• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar dan Pembelajaran

Belajar dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Belajar adalah suatu proses, sedangkan pembelajaran adalah usaha yang digunakan agar proses belajar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Menurut Winkel (2007:59) belajar adalah “suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap”.

Pengertian yang lain adalah menurut Slameto (2010:2-5) mengatakan bahwa secara psikologis, belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku dalam belajar dikatakan Slameto lebih jauh adalah (1) perubahan terjadi secara sadar, (2) bersifat kontinu dan fungsional, (3) bersifat positif dan aktif, (4) bukan bersifat sementara, (5) memiliki tujuan dan terarah, dan (6) mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Pengertian pembelajaran menurut Sudjana (2004:28) yang mengatakan bahwa upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian pembelajaran adalah proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Menurut Winkel (2007:61-62) pembelajaran adalah seperangkat

tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang langsung dialami siswa.

Dalam belajar, diperlukan media atau sumber belajar yang mendukung kegiatan belajar. Menurut Sudono (2010:7) sumber belajar adalah bahan termasuk juga alat permainan untuk memberikan informasi maupun berbagai keterampilan kepada murid maupun guru antara lain buku referensi, buku cerita, gambar-gambar, narasumber, benda-benda hasil budaya. Lebih lanjut Sudono mengatakan bahwa fungsi dari sumber belajar tersebut adalah memberikan kesempatan proses bersosialisasi kepada anak untuk mendapatkan dan memperkaya pengetahuan dengan menggunakan berbagai alat, buku, narasumber, atau tempat.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang bersifat positif dan relatif menetap dalam diri seseorang, hal tersebut diperoleh dari latihan atau pengalaman orang tersebut dalam berinteraksi dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan pembelajaran adalah usaha guru yang dilakukan dengan memanfaatkan segala unsur yang terkait di dalamnya dengan tujuan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Dalam pembelajaran diperlukan sumber belajar yang akan memperkaya pengetahuan dan mengajak siswa untuk bersosialisasi dengan siswa lain.

B. Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2004:49-52), hasil belajar adalah perubahan kognitif siswa, suatu perubahan yang menyangkut tujuan yang berhubungan dengan ingatan, pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Perubahan kognitif tersebut terdiri dari enam bagian sebagai berikut.

1. Pengetahuan

Mengacu pada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sulit.

2. Pemahaman

Mengacu pada kemampuan memahami makna materi. 3. Penerapan

Mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut pada penggunaan aturan dan prinsip.

4. Analisis

Mengacu pada kemampuan menguraikan materi ke dalam faktor penyebab dan mampu memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti.

5. Sintesis

Mengacu pada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru.

6. Evaluasi

Mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan.

Hasil belajar yang diharapkan pada perubahan psikomotorik berhubungan dengan kemampuan yang harus dikuasai siswa untuk mengerjakan sesuatu sebagai hasil penguasaan pengetahuan yang telah dipelajari. Hal tersebut dapat dilihat dari kinerja siswa terhadap tugas yang diberikan, siswa diminta untuk dapat menunjukkan kinerja yang memperlihatkan keterampilan-keterampilan tertentu atau kreasi mereka untuk membuat produk tertentu yang berhubungan dengan materi.

Dari segi perubahan afektif, menurut Sudjana (2004:53-54) hasil belajar yang diharapkan adalah sikap yang berhubungan dengan aspek menerima (receiving), menanggapi (responding), penilaian (valuing), organisasi dan karakteristik nilai yang dapat mempengaruhi pikiran serta tindakan siswa, misalnya sikap teliti dan cermat dalam mengerjakan tugas pengamatan di halaman sekolah.

Gambar 2.1. Proses Belajar

Dari bagan di atas mencerminkan hasil belajar ditunjukkan oleh kegiatan evaluasi belajar atau tes dan evaluasi belajar dilakukan karena adanya kegiatan belajar. Baik dan buruknya hasil belajar sangat tergantung

Pengetahuan Perilaku Belajar Tes Nilai Hasil Belajar

pada pengetahuan dan perubahan perilaku individu yang bersangkutan terhadap materi yang dipelajari.

Hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor utama, menurut Sudjana (2004:39-40) kedua faktor tersebut adalah: (1) Faktor dari dalam diri siswa seperti motivasi belajar, kemampuan siswa, minat dan perhatian, ketekunan, fisik dan psikis; (2) Faktor dari luar diri siswa atau faktor lingkungan, seperti kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran ini sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Apabila kualitas pengajaran baik, akan mempengaruhi faktor dalam diri siswa seperti meningkatnya minat dan perhatian serta motivasi belajar. Jadi, kedua faktor tersebut sangat berkaitan dan saling mendukung keberhasilan belajar mengajar di dalam kelas.

