• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab 2 akan menjelaskan beberapa kajian pustaka yang mendukung penyelesaian permasalahan dalam penelitian ini. Beberapa hal yang akan dibahas pada Bab 2 adalah sebagai berikut :

2.1 Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Model ARIMA merupakan model kombinasi dari autoregressive (AR) berordo p dan proses moving average (MA) berordo q. Pembeda berordo d dilakukan jika data deret waktu tidak stasioner dalam rata-rata. Pemeriksaan kestasioneran data dapat dilihat dari Time Series Plot, Autocorrelation Function (ACF) Plot dan Partial Autocorrelation Function (PACF) Plot. Model ARIMA ( p,

d, q) dapat ditulis sebagai berikut (Wei, 2006) :

πœ™π‘(𝐡)(1 βˆ’ 𝐡)𝑑𝑍𝑑 = πœƒπ‘ž(𝐡)π‘Žπ‘‘ (2.1)

dengan, πœ™π‘(𝐡) = 1 βˆ’ πœ™1𝐡 βˆ’ β‹― βˆ’ πœ™π‘π΅π‘ πœƒπ‘ž(𝐡) = 1 βˆ’ πœƒ1𝐡 βˆ’ β‹― βˆ’ πœƒπ‘žπ΅π‘ž

Model ARIMA yang mengakomodasi efek musiman pada pengamatan

waktu ke-t dinotasikan dengan ARIMA(𝑃, 𝐷, 𝑄)𝑠. Secara umum, model ARIMA

musiman dapat ditulis dalam bentuk :

Φ𝑃(𝐡𝑆)(1 βˆ’ 𝐡𝑆)𝐷𝑍𝑑= Ξ˜π‘„(𝐡𝑆)π‘Žπ‘‘ (2.2)

dengan, s adalah periode musiman

Φ𝑃(𝐡𝑆) = 1 βˆ’ Ξ¦1π΅π‘†βˆ’ β‹― βˆ’ Φ𝑃𝐡𝑆𝑃 Ξ˜π‘„(𝐡𝑆) = 1 βˆ’ Θ1π΅π‘†βˆ’ β‹― βˆ’ Ξ˜π‘žπ΅π‘†π‘„

Jika terdapat efek non-musiman dan efek musiman, maka model yang terbentuk adalah model multiplikatif yaitu ARIMA (𝑝, 𝑑, π‘ž)(𝑃, 𝐷, 𝑄)𝑠. Bentuk umum model ARIMA (𝑝, 𝑑, π‘ž)(𝑃, 𝐷, 𝑄)𝑠 dapat ditulis sebagai berikut :

πœ™π‘(𝐡)Φ𝑃(𝐡𝑠)(1 βˆ’ 𝐡)𝑑(1 βˆ’ 𝐡𝑠)𝐷𝑍𝑑= πœƒπ‘ž(𝐡)Ξ˜π‘„(𝐡𝑠)π‘Žπ‘‘ (2.3) dengan (1 βˆ’ 𝐡)𝑑 = differencing non musiman dengan orde d

8

π‘Žπ‘‘ = residual white noisedengan mean 0 dan varians πœŽπ‘Ž2.

2.2 Pemilihan Model Terbaik

Untuk menentukan model terbaik digunakan kriteria berdasarkan residual dan kesalahan peramalan (Wei, 2006). Adapun kriteria pemilihan model yang berdasarkan residual adalah :

1) AIC (Akaike’s Information Criterion)

Diasumsikan bahwa model deret waktu mempunyai 𝑀 parameter. Nilai AIC didefinisikan sebagai berikut :

𝐴𝐼𝐢(𝑀) = 𝑛 ln πœŽΜ‚π‘Ž2+ 2𝑀 dengan :

𝑛 = banyaknya residual

𝑀 = jumlah parameter di dalam model πœŽΜ‚π‘Ž2 = penduga dari πœŽπ‘Ž2

2) SBC (Schwartz’s Bayesian Criterion)

Schwartz (1978) menggunakan kriteria bayesian untuk pemilihan model terbaik (Schwartz’s Bayesian Criterion) dan didefinisikan sebagai berikut :

