• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani Kelapa Sawit

Dalam ilmu botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk mempermudah identifikasi secara ilmiah. Hartley (1967) menyatakan bahwa kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk tumbuhan kelas Angiospermae, ordo Cocoideae, famili Palmae, dan genus Elaeis. Menurut Pahan (2010), ada beberapa spesies dalam genus ini antara lain Elaeis guineensis, Elaeis melanococca (Elaeis oleivera) dan Elaeis odora (tidak ditanam di Indonesia). Klasifikasi tanaman Kelapa Sawit menurut Lubis (1992) adalah :

Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Sub divisi : Pteropsida Kelas : Angiospermae Sub kelas : Monocotyledonae Ordo : Cocoideae

Famili : Palmae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

Kelapa sawit merupakan ordo Cocoideae yang paling besar habitusnya. Organ tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang dan daun, sedangkan generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari bunga dan buah (Purwanto, 2009).

Sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem akar serabut yang menyebar secara merata pada sekitar permukaan tanah. Meskipun demikian, ada juga akar yang menyebar ke bawah (vertikal). Luas perakaran ini biasanya sejalan dengan luas proyeksi tajuk. Akar tanaman kelapa sawit terdiri atas akar primer, akar sekunder dan akar kuartener (Pahan, 2010).

Batang tanaman kelapa sawit tumbuh tegak lurus ke atas dan dapat mencapai ketinggian 15-20 m dan tidak bercabang. Batang kelapa sawit tersebut dibungkus oleh pangkal pelepah daun (frond base). Fungsi batang bagi tanaman

tersebut adalah: (1) sebagai struktur yang mendukung daun, bunga dan buah; (2) sebagai sistem pembuluh yang mengangkut air, hara dan mineral dari akar ke atas serta hasil fotosintesis (fotosintat) dari daun ke bawah; (3) berfungsi sebagai organ penimbunan zat makanan (Pahan, 2010). Pada umur ekonomis, tinggi batang bisa mencapai 15-18 meter. Pertumbuhan tinggi tanaman berbeda-beda, tergantung dari varietas dan tipenya (Setyamidjaja, 2006).

Pelepah daun kelapa sawit tersusun majemuk menyirip, terdiri atas berbagai bagian, yaitu : (1) kumpulan anak daun (leaflets) yang memiliki helaian (lamina) dan tulang daun (midrid); (2) rachis yang merupakan tempat anak daun melekat; (3) tangkai daun atau petiole yang merupakan bagian antara daun dan batang; serta (4) seludang daun atau sheath. Daun membentuk susunan satu pelepah yang panjangnya mencapai dari 7.5-9 m (Lubis, 1992). Oleh karena itu pada tanaman dewasa pada kerapatan yang tinggi, intensitas cahaya yang kurang akan menyebabkan umur daun berkurang dimana faktor intensitas cahaya inilah sangat berpengaruh pada jumlah daun kelapa sawit (Pahan, 2010). Jumlah anak daun di sekitar pelepah berkisar 200–400 helai. Produksi pelepah daun bergantung pada umur tanaman. Daun kelapa sawit biasanya akan muncul setiap dua minggu, sehingga dalam keadaan optimum tanaman dewasa kelapa sawit memiliki 40-50 pelepah (Fauzi et al., 2008).

Tanaman kelapa sawit memiliki bunga jantan dan bunga betina yang berada dalam satu pohon sehingga disebut tanaman berumah satu atau monoecious. Tandan bunga terletak terpisah dan keluar dari ketiak pelepah daun. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat terbungkus oleh seludang bunga. Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang menyerbuk silang (Lubis, 1992).

Buah sawit disebut juga fructus. Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai buah matang siap dipanen kurang lebih 5-6 bulan. Menurut varietas tanaman kelapa sawit yang umum dibagi menjadi tiga tipe yaitu pisifera, dura, dan tenera. Varietas yang sekarang ini digunakan secara komersial untuk menghasilkan rendemen minyak yang tinggi pada setiap perkebunan di Indonesia adalah varietas tenera. Buah kelapa sawit terdiri atas tiga lapisan, yaitu eksokarp yang merupakan bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin, mesokarp atau

serabut buah yang mengandung minyak dengan rendemen yang tinggi serta endokarp atau cangkang pelindung inti (Fauzi et al., 2008).

Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Kelapa sawit dapat tumbuh pada ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut ( dpl). Jumlah curah hujan yang baik adalah 2 000-2 500 mm/tahun, tidak memiliki defisit air, hujan agak merata sepanjang tahun. Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit agar dapat tumbuh dengan baik adalah sekitar 24-28 oC. Tanaman kelapa sawit masih bisa tumbuh pada suhu terendah 18oC dan tertinggi 32 oC. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4,0 – 6,0 namun yang terbaik adalah pada pH 5,0-5,6. Tanah yang mempunyai pH rendah dapat ditingkatkan dengan pengapuran namun membutuhkan biaya yang tinggi. Tanah dengan pH rendah biasanya dapat dijumpai pada daerah pasang surut terutama tanah gambut (Lubis, 1992).

Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah gembur, subur, berdrainase baik, permeabilitas sedang, dan mempunyai solum yang tebal sekitar 80 cm tanpa lapisan padas. Tekstur tanah ringan dengan kandungan pasir 20-60%, debu 10-40%, dan tanah liat 20-50%. Tanah yang kurang cocok adalah tanah berpasir dan tanah gambut tebal. Topografi yang dianggap cukup baik untuk tanaman kelapa sawit adalah areal dengan kemiringan 0-15o (Fauzi et al., 2008).

Pemanenan Kelapa Sawit

Pekerjaan panen adalah pekerjaan utama di perkebunan kelapa sawit karena langsung menjadi sumber pemasukan uang bagi perusahaan melalui penjualan Minyak Kelapa Sawit (MKS) dan Inti Kelapa Sawit (IKS) (Pahan, 2010). Pemanenan kelapa sawit adalah pemotongan tandan buah segar (TBS) dari pohon hingga pengangkutan ke pabrik. Sasaran utama pekerjaan panen yaitu mencapai produksi TBS per hektar yang tinggi, biaya per kg yang rendah, dan mutu produksi yang baik berupa asam lemak bebas (ALB/ FFA) yang rendah. Cara yang tepat akan mempengaruhi kuantitas produksi (ekstrasi), sedangkan waktu yang tepat akan mempengaruhi kualitas produksi (Pahan, 2010).

Kegiatan panen meliputi pelaksanaan pemanenan berupa pemotongan TBS, pengutipan berondolan, dan pemotongan pelepah. Pada saat pemotongan TBS, pelukaan buah diusahakan seminimal mungkin, baik waktu pemotongan TBS, pengangkutan ke Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) maupun pengangkutan ke dump truck serta menjaga buah tidak kotor karena tanah atau debu. Pelukaan dapat mempercepat peningkatan ALB dari 0,2 - 0,7% sebelum dipotong, kemudian akan naik sebesar 0,9 - 1% setiap 24 jam ketika sudah di tanah, sehingga semakin cepat diangkut ke pabrik akan semakin baik (Lubis, 1992). Pengutipan berondolan harus dilakukan karena berondolan tersebut yang diolah menjadi MKS. Pemotongan pelepah tidak disarankan untuk tanaman yang masih rendah (panen dengan dodos). Untuk tanaman tinggi (panen dengan egrek) pelepah harus dipotong untuk mencegah tersangkutnya berondolan dan menghindarkan kesulitan pemanenan atau tunas berikutnya.

Tahapan selanjutnya adalah pengangkutan. Pengangkutan dalam industri perkebunan kelapa sawit menempati posisi yang sangat menentukan dalam pencapaian mutu produksi. Pengangkutan juga menempati urutan yang penting dalam sistem pemanenan kelapa sawit (Sutrisno dan Winahyu, 1991). Tandan yang telah dipanen disimpan di TPH dan brondolan dikumpulkan di dalam karung agar dapat mudah diangkut oleh pengangkut panen. Tandan di TPH disusun 5-10 tandan per baris, gagang tandan dipotong menjadi cangkem kodok dan pada pangkal gagang tandan yang telah dipotong ditulis nomor pemanen dan jumlah TBS yang telah dipanen untuk mengetahui siapa yang melakukan pemanenan, dan berapa jumlah TBS yang dipanen dalam satu TPH.

TBS sesegera mungkin diangkut ke pabrik pada hari panen. Kebutuhan dump truck dapat diketahui berdasarkan pencatatan dan pelaporan yang meliputi data jumlah TBS per TPH, jumlah dan nomor TPH, serta nomor blok. Setelah itu buah diangkut ke pabrik kemudian diperiksa dan disortir lalu ditimbang. Hasil sortasi dan penimbangan dilaporkan kepada kepala Divisi yang bersangkutan. Tanggung jawab dan kegiatan berakhir sampai pada pemeriksaan buah di pabrik (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2007).