C. Keaktifan Belajar

Keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas dan segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik secara fisik maupun non fisik (Mulyono, 2000:26). Aktivitas tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh aktivitas non fisik seperti mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang dimaksud di sini penekanannya adalah pada peserta didik, sebab dengan adanya keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif.

Menurut Joni (1992:19-20 dalam Taofik 2010:11), keaktifan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan pada saat: (1) pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada peserta didik; (2) pendidik berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam belajar; (3) tujuan keiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal peserta didik

(kompetensi dasar); (4) pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas peserta didik, meningkatkan kemampuan minimalnya, dan mencapai peserta didik yang kreatif serta mampu menguasai konsep-konsep; dan (5) melakukan pengukuran secara kontinyu dalam berbagai aspek pengetahuan, sikap dan ketrampilan.

Jenis - jenis keaktifan dalam belajar menurut Paul D. Dierich (dalam Hamalik, 2001: 172), keaktifan belajar dapat diklasifikasikan dalam delapan kelompok, yaitu:

1. kegiatan – kegiatan visual: membaca, melihat, mengamati, eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain yang bekerja atau bermain;

2. kegiatan – kegiatan lisan: mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu tujuan, mengajukan suatu pertanyaan, memberi saran, memberikan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi;

3. kegiatan-kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio;

4. kegiatan – kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, membuat rangkuman, mengerjakan test;

5. kegiatan –kegiatan metrik: melakukan percobaan, memilih alat – alat, melaksanakan pameran, menari dan berkebun.;

6. kegiatan – kegiatan mental: merenung, menginggat, memecahkan masalah, menganalisa faktor–faktor, melihat hubungan – hubungan, dan membuat keputusan;

7. kegiatan – kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain.

Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar:

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimiliki, peserta didik juga dapat berlatih untuk berfikir kritis, dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, guru juga dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis, sehingga merangsang keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran. Faktor-faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran, menurut Sudjana (2004:79) yaitu :

1. memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran;

2. menjelaskan tujuan intruksional (kemampuan dasar kepada siswa);

3. mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa;

4. memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari);

5. memberi petunjuk kepada peserta didik cara mempelajarinya; 6. memunculkan aktivitas, partisipasi peserta didik dalam kegiatan

pembelajaran;

7. memberi umpan balik (feed back);

8. melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa tes, sehingga kemampuan peserta didik selalu terpantau dan terukur;

9. menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pembelajaran.

D. Permainan Edukatif Ular Tangga

Permainan edukatif adalah suatu permainan yang digunakan sebagai bahan pendekatan belajar bagi anak-anak untuk merangsang daya pikir. Permainan edukatif bukan merupakan aktifitas tambahan untuk bergembira saja, tetapi permainan ini dapat digolongkan dalam pembelajaran dan pengajaran yang bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan materi yang telah dipelajari (Purwanto, 2012:23).

Menurut Syariah (2009) dalam http://manfaat-permainan-edukatif.htm,, dalam suatu pembelajaran permainan dimanfaatkan untuk menghilangkan stress, meningkatkan keaktifan karena keterlibatan siswa, mencapai tujuan tanpa disadari dan meningkatkan kreativitas siswa. Permainan ular tangga adalah salah satu permainan yang dapat diaplikasikan dalam pembelajaran sebagai permainan edukatif.

Permainan ular tangga berasal dari India, permainan ini merupakan permainan yang digunakan oleh umat Hindu untuk mengajarkan kepada anak-anak tentang kebaikan dan kejahatan. Kebaikan akan membawa pemain ke tingkat lebih tinggi, sedangkan kejahatan akan membawa pemain turun ke tingkat yang rendah dalam kehidupan.

Pada saat ini permainan ular tangga telah banyak dimodifikasi dan digunakan dalam pembelajaran konsep mulai dari jenjang Sekolah Dasar sampai Universitas. Permainan ular tangga merupakan permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh dua orang atau lebih. Papan

permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil dan di beberapa kotak digambar sejumlah tangga atau ular yang menghubungkannya dengan kotak lain. Tidak ada papan permainan yang standar dalam ular tangga, setiap orang dapat menciptakan papan sendiri dengan jumlah kotak, ular, dan tangga yang berlainan. Namun, kotak permainan ular tangga yang biasa dipakai adalah 100.