𝑆𝐡𝐢 = 𝑛 ln πœŽΜ‚π‘Ž2+ 𝑀 ln 𝑛

Jika tujuan utama pembentukan model adalah untuk peramalan, maka alternatif kriteria pemilihan model adalah berdasarkan kesalahan peramalan. Anggap kesalahan peramalan untuk 𝑙-langkah ke depan adalah :

𝑒𝑙 = 𝑍𝑛+π‘™βˆ’ 𝑍̂𝑛(𝑙)

Terdapat 5 (lima) nilai statistik yang biasanya digunakan untuk menentukan kebaikan model yaitu :

1) MPE (Mean Percentage Error)

𝑀𝑃𝐸 = (1 πΏβˆ‘ 𝑒𝑙 𝑍𝑛+𝑙 𝐿 𝑙=1 ) 100% 2) MSE (Mean Square Error)

𝑀𝑆𝐸 =1

πΏβˆ‘ 𝑒𝑙

2 𝐿 𝑙=1

9

3) MAE (Mean Absolute Error)

𝑀𝐴𝐸 =1

πΏβˆ‘ |𝑒𝑙|

𝐿 𝑙=1

4) RMSE (Root Mean Square Error)

𝑅𝑀𝑆𝐸 = √1

πΏβˆ‘ 𝑒𝑙2

𝐿 𝑙=1

2.3 Fungsi Transfer

Metode fungsi transfer merupakan pengembangan dari metode Box-Jenkins yang modelnya terdiri dari dua variabel tetapi masing-masing variabel mempunyai model ARIMA tertentu. Model ini adalah suatu model yang menggambarkan bahwa ramalan masa depan dari suatu deret waktu (output series atau 𝑦𝑑) adalah berdasarkan pada nilai-nilai masa lalu dari deret waktu itu sendiri dan berdasarkan pula pada satu atau lebih deret waktu yang lain (input series atau π‘₯𝑑) yang berhubungan dengan output series tersebut.

Pembentukan model fungsi transfer didasarkan pada autocorrelation

function (ACF) dan cross correlation function (CCF). Bentuk umum model fungsi

transfer untuk input tunggal, π‘₯𝑑, dan output tunggal, 𝑦𝑑, adalah (Wei, 2006):

𝑦𝑑 = 𝑣0π‘₯𝑑+ 𝑣1π‘₯π‘‘βˆ’1+ 𝑣2π‘₯π‘‘βˆ’2+ β‹― + 𝑛𝑑 (2.4)

𝑦𝑑 = 𝑣(𝐡)π‘₯𝑑+ 𝑛𝑑 (2.5)

dengan:

𝑦𝑑 = deret output yang stasioner π‘₯𝑑 = deret input yang stasioner

𝑛𝑑 = variabel error (deret noise) yang mengikuti suatu model ARMA tertentu. 𝑣(𝐡) = 𝑣0+ 𝑣1𝐡 + 𝑣2𝐡2+ β‹― merupakan koefisien model fungsi transfer atau bobot respon impuls. Bobot respon impuls dapat dinyatakan sebagai berikut :

𝑣(𝐡) =πœ”π‘ (𝐡)𝐡𝑏 π›Ώπ‘Ÿ(𝐡) (2.6) sehingga 𝑦𝑑= πœ”π‘ (𝐡)𝐡𝑏 π›Ώπ‘Ÿ(𝐡) π‘₯𝑑+πœƒ(𝐡) πœ™(𝐡)π‘Žπ‘‘ (2.7)

10

dengan :

𝑏 = banyaknya periode sebelum deret input mulai berpengaruh terhadap deret

output.

πœ”π‘ (𝐡) = (πœ”0βˆ’ πœ”1𝐡 βˆ’ πœ”2𝐡2βˆ’ β‹― βˆ’ πœ”π‘ π΅π‘ ) merupakan operator dengan orde s,

yang merepresentasikan jumlah pengamatan masa lalu π‘₯𝑑 yang

berpengaruh terhadap 𝑦𝑑.

π›Ώπ‘Ÿ(𝐡) = (1 βˆ’ 𝛿1𝐡 βˆ’ 𝛿2𝐡2βˆ’ β‹― βˆ’ π›Ώπ‘Ÿπ΅π‘Ÿ) merupakan operator dengan orde r, yang merepresentasikan jumlah pengamatan masa lau dari deret output itu sendiri yang berpengaruh terhadap 𝑦𝑑.