Hasil produksi kelapa sawit yang sangat komersial adalah minyak kelapa sawit, minyak kernel kelapa sawit, dan bungkil inti sawit (Hartley, 1967). Sebagai

minyak atau lemak, minyak kelapa sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Minyak sawit berwarna merah jingga karena kandungan karotenoida, berkonsistensi setengah padat pada suhu kamar, kadar asam lemak bebas yang rendah, bau dan rasanya cukup enak (Siregar, 2005). Jumlah dan mutu minyak sawit yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh cara pemanenan buah. Pada buah lewat matang akan meningkatkan ALB. Panen yang tepat waktu akan mencapai sasaran untuk mendapatkan kandungan minyak yang paling maksimal dan kadar ALB yang rendah.

Tanaman kelapa sawit secara umum sudah dapat dipanen setelah 30 bulan dari Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) menjadi Tanaman Menghasilkan (TM). Pemanenan harus berorientasi terhadap kematangan buah yang optimum, buah mengandung minyak dengan kernel optimum dengan kualitas baik, brondolan bersih, buah tidak menginap, angkutan ke pabrik lancar (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2007). Kegiatan pemanenan harus memperhatikan tahapan-tahapan agar mendapatkan kualitas dan hasil panen yang diinginkan dan menjadi faktor penentu keberhasilan panen (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2006). Tahapan pertama, adalah persiapan panen yang meliputi persiapan kondisi areal, penyediaan tenaga panen, pembagian seksi panen, dan penyediaan alat-alat kerja. Persiapan pemanenan perlu dilakukan dengan baik dan tepat waktu agar pada saat panen dimulai, produksi dapat dikumpulkan (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2006). Persiapan areal panen berhubungan dengan adanya mutasi dari TBM menjadi TM yang dalam keadaan normal terjadi pada tahun ketiga sesudah tanaman ditanam. Kebutuhan tenaga potong buah dapat diperoleh dengan memperhitungkan umur tanaman dan kerapatan buah. Pembagian seksi panen disusun menjadi enam seksi, yaitu A,B,C,D,E, dan F sehingga rotasi panen perbulan bervariasi 3,5-4,5 kali. Peralatan panen terdiri atas dodos, kampak, egrek dengan galahnya, angkong, keranjang, gancu, tojok, dll. Sarana panen meliputi, pengerasan jalan, pembuatan jembatan panen, jalan panen (pasar pikul), dan pembuatan Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) (Pahan, 2010).

Tahapan kedua, memperhatikan kriteria matang panen. Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2006) parameter yang digunakan dalam menentukan kriteria matang panen adalah perubahan warna dan membrondolnya buah dari

tandan. Kriteria matang panen yang biasa dijadikan patokan di perkebunan kelapa sawit adalah bila warna tandan sudah berubah dari warna hijau menjadi kehitaman, kemudian berubah menjadi warna merah mengkilat/ orange. Kriteria selanjutnya adalah jika sudah ada dua berondolan (buah yang lepas dari tandannya) untuk tiap kilogram tandan yang beratnya lebih dari sepuluh kilogram atau satu buah berondolan untuk tiap kilogram tandan yang beratnya kurang dari sepuluh kilogram.

Tahapan ketiga, adalah memperhatikan manajemen panen (sistem penen dan rotasi panen). Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2006), sistem panen atau biasa disebut ancak penen merupakan areal dengan luas tertentu yang harus selesai dipanen pada hari pelaksanaan panen. Sistem ancak panen yang secara umum diterapkan di perkebunan adalah ancak tetap dan ancak giring. Sistem ancak giring adalah ancak panen dan pemanen tidak tetap, dengan keuntungan tandan cepat sampai di TPH dan dengan kerugian sulit dikrontol, dan kemungkinan tandan/ brondolan tertinggal dan pelepah tidak ditunas. Sistem ancak tetap adalah ancak panen dan pemanen tetap, dengan keuntungan areal mudah dikontrol, dan dengan kerugian tandan lambat sampai di TPH.

Rotasi panen adalah waktu yang dibutuhkan antar panen yang terakhir dan panen berikutnya di tempat yang sama. Rotasi panen tergantung dari kecepatan buah matang. Menurut Pahan (2010), rotasi panen merupakan faktor yang paling mempengaruhi pekerjaan panen. Rotasi panen juga dapat mempengaruhi transport, pengolahan, biaya potong buah, persentase buah mentah, kesempurnaan pengutipan brondolan dan kadar asam lemak bebas (FFA) (Hutagaol, 2009). Rotasi panen biasanya menggunakan simbol 6/7 yang artinya enam hari kerja dengan interval 7 hari, sehingga dalam satu bulan setiap seksi dipanen sebanyak 4 kali (Miranda, 2009). Umumnya rotasi dengan menggunakan sistem tersebut masih sesuai dan buah tidak lewat matang.

