• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Logam Berat dalam Tanaman

Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5 g/cm3 dan logam dengan berat molekul tinggi, antara lain Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb dinamakan sebagai logam non esensial dan

pada tingkat tertentu menjadi logam beracun bagi makhluk hidup (Subowo dkk., 1999).

Logam berat itu dibagi ke dalam dua jenis, yaitu:

1. Logam berat esensial: yakni logam dalam jumlah tertentu yang sangat dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan, logam tersebut bisa menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan lain sebagainya.

2. Logam berat tidak esensial; yakni logam yang keberadaannya masih belum diketahui manfaatnya bahkan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb, Cr, dan lain-lain (Widowati dkk., 2008).

Logam yang mempunyai sifat toksik yang tinggi yaitu Hg, Cd, Pb, As, Cu dan Zn. Logam yang mempunyai sifat toksik menengah yaitu Cr, Ni, dan Co. Logam yang mempunyai sifat toksik yang rendah yaitu Mn dan Fe (Connel, 1995). Menurut Darmono (2001) urutan toksisitas logam terhadap manusia yang mengkomsumsi ikan adalah Hg2+> Cd2+> Ag2+> Ni2+> Pb2+> As2+> Cr2+> Sn2+> Zn2+.

Sumber kontaminasi logam dalam tanah pertanian berasal dari: (1) Jumlah logam yang ada pada batuan tempat tanah terbentuk, (2) Jumlah pupuk yang diberikan, (3) Berasal dari berbagai kegiatan seperti pertambangan, industri dan

transportasi yang sering ditemukan dalam air, tanah dan udara, (4) Jumlah yang

terambil pada proses panen ataupun merembes ke dalam tanah yang lebih dalam (Darmono, 2001).

Pada tanaman logam berat dapat masuk ke dalam jaringan melalui akar dan stomata (Alloway, 1990). Pada dasarnya logam berat seperti Fe, Mn, Cu, Ni dan Zn merupakan unsur essensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah kecil Namun dalam konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Logam Pb dan Cd bukan unsur essensial bagi tanaman. Logam Pb dan Cd bersifat toksik yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman Janouskova dkk. (2005). Rendahnya pertumbuhan tanaman akibat logam berat disebabkan karena adanya penurunan kandungan klorofil tanaman (Olivares, 2003).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pencemaran mengakibatkan menurunnya pertumbuhan dan produksi tanaman serta diikuti dengan gejala yang tampak (visible symptoms). Kerusakan tanaman karena pencemaran berawal pada tingkat biokimia (gangguan proses fotosintesis, respirasi, serta biosintesis protein dan lemak), selanjutnya tingkat ultrastruktural (disorganisasi sel membran), kemudian tingkat sel (dinding sel, mesofil, pecahnya inti sel) dan diakhiri dengan

terlihatnya gejala pada jaringan daun seperti klorosis dan nekrosis (Malhotra and Khan, 1984).

Hutagalung (1991) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat toksisitas logam berat antara lain suhu, salinitas, pH, dan kesadahan. Penurunan pH dan salinitas perairan menyebabkan toksisitas logam berat semakin besar. Peningkatan suhu menyebabkan toksisitas logam berat meningkat, sedangkan kesadahan yang tinggi dapat mengurangi toksisitas logam berat karena logam

berat dalam air dengan kesadahan tinggi membentuk senyawa kompleks yang mengendap dalam air.

Kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990) membagi kelompok logam berat berdasarkan sifat toksisitas dalam 3 kelompok, yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri atas unsur-unsur merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), tembaga (Cu), dan seng (Zn). Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur kromium (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co), serta yang bersifat toksik rendah terdiri atas unsur mangan (Mn) dan besi (Fe).

