• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kosmetika

2.1.1. Pengertian Kosmetika

Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. (Tranggono, 2007)

Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini , dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat di sekitarnya. Sekarang kosmetik dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan. (Wasitaatmadja, 1997)

Pada tahun 1955 Lubowe menciptakan istilah “cosmedik” yang merupakan gabungan dari kosmetik dan obat yang sifatnya dapat mempengaruhi faal kulit secara positif, namun bukan obat.

Ilmu yang mempelajari kosmetika disebut “kosmetologi” yaitu ilmu yang berhubungan dengan pembuatan, penyimpanan, aplikasi penggunaan, efek dan efek samping kosmetika. ( Wasitaatmadja, 1997)

2.1.2. Penggolongan Kosmetik

Dewasa ini terdapat banyak kosmetika yang dijual di pasar bebas, baik produk di dalam maupun luar negeri. Jumlah yang demikian banyak memerlukan usaha penyederhanaan kosmetika baik untuk tujuan pengaturan maupun pemakaian. Usaha tersebut berupa pengolongan kosmetika.

Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

a. Menurut Jellinek (1959) kosmetika dibagi menjadi :

1. Preparat pembersih

2. Preparat deodoran dan antiperspirasi 3. Preparat protektif

4. Emoliaen

5. Preparat dengan efek dalam

6. Preparat dekoratif/superfisial 7. Preparat dekoratif/ dalam 8. Preparat buat kesenangan

b. Menurut Wells FV dan Lubowe (1964) kosmetika dikelompokkan

menjadi:

1. Preparat untuk kulit muka 2. Preparat untuk higienis

3. Preparat untuk tangan dan kaki

4. Kosmetika badan

5. Preparat untuk rambut

6. Kosmetika untuk pria dan toilet

7. Kosmetika lain

c. Menurut Brauer EW (1978) dan Princilles of Cosmetics for The

Dermatologist mengklasifikasikan kosmetika menjadi :

1. Toiletries : sabun, sampo, pengkilap rambut, konsdisioner rambut,

penata, pewarna, pengeriting, pelurus rambut, deodoran, antiperspiran, dan tabir surya

Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

2. Skin care : pencukur, pembersih, astringen, toner, pelembab, masker,

krem malam, dan bahan untuk mandi

3. Fragrance : perfume, colognes, toilet waters, body silk, bath powder, after shave agent

d. Berdasarkan bahan dan penggunaannya serta maksud evaluasi produk

kosmetik dibagi menjadi 2 golongan :

1. Kosmetik golongan I adalah:

a. Kosmetik yang digunakan untuk bbayi

b. Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan

mukosa lainnya

c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan

penandaan

d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim

serta belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya.

2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk golongan I

(Badan POM, 2004)

e. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi ke dalam 13

kelompok :

1. Preparat untuk bayi, misalnya bedak bayi, minyak bayi, dll 2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dll 3. Preparat untuk mata, misalnya mascara, eye shadow, dll 4. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dll 5. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dll 6. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dll

Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

7. Preparat make-up (kecuali mata),misalnya bedak, lipstik, dll

8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth

washes,dll

9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant, dll 10.Preparat kuku, misalnya cat kuku, lossion kuku, dll

11.Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung,dll 12.Preparat cukur, misalnyasabun cukur, dll

13.Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen

foundation,dll. (Tranggono, 2004)

f. Penggolongan kosmetik menurut sifat dan cara pembuatan

1. Kosmetik modern,diramu dari bahan kimia dan diolah secara modern

(termasuk diantaranya adalah cosmedic) 2. Kosmetik tradisional :

a. Betul-betul tradisional, misalnya mangir, lulur, yang dibuat dari bahan alam dan diolah menurut resep dan cara yang turun-temurun

b. Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan pengawet

agar tahan lama.

c. Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang

benar-benar tradisional dan diberi warna yang menyerupai bahan tradisional. (Tranggono, 2004)

g. Penggolongan kosmetika menurut kegunaannya bagi kulit

1. Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetic)

Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk di dalamnya:

Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser) : sabun, cleansing

cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener)

b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (mosturizer), misalnya

mosturizer cream, night cream, anti wrinkel cream

c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen

foundation, sun block cream/lotion

d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling),

misalnya scrub ceram yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengamplas (abrasiver)

h. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)

Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confident). Dalam kosmetik riasan, peran zat warna dan pewangi sangat besar. Kosmetik dekoratif terbagi menjadi 2 golongan,yaitu :

a. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan

dan pemakaian sebentar, misalnya lipstik, bedak, pemerah pipi, eyes shadow, dll

b. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam

baru lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, pengeriting rambut, dan preparat penghilang rambut. (Tranggono, 2004)

Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

2.2 Kosmetika Rias Bibir

Sediaan rias bibir terdapat dalam berbagai bentuk, seperti cairan, krayon, dan krim. Cat bibir cair dan krim umumnya akan memberikan selaput yang tidak tahan lama dan mudah terhapus dari bibir. Komposisi cat bibir modern lebih menyerupai komposisi lak kuku, tetapi tidak dilekatkan pada bibir akan memberikan selaput yang kering. Karena itu, cat bibir dan krim tidak begitu digemari orang terutama jika dibandingkan dengan cat bibir krayon. Dewasa ini cat bibir cair dan krim tidak banyak dijumpai dalam peredaran, yang banyak dijumpai adalah cat bibir krayon/ lipstik. (Depkes RI, 1985)

2.2.1 Lipstik

Lipstik adalah produk kosmetik yang paling luas digunakan. Lipstik merupakan pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat (roll up) yang terbentuk dari minyak, lilin dan lemak. (Wasitaatmadja,1997)

Lipstik adalah make up bibir yang anatomis dan fisiologisnya agak berbeda dari kulit bagian badan lainnya. Misalnya, stratum korneum-nya sangat tipis dan dermisnya tidak mengandung kelenjar keringat maupun kelenjar minyak, sehingga bibir mudah kering dan pecah-pecah terutama jika dalam udara yang dingin dan kering. Hanya air liur yang merupakan pembasah alami untuk bibir. (Tranggono,2004)

Lipstik terdiri dari zat warna yang terdispersi dalam pembawa yang terbuat dari campuran lilin dan minyak, dalam komposisi yang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan suhu lebur dan viskositas yang dikehendaki. Suhu lebur lipstik ideal yang sesungguhnya diatur hingga suhu mendekati suhu bibir, bervariasi antara 36-38°C. Tetapi karena harus memperhatikan faktor ketahanan terhadap

Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

suhu cuaca di sekelilingnya, terutama suhu daerah tropik, suhu lebur lipstik dibuat lebih tinggi, yang dianggap lebih sesuai diatur pada suhu lebih kurang 62°, biasanya berkisar antara 55-75°C. (Depkes RI, 1985)

2.2.2 Persyaratan Lipstik

Persyaratan untuk listik yang dituntut masyarakat antara lain :

1. Melapisi bibir secara mencukupi

2. Dapat bertahan di bibir dalam jangka waktu lama 3. Cukup melekat pada bibir tetapi tidak sampai lengket 4. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir

5. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya

6. Memberikan warna yang merata pada bibir

7. Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya

8. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak bopeng atau

berbintik-bintik, atau memperlihatkan hal lain yang tidak menarik. (Tranggono, 2004)

2.2.3 Komposisi Lipstik

Bahan-bahan utama pada lipstik adalah : a. Lilin

Misalnya: carnauba wax, paraffin waxes, ozokerite, beewax, candellila wax, spermaceti, ceeresine. Semuanya berperan pada kekerasan lipstik

b. Minyak

Fase minyak dalam lipstik dipilih terutama berdasarkan kemampuannya melarutkan zat- zat eosin. Misalnya, minyak castor, tetrahydrofurfuril alcohol, fatty acid alkylolamides, dihydric alcohol, beserta monoethers dan monofatty

Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

acid esternya, isopropyl myristate, isopropyl palmitate, butyl stearate, parafin oil.

c. Lemak

Misalnya, krim kakao, minyak tumbuhan yang sudah dihidrogenasi (misalnya hydrogenated castrol oil), cetyl alcohol, oleyil alcohol, lanolin

d. Acetoglycerides

Direkomendasikan untuk memperbaiki sifat thixotropik batang lipstik sehingga meskipun temperatyr berfluktuasi, kepadatan lipstik konstan.

