• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanah Andisol

Tanah adalah bahan mineral tidak padat (unconsolidated) yang terletak di permukaan bumi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik serta lingkungan yang meliputi bahan induk, iklim (termasuk kelembapan dan suhu), organisme (makro dan mikro), dan topografi pada suatu periode tertentu (Hanafiah 2005). Tanah juga merupakan kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri atas campuran bahan mineral, bahan organik, air, dan udara, serta merupakan media untuk tumbuhnya tanaman (Hardjowigeno 2003). Setiap jenis tanah memiliki kandungan bahan organik yang berbeda-beda, bergantung pada tingkat ketinggian dan horizon tanah (Darmawijaya 1990).

Tanah andisol merupakan tanah yang berwarna gelap khususnya pada lapisan atas. Tanah ini umumnya dibentuk oleh bahan vulkanik dan banyak ditemukan di dataran tinggi di sekitar gunung berapi (Hardjowigeno 2003). Tanah andisol memiliki porositas yang tinggi, memiliki kapasitas memegang air tinggi, tetapi ketahanan terhadap erosi rendah. Tanah andisol memiliki potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan secara optimum. Sifat kimia dari tanah andisol ditandai dengan reaksi tanah agak masam sampai netral (pH 5,0–6,5), kejenuhan basa sekitar 20-40%, kapasitas tukar kation sekitar 20-30 me/100g kandungan C dan N tinggi tetapi rasio C/N rendah, kandungan kalium sedang, kandungan fosfor rendah, berat jenis < 0.85% dan pada kapasitas lapang kelembaban tanah > 15% dan kandungan bahan organik pada lapisan atas 5-20 % (Tan 1991).

Sayuran di Dataran Tinggi

Tanaman sayuran biasanya merujuk pada tunas, daun, buah, dan akar tanaman yang lunak dan dapat dimakan secara utuh atau sebagian, segar/mentah atau dimasak, sebagai pelengkap pada makanan (Williams 1993). Jenis sayuran yang diusahakan dan ditemukan di pasar-pasar jauh lebih banyak di daerah tropis daripada di negara-negara iklim sedang.

PENDAHULUAN

Pertanian sayuran menduduki tempat khusus dalam sistem pertanian di Indonesia karena pengusahaannya yang sangat intensif. Sayuran biasanya diusahakan di daerah dataran tinggi karena tanah yang subur dan suhu yang mendukung untuk pertumbuhan tanaman tersebut. Salah satu jenis tanah yang merupakan sentra produksi sayuran di Indonesia adalah tanah andisol dengan luas sekitar 5,39 juta Ha (Puslitbangtanak 2006). Tanah andisol merupakan tanah yang berasal dari bahan vulkan dan kaya bahan organik.

Peningkatan produksi tanaman sangat berkaitan dengan keadaan hara dalam tanah. Jenis dan jumlah unsur hara yang diberikan harus disesuaikan dengan kebutuhan tanaman untuk tingkat produksi tertentu. Pupuk merupakan salah satu sumber unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, sehingga berguna untuk meningkatkan produksi pertanian. Penggunaan pupuk yang berlebihan berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia sehingga penggunaannya harus diefisienkan.

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara esensial bagi tanaman namun ketersediaannya rendah di dalam tanah karena mudah mengalami pencucian dan penguapan. Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah besar untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Sumber utama nitrogen di dalam tanah adalah bahan organik, sehingga keberadaan bahan organik akan menentukan jumlah dan ketersediaan N dalam tanah. Menurut Soepardi (1996) nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk NH4+ (amonium) dan NO3- (nitrat) yang diperoleh dari perombakan N organik menjadi N-mineral melalui proses biokimia kompleks dengan membebaskan gas CO2.