Tabel 1. Standar Legislasi Batas Aman untuk Logam Berat pada Sayur

Sumber Timbal (Pb) Cadmium (Cd) Tembaga (Cu) West-german Federal Health

Agency

0,8 mg/kg 0,1 mg/kg Belum ditentukan Regulation and Recommendation

for Heavy Metals by the Food and Drugs Act

2,0 ppm Belum ditentukan batasnya (dalam

penelitian)

20 ppm

Regulation and Recommendation for Heavy Metals & South Africa

1,0 ppm Belum ditentukan 20 ppm Regulation and Recommendation

for Heavy Metals in Canada

2,0 ppm Belum ditentukan 50 ppm Regulation and Recommendation

for Heavy Metals in Australia

2,0 ppm Belum ditentukan 30 ppm Recommendation for Heavy

Metals in New Zealand

2,5 ppm 1 ppm 50 ppm

Sumber : (Ayu, 2002). Timbal (Pb)

Plumbum (lead) merupakan salah satu unsur kimia yang terdapat dalam unsur periodik. Unsur logam ini memiliki simbol Pb yang berasal dari bahasa latin Plumbum. Dalam bahasa Indonesia lead biasa disebut dengan timbal. Lead

memiliki sifat fisik lunak dan mudah di bentuk namun juga berat dan beracun.

Lead akan berwarna putih jika langsung di potong namun akan tidak berwarna sampai ke abu-abuan jika terkena udara. Logam timbal (Pb) juga terdapat dari sisa

berbagai kegiatan seperti pertambangan, industri dan transportasi merupakan limbah yang tergolong dalam kelompok B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang sering ditemukan dalam air, tanah dan udara (Yoma, 2010). Unsur ini juga logam berat yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup karena bersifat neurotoxin, yaitu racun yang menyerang saraf dan bersifat karsinogenik dapat menyebabkan mutasi, terurai dalam jangka waktu yang lama dan tokisisitasnya yang tidak berubah (Novem, 2010).

Sudarmaji dkk. (2008) mengatakan bahwa secara alami Pb juga ditemukan di udara yang kadarnya berkisar antara 0,0001-0,001 μg/m3

. Tumbuh-tumbuhan termasuk sayur-mayur dan padi-padian dapat mengandung Pb. Penelitian yang dilakukan di USA kadarnya berkisar antara 0,1-1,0 μg/kg berat kering. Logam berat Pb yang berasal dari tambang dapat berubah menjadi PbS (galena), PbCO3 (cerusite) dan PbSO4 (anglesite) dan ternyata galena merupakan sumber utama Pb yang berasal dari tambang. Logam berat Pb yang berasal dari tambang tersebut bercampur dengan Zn (seng) dengan kontribusi 70% kandungan Pb murni sekitar 20% dan sisanya 10% terdiri dari campuran Zn dan Cu.

Logam Pb secara alami banyak ditemukan dan tersebar luas pada bebatuan dan lapisan kerak bumi. Di perairan Pb ditemukan dalam bentuk Pb2+, PbOH+, PbHCO3, PbSO4 dan PbCO+ (Perkins, 1977 dalam Rohilan, 1992). Pb2+ di perairan bersifat stabil dan lebih mendominasi dibandingkan dengan Pb4+. Masuknya Pb ke dalam perairan melalui proses pengendapan yang berasal dari aktivitas di darat seperti industri, rumah tangga, erosi, jatuhan partikel-partikel dari sisa proses pembakaran yang mengandung tetraetil Pb, air buangan dari pertambangan bijih timah hitam, dan buangan sisa industri baterai (Palar, 2004).

Tabel 2. Kisaran Logam Berat Sebagai Pencemar dalam Tanah dan Tanaman.

Sumber : Soepardi (1983 dalam Barchia, 2009)

Logam Pb sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman yaitu daun, batang, akar dan umbi-umbian (bawang merah). Smith (1981) juga menerangkan gejala akibat pencemaran logam berat adalah: klorosis, nekrosis, pada ujung dan sisi daun serta busuk daun yang lebih awal. Logam Pb dalam bentuk anorganik dan organik memiliki toksitas yang sama pada manusia misalnya pada bentuk organik seperti tetraetil-timbal dan tetrametil timbal (TEL dan TML). Logam Pb dalam tubuh dapat menghambat aktivitas kerja enzim. Namun yang paling berbahaya adalah toksitas Pb yang disebabkan oleh gangguan absorbsi kalsium (Ca). Hal ini menyebabkan terjadinya penarikan deposit Pb dari tulang tersebut (Darmono, 2001).

