan in vitro ini mungkin terkait dengan kemampuan pembasahan yang lebih baik dari enamel teretsa oleh bahan baru. Pengeringan enamel dengan udara hangat menggunakan pembilas etanol dapat meningkatkan kekuatan ikatan, menunjukkan bahwa kelembaban mungkin masih terperangkap dalam mikroporus bahkan ketika permukaan tampak kering. Singkatnya, teknik asam-etsa telah menghasilkan penggunaan resin yang

sederhana, konservatif, dan efektif dalam banyak prosedur kedokteran gigi (Anusavice, 2003).

Sistem etsa yang dilakukan pada enamel masih dianggap sebagai prosedur yang aman dan terpercaya selama bertahun-tahun. Karena komposisi bahan anorganik dari enamel, adanya etsa asam dapat memecah interprismatik dan prismatik, membentuk alur-alur di mana resin dapat mengalir dan membentuk suatu sistem mechanical interlocking setelah dilakukan polimerisasi. Demineralisasi enamel tergantung pada rendahnya pH asam dari etsa dan lamanya waktu pengetsaan. PH dan lamanya etsa tersebut harus tepat untuk memberikan retensi yang cukup pada enamel tanpa adanya langkah-langkah tambahan. Etsa asam pada enamel sangat efektif dalam membentuk mekanisme bonding mekanis. Tindakan ini sekarang merupakan suatu prosedur yang dilakukan setiap melakukan restorasi berbahan resin. Sehingga kebocoran mikro atau hilangnya retensi tidak lagi merupakan masalah pada permukaan antara resin dan enamel (Kartika, 2010).

Masalah yang masih tertinggal adalah pada permukaan antara resin-dentin dan atau sementum. Pada tahun 1963, Buonocore menyatakan bahwa terdapat perbedaan adhesi ketika dilakukan etsa pada enamel dan dentin (Buonocore, 1963). Beberapa penelitian awal mengenai etsa pada dentin telah dilakukan dan mendapatkan hasil yaitu bond strengths yang rendah (McLean, 1952). Ditinjau dari penyusunnya bahwa enamel mengandung jumlah protein lebih sedikit, sedangkan dentin mempunyai 17% kolagen yang sukar sekali dilakukan etsa karena terletak di sekitar kristal hidroksiapatit (Nakabayashi dkk., 1982). Tubulus dentin adalah satu-satunya pori-pori yang tersedia untuk retensi mikromekanik. Tubulus ini berisi cairan, yang dapat menjadi penghalang untuk retensi. Faktor-faktor seperti usia

gigi, arah tubulus dan prisma enamel, adanya sementum dan jenis dentin juga dapat mempengaruhi perlekatan pada dentin (Cagidiaco dkk., 1996). Perlekatan pada dentin semakin berkurang dengan adanya smear layer yaitu kotoran organik yang berada di permukaan dentin setelah dilakukannya preparasi kavitas. Smear layer akan menutup tubulus dentin dan bertindak sebagai "diffusion barrier". Pada awalnya dianggap sebagai keuntungan karena hal itu dapat melindungi pulpa dengan menurunkan permeabilitas dentin. Supaya perlekatan pada dentin membaik, maka penghapusan lapisan smear menjadi keharusan walaupun ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan (Pashley dkk., 1981). Saat ini, produk-produk baru mengenai adhesive pada dentin mulai berkembang pada dekade terakhir. Mulai dari penggunaan etsa pada enamel dengan asam fosfat sampai dengan self-etching primer namun perlekatan bahan adhesif pada enamel menjadi kurang efektif (Jorg-Peter, 2003).

2.1.2 Bonding

Bonding merupakan sarana untuk mengikat dua bahan yang berdampingan, misalnya, dental hard tissue, metal, composite, atau ceramic, dan memberikan ketahanan terhadap pemisahan antar bahan tersebut. Bahan yang digunakan untuk menyebabkan bonding disebut adhesive, sedangkan bahan dimana bonding diaplikasikan disebut adheren (Anusavice, 2013).