Setiap pemain memulai dengan pionnya di kotak pertama yang terletak pada sudut kiri bawah dan secara bergiliran melemparkan dadu. Pion dijalankan sesuai dengan jumlah mata dadu yang muncul. Setiap pion berhenti pada kotak bernomor, pemain diberi pertanyaan sesuai nomor berhentinya pion. Jika pemain dapat menjawab pertanyaan, pemain boleh melempar dadu kembali dan menjalankan pionnya sesuai dengan mata dadu yang muncul. Bila pemain tidak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan, maka pemain berhenti pada kotak tersebut dan permainan dilanjutkan oleh pemain yang lain dengan melempar dadu terlebih dahulu. Pada pemain mendarat di ujung bawah sebuah tangga, mereka dapat langsung pergi ke ujung tangga yang lain. Bila pion mendarat di kotak ujung atas tangga, mereka harus turun ke ujung bawah tangga. Pemenangnya adalah pemain pertama yang mencapai kotak terakhir dan dapat menjawab pertanyaan dengan benar.

E. Karakteristik Pembelajaran Konsep Protista

Konsep Protista menurut Kurikulum 2004 disajikan di kelas I semester I. Materi Protista termasuk dalam standar kompetensi 2 yaitu memahami

prinsip-prinsip pengelompokan makhluk hidup. Kompetensi dasar dan indikator dari materi Protista dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1. Kompetensi Dasar dan Indikator Materi Protista

No. Komponen Deskripsi

1. Kompetensi Dasar

2.2 Menyajikan ciri-ciri umum filum dalam Kingdom Protista dan perannya bagi kehidupan

2. Indikator 1.Mendeskripsikan ciri-ciri Protista berdasarkan pengamatan;

2.Menunjukkan ciri-ciri umum Phillum dalam kingdom Protista;

3.Membandingkan Protista dengan makhluk hidupnlainnya;

4.Mendeskripsikan ciri-ciri Protista tertentu hasil pengamatan dan dari literatur; 5.Mengenali Protista berdasarkan ciri

morfologinya;

6.Memberi contoh peranan Protista bagi kehidupan;

7.Menyusun dan mempresentasikan karya ilmiah tentang Protista yang menguntungkan dan yang merugikan.

Tujuan pembelajaran umum yang ingin dicapai dari konsep materi Protista adalah siswa dapat memahami ciri-ciri Protista melalui pengamatan dan diskusi kelompok serta peranannya dalam kehidupan.

Protista berasal dari bahasa Yunani, yaitu protos yang berarti pertama atau mula-mula, dan ksitos artinya menyusun. Kingdom ini beranggotakan makhluk bersel satu atau bersel banyak yang tersusun sederhana. Meskipun begitu, dibandingkan dengan monera, protista sudah jauh lebih maju karena sel-selnya sudah memiliki membran inti atau eukariota. Protista diperkirakan sudah ada di bumi kita sejak 1-2 miliar tahun yang lalu, sebelum ada organisme tingkat tinggi (Anshori, 2009:107).

Anggota kingdom Protista umumnya organisme bersel satu, ada yang berkoloni dan ada pula yang bersel banyak, tetapi belum memiliki jaringan. Hampir semua protista hidup di air, baik air tawar maupun air laut, dan beberapa yang hidup pada jaringan hewan lain. Kingdom ini ada yang menyerupai hewan, tumbuhan, maupun jamur. Sebagian protista bersifat autotrof, yaitu dapat berfotosintesis karena memiliki pigmen fotosintetik, seperti alga dan protozoa fotosintetik, misalnya Euglena. Sebagian lainnya merupakan Protozoa non fotosintetik yang hidup sebagai heterotrof, baik secara fagotrof dan osmotrof. Protozoa yang merupakan jamur memiliki siklus hidup dengan fase muda bersifat seperti amoeba dan reproduksinya mirip dengan jamur, yang meliputi jamur air dan jamur lendir (Anshori, 2009:107-108).

Menurut Aryulina, dkk. (2010:151) dan Anshori (2009:107) kingdom Protista dibagi menjadi tiga kelompok yaitu Protista mirip hewan, Protista mirip jamur, dan Protista mirip tumbuhan. Berikut adalah pengelompokan Protista:

1. Protista mirip hewan (Protozoa)

Protozoa merupakan organisme bersel tunggal yang memiliki membran inti (eukariota). Protozoa umumnya memiliki alat gerak aktif sebagai pembeda dari kelompok Protista yang lain. Protozoa dibagi menjadi empat kelas berdasarkan alat geraknya.