Logam Pb merupakan logam berat yang sangat beracun dapat dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh sistem biologis. Sumber utama Pb adalah makanan dan minuman. Komponen ini beracun terhadap seluruh aspek kehidupan. Logam Pb dapat mempengaruhi kerja sistem saraf, hemetologic, hemetotoxic dan mempengaruhi kerja ginjal. Rekomendasi dari WHO, logam berat Pb dapat ditoleransi dalam seminggu dengan takaran 50 mg/kg berat badan untuk dewasa dan 25 mg/kg berat badan untuk bayi dan anak-anak.

Unsur Kisaran Kadar Logam Berat (ppm)

Tanah Tanaman As 0,1-40 0,1-5 B 2-100 30-75 F 30-300 2-20 Cd 0,1-7 0,2-0,8 Mn 100-4000 15-200 Ni 10-1000 1 Zn 10-300 15-200 Cu 2-100 4-15 Pb 2-200 0,1-10

Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan cenderung lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0,5- 3 ppm (Palar, 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar Pb dalam tanaman yaitu jangka waktu tanaman kontak dengan timbal, kadar Pb dalam tanah, morfologi dan fisiologi tanaman, umur tanaman dan faktor yang mempengaruhi areal seperti banyaknya tanaman penutup serta jenis tanaman di sekeliling tanaman tersebut. Dua jalan masuknya Pb ke dalam tanaman yaitu, melalui akar dan daun. Logam Pb setelah masuk ke sistem tanaman akan diikat oleh membran-membran sel, mitokondria dan kloroplas. Bahkan pencemaran dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fisik. Kerusakan tersembunyi dapat berupa penurunan kemampuan tanaman dalam menyerap air, pertumbuhan yang lambat atau pembukaan stomata yang tidak sempurna (Hutagalung dan Jalaluddin, 1982).

Logam Pb diserap oleh tanaman pada saat kandungan bahan organik dan kondisi kesuburan tanah rendah, selain itu komposisi dan pH tanah, serta Kapasitas Tukar Kation (KTK) juga mempengaruhi perpindahan Pb dari tanah ke tanaman. Logam berat Pb pada keadaan ini akan terlepas dari ikatan tanah berupa ion yang bergerak bebas kemudian diserap oleh tanaman melalui pertukaran ion. Logam berat Pb terserap oleh akar tanaman apabila logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya. Hal ini akan mengakibatkan tanah akan didominasi oleh kation Pb, sehingga menyebabkan kation-kation lain ketersediaannya berkurang dalam kompleks serapan akar. Kation Pb yang terserap oleh akar masuk kedalam tanaman akan menjadi inhibitor pembentukan enzim kemudian akan menghambat proses metabolisme tanaman, yang meliputi proses respirasi yang nantinya akan menghasilkan ATP yang digunakan untuk fotosintesis,

kemudian hasil fotosintesis akan digunakan dan diedarkan untuk pembelahan sel (tinggi, jumlah dan biomassa) serta reproduksi akan terganggu. Apabila ini dilakukan terus menerus dalam jangka waktu yang panjang akan menyebabkan menurunnya kualitas pertumbuhan tanaman padi dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman terganggu (Alloway, 1995).

Sumber pencemaran Pb terbesar berasal dari pembakaran bensin, dimana dihasilkan berbagai komponen Pb, terutama PbBrCl dan PbBrCl2. Penambahan Pb pada bahan bakar kendaraan bermotor menyebabkan terjadi pembakaran bahan tambahan (aditif) Pb pada bahan bakar kendaraan bermotor yang menghasilkan emisi Pb inorganik. Logam Pb yang bercampur dengan bahan bakar tersebut akan bercampur dengan oli dan melalui proses didalam mesin maka logam berat Pb akan keluar dari knalpot bersama dengan gas buang lainnya. Logam Pb yang keluar dari knalpot akan keluar ke lingkungan dan mencemari lingkungan. Lingkungan yang dapat tercemari dapat berupa udara, air, tanah, makanan dan lain-lain (Marbun, 2010).