Pada penggunaan resin komposit sebagai bahan restorasi, resin komposit memiliki kekurangan yaitu dapat mengalami shrinkage. Shrinkage ini dapat dikurangi dengan cara pemberian bonding sebelum aplikasi restorasi resin komposit. Hal ini dikarenakan bahan bonding berguna untuk menciptakan ikatan antara permukaan gigi dengan resin komposit (Nurhapsari, 2016).

Bonding diperlukan untuk mendapatkan suatu retensi yang kuat dan tahan lama pada sebuah restorasi, sehingga system bonding yang ideal harus biokompatibel, melekat dengan baik pada enamel dan dentin, memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan beban kunyah, memiliki sifat mekanik yang mirip dengan struktur gigi, tahan terhadap degradasi lingkungan dan mudah diaplikasikan (Apriyono, 2010).

1. Fungsi Bonding

Dental bonding system memiliki tiga fungsi utama yaitu: (1) menyediakan resistensi terhadap pemisahan substrat adheren dari restorative material, (2) mendistribusikan tekanan kunyah ke seluruh permukaan, (3) mampu menyediakan seal untuk mencegah terjadinya microleakage, menurunkan postoperative sensitivity, marginal staining dan karies sekunder (Anusavice, 2013).

2. Aplikasi Bonding

Aplikasi bonding dapat dilakukan pada beberapa prosedur kedokteran gigi, diantaranya; orthodontic bracket bonding, porcelain laminate veneer bonding, pit and fissure sealants, amalgam bonding, enamel and dentin bonding, adhesive cements (berupa restorasi glass-ionomer dan endodontic sealer) (Anusavice, 2013). 3. Denting Bonding Agents

Dentin bonding agents diciptakan untuk menyediakan perlekatan antar permukaan yang kuat antara restorasi komposit dan struktur gigi yang tahan terhadap tekanan mekanikal dan shrinkage. Keberhasilan suatu adhesive tergantung pada dua tipe bonding yaitu:

1. Micromechanical interlocking, yaitu chemical bonding dengan enamel dan dentin, atau keduanya.

2. Copolymerization dengan matrix resin dari bahan komposit (Anusavice, 2013).

Sebelum teknik total-etch digunakan, enamel bonding agents hanya digunakan untuk wetting dan adaptasi dari resin ke permukaan enamel yang telah dikondisikan. Secara umum enamel bonding terbuat dari gabungan dimethacrylate yang berbeda dari resin material komposit (contoh: bis-GMA) dengan diluting monomer (contoh: TEGDMA). Agen ini tidak memiliki potensi untuk adhesi, tetapi mampu meningkatkam micromechanical interlocking dengan pembentukan resin tag yang optimal dalam enamel (Anusavice, 2013).

Beberapa tahun terakhir, agen ini digantikan oleh system yang sama yang digunakan pada dentin. Hal ini bukan terjadi karena peningkatan substansial dalam kekuatan ikatannya, melainkan manfaat ikatan resin secara bersamaan

baik untuk digunakan pada enamel dan dentin. Dentin bonding system meliputi; etsa, resin monomer, pelarut, inisitaor dan inhibitor, fillers, dan kadang-kadang bahan fungsional lainnya seperti agen antimikroba (Anusavice, 2013).