Ion–ion nitrat, nitrit, dan amonium jumlahnya bergantung pada jumlah pupuk yang diberikan dan kecepatan dekomposisi bahan tanah. Hasil penelitian Umariah (2007) menjelaskan bahwa metode analisis yang baik untuk penetapan NH4+ dengan metode ekstraksi KCl dan metode ekstraksi CaCl2

digunakan untuk penetapan NO3-. Penelitian Ushama (2006) menjelaskan potensi mineralisasi N-NH4+ dan N-NO3- tanah Andisol Getasan Semarang memiliki pola kenaikan dan penurunan N-NH4+ yang hampir sama akan tetapi tidak untuk ketersediaan N-NO3- .

Defisiensi nitrogen selama masa pertumbuhan dapat menurunkan hasil tanaman. Di lain pihak kelebihan nitrogen

akan menyebabkan masalah lingkungan yang disebabkan oleh pencucian nitrat setelah masa panen tanaman.

Penelitian ini bertujuan mengukur potensi pelepasan N-NH4+ dan N-NO3- pada tanah Andisol yang ditanami sayuran di daerah dataran tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Andisol

Tanah adalah bahan mineral tidak padat (unconsolidated) yang terletak di permukaan bumi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik serta lingkungan yang meliputi bahan induk, iklim (termasuk kelembapan dan suhu), organisme (makro dan mikro), dan topografi pada suatu periode tertentu (Hanafiah 2005). Tanah juga merupakan kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri atas campuran bahan mineral, bahan organik, air, dan udara, serta merupakan media untuk tumbuhnya tanaman (Hardjowigeno 2003). Setiap jenis tanah memiliki kandungan bahan organik yang berbeda-beda, bergantung pada tingkat ketinggian dan horizon tanah (Darmawijaya 1990).

Tanah andisol merupakan tanah yang berwarna gelap khususnya pada lapisan atas. Tanah ini umumnya dibentuk oleh bahan vulkanik dan banyak ditemukan di dataran tinggi di sekitar gunung berapi (Hardjowigeno 2003). Tanah andisol memiliki porositas yang tinggi, memiliki kapasitas memegang air tinggi, tetapi ketahanan terhadap erosi rendah. Tanah andisol memiliki potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan secara optimum. Sifat kimia dari tanah andisol ditandai dengan reaksi tanah agak masam sampai netral (pH 5,0–6,5), kejenuhan basa sekitar 20-40%, kapasitas tukar kation sekitar 20-30 me/100g kandungan C dan N tinggi tetapi rasio C/N rendah, kandungan kalium sedang, kandungan fosfor rendah, berat jenis < 0.85% dan pada kapasitas lapang kelembaban tanah > 15% dan kandungan bahan organik pada lapisan atas 5-20 % (Tan 1991).

Sayuran di Dataran Tinggi

Tanaman sayuran biasanya merujuk pada tunas, daun, buah, dan akar tanaman yang lunak dan dapat dimakan secara utuh atau sebagian, segar/mentah atau dimasak, sebagai pelengkap pada makanan (Williams 1993). Jenis sayuran yang diusahakan dan ditemukan di pasar-pasar jauh lebih banyak di daerah tropis daripada di negara-negara iklim sedang.

Lebih dari 100 jenis (spesies) tanaman dibudidayakan sebagai sayuran di berbagai bagian daerah tropis terutama di daerah dataran tinggi.

Usaha pertanian sayuran dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Tipe-tipe usaha pertanian sayuran yang berbeda dapat dijumpai di dataran tinggi dan dataran rendah, dan secara luas perbedaan ini dapat dinyatakan melalui jenis sayuran yang ditanam. Beberapa jenis tertentu secara tradisional diusahakan di dataran tinggi seperti kubis krop, kubis bunga, wortel, brokoli, kucai, kentang, dan sebagainya. Jenis lain seperti sayuran buah, kacang panjang, dan terong secara tradisional diusahakan di dataran rendah. Sayuran yang ditanam di daerah dataran tinggi lebih menghasilkan produksi yang tinggi karena dipengaruhi oleh suhu yang lebih rendah dibandingkan di dataran rendah. Suatu kenyataan fisiologi yang umum bahwa suhu yang lebih rendah lebih memicu pertumbuhan akar, bunga, dan organ-organ penyimpanan serta memicu perkembangan buah dan biji (Williams 1993).