2.3.1 Identifikasi Bentuk Model Fungsi Transfer

1) Pre-whitening deret input

Pre-whitening deret input bertujuan untuk menjadikan deret input menjadi lebih

sederhana dengan menghilangkan seluruh pola yang diketahui supaya tertinggal hanya white noise. Pre-whitening deret input π‘₯𝑑 dengan proses ARIMA (𝑝π‘₯, 0, π‘žπ‘₯) adalah :

πœ™π‘₯(𝐡)π‘₯𝑑 = πœƒπ‘₯(𝐡)𝛼𝑑 (2.8)

Mengubah deret input π‘₯𝑑 menjadi deret 𝛼𝑑 sebagai berikut:

πœ™π‘₯(𝐡)

πœƒπ‘₯(𝐡)π‘₯𝑑 = 𝛼𝑑 (2.9)

2) Pre-whitening deret output

Apabila pre-whitening dilakukan untuk π‘₯𝑑 maka pre-whitening juga diterapkan terhadap 𝑦𝑑 supaya fungsi transfer dapat memetakan π‘₯𝑑 kedalam 𝑦𝑑. Transformasi pada 𝑦𝑑 tidak harus mengubah 𝑦𝑑 menjadi white noise. Berikut merupakan pre-whitening deret 𝑦𝑑 :

πœ™π‘₯(𝐡)

πœƒπ‘₯(𝐡)𝑦𝑑 = 𝛽𝑑 (2.10)

3) Cross Correlation Function (CCF)

Setelah diperoleh deret input dan deret output yang telah melalui proses

pre-whitening, maka selajutnya adalah menghitung cross correlation antara kedua

11

kekuatan dan arah hubungan antara dua variabel random pada selisih waktu k. Bentuk fungsi kovarian antara π‘₯𝑑 dan 𝑦𝑑+π‘˜ (Wei, 2006)

𝛾π‘₯𝑦(π‘˜) = 𝐸{(π‘₯π‘‘βˆ’ πœ‡π‘₯)(𝑦𝑑+π‘˜βˆ’ πœ‡π‘¦)} (2.11) dengan π‘˜ = 0, Β±1, Β±2, Β±, β‹―, dimana πœ‡π‘₯= 𝐸(π‘₯𝑑) dan πœ‡π‘¦ = 𝐸(𝑦𝑑). Bentuk

cross correlation function antara π‘₯𝑑 dan 𝑦𝑑. 𝜌π‘₯𝑦(π‘˜) =𝛾π‘₯𝑦(π‘˜)

𝜎π‘₯πœŽπ‘¦ (2.12)

Dengan 𝜎π‘₯ dan πœŽπ‘¦ adalah standar deviasi dari π‘₯𝑑 dan 𝑦𝑑.

Fungsi sampel cross correlation function ditulis sebagai berikut : πœŒΜ‚π‘₯𝑦(π‘˜) =𝛾̂π‘₯𝑦(π‘˜) 𝑆π‘₯𝑆𝑦 (2.13) dengan π‘˜ = 0, Β±1, Β±2, Β±, β‹―, dimana : 𝛾̂π‘₯𝑦(π‘˜) = { 1 π‘›βˆ‘ (π‘₯π‘‘βˆ’ π‘₯Μ…)(𝑦𝑑+π‘˜βˆ’ 𝑦̅) π‘˜ β‰₯ 0 π‘›βˆ’π‘˜ 𝑑=1 1 π‘›βˆ‘ (π‘₯π‘‘βˆ’ π‘₯Μ…)(𝑦𝑑+π‘˜βˆ’ 𝑦̅) π‘˜ < 0 𝑛 𝑑=1 𝑆π‘₯= βˆšπ›ΎΜ‚π‘₯π‘₯(0) dan 𝑆𝑦 = βˆšπ›ΎΜ‚π‘¦π‘¦(0)

4) Penetapan (𝑏, π‘Ÿ, 𝑠) untuk model fungsi transfer yang menghubungkan deret

input dan deret output (Makridakis dkk., 1999).

