• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biomassa

Biomassa sebagai sumber hayati utamanya berasal dari tumbuhan atau sisanya. Hewan dan mikroorganisme serta bahan organik dari hewan dan mikroorganisme tersebut juga sama penting. Banyak spesies tumbuhan berguna sebagai biomassa. Biomassa tanah umumnya terdiri atas biomassa herba berasal dari tanaman perkebunan utama dan biomass kayu dari hutan. Kebanyakan dari biomasa tersebut ditanam kemudian diubah serta digunakan untuk tujuan tertentu. Biomass air dari lautan, danau dan sungai bisa juga ditanam seperti rumput laut. Biomassa yang ditanam di ladang atau yang diperoleh dari hutan untuk tujuan tertentu disebut sebagai biomassa asli, sedangkan bahan hayati yang terbuang dari hasil proses produksi, konversi dan pemanfaatan dinamakan sebagai biomassa limbah dan digunakan untuk tujuan lain (Shinya, 2008).

Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses fotosinthesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga merupakan penyimpan karbon selain tanah itu sendiri. Pada tanah gambut, jumlah simpanan karbon mungkin lebih besar dibandingkan dengan simpanan karbon yang ada diatas permukaan. Karbon juga masih tersimpan pada bahan organik mati dan produk-produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik ketika masih dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan. Karbon dapat

tersimpan dalam kantong karbon dalam periode yang lama atau hanya sebentar. Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam karbon pool ini mewakili jumlah carbon yang terserap dari atmosfer (Sutaryo, 2009).

Karbon (C)

Salah satu cara untuk mengendalikan perubahan iklim adalah dengan mengurangi emisi gas rumah kaca (CO, CH, NO) yaitu dengan mempertahankan keutuhan hutan alami dan meningkatkan kerapatan populasi pepohonan di luar hutan. Tumbuhan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan menyerap gas asam arang (CO) dari udara melalui proses fotosintesis, yang selanjutnya diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman. Proses penimbunan karbon dalam tubuh tanaman hidup dinamakan (C-). Dengan demikian mengukur jumlah yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO di atmosfer yang diserap oleh tanaman (Hairiah, 2007).

Karbon merupakan salah satu unsur alam yang memiliki lambang “C” dengan nilai atom sebesar 12. Karbon juga merupakan salah satu unsur utama pembentuk bahan organik termasuk makhluk hidup. Hampir setengah dari organisme hidup merupakan karbon. Karenanya secara alami karbon banyak tersimpan di bumi (darat dan laut) dari pada di atmosfir. Karbon tersimpan dalam daratan bumi dalam bentuk makhluk hidup (tumbuhan dan hewan) , bahan organik mati ataupun sediment seperti fosil tumbuhan dan hewan. Sebagian besar jumlah karbon yang berasal dari makhluk hidup bersumber dari hutan. Seiring terjadinya kerusakan hutan, maka pelepasan karbon ke atmosfir juga

terjadi sebanyak tingkat kerusakan hutan yang terjadi. Sumber karbon (Carbon pool) dikelompokkan menjadi 3 kategori utama, yaitu biomasa hidup, bahan organik mati dan karbon tanah. Biomasa hidup dipilah menjadi 2 bagian yaitu Biomasa Atas Permukaan (BAP) dan Biomasa Bawah Permukaan (BBP). Sedangkan bahan organik mati dikelompokkan menjadi 2 yaitu: kayu mati dan serasah. Sehingga, secara keseluruhan IPCC menetapkan 5 sumber karbon hutan yang perlu dihitung dalam upaya penurunan emisi akibat perubahan tutupan lahan (Manuri S, 2011).

Menurut IPCC (2006), dalam inventarisasi karbon hutan, karbon pool (kantung karbon) yang diperhitungkan setidaknya ada 5 (empat) kantong karbon. Kantong karbon adalah wadah dengan kapasitas untuk menyimpan karbon dan melepaskannya. Keempat kantong karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati dan karbon organik tanah, sedangkan pengertian dari masing 5 kantung karbon adalah sebagai berikut:

a. Biomassa atas permukaan tanah adalah semua material hidup di atas permukaan tanah. Termasuk bagian dari kantong karbon di permukaan tanah ini adalah pada batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji, dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan.

b. Biomassa bawah permukaan tanah adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan

diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah .

c. Bahan organik mati meliputi kayu mati. Semua biomasa kayu mati, baik yang masih tegak, rebah maupun di dalam tanah. Diameter lebih besar dari 10 cm.

d. Bahan organik mati meliputi serasah. Semua biomasa mati dengan ukuran >2 mm dan diameter kurang dari sama dengan 10 cm, rebah dalam berbagai tingkat dekomposisi.

e. Semua bahan organik tanah dalam kedalaman tertentu (30 cm untuk tanah mineral). Termasuk akar dan serasah halus dengan diameter kurang dari 2mm, karena sulit dibedakan.