Nitrogen dalam Tanah

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara makro bagi pertumbuhan tanaman yang sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan seperti daun, batang, dan akar (Hakim 1986). Nitrogen diserap oleh tanaman dengan kuantitas terbanyak dibandingkan dengan unsur lain yang didapatkan dari tanah (Krisna 2002). Sumber nitrogen di dalam tanah adalah dari fiksasi oleh mikroorganisme, air irigasi dan hujan, absorpsi amoniak, perombakan bahan organik, dan pemupukan (Delwice diacu dalam Chapman 1975). Nitrogen di dalam tanah mempunyai dua bentuk utama, yaitu nitrogen organik dan nitrogen anorganik berupa amonium (NH4+), amoniak (NH3), nitrit (NO2

-), dan nitrat ( NO3-) (Stevenson 1982).

Mineralisasi merupakan proses konversi nitrogen bentuk organik menjadi bentuk mineral (Krisna 2002). Menurut Soepardi (1996) ion-ion nitrat, nitrit, dan amonium jumlahnya bergantung pada jumlah pupuk yang diberikan dan kecepatan dekomposisi bahan tanah. Laju mineralisasi nitrogen bergantung pada suhu, rasio C/N, pH tanah, dan susunan mineral lempung (Sanchez 1992). Menurut Havlin et al. (1999), proses mineralisasi melibatkan dua reaksi yaitu reaksi aminisasi dan amonifikasi yang terjadi melalui aktivitas mikroorganisme heterotrofik. Aminisasi adalah pemecahan protein dan

senyawa serupa menjadi senyawa asam amino. Reaksi yang terjadi sebagai berikut (Soepardi 1983):

protein R-NH2 + CO2 + energi Amonifikasi adalah proses enzimatik yang mengubah senyawa amino menjadi amonium dengan bantuan bakteri heterotrof. Kecenderungan NH4+ terbentuk karena kehadiran ion-ion hidrogen dalam tanah, dan ikatan yang kuat terbentuk antara amonia dan hidrogen dari penyatuan elektron (Foth 1998). Reaksi yang terjadi sebagai berikut:

R-NH2 + H2O R-OH + NH3 + energi NH3 + H+ NH4+

Amonium yang terbentuk pada proses ini : (1) diubah menjadi N-NO3- melalui nitrifikasi; (2) diserap oleh tanaman; (3) digunakan langsung oleh mikroorganisme heterotrof dalam dekomposisi C-organik untuk proses selanjutnya; (4) fiksasi dalam kisi-kisi mineral liat; dan (5) diubah menjadi N2 dan dilepaskan perlahan kembali ke atmosfer (Havlin et al.

1999).

Menurut Wiederholt dan Johnson (2005) nitrifikasi merupakan konversi amonium melalui nitrit (NO2-) menjadi nitrat (NO3-). Proses ini merupakan proses biologis yang memerlukan bakteri spesifik sebagai mediasi. Selain itu, proses ini terjadi secara cepat pada tanah yang hangat, lembap, dan cukup air. Faktor-faktor yang mempengaruhi nitrifikasi dalam tanah adalah jumlah amonium, populasi bakteri nitrifikasi, reaksi tanah, aerasi tanah, kelembapan tanah, dan suhu (Havlin et al.

1999). Reaksi yang terjadi sebagai berikut: 2NH4+ +3O2 2NO2-+2H2O+4H+ 2NO2- + O2 2NO3

-Menurut Pang dan Letey (2000) nitrogen dalam bentuk nitrat lebih mobil dan mudah pindah ke dalam air tanah yang menyebabkan degradasi kualitas air. Tanaman dapat mengadsorpsi nitrat melalui akar-akarnya dan digunakan untuk memproduksi protein. Pencucian nitrat merupakan proses pergerakan yang menurunkan nitrat melalui profil tanah oleh air tanah. Perkolasi air tanah merupakan kejadian fisik kehilangan nitrat. Nitrat mudah larut dan bergerak dalam tanah yang airnya berlebih di bawah zona akar. Standar yang ditetapkan untuk jumlah nitrat yang diperbolehkan dalam air minum adalah 50 mg/l (Permenkes No.416/1990).