e. Zat-zat pewarna

Zat pewarna yang dipakai secara universal di dalam lipstik adalah zat warna eosin yang memenuhi dua persyaratan sebagai zat warna untuk lipstik, yaitu kelekatan pada kulit dan kelarutannya di dalam minyak. Pelarut terbaik untuk eosin adalah castrol oil. Tetapi furfuryl alkohol beserta ester-esternya terutama stearat dan ricinoleat memiliki daya melarutkan eosin yang lebih besar. Fatty acid alkylolamides, jika dipakai sebagai pelarut eosin, akan memberikan warna yang sangat intensif pada bibir.

f. Surfaktan

Surfaktan kadang-kadang ditambahkan dalam pembuatan lipstik untuk memudahkan pembasahan dan dispersi partikel-partikel pigmen warna yang padat

g. Antioksidan

h. Bahan pengawet

Bahan pewangi (fragrance) atau lebih tepat bahan pemberi rasa segar (flavoring), harus mampu menutupi bau dan rasa kurang sedap dari lemak-lemak dalam

Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

lipstik dan menggantinya dengan bau dan rasa yang menyenangkan. (Tranggono,2004)

2.3 Struktur Anatomi Bibir

Bibir merupakan kulit yang memiliki ciri tersendiri karena lapisan jangatnya sangat tipis. Stratum germinatum tubuh dengan sangat kuat dan korium mendorong papila dengan aliran darah yang banyak tepat di bawah permukaan kulit. Pada kulit bibir tidak terdapat kelenjar keringat, tetapi pada permukaan kulit bibir sebelah dalam terdapat kelenjar liur, sehingga bibir tampak selalu basah. Sangat jarang terdapat kelenjar lemak, sehingga dalam cuaca yang kering dan dinginlapisan jangat akan cenderung mengering, pecah-pecah, yang memungkinkan zat yang melekat padanya mudah penetrasi ke staratum germinativum. ( Depkes RI, 1985)

Karena ketipisan kulit jangat, lebih menojolnya statum germinativum dan aliran darah lebih banyak mengaliri di daerah permukaan kulit bibir, maka bibir menunjukkan sifat lebih peka dibandingkan dengan kulit lainnya. Kerena itu hendaknya berhati-hati dalam memilih bahan yang digunakan untuk sediaan bibir, terutama dalam hal memilih lemak, pigmen dan zat pengawet yang digunakan untuk maksud pembuatan sediaan itu. ( Depkes RI, 1985)

2.4 Pewarna Kosmetik

Pewarna yang digunakan dalam kosmetika umumnya terdiri atas 2 jenis, yaitu :

1. Pewarna yang dapat larut dalam cairan (soluble), air, alkohol, atau minyak. Contoh warna kosmetika adalah:

Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Pewarna asam (acid dyes) yang merupakan golongan terbesar pewarna pakaian, makanan dan kosmetika. Unsur terpenting dalam pewarna ini adalah gugus azo.

Solvent dyes yang larut dalam air atau alkohol, misalnya : merah DC, merah hijau No.17, violet, kuning. Xanthene dyes yang dipakai dalam lipstik, misalnya DC orange, merah dan kuning.

2. Pewarna yang tidak dapat larut dalam cairan (insoluble), yang terdiri atas

bahan organik dan inorganik, misalnya lakes, besi oksida

Tidak semua zat warna dapat digunakan untuk kosmetika. Kulit di beberapa bagian tubuh sensitif terhadap warna tertentu, sehingga memerlukan warna khusus, seperti kulit di sekitar mata, kulit di sekitar mulut, bibir, dan kuku. (Wasitaatmadja,1997)

Penentuan mutu suatu bahan dapat diamati dengan warna. Warna hasil produksi suatu bahan sangat berpengaruh bagi pemakainya. Sebagai contoh, warna suatu kosmetika sangat berperan secara psikologis bagi pemakainya sebagai pembentuk kecantikan. Adapun maksud dan tujuan pemberian warna pada suatu bahan, baik obat maupun kosmetika bahkan makanan adalah supaya bahan atau hasil produksi itu menarik bagi pemakainya, menghindari adanya pemalsuan terhadap hasil suatu pabrik dan menjaga keseragaman hasil suatu pabrik. (Sudarmadji, 2003)

Yang penting adalah keamanan bagi para pemakai zat warna, sebab pemakaian yang keliru dapat menyebabkan hal-hal yang tidak dikehendaki seperti memberikan efek karsinogenik, teratogenik, alergi dan lain-lain. (Sudarmadji,2003)

Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Dalam pemakaian zat pewarna untuk membuat suatu produksi perlu diadakan persyaratan umum, meliputi:

a. Dicantumkan dalam label hasil produksi

b. Tidak boleh disembunyikan

c. Tidak boleh membuat arti tentang mutu dan kualitas karena pemberian zat

warna tersebut.