Tumbuhan Bawah

Vegetasi merupakan masyarakat tumbuh- tumbuhan dalam arti luasnya. Pada umumnya, tumbuhan terdiri dari beberapa golongan antara lain pohon yaitu berupa tegakan dengan ciri - ciri tertentu. Kemudian dapat diketemukan semak belukar dan lain -lain tergantung dari ekosistem yang diamati. Tumbuhan bawah merupakan tumbuhan yang termasuk bukan tegakan atau pohon namun berada di bawah tegakan atau pohon. Tumbuhan bawah merupakan tumbuhan bukan pohon yang tumbuh di lantai hutan, misalnya rumput, herba dan semak belukar atau liana. Tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup tanah yang menjaga kelembaban sehingga proses dekomposisi yang cepat dapat menyediakan unsur hara untuk tanaman pokok (Sutaryo, 2009).

Tumbuhan bawah adalah komunitas tanaman yang menyusun stratifikasi bawah dekat permukaan tanah. Jenis- jenis vegetasi ini ada yang bersifat annual,

biannual, atau perenial dengan bentuk hidup soliter, berumpun, tegak menjalar atau memanjat. Secara taksonomi vegetasi bawah umumnya anggota dari suku - suku Poceae, Cyperaceae, Araceae, Asteraceae, paku - pakuan dan lain-lain. Vegetasi ini banyak terdapat di tempat - tempat terbuka, tepi jalan, tebing sungai, lantai hutan, lahan pertanian dan perkebunan (Odum, 2003 ).

Komposisi dari keanekaragaman jenis tumbuhan bawah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya, kelembaban, pH tanah, tutupan tajuk dari pohon di sekitarnya, dan tingkat kompetisi dari masing - masing jenis. Pada komunitas hutan hujan, penetrasi cahaya matahari yang sampai pada lantai hutan umumnya sedikit sekali. Hal ini disebabkan terhalang oleh lapisan - lapisan tajuk pohon yang ada pada hutan tersebut, sehingga tumbuhan bawah yang tumbuh dekat permukaan tanah kurang mendapat cahaya, sedangkan cahaya matahari bagi tumbuhan merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses perkembangan, pertumbuhan dan reproduksi (Manan, 2003 ).

Keanekaragaman tumbuhan bawah memperlihatkan tingkatan keanekaragaman yang tinggi berdasarkan komposisinya. Perbedaan bentang lahan, tanah, faktor iklim serta perbandingan keanekaragaman spesies vegetasi bawah, memperlihatkan banyak perbedaan, baik dalam kekayaan jenisnya maupun pertumbuhannya. Hutan yang lapisan pohon- pohon tidak begitu lebat, sehingga cukup cahaya yang dapat menembus lantai hutan, kemungkinan tumbuhan bawah beradaptasi melalui permukaan daun yang lebar untuk menangkap cahaya matahari sebanyak-banyaknya (Hafild dan Aniger, 2004).

Tumbuhan bawah berfungsi sebagai penutup tanah menjaga kelembaban sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat, sehingga dapat

menyediakan unsur hara untuk tanaman pokok. Siklus hara akan berlangsung sempurna dan guguran daun yang jatuh sebagai serasah akan dikembalikan lagi ke pohon dalam bentuk unsur hara yang sudah diuraikan oleh bakteri (Irwanto, 2007).

Stratifikasi tajuk dalam hutan hujan tropika umumnya sebagai berikut (Soerianegara & Indrawan 2008):

a. Stratum A merupakan lapisan teratas yang terdiri dari pohon-pohon yang tinggi totalnya lebih dari 30 m. Biasanya tajuknya diskontinyu, batang pohon tinggi dan lurus dengan batang bebas cabang tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini pada waktu mudanya, tingkat semai hingga sapihan (seedling sampai sapling), perlu naungan sekedarnya, tetapi untuk pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya yang cukup banyak.

b. Stratum B terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 20-30 m, tajuknya kontinyu, batang pohonnya biasanya banyak bercabang, batang bebas cabang tidak terlalu tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini kurang memerlukan cahaya atau tahan naungan (toleran).

c. Stratum C terdiri dari pohon-pohon dengan tinggi 4-20 m tajuknya kontinyu. Pohon dalam stratum ini rendah, kecil dan banyak cabang.

d. Statum D terdiri dari tumbuhan dengan tinggi 1-4 m. Contoh dari stratum ini adalah semak-semak, paku-pakuan dan rotan.

e. Stratum E terdiri tumbuhan kurang dari 1m.