a. Nilai 𝑏 menyatakan bahwa 𝑦𝑑 mulai dipengaruhi oleh π‘₯𝑑 pada periode 𝑑 + 𝑏.

b. Nilai 𝑠 menyatakan seberapa lama deret 𝑦𝑑 terus dipengaruhi oleh nilai-nilai baru dari deret input π‘₯𝑑 atau 𝑦𝑑 dipengaruhi oleh π‘₯π‘‘βˆ’π‘βˆ’1, π‘₯π‘‘βˆ’π‘βˆ’2, β‹― , π‘₯π‘‘βˆ’π‘βˆ’π‘ . c. Nilai π‘Ÿ menyatakan bahwa 𝑦𝑑 dipengaruhi oleh nilai masa lalunya

π‘¦π‘‘βˆ’1, β‹― , π‘¦π‘‘βˆ’π‘Ÿ.

Setelah menetapkan (𝑏, π‘Ÿ, 𝑠) kemudian dilakukan penaksir parameter fungsi transfer sementara.

𝑣̂(𝐡) =πœ”Μ‚ (𝐡)

𝛿

12

Beberapa bentuk fungsi transfer yang umum digunakan dalam peramalan :

Tabel 2.1 Model Fungsi Transfer dengan 𝒓 = 𝟎

(𝑏, π‘Ÿ, 𝑠) Fungsi Transfer

(2,0,0) 𝑣(𝐡)π‘₯𝑑 = πœ”0π‘₯π‘‘βˆ’2 (2,0,1) 𝑣(𝐡)π‘₯𝑑 = (πœ”0βˆ’ πœ”1𝐡)π‘₯π‘‘βˆ’2 (2,0,2) 𝑣(𝐡)π‘₯𝑑 = (πœ”0βˆ’ πœ”1𝐡 βˆ’ πœ”2𝐡2)π‘₯π‘‘βˆ’2

Tabel 2.2 Model Fungsi Transfer dengan 𝒓 = 𝟏

(𝑏, π‘Ÿ, 𝑠) Fungsi Transfer (2,1,0) 𝑣(𝐡)π‘₯𝑑 = πœ”0 (1 βˆ’ 𝛿1𝐡)π‘₯π‘‘βˆ’2 (2,1,1) 𝑣(𝐡)π‘₯𝑑 =(πœ”0βˆ’ πœ”1𝐡) (1 βˆ’ 𝛿1𝐡) π‘₯π‘‘βˆ’2 (2,1,2) 𝑣(𝐡)π‘₯𝑑 =(πœ”0βˆ’ πœ”1𝐡 βˆ’ πœ”2𝐡 2) (1 βˆ’ 𝛿1𝐡) π‘₯π‘‘βˆ’2

Tabel 2.2 Model Fungsi Transfer dengan 𝒓 = 𝟐

(𝑏, π‘Ÿ, 𝑠) Fungsi Transfer (2,2,0) 𝑣(𝐡)π‘₯𝑑= πœ”0 (1 βˆ’ 𝛿1𝐡 βˆ’ 𝛿2𝐡2)π‘₯π‘‘βˆ’2 (2,2,1) 𝑣(𝐡)π‘₯𝑑= (πœ”0βˆ’ πœ”1𝐡) (1 βˆ’ 𝛿1𝐡 βˆ’ 𝛿2𝐡2)π‘₯π‘‘βˆ’2 (2,2,2) 𝑣(𝐡)π‘₯𝑑 =(πœ”0βˆ’ πœ”1𝐡 βˆ’ πœ”2𝐡 2) (1 βˆ’ 𝛿1𝐡 βˆ’ 𝛿2𝐡2) π‘₯π‘‘βˆ’2

5) Penaksir awal deret noise (𝑛𝑑)

Bobot respon implus diukur secara langsung dan ini memungkinkan dilakukannya perhitungan nilai taksiran dari deret noise 𝑛𝑑 dengan