2.2 PERKEMBANGAN ETCHING DAN BONDING

Secara terminologi, adhesif adalah substansi yang menginduksi perlekatan suatu substansi atau material dengan material lain. Sistem adhesive bonding adalah proses menyatukan dua material dengan adhesive agent yang akan mengeras selama proses tersebut (Anusivace, 2003). Adhesif dalam kedokteran gigi adalah solusi monomer resin yang menginduksi interaksi substrat resin-gigi dapat diterima. Adhesif terdiri dari monomer dengan kelompok hidrofilik dan hidrofobik. Fungsi utamanya untuk meningkatkan pembasahan jaringan keras gigi, memungkinkan interaksi dan co-polimerisasi dengan bahan restoratif. Adhesif pertama kali dikenalkan pada tahun 1955 oleh Buonocore mengenai etsa asam. Dengan semakin berkembangnya teknologi, sistem adhesif telah berevolusi dari sistem no-etch menjadi total-etch (generasi 4 dan 5) menjadi sistem self-etch (generasi ke-6, ke-7 dan ke-8) (Sofan dkk., 2017).

2.2.1 Generasi Pertama

Generasi pertama diperkenalkan dengan menggunakan etsa asam, menunjukkan bahwa penggunaan glycerophosphoric acid dimethacrylate yang mengandung bahan resin dapat melekat pada dentin melalui etsa asam. Perlekatan ini diyakini terdapat hubungan antara molekul resin dengan ion kalsium hidroksiapatit. Adanya air (kondisi basah) dapat mengurangi

kekuatan perlekatan. Sembilan tahun kemudian Bowen mencoba mengatasi masalah ini menggunakan Nphenylglycine and glycidyl methacrylate (NPG-GMA). NPG-GMA adalah molekul bifungsi atau agen ganda. Ini berarti bahwa salah satu ujung molekul berikatan dengan dentin sedangkan yang lainnya (berpolimerisasi) berikatan dengan resin komposit. Kekuatan perlekatan dari sistem ini awalnya hanya 1 sampai 3 megapaskal yang memberikan efek klinis sangat rendah (Apriyono, 2010).

2.2.2 Generasi Kedua

Merupakan pengembangan yang dilakukan pada bahan adhesif yang berfungsi ganda untuk komposit dan mempunyai daya lekat ke dentin lebih baik. Sistem generasi kedua ini diperkenalkan pada akhir 1970-an. Perlekatan terjadi melalui terbentuknya ikatan ionic dengan kalsium melalui kelompok-kelompok chlorophosphate. Generasi kedua ini memiliki perlekatan yang lemah (dibandingkan dengan sistem generasi kelima-keenam) tetapi memiliki sifat yang lebih baik dibandingkan sistem generasi pertama.

Sebagai pengembangan bahan bonding sebelumnya, maka di generasi kedua ini penghapusan smear layer menjadi keharusan walaupun ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan. Salah satu perhatian utama dari sistem ini adalah bahwa ikatan fosfat dengan kalsium pada dentin tidak cukup kuat untuk menahan hidrolisis yang dihasilkan dari pembilasan oleh air. Proses hidrolisis ini dapat menurunkan perlekatan resin komposit dengan dentin dan menyebabkan microleakage. Karena sistem ini awalnya tidak melibatkan dentin melalui pengetsaan, maka sebagian besar bahan

adhesif melekat pada smear layer. Beberapa produk dari system generasi kedua ini dianggap dapat melunakkan smear layer sehingga mampu meningkatkan penetrasi resin. Namun, faktanya sistem ini menghasilkan kekuatan ikatan yang lemah dengan dentin (Apriyono, 2010).

2.2.3 Generasi Ketiga

Sistem generasi ketiga mulai dikenalkan sekitar tahun 1980-an yaitu penggunaan etsa asam pada dentin dan bahan primer yang didesain untuk penetrasi ke tubulus dentin sebagai metode untuk meningkatkan kekuatan perlekatan. Sistem ini meningkatkan kekuatan perlekatan ke dentin sebesar 12MPa-15MPa dan mengurangi terjadinya microleakage. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa retensi perekat dengan bahan-bahan ini mulai menurun setelah 3 tahun. Untuk mengurangi adanya sensitivitas setelah penumpatan pada gigi posterior, beberapa dokter gigi mengaplikasikan basis sebelum dilakukan penumpatan komposit (Apriyono, 2010).