Menurunnya kadar Pb dalam sayuran yang telah dicuci disebabkan pada saat pencucian yang dilakukan dengan air mengalir dengan daya semprot tinggi menyebabkan terlepasnya timbal (Pb) jerapan yang terdapat pada permukaan sayuran sedangkan Pb serapan masih tetap ada dalam sayuran. Pb serapan memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dari Pb jerapan. Semakin kecil ukuran partikelnya maka semakin mudah untuk meresap ke dalam sayuran dan semakin sulit terlepas bila hanya dilakukan pencucian (Pasaribu, 2004).

Luas permukaan sayuran juga mempengaruhi kadar Pb jerapan yang menempel pada sayuran. Pada sayuran selada kadar Pbnya lebih tinggi daripada

kadar Pb pada sayuran kol. Hal ini disebabkan oleh sayuran selada memiliki luas permukaan yang lebih lebar daripada sayuran kol. Permukaan daun selada yang lebih bergelombang dan bertekstur kasar juga lebih memungkinkan Pb menempel pada sayuran selada daripada permukaan sayuran kol yang licin dan tidak bergelombang (Eka dkk., 2015).

Sayur yang dikonsumsi sebagai salah satu sumber pangan bagi manusia dapat menyebabkan berpindahnya logam berat yang dikandung oleh sayuran tersebut seperti Pb ke dalam tubuh makhuk hidup. Logam berat yang masuk ke dalam tubuh manusia akan melakukan interaksi dengan enzim, protein, DNA serta metabolisme lainnya. Adanya jumlah logam berat yang berlebih dalam tubuh akan berpengaruh buruk terhadap tubuh. Pada tubuh manusia logam Pb dapat bersenyawa dengan enzim aktif menjadi tidak aktif sehingga sintesis butiran darah manusia (Hb) dapat dihambat akibatnya dapat menimbulkan penyakit anemia (Widaningrum, 2007).

Logam berat yang masuk ke dalam tanaman akan berikatan dengan unsur hara lain dan mengalami immobilisasi ke bagian tanaman tertentu dan tidak dapat diedarkan ke seluruh tanaman karena telah mengalami proses detoksifikasi (penimbunan pada organ tertentu) sehingga tanaman masih dapat tumbuh dan unsur hara yang diperlukan tanaman masih mampu untuk mensuplai pertumbuhan tanaman meskipun tercemar logam berat Pb. Salah satu unsur hara yang dapat dijadikan contoh dalam proses KTK (Kapasitas Tukar Kation) adalah unsur hara K (Priyanto dan Prayitno, 2007).

Sampel sayur yang ditanam pada stasiun 1 yang berjarak 10 meter dari jalan raya memiliki kandungan logam Pb lebih tinggi dibandingkan sayur yang

berada pada stasiun 2 dan 3, begitu juga dengan sampel tanah. Besarnya kandungan logam Pb yang terdapat dalam setiap sampel berasal dari gas buangan kendaraan bermotor yang akan terbang ke udara, sebagian akan menempel pada tanaman sayur yang berada di pinggir jalan raya dan sebagian lagi dengan adanya angin dan hujan akan mengakibatkan debu tersebut jatuh ke permukaan tanah dan jalan raya. Senyawa timbal yang menempel pada tanaman semakin lama akan teradsorbsi masuk ke dalam daun, sedangkan yang jatuh ke tanah akan diserap oleh tumbuhan melewati akar dan akan disebarkan keseluruh bagian dari tanaman tersebut (Erdayanti dkk., 2015).

Perbedaan konsentrasi Pb pada setiap jenis sampel terjadi karena jarak sampel dengan sumber pencemar. Semakin dekat jarak sampel dengan sumber pencemar, maka sampel akan tercemar lebih besar. Sebaliknya, semakin jauh jarak sampel dari sumber pencemar, semakin rendah konsentrasi cemaran Pb yang terukur (Sanra dkk., 2015). Semakin tinggi tingkat pencemaran akan menyebabkan semakin tinggi Pb dalam sayuran. Jumlah Pb di udara dipengaruhi oleh volume atau kepadatan lalu lintas, jarak dari jalan raya dan daerah industri, percepatan mesin dan arah angin (Siregar, 2005).