𝑛̂𝑑= π‘¦π‘‘βˆ’ 𝑦̂𝑑 (2.15) 𝑛̂𝑑= π‘¦π‘‘βˆ’πœ”Μ‚ (𝐡) 𝛿 Μ‚(𝐡)π‘₯𝑑 (2.16) 𝑛̂𝑑= π‘¦π‘‘βˆ’ 𝑣̂(𝐡)π‘₯𝑑 (2.17) 𝑛̂𝑑 = π‘¦π‘‘βˆ’ 𝑣0π‘₯π‘‘βˆ’ 𝑣1π‘₯π‘‘βˆ’1βˆ’ 𝑣2π‘₯π‘‘βˆ’2βˆ’ β‹― βˆ’ 𝑣𝑔π‘₯π‘‘βˆ’π‘” (2.18) 6) Penetapan (𝑝𝑛, π‘žπ‘›) untuk model ARIMA (𝑝𝑛, 0, π‘žπ‘›) dari deret noise (𝑛𝑑)

Setelah didapat persamaan (2.18) maka nilai-nilai 𝑛𝑑 dimodelkan dengan pendekatan ARIMA sehingga diperoleh orde 𝑝𝑛 dan π‘žπ‘›. Model deret noise 𝑛𝑑 dapat dinyatakan dengan :

13

dimana:

πœ™(𝐡) = Polinomial autoregressive orde ke-p dari 𝑛𝑑

πœƒ(𝐡) = Polinomial moving average orde ke-q dari 𝑛𝑑

π‘Žπ‘‘ = Residual dari deret 𝑛𝑑

Setelah deret 𝑛𝑑 diperoleh dari prosedur di atas, langkah selanjutnya adalah memperoleh nilai dari deret π‘Žπ‘‘ dengan menggunakan persamaan (2.16) sehingga diperoleh nilai deret π‘Žπ‘‘ sebagai berikut :

𝑦𝑑 = 𝑣(𝐡)π‘₯π‘‘βˆ’π‘+ 𝑛𝑑 (2.20)

𝑦𝑑= πœ”(𝐡)

𝛿(𝐡)π‘₯π‘‘βˆ’π‘πœƒ(𝐡)

πœ™(𝐡)π‘Žπ‘‘ (2.21)

2.3.2 Penaksiran Parameter-parameter Model Fungsi Transfer

Penaksiran parameter model fungsi transfer menggunakan metode

conditional least square (CLS), dengan melibatkan parameter πœ”, 𝛿, πœ™ dan πœƒ. Metode CLS merupakan suatu metode yang dilakukan untuk mencari nilai parameter dengan meminimumkan jumlah kuadrat kesalahan. Setelah mengidentifikasi model fungsi transfer pada persamaan (2.21), selanjutnya parameter 𝛿 = (𝛿1, β‹― , π›Ώπ‘Ÿ)β€², πœ” = (πœ”0, πœ”1, β‹― , πœ”π‘ )β€², πœ™ = (πœ™1, β‹― , πœ™π‘)β€², πœƒ = (πœƒ1, β‹― , πœƒπ‘ž)β€², dan πœŽπ‘Ž2 akan diestimasi. Maka persamaan (2.21) dapat ditulis dalam bentuk berikut :

π›Ώπ‘Ÿ(𝐡)πœ™(𝐡)𝑦𝑑 = πœ™(𝐡)πœ”π‘ (𝐡)π‘₯π‘‘βˆ’π‘+ π›Ώπ‘Ÿ(𝐡)πœƒ(𝐡)π‘Žπ‘‘ (2.22)

atau dapat ditulis dalam bentuk :