Sebagai persyaratan khusus adalah :

1. Tercantum dosis pemakaian yang sering dikenal dengan ADI (Acceprable

Daily Intake)

2. Zat warna yang terkandung harus dicantumkan secara resmi, nama umum dan

indeks warna, misalnya : nama resmi Red No.2, nama umum Amaranth, indeks nomor 16:85

Berdasarkan masalah tersebut, maka perlu adanya analisis zat warna dari suatu bahan pemakai zat warna baik obat, kosmetika maupun makanan. Zat warna yang beredar sekarang dapat dibedakan menjadi dua yaitu zat warna alam seperti pandan, kunyit, arang dan zat warna sintetis. (Sudarmadji, 2003)

Pada abad pertengahan zat warna sintetis mulai ditemukan. Perkin pada tahun 1856 menemukan senyawa sintetis pertama kali berupa senyawa violet dan biru kehijauan. Pada tahun 1876 zat warna sintetis juga ditemukan oleh Witte berupa senyawa organik yang mengandung gugus kromofor. Selanjutnya senyawa organik ini berkembang meluas pada pemakaian zat warna sintetis. (Sardjimah,1996)

Dengan meluasnya pemakaian zat warna sintetis menimbulkan hal-hal yang negatif sehingga di negara yang telah maju misalnya Amerika Serikat

Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

pemakaian zat warna sintetis harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan. Pengujian tersebut meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi dan analisis medis. Hal ini dilakukan sehubungan dengan proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan dengan pemberianasam sulfat atau asam nitrat sering terkontaminasi oleh logam berat yang bersifat racun. Di samping hal lain, perlu diingat dalam pembuatan zat warna organik sebelum mencapai produk akhir harus melalui senyawa-senyawa antara terlebih dahulu yang kadang-kadang berbahaya dan kadang-kadang tertinggal pada hasil akhir atau mungkin dapat terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya bagi kesehatan manusia. (Sardjimah, 1996)

Untuk menganalisa suatu zat warna perlu mengetahui penggolongannya agar memudahkan dalam pelaksanaannya. Menurut Sardjimah (1996), zat warna dapat digolongkan menjadi 4 jenis yaitu :

a. Berdasarkan asalnya dibagi menjadi dua yaitu zat warna alam dan zat warna

sintetis.

b. Berdasarkan penyusunnya dibagi menjadi dua yaitu zat warna pigmen dan

lakes.

c. Berdasarkan kelarutannya dibagi menjadi dua yaitu zat warna larut dalam

pelarut lemak/minyak dan zat warna larut air.

d. Berdasarkan sifat keasamannya dibagi menjadi dua yaitu zat warna bersifat

asam dan zat warna bersifat basa.

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan makanan Nomor 00386/C/SK/II/90 bahwa zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dalam obat, makanan dan kosmetika adalah sebagai berikut:

Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Tabel I.Zat warna sebagai bahan berbahaya dalam obat, makanan dan kosmetika

No Nama Nomor Indeks Warna

1 Jingga K1 (C.I. Pigmen Orange 5, D&C Orange

No. 17)

12075

2 Merah K3 (C.I. Pigmen Red 53, D&C Red No 8) 15585

3 Merah K4 (C.I.Pigmen Red 53:1, D&C Red No 9) 15585 : 1

4 Merah K10 (Rhodamin B, C.I. Food Red 15, D&C

Red No. 19)

45170

5 Merah K11 45170 : 1

Sumber : Skep DirJen POM No. 0036/C/SK/II/90

2.5 Rhodamin B

Rhodamin B ( Tetraethyl Rhodamine) Gambar 1 : Rumus Bangun Rhodamin B

Nama Kimia

:N-[9-(carboxyphenyl)-6-(diethylamino)-3H-xanten-3-ylidene]-N-ethylethanaminium clorida