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Kegiatan magang dilaksanakan selama tiga bulan, terhitung mulai tanggal 25 Juni 2012 sampai 25 September 2012. Magang bertempat di PT. SOCFIN INDONESIA Perkebunan Bangun Bandar, Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.

Metode Pelaksanaan

Kegiatan magang dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama yaitu bekerja sebagai Karyawan Harian Lepas (KHL) selama tiga minggu. Kegiatan yang dilakukan adalah melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan KHL antara lain melakukan pemeliharaan dan pemanenan tanaman kelapa sawit. Tahap kedua dilakukan tiga minggu berikutnya yaitu sebagai pendamping mandor. Salah satu tugas sebagai pendamping mandor adalah membantu mandor dalam mengawasi beberapa pekerja sesuai pekerjaannya masing-masing.

Tahap ketiga yaitu bekerja sebagai pendamping asisten divisi selama enam minggu terakhir. Beberapa kegiatan yang dilakukan sebagai pendamping asisten antara lain membantu asisten dalam melakukan rencana kegiatan harian dan menyampaikan rencana kegiatan harian pada saat antrian pagi di kantor divisi.

Kegiatan teknis yang dilakukan oleh penulis selama kegiatan magang yaitu mengikuti kegiatan rutin dari perusahaan yang ada di lapangan. Kegiatan manajerial yang dilakukan juga mengikuti kegiatan rutin dari perusahaan lokasi magang. Jurnal kegiatan magang dapat dilihat pada Lampiran 1-3.

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Data yang diamati dan dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari bekerja dan pengamatan langsung di lapangan, wawancara dan diskusi langsung dengan staf dan karyawan perkebunan. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi yang mendukung pelaksanaan magang dan pengamatan yang dilakukan. Data

sekunder yang mendukung antara lain kondisi iklim lapangan, kondisi lahan, luas areal dan tata guna lahan, kondisi tanaman dan produksi, infrastruktur kebun, struktur organisasi, peraturan/norma baku teknik budidaya dari perusahaan. Data sekunder diperoleh dari laporan manajemen kebun, laporan tahunan kebun, dan arsip kebun lainnya.

Data primer yang dikumpulkan dan diamati sesuai dengan aspek khusus yaitu pemanenan kelapa sawit. Kegiatan atau peubah yang diamati meliputi : 1. Persiapan Panen

Kegiatan persiapan panen yang perlu dilakukan yaitu persiapan kondisi areal, penyediaan tenaga potong buah, pembagian seksi potong buah, dan penyediaan alat-alat kerja. Pengamatan dilakukan dengan mengamati seluruh kegiatan persiapan panen di Perkebunan Bangun Bandar.

2. Peralatan Panen

Pengamatan mengenai peralatan yang digunakan dalam melakukan kegiatan pemanenan kelapa sawit.

3. Rotasi Panen

Rotasi panen merupakan waktu yang diperlukan antar panen yang terakhir dengan panen berikutnya di tempat yang sama. Data rotasi panen diperoleh dari pengamatan secara langsung di lapangan yang terbagi dari beberapa seksi panen.

4. Taksasi Panen

Taksasi merupakan kegiatan memprediksi hasil produksi yang didapatkan ketika melakukan pemanenan. Taksasi panen dilakukan dengan cara mengambil 5% dari jumlah pokok yang akan dipanen.

5. Kriteria Matang Panen

Kriteria matang panen dapat diamati berdasarkan jumlah berondolan dan berat TBS dengan tingkat kematangan buah antara lain buah mentah, matang, dan lewat matang. Pengamatan dilakukan dengan mengamati TBS yang siap dipanen. Penulis melakukan pengamatan di Divisi II dengan mengambil sampel lima pemanen di tiga mandoran (mandor A, B, C). Satu pemanen diambil lima TPH dimana di setiap mandoran diambil tiga ulangan (tiga blok yang berbeda-beda).