Kehilangan nitrogen pada pertanian dapat terjadi melalui denitrifikasi, volatilisasi, dan

Nitrobacter

kehilangan NO3- karena proses pencucian. Denitrifikasi pada kondisi anaerob menurut Soepardi (1983) reaksinya sebagai berikut : NO3- + 2H+ + 2e- NO2- + H2O

NO2- + 2H2O NH4+ + 2O2 + 2e-

Metode Penetapan Senyawa Nitrogen

Analisis tanah pada dasarnya bertujuan memberikan data sifat fisika dan kimia serta unsur hara dalam tanah (Puslittanah 2005). Penetapan nitrogen total dalam tanah dapat ditentukan dengan metode Kjeldahl yang didasarkan ketetapan bahwa senyawa nitrogen organik dan anorganik dapat dioksidasi dalam lingkungan asam sulfat membentuk amonium sulfat. Amonium sulfat yang terbentuk disuling dengan penambahan NaOH yang akan membebaskan NH3. NH3

yang tersuling akan diikat oleh asam borat dan dapat dititrasi dengan H2SO4 dengan menggunakan indikator conway (Widjik & Hardjono 1996).

Metode penetapan senyawa nitrogen dilakukan dengan metode ekstraksi dengan menggunakan KCl dengan dasar bahwa NH4+

dan NO3- dalam tanah dapat dibebaskan oleh KCl 1 N menjadi amonium klorida dan kalium nitrat (Bertrand et al. 2006). Nitrat dapat juga diekstraksi dengan menggunakan CaCl2

(Suhardi 2005). Metode ekstraksi CaCl2 yang digunakan pada penentuan nitrat, sedangkan untuk penentuan amonium menggunakan metode ekstraksi KCl (Umariah 2007). Amonium dan nitrat yang telah dibebaskan dari tanah dapat diukur dengan spektrofotometer (Widjik & Hardjono 1996). Panjang gelombang yang digunakan untuk penentuan nitrat adalah panjang gelombang 210 nm dan 275 nm. Panjang gelombang 275 nm digunakan sebagai pengkoreksi dari serapan bahan organik. Panjang gelombang yang digunakan untuk pengukuran amonium yaitu 636 nm. Panjang gelombang tersebut digunakan karena memberikan nilai serapan yang maksimum.

Kadar Air

Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan metode gravimetri. Gravimetri merupakan cara penentuan jumlah zat berdasarkan pada penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisis direaksikan (Harjadi 1993). Metode gravimetri terdiri atas dua jenis, yaitu gravimetri secara langsung dan tidak langsung. Pada metode gravimetri langsung zat yang akan ditentukan merupakan suatu hasil analisis yang bobotnya

dapat ditimbang, sedangkan dalam metode tidak langsung zat yang akan ditentukan bobotnya diperoleh dari bobot sebelum dan sesudah proses. Kadar air tanah dapat mempengaruhi ekosistem yang terdapat pada tanah, oleh karena itu pada proses analisis dilakukan pengukuran sebagai faktor koreksi dari setiap kondisi tanah yang berbeda.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer Uv-Vis Hitachi U-2010. Bahan-bahan yang digunakan adalah contoh tanah Andisol yang dikelola dari Bapak Sudarto (petani 1) dan Bapak Cipto (petani 2) di daerah Kejajar Wonosobo serta dari Bapak S. Dono (petani 1) dan Bapak Sumarno (petani 2) di daerah Sumowono Semarang.

Metode Analisis

Metode analisis tanah dilakukan berdasarkan pada standar analisis kimia tanah dan tanaman Balittanah (Balittanah 2005).