Gambar 1. Keadaan serat kolagen setelah etsa dentin (scanning elektron mikroskop X5000; dicetak ulang dengan izin dari PN Mason) (Apriyono, 2010).

Gambar 2. Hybrid layer yang terbentuk (pemindaian mikroskop elektron x 1.550) (Apriyono, 2010).

2.2.4 Generasi Keempat

Penghilangan secara keseluruhan smear layer dicapai dengan sistem bonding generasi keempat. Untuk menghasilkan ikatan pada email dan dentin, Fusayama dkk melakukan etsa dengan asam fosfat 40%. Sayangnya prosedur ini menyebabkan kerusakan serat kolagen karena proses etsa yang tak terkontrol pada dentin. Pada tahun 1982, Nakabayashi dkk melaporkan pembentukan hybrid layer yang dihasilkan dari polimerisasi metakrilat dan dentin. Hybrid layer didefinisikan sebagai struktur yang terbentuk dalam jaringan keras gigi (enamel, dentin, sementum) oleh demineralisasi permukaan yang diikuti oleh infiltrasi dari monomer dan kemudian mengalami polimerisasi. Penggunaan teknik total etsa adalah salah satu ciri utama dari system bonding generasi keempat. Teknik total etsa membolehkan etsa enamel dan dentin secara simultan dengan menggunakan asam fosfat selama 15 sampai 20 detik. Permukaan harus dibiarkan lembap ("ikatan basah"), untuk menghindari kerusakan kolagen (Gambar 1),

penerapan bahan primer hidrofilik dapat masuk ke jaringan kolagen yang terbuka membentuk hybrid layer. Sayangnya, "dentin lembap" tidak mudah didefinisikan secara klinis dan dapat mengakibatkan ikatan yang kurang ideal jika dentin tersebut kondisinya terlalu basah atau kering (Apriyono, 2010).

2.2.5 Generasi Kelima

Mulai dikenalkan pada pertengahan tahun 1990-an. Sistem bonding ini bertujuan untuk menyederhanakan prosedur klinis dengan mengurangi langkah aplikasi bonding dan mempersingkat waktu kerja. Generasi kelima ini dikembangkan untuk membuat penggunaan bahan bonding lebih dapat diandalkan bagi para praktisi. Generasi kelima disebut one-bottle yang merupakan kombinasi antara bahan primer dan bahan adhesif dalam satu cairan untuk diaplikasikan setelah etsa enamel dan dentin secara bersama-sama (the total-etch wet-bonding technique) dengan 35-37% asam fosfat selama 15 sampai 20 detik. Sistem ini menghasilkan mechanical interlocking melalui etsa dentin, terbentuknya resin tags, percabangan

bahan adhesif dan pembentukan hybrid layer serta menunjukkan kekuatan perlekatan yang baik pada email dan dentin (Apriyono, 2010).

2.2.6 Generasi Keenam

Mulai dikenalkan pada akhir tahun 1990-an hingga awal tahun 2000-an. Watanabe dan Nakabayashi mengembangkan self-etching primer yang merupakan larutan 20% phenyl-P dalam 30% HEMA untuk bonding email dan dentin secara bersama-sama. Kombinasi antara etsa dan bahan primer

merupakan suatu langkah yang dapat mempersingkat waktu kerja, meniadakan proses pembilasan etsa dengan air dan juga mengurangi risiko kerusakan kolagen. Namun, self-etching primer juga memiliki beberapa kelemahan. Sebagai contoh, penyimpanan larutan harus diperhatikan supaya formulasi cairan tidak mudah rusak, dan seringkali menyisakan smear layer diantara bahan adhesif dan dentin. Efektivitas self-etching

primer pada permukaan email ternyata kurang kuat hasilnya bila

dibandingkan etsa dengan asam fosfat (Gambar 3). Toida menyarankan bahwa penghilangan smear layer dengan langkah etsa terpisah sebelum aplikasi bonding akan menghasilkan perlekatan dengan dentin yang kuat dan tahan lama. Generasi keenam ini mempunyai kekuatan bonding yang lemah bila dibandingkan dengan generasi kelima atau keempat (Apriyono, 2010).