𝑐(𝐡)𝑦𝑑= 𝑑(𝐡)π‘₯π‘‘βˆ’π‘+ 𝑒(𝐡)π‘Žπ‘‘ (2.23) dengan 𝑐(𝐡) = 𝛿(𝐡)πœ™(𝐡) = (1 βˆ’ 𝛿1𝐡 βˆ’ β‹― βˆ’π›Ώπ‘Ÿπ΅π‘Ÿ)(1 βˆ’ πœ™1𝐡 βˆ’ β‹― βˆ’πœ™π‘π΅π‘) = (1 βˆ’ 𝑐1𝐡 βˆ’ 𝑐2𝐡2βˆ’ β‹― βˆ’π‘π‘+π‘Ÿπ΅π‘+π‘Ÿ), 𝑑(𝐡) = πœ™(𝐡)πœ”(𝐡) = (1 βˆ’ πœ™1𝐡 βˆ’ β‹― βˆ’πœ™π‘π΅π‘)(πœ”0βˆ’ πœ”1𝐡 βˆ’ β‹― βˆ’πœ”π‘ π΅π‘ ) = (𝑑0βˆ’ 𝑑1𝐡 βˆ’ 𝑑2𝐡2βˆ’ β‹― βˆ’π‘‘π‘+𝑠𝐡𝑝+𝑠), dan 𝑒(𝐡) = 𝛿(𝐡)πœƒ(𝐡) = (1 βˆ’ 𝛿1𝐡 βˆ’ β‹― βˆ’π›Ώπ‘Ÿπ΅π‘Ÿ)(1 βˆ’ πœƒ1𝐡 βˆ’ β‹― βˆ’πœƒπ‘žπ΅π‘ž) = (1 βˆ’ 𝑒1𝐡 βˆ’ 𝑒2𝐡2βˆ’ β‹― βˆ’π‘π‘Ÿ+π‘žπ΅π‘Ÿ+π‘ž),

14

maka,

π‘Žπ‘‘= π‘¦π‘‘βˆ’ 𝑐1π‘¦π‘‘βˆ’1βˆ’ β‹― βˆ’ 𝑐𝑝+π‘Ÿπ‘¦π‘‘βˆ’π‘βˆ’π‘Ÿβˆ’ 𝑑0π‘₯π‘‘βˆ’π‘+ 𝑑1π‘₯π‘‘βˆ’π‘βˆ’1+ β‹― +

𝑑𝑝+𝑠π‘₯π‘‘βˆ’π‘βˆ’π‘βˆ’π‘ + π‘’π‘Ÿ+π‘žπ‘Žπ‘‘βˆ’π‘Ÿβˆ’π‘ž (2.24)

dengan 𝑐𝑖, 𝑑𝑗, dan π‘’π‘˜ adalah fungsi dari 𝛿𝑖, πœ”π‘—, πœ™π‘˜, dan πœƒπ‘™. Dengan asumsi bahwa π‘Žπ‘‘ adalah white noise 𝑁(0, πœŽπ‘Ž2), sehingga fungsi conditional likelihood :

𝐿(𝛿, πœ”, πœ™, πœƒ, πœŽπ‘Ž2|𝑏, π‘₯, 𝑦, π‘₯0, 𝑦0, π‘Ž0) = (2πœ‹πœŽπ‘Ž2)βˆ’π‘›/2exp [βˆ’ 1

2πœŽπ‘Ž2βˆ‘1𝑑=1π‘Žπ‘‘2], (2.25) dengan π‘₯0, 𝑦0, π‘Ž0 adalah beberapa nilai awal yang sesuai untuk menghitung π‘Žπ‘‘ dari persamaan (2.24) sama dengan nilai awal yang diperlukan dalam pendugaan model ARIMA univariat.

Secara umum, metode penaksiran maximum likelihood juga dapat digunakan untuk menduga parameter πœ”, 𝛿, πœ™, πœƒ dan πœŽπ‘Ž2. Sebagai contoh, dengan mengatur nilai π‘Ž sama dengan 0 sebagai nilai ekspetasi kondisional, pendugaan kuadrat terkecil nonlinier parameter tersebut diperoleh dengan nilai SSE, yaitu :

𝑆(𝛿, πœ”, πœ™, πœƒ|𝑏) = βˆ‘π‘›π‘‘=𝑑0π‘Žπ‘‘2, (2.26)

dengan 𝑑0 = max{𝑝 + π‘Ÿ + 1, 𝑏 + 𝑝 + 𝑠 + 1} (Wei, 2006:333).

Sejauh ini diasumsikan bahwa 𝑏 diketahui. Nilai-nilai yang diberikan untuk π‘Ÿ, 𝑠, 𝑝, dan π‘ž, jika penduga dari 𝑏 juga dibutuhkan, maka persamaan (2.26) dapat dioptimisasi untuk nilai-nilai dari 𝑏. Maka dipilih 𝑏 untuk nilai yang memberikan nilai jumlah kuadrat error minimum.