6. Kehilangan Produksi (Losses)

Pengamatan dilakukan dengan menghitung hilangnya hasil produksi yang tidak sesuai dengan taksasi panen.

a. Pengamatan TBS tinggal di dalam ancak panen

Pengamatan dilakukan dengan mengambil tiga orang pemanen (nomor pemanen 5, 16, 23) pada kemandoran B sebagai sampel. Pengamatan dilakukan dengan mengikuti kegiatan panen di blok 27 selama satu hari untuk satu pemanen dan dilakukan satu kali pengamatan untuk setiap pemanen.

b. Pengamatan jumlah brondolan tidak dikutip

Pengamatan dilakukan dengan mengambil lima sampel pemanen dengan mengikuti kegiatan panen selama satu hari untuk sati pemanen dan hanya dilakukan satu kali pengamatan untuk setiap pemanen. c. Pengamatan kehilangan panen berdasarkan tahun tanam

Pengamatan dilakukan dengan mengambil lima sampel pemanen pada setiap tahun tanam, masing-masing satu blok kebun.

d. Pengamatan kehilangan produksi pada keadaan tanaman

Pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel tiga pemanen dari satu kemandoran dengan mengikuti kegiatan panen selama satu hari. jumlah tanaman yang diamati berkisar 60-70 tanaman.

7. Basis dan Premi Panen

Pengamatan dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap mandor dan asisten kebun terkait dengan organisasi dan sistem pengawasan yang dilakukan serta perhitungan premi yang diberikan kepada pemanen apabila melewati basis yang telah ditetapkan oleh perkebunan.

8. Pengangkutan Tandan Buah Segar

Pengamatan dilakukan dengan mengikuti kendaraan pengangkutan panen. Selain itu, diamati secara langsung pada beberapa seksi atau blok panen yang berbeda terkait tempat pengumpulan hasil (TPH) dan pengangkutan hasil panen ke pabrik kelapa sawit (PKS).

Analisis Data dan Informasi

Pengolahan data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif terhadap data primer dan sekunder. Data primer yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung dengan berbagai peubah atau rekomendasi teknik yang diterapkan. Data sekunder didapatkan dari dokumentasi yang dimiliki perusahaan. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif terhadap data primer dan sekunder. Data primer dan sekunder dianalisis dengan metode analisis deskriptif, persentase (%) dan nilai rata-rata.

KEADAAN UMUM

Sejarah Perusahaan

PT Socfin Indonesia (disingkat PT. Socfindo) berdiri sejak tahun 1926 dengan nama Socfin Medan SA (Societe Financiere Des Caunthous Medan Societe Anoyme). Didirikan berdasarkan Akte Notaris William Leo No. 45 tanggal 7 Desember 1930 yang berkedudukan di Medan yang mengelola perusahaan perkebunan di Provinsi Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Pada tahun 1960 pemerintah Republik Indonesia menjalin hubungan kerja sama dengan investor- investor yang berasal dari Belgia yang bergabung dalam Plantation North Sumatra dengan maksud untuk mendirikan suatu perusahaan patungan yang diberi nama Socfin Medan SA yang berorientasi pada hasil kerja dari suatu area perkebunan yang berkedudukan di kota Medan (Sumatera Utara) dengan kawasan yang mencakup daerah perkebunan khususnya Sumatera Utara dan Aceh.

Berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia No.6 tahun 1965 dengan instruksi- instruksi yang ada memutuskan bahwa SOCFIN Medan SA, Belgia yang dinyatakan sebagai suatu perusahaan perkebunan yang berada di bawah pengawasan Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan keputusan yang dikeluarkan Pemerintah Republik Indonesia tahun 1968 di Jakarta No. E3- 68/Pers/6/94/KPTS/OP/8/1968 SOCFIN Medan SA berubah nama menjadi PT. Socfin Indonesia (PT. Socfindo), yaitu perusahaan patungan yang berkedudukan di kota Medan dengan mengadakan perbandingan modal yaitu, (a). Plantation North Sumatra, Belgia 60 % dan (b). Pemerintah Republik Indonesia 40%.

Pada tanggal 31 Desember 2001 sejalan dengan privatisasi beberapa BUMN oleh pemerintah RI telah terjadi perubahan kepemilikan saham PT. Socfindo yaitu, (a). Plantation North Sumatra, Belgia 90 % dan (b). Pemerintah Republik Indonesia 10%.

