• Tidak ada hasil yang ditemukan

 

   

TINJAUAN PUSTAKA

Secang (Caesalpinia sappan)

Tanaman secang termasuk famili fabaceae. Tanaman ini merupakan tumbuhan perdu yang memanjat atau pohon kecil, berduri banyak, dengan tinggi mencapai 5-10 m. Batang dan percabangannya berduri, berwarna coklat keunguan, sedangkan ranting dan tunasnya berbulu kecoklatan. Daunnya bertumpu, bersirip ganda, dan panjangnya mencapai 50 cm. Bunganya berwarna kuning dan berbuah polong yang merekah setelah matang. Akarnya berserabut dan berwarna gelap (Gambar 1).

Gambar 1. Tanaman secang (dokumen pribadi).

Tanaman secang tersebar di Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika. Hasil isolasi yang dilakukan terhadap secang menunjukkan adanya senyawa diterpenoid (Yodsaue 2007), senyawa aktif flavonoid dan fenolik, yaitu 4-0-metilsapanol, protosappanin A, protosappanin B, protosappanin E, brazilin, brazilein, caesalpini, brazilide A, neosapanone, 7,3,4-trihidroksi-3-benzil-2H (Batubara at al. 2010). Secang merupakan salah satu tanaman yang memiliki banyak khasiat dalam pengobatan di antaranya sebagai pembersih darah, antikanker (Park et al. 2002; Eun et al. 2005), ekspektoran, antioksidan (Yingming 2004), antibakteri (Xu &

4   

Lee 2004), serta immunostimulan, antimikroba (Lim et al. 2007). Secang dapat dikembangkan sebagai bahan antiioksidan dalam kosmetik. Ekstrak metanol maupun ekstrak etanol 50% merupakan ekstrak yang paling berpotensi sebagai antijerawat berdasarkan aktivitasnya menghambat pertumbuhan bakteri

propionibakterium acnes, serta menghambat aktivitas lipase (Batubara et al.

2010).

Ekstraksi

Ekstraksi merupakan metode pemisahan suatu zat terlarut secara selektif dari suatu bahan dengan pelarut tertentu. Pemilihan metode yang tepat tergantung pada tekstur, kandungan air tanaman yang diekstraksi, dan jenis senyawa yang akan diisolasi (Harborne 1987).

Metode ekstraksi maserasi umum digunakan untuk mengekstraksi sampel yang relatif tidak tahan panas. Metode ini hanya dilakukan dengan merendam sampel dalam suatu pelarut dengan jangka waktu tertentu, biasanya dilakukan selama 24 jam tanpa menggunakan pemanas. Kelebihan metode ini diantaranya sederhana dan bisa menghindari kerusakan komponen senyawa akibat panas. Kelemahan metode ini ditinjau dari segi waktu dan penggunaan pelarut yang tidak efektif dan efisien karena jumlah pelarut relatif banyak dan waktunya lebih lama (Meloan 1999).

Metode ekstraksi sonikasi memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 42 kHz yang dapat mempercepat waktu kontak antara sampel dan pelarut meskipun pada suhu ruang. Hal ini menyebabkan proses perpindahan massa senyawa bioaktif dari dalam sel tanaman ke pelarut menjadi lebih cepat. Sonikasi mengandalkan energi gelombang yang menyebabkan proses kavitasi, yaitu proses pembentukan gelembung-gelembung kecil akibat adanya transmisi gelombang ultrasonik untuk membantu difusi pelarut ke dalam dinding sel tanaman (Ashley et al. 2001).

Aktivitas Antioksidan

Secara umum, antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi. Dalam arti khusus, antioksidan

5   

   

adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas. Terdapat dua kategori antioksidan yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan alami dapat berupa senyawa fenolik (tokoferol, flavonoid, dan antioksidan), senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan amina), atau karotenoid seperti asam askorbat (Apak et al. 2007).

Antioksidan memiliki banyak manfaat bagi kesehatan seperti mencegah penyakit kanker, mencegah penuaan dini, kerusakan kulit dan penyakit-penyakit lain (Yuwono 2009). Sebagian besar penyakit jerawat dengan kondisi kronis dapat disebabkan oleh stres oksidatif, sehingga diperlukan antioksidan untuk mengurangi stres oksidatif tersebut pada penderita penyakit jerawat kronis (Batubara et al. 2009).