 Mastigophora/Flagellata yang bergerak menggunakan flagel;

 Sarcodina/Rhizopoda yang bergerak menggunakan kaki semu/pseudopodia contohnya Amoeba sp.;

 Ciliata/Ciliophora yang bergerak menggunakan bulu getar/silia contohnya Paramaecium caudatum;

 Sporozoa yang tidak memiliki alat gerak tetapi berkembang biak dengan spora.

Protozoa berperan penting dalam kehidupan manusia. Protozoa yang hidup dalam air tawar merupakan sumber makanan bagi hewan air seperti udang dan ikan yang menjadi sumber protein bagi manusia. Protozoa merupakan pemangsa bakteri, sehingga dapat digunakan untuk mengontrol jumlah bakteri (Aryulina, dkk., 2010:153). Selain peran menguntungkan, Protozoa ada yang merugikan manusia terutama dapat menimbulkan penyakit. Toxoplasma gondii dapat menyebabkan penyakit taksoplasmosis, Plasmodium sp. dapat menyebabkan penyakit malaria (Aryulina, dkk., 2010:105).

2. Protista mirip jamur

Jamur yang digolongkan dalam Protista mirip jamur memiliki ciri dalam daur hidupnya (fase vegetatif) mampu bergerak seperti protozoa. Kelompok jamur tersebut adalah Myxomycota/jamur lendir dan Oomycota/jamur air. Myxomycota memiliki tubuh tidak bersekat, dan struktur tubuh vegetatifnya seperti lendir yang disebut plasmodium. Contoh dari Myxomycota adalah Physarium sp., jamur lendir yang memiliki sekat biasa disebut Acrasiomycota. Jamur air/Oomycota memiliki dinding sel dari selulosa dan hifa yang tidak bersekat. Yang termasuk dalam jamur air adalah Saprolegnia sp. yang

saprofit pada bangkai serangga air, Phytopthora sp. yang parasit pada tumbuhan (Aryulina, dkk., 2010:151-153, dan Anshori 2009:116). 3. Protista mirip tumbuhan (Alga)

Menurut Aryulina, dkk. (2010:167-185), berdasarkan pigmen yang terkandung di dalamnya, alga digolongkan menjadi 6 divisio.

 Euglenophyta

Euglenophyta dikatakan mirip hewan karena memiliki sel yang tidak berdinding, bergerak bebas, dan berbintik mata. Sedangkan dikatakan mirip tumbuhan karena memiliki klorofil a, b, dan karotin untuk berfotosintesis. Dapat melakukan fotosintesis dan memakan zat-zat organik dan berkembang biak dengan pembelahan biner.

 Ganggang Hijau (Chlorophyta)

Ganggang hijau merupakan ganggang uniseluler maupun multiseluler yang memiliki klorofil yang dominan sehingga berwarna hijau. Selain klorofil a dan klorofil b terdapat juga pigmen karotin dan xantofil. Jenis-jenis ganggang hijau dikelompokkan menjadi: Ganggang bersel satu tidak bergerak (Chlorella sp., Cholococcum sp.); bersel satu bergerak (Chlamydomonas sp.); berbentuk koloni yang bergerak (Volvox globator); berbentuk koloni yang tidak bergerak (Hydrodiction sp.); berbentuk benang (Spirogyra sp.); berbentuk lembaran (Ulva).

 Ganggang Cokelat (Phaeophyta)

Umumnya ganggang cokelat bersel banyak (multiselluler), dengan pigmen cokelat (fukosantin) yang dominan disamping memiliki klorofil a dan b. Jenis-jenis alga cokelat, antara lain Laminaria yang mengandung yodium dan asam alginate; Macrocystis yang yang berfungsi sebagai bahan industri.

 Ganggang Merah (Rhodophyta)

Merupakan ganggang yang tubuhnya bersel banyak (multiselluler), memilki klorofil a dan b dengan pigmen dominan merah (fikoeritrin) dan karotin. Cara reproduksi ganggang merah secara vegetative dengan membentuk spora dan secara generative dengan anisogami. Jenis-jenis alga merah yang terkenal antara lain Euchema spinosum yang berguna sebagai bahan pembuat agar-agar dan kosmetik; Gelidium sp. dan Gracilaria sp, sebagai bahan pembuatan agar-agar.

 Ganggang Keemasan (Chrysophyta)

Ganggang ini ada yang bersel satu (uniselluler) dan bersel banyak (multiselluler). Memiliki klorofil a dan b serta pigmen dominan keemasan (karotin) dan fukosantin. Dapat dijumpai hidup di air tawar ini dengan membelah diri atau dengan zoospora spermatozoid. Jenis-jenis alga keemasan antara lain adalah Ochromonas dan Navicula yang sering disebut dengan diatome atau ganggang kersik yang berfungsi sebagai bahan penggosok, campuran semen atau penyerap nitrogliserin pada bahan peledak.