Persiapan Contoh

Pengeringan tanah dilakukan pada suhu kamar. Setelah kering, contoh tanah dihaluskan dengan lumpang porselin dan diayak dengan ayakan yang mempunyai diameter pori 2 mm. Setelah itu, contoh dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berlabel nomor contoh tanah.

Inkubasi Tanah

Tanah dimasukkan ke dalam pipa paralon berdiameter 5,4 cm dan tinggi 10 cm dengan jumlah tanah untuk masing-masing petani berdasarkan pada berat jenis dan ruang pori dari tanah. Setelah itu ditambahkan air dan pipa ditutup dengan plastik bening serta dilubangi kecil-kecil. Setelah itu dilakukan sampling sebanyak 9 kali dengan waktu sampling 0, 7, 18, 31, 46, 60, 74, 88, dan 102 hari dari awal inkubasi.

Contoh tanah dari setiap sampling diletakkan di atas selembar plastik kemudian diaduk sampai merata. Setelah itu, contoh tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label untuk dipergunakan pada pengukuran selanjutnya.

kehilangan NO3- karena proses pencucian. Denitrifikasi pada kondisi anaerob menurut Soepardi (1983) reaksinya sebagai berikut : NO3- + 2H+ + 2e- NO2- + H2O

NO2- + 2H2O NH4+ + 2O2 + 2e-

Metode Penetapan Senyawa Nitrogen

Analisis tanah pada dasarnya bertujuan memberikan data sifat fisika dan kimia serta unsur hara dalam tanah (Puslittanah 2005). Penetapan nitrogen total dalam tanah dapat ditentukan dengan metode Kjeldahl yang didasarkan ketetapan bahwa senyawa nitrogen organik dan anorganik dapat dioksidasi dalam lingkungan asam sulfat membentuk amonium sulfat. Amonium sulfat yang terbentuk disuling dengan penambahan NaOH yang akan membebaskan NH3. NH3

yang tersuling akan diikat oleh asam borat dan dapat dititrasi dengan H2SO4 dengan menggunakan indikator conway (Widjik & Hardjono 1996).

Metode penetapan senyawa nitrogen dilakukan dengan metode ekstraksi dengan menggunakan KCl dengan dasar bahwa NH4+

dan NO3- dalam tanah dapat dibebaskan oleh KCl 1 N menjadi amonium klorida dan kalium nitrat (Bertrand et al. 2006). Nitrat dapat juga diekstraksi dengan menggunakan CaCl2

(Suhardi 2005). Metode ekstraksi CaCl2 yang digunakan pada penentuan nitrat, sedangkan untuk penentuan amonium menggunakan metode ekstraksi KCl (Umariah 2007). Amonium dan nitrat yang telah dibebaskan dari tanah dapat diukur dengan spektrofotometer (Widjik & Hardjono 1996). Panjang gelombang yang digunakan untuk penentuan nitrat adalah panjang gelombang 210 nm dan 275 nm. Panjang gelombang 275 nm digunakan sebagai pengkoreksi dari serapan bahan organik. Panjang gelombang yang digunakan untuk pengukuran amonium yaitu 636 nm. Panjang gelombang tersebut digunakan karena memberikan nilai serapan yang maksimum.

Kadar Air

Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan metode gravimetri. Gravimetri merupakan cara penentuan jumlah zat berdasarkan pada penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisis direaksikan (Harjadi 1993). Metode gravimetri terdiri atas dua jenis, yaitu gravimetri secara langsung dan tidak langsung. Pada metode gravimetri langsung zat yang akan ditentukan merupakan suatu hasil analisis yang bobotnya

dapat ditimbang, sedangkan dalam metode tidak langsung zat yang akan ditentukan bobotnya diperoleh dari bobot sebelum dan sesudah proses. Kadar air tanah dapat mempengaruhi ekosistem yang terdapat pada tanah, oleh karena itu pada proses analisis dilakukan pengukuran sebagai faktor koreksi dari setiap kondisi tanah yang berbeda.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer Uv-Vis Hitachi U-2010. Bahan-bahan yang digunakan adalah contoh tanah Andisol yang dikelola dari Bapak Sudarto (petani 1) dan Bapak Cipto (petani 2) di daerah Kejajar Wonosobo serta dari Bapak S. Dono (petani 1) dan Bapak Sumarno (petani 2) di daerah Sumowono Semarang.