Gambar 3. Permukaan email setelah dietsa dengan self-etching primer, perlekatan permukaan email kurang kuat bila dibandingkan etsa dengan asam fosfat

2.2.7 Generasi Ketujuh

Sistem Bonding Generasi ketujuh merupakan bahan adhesif “all in one” yaitu kombinasi antara bahan etsa, bahan primer, dan bonding dalam

satu larutan. Mulai dikenalkan pada akhir tahun 2002-an. Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan hasil bahwa generasi ini memiliki kekuatan perlekatan dan penutupan daerah margin sama dengan sistem generasi keenam (Apriyono, 2010).

2.2.8 Generasi Kedelapan

Pada tahun 2010, voco Amerika memperkenalkan voco futurabond DC sebagai agen bonding generasi ke-8, yang mengandung pengisi nano. Dalam agen baru, penambahan nano-filler dengan ukuran partikel rata-rata 12 nm meningkatkan penetrasi monomer resin dan ketebalan lapisan hibrida, sehingga meningkatkan sifat mekanik dari sistem adhesif. Agen nano-bonding adalah solusi nano-fillers, yang menghasilkan kekuatan

ikatan enamel dan dentin yang lebih baik, penstabilisasi tekanan dan bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama. Telah diamati bahwa agen bonding dengan filler menghasilkan kekuatan ikatan in vitro yang lebih tinggi. Agen baru dari generasi self-etch ini memiliki monomer hidrofilik asam dan dapat dengan mudah digunakan pada enamel yang telah dietsa walau dengan kontaminasi kelembapan. Berdasarkan pembuatannya, partikel nano yang bertindak sebagai crosslink, akan mengurangi perubahan dimensi. Jenis nano-filler dan metode penggabungan partikel-partikel ini memengaruhi viskositas adhesif dan kemampuan penetrasi monomer resin ke dalam serat kolagen. Nano-filler, dengan dimensi lebih besar dari 15-20

nm atau lebih dari 1,0 % berat bonding, keduanya dapat meningkatkan viskositas bonding, dan dapat menyebabkan akumulasi filler di atas permukaan yang lembap. Hal ini dapat menyebabkan retak dan menyebabkan penurunan kekuatan ikatan (Sofan dkk., 2017).

2.3 SISTEM ADHESIVE ETCHING DAN BONDING

Saat ini ada dua sistem adhesive kedokteran gigi yaitu total-etch yang terdiri dari kompleksitas komponen dan prosedur aplikasi bonding, serta self etch yang menggunakan teknik aplikasi lebih sederhana ( Mandava dkk., 2009)

2.3.1 Bonding Total-etch

Sistem bonding total-etch adalah system bonding dengan proses terpisah yang diawali dengan penggunakaan asam fosfor 30-40% yang berfungsi untuk menghilangkan smear layer sehingga permukaan intertubuler dentin mengalami demineralisasi yang mengakibatkan sabut kolagen terbuka (Kugel dkk., 2000). Asam fosfor tersebut melarutkan smear layer pada permukaan tubulus dentin ( Christensen dkk., 2005).

Bonding total-etch merupakan bonding generasi ke lina menggunakan “One Bottle System” ( System Total-Etch-Wet-Bonding) yaitu penggabungan primer dan adhesive kedalam satu larutan yang diaplikasikan setelah etsa email dan dentin secara Bersama-sama menggunakan 35-37% asam fosfor selama 15-20 detik. Sistem bonding ini menghasilkan mechanichal interlocking dengan email yang dietsa melalui resin tag, ikatan adhesive dan formasi hybrid layer sehingga menunjukkan nilai kekuatan bonding yang cukup baik dengan email maupun dengan dentin (Perdigao dkk., 2001).