Aktivitas antioksidan dapat diukur dengan menggunakan metode penangkapan radikal bebas stabil DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhidracyl). DPPH adalah suatu radikal bebas stabil, berwarna ungu dalam larutan dan dapat bereaksi dengan radikal lain membentuk suatu senyawa stabil. Selain itu DPPH juga dapat bereaksi dengan atom hidrogen (berasal dari suatu antioksidan) membentuk DPPH tereduksi (DPPH Hidrazin) yang stabil. Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan persentase penghambatan (inhibisi) yang diperoleh dari nilai absorbansi blanko dikurangi absorbansi sampel. Metode DPPH adalah metode yang cepat, mudah, dan sensitif untuk mengukur aktivitas antioksidan suatu ekstrak tumbuhan (Pourmorad 2006).

1,1-difenil-2-pirilhidrazil 1.1-difenil-2-pikrilhidrazin (ungu) (kuning)

Gambar 2. Reaksi penangkapan radikal bebas DPPH (Prakash 2001).

6   

Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) 

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) memisahkan komponen berdasarkan interaksi komponen dengan fase gerak berupa cairan dan fase diam. Fase gerak mengalir dengan bantuan tekanan. Komponen yang dipisahkan teramati sebagai puncak dengan waktu retensi tertentu. Kadar komponen ditunjukkan oleh luas masing-masing puncak (Ahuja & Rasmussen 2007).

Hasil pemisahan KCKT disajikan dalam kromatogam atau sidik jari kromatografi. Parameter yang diukur pada analisis sidik jari KCKT meliputi waktu retensi, resolusi, jumlah puncak, dan luas puncak. Parameter yang banyak digunakan untuk evaluasi sidik jari kromatografi adalah jumlah puncak (Borges et

al. 2007; Delaroza & Scarminio 2008). Puncak yang diharapkan adalah puncak

yang tajam. Beberapa parameter kromatogram diantaranya adalah nilai resolusi, jumlah pelat teoritis (N), dan rasio sinyal terhadap derau (S/N).

(1) Resolusi menggambarkan keterpisahan dua buah pita atau puncak. Puncak dikatakan benar-benar terpisah jika memiliki nilai R > 1.5, ukuran keterpisahan antar puncak dapat dihitung dengan menggunakan rumus R=2(tRB–tRA)/wA+wB; (2) Jumlah pelat teoritis (N) berhubungan dengan efisiensi kolom yang berkaitan dengan kemampuan untuk menghasilkan puncak yang tajam, N dihitung secara eksperimental melalui persamaan N = tR2/W atau N = 16 VR2/W; (3) Rasio sinyal terhadap derau (S/N), sinyal adalah informasi yang diinginkan, selain menghasilkan sinyal yang diinginkan, instrumen yang digunakan juga menghasilkan noise atau derau, yang dapat merupakan nilai limit deteksi alat, pengaruh arus, atau interferen (Currell 2000).

KCKT banyak digunakan untuk kontrol kualitas Tradicional Chinese

medicines (TCM) karena memiliki katelitian yang tinggi, sensitif, dan memiliki

ketersalinan yang baik (Zhang et al. 2008). Sidik jari kromatografi memberikan informasi yang lebih banyak, valid, dan efisien dalam kontrol kualitas obat herbal dibandingkan dengan metode analisis tradisional (Lai et al. 2007). Sidik jari kromatografi obat herbal yang dihasilkan bersifat sangat khas. Sidik jari mempresentasikan senyawa aktif yang terdapat dalam obat herbal dan interaksi yang terjadi antara komponen aktif maupun antara komponen aktif dengan fase gerak dan fase diam. Sidik jari KCKT di antaranya telah digunakan untuk kontrol

7   

   

kualitas Schisandra chinensis (Zhu et al. 2007), green tea (Almeida & Scarminio 2007), Bauhinia variegata (Delaroza & Scarminio 2008), Resina draconis (Cao et

al. 2008), dan Ganoderma lucidum (Chen et al. 2008), Ayurvedic churna

(Chitlange et al. 2009), Phyllanthus niruri (Wahyuni 2010), Artemisia selengensis (Peng et al. 2011). Sidik jari juga cocok digunakan untuk identifikasi dan membedakan sampel yang berasal dari daerah berbeda (Zhu et al. 2007).