Metode Analisis

Metode analisis tanah dilakukan berdasarkan pada standar analisis kimia tanah dan tanaman Balittanah (Balittanah 2005).

Persiapan Contoh

Pengeringan tanah dilakukan pada suhu kamar. Setelah kering, contoh tanah dihaluskan dengan lumpang porselin dan diayak dengan ayakan yang mempunyai diameter pori 2 mm. Setelah itu, contoh dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berlabel nomor contoh tanah.

Inkubasi Tanah

Tanah dimasukkan ke dalam pipa paralon berdiameter 5,4 cm dan tinggi 10 cm dengan jumlah tanah untuk masing-masing petani berdasarkan pada berat jenis dan ruang pori dari tanah. Setelah itu ditambahkan air dan pipa ditutup dengan plastik bening serta dilubangi kecil-kecil. Setelah itu dilakukan sampling sebanyak 9 kali dengan waktu sampling 0, 7, 18, 31, 46, 60, 74, 88, dan 102 hari dari awal inkubasi.

Contoh tanah dari setiap sampling diletakkan di atas selembar plastik kemudian diaduk sampai merata. Setelah itu, contoh tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label untuk dipergunakan pada pengukuran selanjutnya.

Penentuan Kadar Air

Contoh tanah ditimbang sebanyak 5 g dalam pinggan aluminium yang telah diketahui bobotnya. Contoh tanah dikeringkan dalam oven bersuhu 105 ºC selama 24 jam. Setelah contoh tanah didinginkan di dalam eksikator, kemudian contoh tanah beserta wadah ditimbang. Bobot tanah yang hilang adalah bobot air.

Penentuan Kadar Amonium Tanah

Sebanyak 10 g contoh tanah dimasukkan ke dalam botol kocok dan ditambahkan larutan KCl 1 N sebanyak 50 ml. Setelah itu larutan contoh tanah dikocok dengan menggunakan mesin pengocok selama 60 menit. Setelah 60 menit larutan tersebut disaring. Filtrat yang diperoleh ditampung pada botol film. Sebanyak 1 ml filtrat ditambahkan dengan pereaksi 1, pereaksi 2 dan NaOCl 5 % masing-masing sebanyak 2 ml dan setiap penambahan dikocok. Setelah itu didiamkan selama 30 menit. Larutan filtrat tersebut diukur absorbansnya dengan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 636 nm. Konsentrasi larutan standar amonium yang digunakan adalah 0, 2, 4, 8, 12, 16, dan 20 ppm (Lampiran 1).

Penentuan Kadar Nitrat Tanah

Sebanyak 10 g contoh tanah dimasukkan ke dalam botol kocok dan ditambahkan larutan CaCl2 0,01 M sebanyak 50 ml. Setelah itu larutan contoh tanah dikocok dengan menggunakan mesin pengocok selama 60 menit. Setelah 60 menit larutan tersebut disaring. Filtrat yang diperoleh ditampung pada botol film, lalu diukur absorbansnya dengan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 210 nm dan 275 nm. Konsentrasi larutan standar nitrat yang digunakan adalah 0, 0,5, 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm (Lampiran 1).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Tanah Awal

Analisis sifat kimia tanah awal telah dilakukan untuk mengetahui sifat kimia tanah sebelum dilakukan inkubasi. Data analisis sifat kimia tanah disajikan pada Lampiran 2. Hasil yang diperoleh kadar C-organik pada tanah yang dikelola petani 1 dan 2 Kejajar Wonosobo berturut-turut sebesar 3,61% dan 3,38%, sedangkan pada tanah yang dikelola petani 1 dan 2 Sumowono Semarang berturut-turut sebesar 1,77% dan 1,99%. Berdasarkan

kriteria penilaian sifat-sifat tanah menunjukkan tanah yang dikelola petani 1 dan 2 Kejajar Wonosobo mempunyai kadar C-organik yang tinggi, sedangkan tanah yang dikelola petani 1 dan 2 Sumowono Semarang mempunyai kadar rendah (Lampiran 3).