2.3.2 Bonding Self-etch

Tahun 1992 diperkenalkan sistem baru yang disebut sistem bonding self-etch untuk menghilangkan etsa asam dan menghindari pencucian, yang terdiri atas larutan 20% methacryloxyethyl phenyl phosphoric acid (Phenyl-P) dan 30 % 2 hydroxyethyl methacrylate (HEMA) (Nakabayashi dkk., 1998). System bonding self-etch tidak melalui proses terpisah oleh karena bahan etsa dan bonding bergabung menjadi satu yang mengandung air, sehingga tidak digunakan proses pembasahan kembali. Sistem ini tidak perlu menghilangkan smear layer pada dentin (Strassler dkk., 2004). Keberadaan smear layer pada proses prebonding inilah yang merupakan salah satu perbedaan dasar dari sistem bonding total-etch dan self-etch (Baum, 1997).

Sistem bonding self-etch merupakan generasi ke tujuh. Bahan bonding generasi ke tujuh (One Step Self Etch) ini tiga langkah utama yakni etsa, primer, bonding digabung menjadi satu langkah dengan prinsip yang sama dengan generasi ke enam yaitu pembentukan hybrid layer dan tag melalui demineralisasi. Sistem bonding generasi tujuh ini harus bersifat cukup asam untuk menembus smear layer sehingga bersifat lebih hidrofilik dan membentuk hybrid layer lebih permeable terhadap air (Perdigao dkk., 2001)

Berdasarkan komponennya dental bonding system berbeda pada setiap generasinya. Pada genersi keempat dan kelima merupakan bonding system etch and

rinse, dimana dilakukan pembilasan setelah pengaplikasian etsa. Pada generasi keenam dan ketujuh yang merupakan self-etch, tidak dilakukan pembilasan etsa.

Etch-and-Rinse Self Etch

Three-Step (Generasi keempat) Two-step (Generasi kelima) Two-Step (Generasi Keenam) One-Step (Generasi Ketujuh) 1. Etsa, aplikasikan selama 15 detik, bilas, selama 15 detik dikeringkan secara perlahan, jaga agar dentin tetap moist. 1. Etsa, aplikasikan selama 15 detik, bilas, selama 15 detik dikeringkan secara perlahan, jaga agar dentin tetap moist. 1. Etsa dan Primer, Satu aplikasi tanpa pembilasan, lalu keringkan secara perlahan. 1. Etsa, Primer, dan Bonding, aplikasikan 1 sampai 5 layers, tanpa pembilasan, dikeringkan secara perlahan, lalu di light cure 2. Primer , aplikasikan 1 sampai 5 layers, lalu 2. Primer dan Bonding, aplikasikan 1 sampai 5 2. Bonding, aplikasikan satu layer, dikeringkan

dikeringkan secara perlahan. layers, dikeringkan secara perlahan, lalu di light cure. secara perlahan, lalu di light cure. 3. Bonding, aplikasikan satu layer, dikeringkan secara perlahan, lalu di light cure.

Tabel 1. Klasifikasi Dental Bonding System berdasarkan komponennya. (Anusavice, 2013)

2.3.3 Mekanisme Adhesif

Mekanisme perlkatan adhesive merupakan mekanisme yang kompleks dan banyak hal yang berperan dalam menentukan perlekatan yang baik. Secara umum beberapa hal berikut berperan dalam menentukan perlekatan yang baik

2.3.3.1 Wetting

Pembasahan sangat penting untuk keberhasilan semua mekanisme adhesi. Adhesif tidak dapat membentuk mechanical interlocking, ikatan kimia, atau penetrasi ke permukaan kecuali

Dalam dokumen Literature Review ETCHING DAN BONDING (Halaman 8-33)

Dokumen terkait