Nama Lazim : tetraethylrhodamine; D&C Red No. 19; Rhodamine B clorida; C.I. Basic Violet 10; C.I. 45170

Rumus Kimia : C28H31ClN2O3

BM : 479

Pemerian : Hablur Hijau atau serbuk ungu kemerahan

Kelarutan : sangat mudah larut dalam air menghasilkan larutan merah

kebiruan dan berfluoresensi kuat jika diencerkan. Sangat mudah larut dalam alkohol; sukar larut dalam asam encer dan dalam

Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

larutan alkali. Larutan dalam asam kuat membentuk senyawa dengan kompleks antimon berwarna merah muda yang larut dalam isopropil eter. ( Budavari, 1996)

Penggunaan : sebagai pewarna untuk sutra, katun, wol, nilon, serat asetat,

kertas, tinta dan pernis, sabun, pewarna kayu, bulu, kulit, dan pewarna untuk keramik China. Juga digunakan sebagai pewarna obat dan kosmetik dalam bentuk larutan obat yang encer, tablet, kapsul, pasta gigi, sabun, larutan pengeriting rambut, garam mandi, lipstik dan pemerah pipi. Pewarna ini juga digunakan sebagai alat pendeteksi dalam pencemaran air, sebagai pewarna untuk lilin dan bahan antibeku, dan sebagai reagent untuk menganalisa antimoni, bismut, kobalt, niobium, emas, mangan, merkuri, molibdenum, tantalum, tallium, dan tungsten. (Lyon, 1978)

Penggunaan Rhodamin B pada makanan dan kosmetik dalam waktu lama (kronis) akan mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun demikian, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. Bila Rhodamin B tersebut masuk melalui makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan urine yang berwarna merah maupun merah muda. Selain melalui makanan ataupun kosmetik, Rhodamin B juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, jika terhidup terjadi iritasi pada saluran pernafasan. Mata yang terkena Rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang

Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata. (Yulianti, 2007)

2.7 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan kromatogafi kertas (KKt) adalah metode kromatografi cair yang paling sederhana. Ide penggunaan kromatografi serapan dalam bentuk lapisan tipis yang dilekatkan pada suatu penyokong telah di ketengahkan dalam tahun 1938. (Hardjono, 1985)

Perkembangan lebih lanjut, Stahl telah membuat cara-cara pembuatan potongan gelas dan cara melapiskannya dan menunjukkan bahwa kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk keperluan yang luas dalam pemisahan-pemisahan. (Hardjono, 1985)

Dengan memakai KLT, pemisahan senyawa yang amat berbeda seperti senyawa organik alam senyawa organik sintetik, kompleks anorganik-organik, dan bahkan ion anorganik, dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal. (Glitter, 1991)

KLT yang dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi. (Glitter, 1991) Faktor –faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf :

Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009

b. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya. (Biasanya aktifitas dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan mengeringkan molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari penyerap)

c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap

Ketidakrataaan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat.

d. Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak

e. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan

f. Teknik percobaan

g. Jumlah cuplikan yang digunakan

h. Suhu

Pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk mencegah perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fasa.

i. Kesetimbangan

Kesetimbangan dalam lapisan tipis sangat poenting, hingga perlu mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, tidak terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fasa bergerak lebih cepat pada bagian-bagian tepi daripada bagian tengah. Keadaan seprti ini harus dicegah. (Hardjono,1985)

Winda Kirana Ade Putri : Pemeriksaan Penyalahgunaan Rhodamin B Sebagai Pewarna Pada Sediaan Lipstik Yang Beredar Di Pusat Pasar Kota Medan, 2009.

USU Repository © 2009 2.8 Spektrofotometri

Spektrofotometri adalah pengukuran absorbsi energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada suatu panjang gelombang tertentu (Day, 2002).

Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-750 nm (Rohman, 2007).

Menurut Rohman (2007) dan Day (2002), hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan dan berbanding terbalik dengan transmitan.

Menurut Day (2002), hukum tersebut dituliskan dengan : A = abc = log 1/T

Keterangan : A = absorbans a = koefisien ekstingsi

b = tebal sel (cm)

c = konsentrasi analit

Pada spektrofotometri sinar tampak, pengamatan mata terhadap warna timbul dari penyerapan selektif panjang gelombang tertentu dari sinar masuk oleh

Dokumen terkait