Tanah Kejajar Wonosobo yang dikelola oleh petani 1 dan 2 mempunyai kadar N-total berturut-turut sebesar 0,27% dan 0,29%, sedangkan tanah yang dikelola oleh petani 1 dan 2 Sumowono Semarang mempunyai kadar N-total berturut-turut sebesar 0,15% dan 0,14%. Menurut Balittanah (2005) kriteria penilaian sifat-sifat tanah menunjukkan bahwa tanah yang dikelola oleh petani 1 dan 2 Kejajar Wonosobo mempunyai kadar N-total sedang dan tanah yang dikelola oleh petani 1 dan 2 Sumowono Semarang mempunyai kadar N-total rendah.

Perbandingan antara C-organik dan N-total yang diperoleh berkisar antara 12 sampai 14. Berdasarkan data yang diperoleh rasio C/N tanah Andisol Kejajar Wonosobo dan Sumowono Semarang termasuk sedang. Konsentrasi bahan organik tanah dapat diduga dari konsentrasi karbon organik dan rasio C/N.

Mikroorganisme membutuhkan karbon untuk menyediakan energi dan nitrogen untuk pemeliharaan dan pembentukan sel-sel tubuh. Semakin banyak kandungan nitrogen semakin cepat bahan organik terurai, karena jasad renik yang menguraikan bahan organik memerlukan nitrogen untuk perkembangannya. Semakin lanjut tingkat dekomposisi semakin kecil rasio C/N. Jika rasio C/N dari bahan organik segar yang dibenamkan ke dalam tanah lebih besar dari 20, mikroorganisme yang terlibat di dalam proses dekomposisi tersebut biasanya sulit memperoleh C/N yang memadai dari bahan organik itu sendiri, sehingga harus mengambil N yang tersedia di sekitarnya. Tanaman akan kalah dalam persaingan apabila tidak ada N yang tersedia dalam jumlah yang cukup, dan tanaman akan mengalami defisiensi N. Transformasi residu organik menjadi bahan organik yang stabil (humus) akan menyebabkan hubungan yang konsisten antara C dengan N (Bohn et al. 1979).

Laju mineralisasi nitrogen bergantung pada suhu, rasio C/N, pH tanah, dan susunan mineral lempung (Sanchez 1992). Susunan mineral lempung liat akan memberikan suasana yang kondusif bagi proses mineralisasi. Pada tanah dengan kadar mineral lempung liat lebih tinggi secara umum mempunyai kadar bahan organik serta ion-ion yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam

Penentuan Kadar Air

Contoh tanah ditimbang sebanyak 5 g dalam pinggan aluminium yang telah diketahui bobotnya. Contoh tanah dikeringkan dalam oven bersuhu 105 ºC selama 24 jam. Setelah contoh tanah didinginkan di dalam eksikator, kemudian contoh tanah beserta wadah ditimbang. Bobot tanah yang hilang adalah bobot air.

Penentuan Kadar Amonium Tanah

Sebanyak 10 g contoh tanah dimasukkan ke dalam botol kocok dan ditambahkan larutan KCl 1 N sebanyak 50 ml. Setelah itu larutan contoh tanah dikocok dengan menggunakan mesin pengocok selama 60 menit. Setelah 60 menit larutan tersebut disaring. Filtrat yang diperoleh ditampung pada botol film. Sebanyak 1 ml filtrat ditambahkan dengan pereaksi 1, pereaksi 2 dan NaOCl 5 % masing-masing sebanyak 2 ml dan setiap penambahan dikocok. Setelah itu didiamkan selama 30 menit. Larutan filtrat tersebut diukur absorbansnya dengan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 636 nm. Konsentrasi larutan standar amonium yang digunakan adalah 0, 2,

Dokumen terkait