2.3.3 Uji Diagnosis Model Fungsi Transfer

Setelah model fungsi transfer telah diidentifikasi dan parameter diestimasi, harus dilakukan pengecekan kelayakan model sebelum model digunakan untuk peramalan, kontrol, maupun untuk tujuan lainnya. Asumsi yang harus dipenuhi dalam model fungsi transfer adalah residual π‘Žπ‘‘ white noise dan independen pada deret input π‘₯𝑑 juga independen pada deret input yang telah melalui proses

pre-whitening 𝛼𝑑. Dalam pemeriksaan diagnosa model fungsi transfer, residual π‘ŽΜ‚π‘‘ diuji melalui :

1) Cross correlation

Cross correlation digunakan untuk memeriksa apakah deret noise π‘Žπ‘‘ dan deret

15

𝛼 dan π‘ŽΜ‚ harus menunjukan tidak ada pola. Pendeteksiannya dapat dilakukan dengan menggunakan statistik portmanteau test, yaitu :

𝑄0 = π‘š(π‘š + 2) βˆ‘π‘˜ (π‘š βˆ’ 𝑗)

𝑗=0 πœŒΜ‚π›Όπ‘ŽΜ‚2 (𝑗) (2.27)

𝑄0~πœ’2 dengan derajat bebas (𝐾 + 1) βˆ’ 𝑀 dimana π‘š = 𝑛 βˆ’ 𝑑0+ 1 dan 𝑀 adalah jumlah parameter 𝛿𝑖 dan πœ”π‘— yang diestimasi dalam fungsi transfer

𝑣(𝐡) =πœ”(𝐡)

𝛿(𝐡). Jumlah derajat bebas untuk 𝑄0 independent pada jumlah parameter yang diestimasi dalam model noise.

2) Cek autocorrelation

Untuk model yang baik, sampel ACF dan PACF dari π‘ŽΜ‚π‘‘ harus menunjukan tidak ada pola, statistik uji untuk autocorrelation adalah :

𝑄1 = π‘š(π‘š + 2) βˆ‘π‘˜π‘—=1(π‘š βˆ’ 𝑗)πœŒΜ‚π›Όπ‘ŽΜ‚2 (𝑗) (2.28) Aproksimasi statistik 𝑄1~πœ’2 dengan derajat bebas (𝐾 βˆ’ 𝑝 βˆ’ π‘ž) hanya dependen pada jumlah parameter model noise.

2.3.4 Peramalan dengan Fungsi transfer

Setelah lolos pada tahap diagnosa, maka model fungsi transfer siap digunakan untuk peramalan. Peramalan dilakukan dengan menggunakan model yang telah dihasilkan melalui prosedur sebelumnya. Peramalan dengan model fungsi transfer juga mirip dengan peramalan pada model ARIMA.

2.3.5 Model Fungsi Transfer Multi Input

Secara umum, deret output mungkin dipengaruhi oleh beberapa deret input, sehingga model kausal untuk fungsi transfer multi input adalah :

𝑦𝑑= 𝑣1(𝐡)π‘₯1𝑑+ β‹― + π‘£π‘š(𝐡)π‘₯π‘šπ‘‘+ 𝑛𝑑 (2.29) atau 𝑦𝑑= βˆ‘π‘šπ‘—=1𝑣𝑗(𝐡)π‘₯𝑗𝑑+ 𝑛𝑑 (2.30) atau 𝑦𝑑= βˆ‘ πœ”π‘—(𝐡) 𝛿𝑗(𝐡)𝐡𝑏𝑗π‘₯𝑗𝑑 π‘š 𝑗=1 +πœƒ(𝐡) πœ™(𝐡)π‘Žπ‘‘ (2.31)

dimana 𝑣𝑗(𝐡) adalah fungsi transfer untuk deret input π‘₯𝑗𝑑 ke-j dan π‘Žπ‘‘ diasumsikan independen untuk setiap deret input π‘₯𝑖𝑑 dan π‘₯𝑗𝑑 tidak berkorelasi untuk 𝑖 β‰  𝑗. Bobot

16

respon fungsi transfer πœ”π‘—(𝐡)

𝛿𝑗(𝐡)𝐡𝑏𝑗 untuk masing-masing variabel input didefinisikan pada model fungsi transfer untuk single input (Otok dan Suhartono, 2009).

17

Dokumen terkait