 Ganggang Api (Pyrrophyta)

Ganggang api merupakan ganggang uniseluler, memiliki dinding sel dan dapat bergerak aktif. Habitat di laut serta bersifat fosforesensi atau memancarkan cahaya. Memiliki pigmen klorofil dan coklat kekuningan. Dalam jumlah yang besar, alga api dapat menjadi racun bagi ekosistem laut karena memiliki senyawa yang bersifat toksin.

Berdasarkan karakteristik konsep Protista tersebut, peranan media permainan edukatif ular tangga sangat diperlukan untuk membantu siswa memahami konsep. Banyaknya konsep yang harus dipahami siswa sangat banyak. Permainan edukatif ular tangga dapat membantu siswa untuk memperdalam pemahaman tentang konsep Protista. Melalui pertanyaan yang diberikan pada permainan ular tangga, siswa dapat terbantu dalam menghafal dan memahami konsep.

F. Bahasan Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rida Bakti Pratiwi dengan judul penelitian: “Pengaruh Penerapan Metode Eksperimen Disertai Media Pembelajaran Ular Tangga Terhadap Hasil Belajar Biologi Ditinjau dari Aktivitas Siswa Kelas VIII SMP N 1 Kebakkramat Tahun Ajaran 2011/2012” disimpulkan bahwa metode eksperimen disertai media pembelajaran ular tangga berpengaruh terhadap hasil belajar biologi ranah kognitif dan psikomotor tetapi tidak berpengaruh terhadap ranah afektif. Aktivitas siswa berpengaruh terhadap ranah afektif, dan tidak terdapat

interaksi antara metode pembelajaran dan aktivitas belajar terhadap hasil belajar biologi siswa kelas VIII SMP N 1 Kebakkramat.

Penelitian lain oleh Wegig Satyawada dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Berbantuan Media Permainan Ular Tangga untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas

VII SMP Negeri 22 Semarang pada materi Pokok Segi Empat

menyebutkan bahwa nilai rata-rata pada siklus I 68,8 dan pada siklus II mengalami kenaikan 75,1. Presentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I adalah 80% dan siklus II mengalami kenaikan 90,32%, sedangkan presentase keaktifan siswa pada akhir siklus I adalah 80, 56% dan pada akhir siklus II menjadi 90, 28%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan CPS berbantuan media permainan ular tangga dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa SMP Negeri 22 Semarang.

G. Kerangka Berpikir

Penelitian dalam bidang pendidikan masih terus dilakukan untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Pandangan banyak orang saat ini adalah pendidikan itu merupakan fakta-fakta yang harus dihafal dan dipahami. Pembelajaran merupakan kegiatan yang bertujuan secara sistematis dan terarah pada terjadinya proses belajar. Metode-metode yang digunakan saat ini banyak yang kurang membuat siswa menjadi aktif. Sebagai contoh metode ceramah yang banyak membuat siswa menjadi bosan dan pasif. Oleh karena itu, perlu adanya penggunaan metode-metode pembelajaran yang dapat menjadikan siswa menjadi aktif dan kreatif.

Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan mempengaruhi keaktifan dan hasil belajar siswa.

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran terutama untuk meningkatkan keaktifan adalah dengan menggunakan permainan ular tangga sebagai medianya. Permainan ini akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif bermain sambil berfikir dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. Selain itu, siswa dapat berinteraksi dengan siswa lain dalam diskusi. Dengan aplikasi pembelajaran menggunakan permainan edukatif ular tangga, diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, dapat dituangkan dalam bagan sebagai berikut:

Gambar 2.2. Kerangka Berpikir

Observasi Awal

Hasil Observasi:

1. Siswa kurang aktif atau pasif dalam mengikuti proses pembelajaran;

2. Siswa asyik dengan kegiatannya sendiri/berbicara dengan teman/ramai;

3. Siswa sulit memahami materi pelajaran khususnya materi Protista;

4. Siswa kurang berani dalam bertanya dan menjawab pertanyaan guru memberikan kesempatan bertanya dan menjawab;

5. Metode penyampaian materi guru kurang variatif;

6. Guru kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya; 7. Keaktifan guru masih dominan;

8. Hasil belajar siswa rendah/tidak sesuai KKM. Siswa kelas

Aspek Kognitif Hasil Belajar Biologi Keaktifan Siswa

Pembelajaran dengan Permainan Edukatif Ular Tangga

25

Dokumen terkait