PT. Socfindo berkantor pusat di Jl. KL Yos Sudarso No. 106 Medan. Wilayah perkebunannya berada di dua provinsi, yaitu Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam. Komoditas tanaman yang diusahakan adalah kelapa sawit dan karet dengan total luas areal 48 091,04 ha yang terdiri dari 38 480,4 ha luas areal kelapa

sawit dan 9 610,64 ha luas areal tanaman karet. Jenis tanaman, luas areal dan lokasi kebun yang diusahakan PT.Socfindo disajikan pada Tabel 1 :

Tabel 1. Jenis Tanaman, Luas Areal dan Lokasi Perkebunan yang Diusahakan PT Socfindo, Sumatera Utara

Komoditas Provisnsi Kabupaten Perkebunan Luas Areal (ha)

Kelapa Sawit NAD Kejuruan Muda Sei Liput 3 659.58

Aceh Singkil Lae Butar 4 440.56 Darul Makmur Seumanyam 4 473.01 Nagan Raya Seunagan 4 581.99 Sumatera Utara Serdang Bedagai Mata Pao 2 263.86 Serdang Bedagai Bangun Bandar 3 335.64 Batu Bara Tanah Gambus 3 725.50 Asahan Padang Pulo 1 187.59

Asahan Aek Loba 8 658.79

Labuhan Batu Negeri Lama 2 153.88

Jumlah 38 480.40

Karet Sumatera Utara Serdang Bedagai Tanjung Maria 1 224.98 Serdang Bedagai Tanah Besih 1 367.98 Batu Bara Lima Puluh 1 794.85 Labuhan Batu Utara Aek Pamienke 3 822.72 Labuhan Batu Utara Halimbe 1 400.11

Jumlah 9 610.64

Jumlah Besar 48 091.04

Sumber : Departemen Tanaman PT Socfindo, 2012

Letak Wilayah Administratif

Perkebunan Bangun Bandar adalah salah satu perkebunan PT. Socfindo yang membudidayakan tanaman kelapa sawit berlokasi di Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Perkebunan Bangun Bandar terletak kurang lebih 70 kilometer dari Kota Medan. Batas- batas wilayah administratif nya adalah sebelah Utara berbatasan dengan Pekan Dolok Masihul, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Dolok Sagala. Sebelah Timur berbatasan

dengan Desa Bantan, sebelah Barat berbatasan dengan Perkebunan Silau Dunia PTPN III. Perkebunan Bangun Bandar terletak di antara 30 15’ 25”- 30 19’ 46” LU dan 980 57’ 50”- 990 4’ 19”BT. Peta Perkebunan Bangun Bandar disajikan dalam Lampiran 4.

Topografi lahan Perkebunan Bangun Bandar adalah lembahan, datar hingga berbukit dengan ketinggian tempat 0-200 m dpl. Perkebunan Bangun Bandar terdiri dari empat Divisi yang semuanya terletak di Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.

Keadaan Iklim dan Tanah

Keadaan tanah Perkebunan Bangun Bandar didominasi oleh tanah aluvial dan podzolik merah kuning (PMK) dengan derajat kemasaman tanah (pH) 4-6. Peta Tanah Kebun Bangun Bandar dapat dilihat pada Lampiran 5. Perkebunan Bangun Bandar memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Berdasarkan data curah hujan dari tahun 2002-2011, puncak musim kemarau adalah bulan Januari sampai April dan puncak musim hujan adalah bulan September sampai Desember. Dari data curah hujan tersebut, Perkebunan Bangun Bandar memiliki hari hujan rata-rata sebesar 130 hari hujan/ tahun dengan curah hujan rata-rata sebesar 2 330 mm/ tahun. Menurut Schmidth dan Ferguson Perkebunan Bangun Bandar masuk ke dalam tipe iklim A, yaitu sangat basah dan bervegetasi hutan tropika. Data curah hujan dan hari hujan disajikan pada Lampiran 6.

Suhu harian rata-rata dapat ditentukan oleh ketinggian suatu tempat. Perkebunan Bangun Bandar dengan ketinggian tempat berkisar antara 75-150 m dpl memiliki suhu rata-rata tahunan berkisar antara 22-35 0C dengan tingkat kelembaban rata- rata tiap bulan 84%.

Luas Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan

Berdasarkan data Departemen Tanaman PT. Socfindo tahun 2012, Perkebunan Bangun Bandar mempunyai Hak Guna Usaha (HGU) dengan total luas lahan 3 400,93 ha. Luas areal yang digunakan untuk areal penanaman adalah 3 335,64 ha dan luas areal yang digunakan untuk sarana prasarana yaitu seluas

65,29 ha. Luas areal dan tata guna lahan Perkebunan Bangun Bandar dapat dilihat

Dokumen terkait