Pada sampel sayur kangkung kandungan logam timbal berada di bawah limit deteksi alat SSA yaitu sebesar 0,024 ppm sehingga konsentrasi logam Pb pada sampel tidak terdeteksi. Ini dikarenakan masa panen dari sayur kangkung lebih cepat dibandingkan sayur bayam, selain itu permukaan dari daun sayuran itu juga berbeda. Sayur kangkung memiliki daun yang licin sehingga untuk menyerap partikulat logam Pb yang terdapat di udara juga akan lebih sedikit

dibandingkan dengan sayur bayam yang memiliki permukaan daun yang lebih kasar (Erdayanti dkk., 2015).

Tabel 3. Batas Kritis Logam Berat dalam Tanah, Air dan Tanaman

Sumber: Ministry of State for Population and Enviromental of Indonesia and Dalhosie, University Canada (1992)

Metode Penelitian Komparatif

Metode penelitian komparatif adalah bersifat ex post facto. Artinya, data dikumpulkan setelah semua kejadian yang dikumpulkan telah selesai berlangsung. Peneliti dapat melihat akibat dari suatu fenomena dan menguji hubungan sebab akibat dari data-data yang tersedia (Nazir, 2011).

Adapun tujuan penelitian komparatif menurut Arifin (2011) yaitu:

a. Untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. b. Untuk membuat generalisasi tingkat perbandingan berdasarkan cara pandang

atau kerangka berpikir tentu.

c. Untuk bisa menentukan mana yang lebih baik atau mana yang sebaiknya dipilih.

d. Untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat dengan cara berdasar atas pengamatan terhadap akibat yang ada dan mencari kembali faktor yang mungkin menjadi penyebab melalui data tertentu.

Logam berat

Kisaran Kadar Logam Berat (ppm)

Tanah Air Tanaman

Pb 100 0,03 50 Cd 0,50 0,05-0,10 5-30 Co 10 0,4-0,6 15-30 Cr 2,5 0,5-0,1 5-30 Ni 50 0,2-0,5 5-30 Cu 60-125 2-3 20-100 Mn 1500 - - Zn 70 5-10 100-400

Keunggulan metode komparatif menurut Nazir (2011) adalah sebagai berikut:

a. Metode komparatif dapat mensubstitusikan metode eksperimental karena beberapa alasan:

• Jika sukar diadakan kontrol terhadap salah satu faktor yang ingin diketahui atau diselidiki hubungan sebab-akibatnya;

• Apabila teknik untuk mengadakan variabel kontrol dapat menghalangi penampilan fenomena secara normal ataupun tidak memungkinkan adanya interaksi secara normal

• Penggunaan laboratorium untuk penelitian untuk dimungkinkan, baik karena kendala teknik, keuangan, maupun etika dan normal.

b. Dengan adanya teknik yang lebih mutakhir serta alat statistik yang lebih maju, membuat penelitian komparatif dapat mengadakan estimasi terhadap parameter-parameter hubungan kausal secara lebih efektif.

Menurut Arifin (2011) penelitian komparatif dapat digunakan jika :

1. Metode eksperimental yang dianggap lebih kuat tidak memungkinkan untuk dilakukan

2. Penelitian tidak mungkin memilih, mengontrol, dan memanipulasi faktor – faktor yang penting untuk mempelajari hubungan sebab akibat secara langsung

3. Pengontrolan terhadap seluruh variabel ( kecuali variabel bebas ) sangat tidak realistis dan terlalu dibuat – buat, serta mencegah interaksi secara normal dengan variabel – variabel lain yang berpengaruh

4. Pengontrolan di laboratorium untuk beberapa tujuan penelitian dianggap tidak praktis, mahal, atau secara etika dipertanyakan.

PENDAHULUAN

Dokumen terkait