Pengoptimuman Fase Gerak KCKT dengan Mixture Design

Pengoptimuman kondisi pemisahan KCKT dilakukan untuk memperoleh

hasil pemisahan dengan resolusi yang baik, robust, dan cepat. Pengoptimuman dapat dilakukan terhadap fase gerak, fase diam, suhu pemisahan, dan kondisi deteksi. Pengoptimuman fase gerak paling sering dilakukan (Borges et al. 2007). Rancangan percobaan yang sering digunakan pada pengoptimuman fase gerak ialah mixture design (Borges et al. 2007; Delaroza & Scarminio 2008), mixture-mixture design (Wahyuni 2010).

Mixture design digunakan saat suatu sistem terdiri atas campuran beberapa komponen yang jumlah totalnya konstan, yaitu 100%. Respon yang diperoleh merupakan fungsi dari proporsi relatif tiap komponen dalam sistem. Pada mixture

design dapat digunakan 2 komponen atau lebih. Bertambahnya jumlah komponen

yang terlibat akan menambah jumlah dimensi ruang yang dipakai untuk menggambarkan mixture. Saat 2 komponen terlibat, maka profil campuran komponen akan mengikuti garis lurus, saat tiga komponen akan berbentuk segitiga, berbentuk tetrahedron saat empat komponen digunakan, dan seterusnya. Objek paling sederhana yang menggambarkan dimensi mixture disebut sebagai

simplex. Pada praktiknya metode simplex banyak digunakan dalam optimasi.

Kelebihan metode ini adalah mudah dan cepat. Daerah optimum adalah jenis optimasi selektivitas pada pemisahan dengan KCKT, yaitu perubahan elusi puncak dengan fase gerak yang berbeda (Otto1999).

8    x1 x1 x1 x2 x3 x2 x3 x2 x3 (a) (b) (c)

Gambar 3. Simplex-lattice (a), simplex-centroid (b), simplex-centroid dengan axial design (c)

Saat digunakan tiga komponen mixture design dapat mengikuti rancangan

simplex-lattice, simplex-centroid, maupun simplex-centroid dengan axial design.

Contoh sederhana ketiga rancangan tersebut ditunjukkan pada Gambar 3. Pada rancangan campuran berbentuk simplex-lattice titik-titik yang digunakan tersebar di sepanjang sisi simplex . Jika diamati lebih lanjut rancangan ini fokus pada pengaruh komponen tunggal dan kombinasi dua komponen dengan berbagai ragam proporsi terhadap respon yang dihasilkan. Pada rancangan

simplex-centroid, selain pengaruh sistem tunggal dan biner dipelajari juga pengaruh

kombinasi tiga komponen (pada titik tengah/centroid). Untuk k faktor yang terlibat, jumlah eksperimen ialah 2k-1 buah dan melibatkan kombinasi proporsi 1, ½, sampai 1/k. Pada simplex–centroid dengan axial design, pengaruh komponen tiga komponen diperbanyak dengan menambah titik pada daerah axial (Brereton 2005).

Pada rancangan percobaan mengikuti simplex-centroid ada tujuh titik yang diukur yaitu, 3 titik faktor tunggal, 3 titik interaksi 2 faktor, dan 1 titik interaksi 3 faktor (Tabel 1).

Pengolahan data dimulai dengan menentukan nilai koefisien setiap interaksi fase gerak KCKT menggunakan persamaan berikut (Almeida & Scarminio 2007) ŷ = a1x1 + a1x1 + a2x2 + a3x3 ……….. (2) ŷ = a1x1 + a1x1 + a2x2 + a3x3 + a1a2x1x2 + a1a3x1x3 + a2a3x2x3 ……… (3) ŷ = a1x1 + a1x1 + a2x2 + a3x3 + a1a2x1x2 + a1a3x1x3 + a2a3x2x3 + a1a2a3x1x2x3… (4)

9   

   

Tabel 1. Tiga faktor simplex-centroid

Eksperimen Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3

1. faktor tunggal 2. faktor tunggal 3. faktor tunggal 4. binary 5. binary 6. binary 7. ternary 1 0 0 ½ ½ 0 1/3 0 1 0 ½ 0 ½ 1/3 0 0 1 0 ½ ½ 1/3  

 

Dokumen terkait