Tumbuhan bawah di hutan alam umumnya sangat beragam jenisnya dan sulit untuk diidentifikasi. Dalam stratifikasi hutan hujan tropika, tumbuhan bawah menempati stratum D yakni lapisan perdu, semak dan lapisan tumbuhan

penutup tanah pada stratum E, sehingga tumbuhan bawah juga dapat berfungsi sebagai pencegah erosi. Dengan demikian, keberadaan tumbuhan bawah di hutan alam tidak bisa diabaikan. (Soerianegara dan Indrawan, 2008) Penelitian Terkait

Beberapa penelitian mengenai pendugaan cadangan karbon tumbuhan bawah telah dilakukan. Salah satu penelitian tersebut adalah penelitian Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah di Arboretum USU (Sihaloho, 2015), dimana penelitian ini juga membandingkan potensi karbon tumbuhan bawah pada dua tegakan berbeda yaitu tegakan mahoni dan tegakan mindi.

Hasil penelitian ini adalah bahwa rata - rata karbon tumbuhan bawah pada tegakan Mindi adalah 1,59 ton/ha dan karbon tumbuhan bawah pada tegakan Mahoni adalah 0,57 ton/ha. Rata-rata karbon tumbuhan bawah pada tegakan Mindi lebih besar daripada tumbuhan bawah pada tegakan Mahoni. Hal ini dipengaruhi oleh biomassa tumbuhan bawah pada tegakan Mindi lebih besar dari tumbuhan bawah pada tegakan Mahoni . Disamping itu jumlah tumbuhan bawah pada tegakan Mindi lebih besar dibandingkan pada tegakan jenis tegakan berpengaruh nyata terhadap serapan karbon tumbuhan bawah Mahoni. Sehingga kandungan biomassanya juga lebih besar dibandingkan tumbuhan bawah pada tegakan Mahoni.

Jenis tegakan berpengaruh nyata terhadap serapan karbon tumbuhan bawah. Hal ini terbukti dari nilai Signifikansinya dari hasil uji Independent Sample T Test sebesar 0,000489 (P < 0,05) pada selang kepercayaan 95%. Nilai signifikansi dibawah 0,05 menunjukkan bahwa tegakan berpengaruh nyata terhadap kadar karbon tumbuhan bawahnya.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan iklim adalah fenomena global yang telah menjadi perhatian berbagai pihak baik di tingkat global, nasional, maupun lokal. Dampak yang ditimbulkan oleh fenomena ini mendorong komunitas internasional untuk mengatasi penyebabnya dan mengantisipasi akibatnya. Penyebab perubahan iklim adalah meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2) yang terjadi karena alih guna lahan dengan pembakaran bahan bakar fosil (Suprihatno dkk, 2012).

Konsentrasi CO2 di atmosfer telah meningkat 35% semenjak era pra-industri, dimana 18% dari jumlah peningkatan tersebut disebabkan oleh deforestasi dan degradasi hutan. Sekitar 75% deforestasi dan degradasi hutan terjadi di wilayah negara-negara berkembang dengan hutan tropis yang luas, seperti Brazil, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Gabon, Kosta Rika, Kamerun, Republik Kongo dan Republik Demokratik Kongo (IPCC, 2007).

Berkaitan dengan fenomena tersebut para pemerhati lingkungan mulai menghawatirkan kondisi yang akan terjadi di bumi apabila pemanasan global terus berlanjut. Oleh sebab itu perlu adanya usaha penurunan emisi gas rumah kaca. Salah satu usaha tersebut adalah dengan melestarikan hutan atau mengkonservasi vegetasi di muka bumi ini. Hutan berperan dalam menyerap karbon melalui vegetasi yang terdapat dalamnya karena vegetasi mampu mengendalikan gas rumah kaca dengan jalan menyerap CO2 melalui fotosintesis. Selain vegetasi pohon, hutan juga memiliki vegetasi tumbuhan bawah berupa semak, herba dan liana. Penelitian ini memfokuskan kepada potensi karbon yang

terkandung pada tumbuhan bawah dan bagaimana tumbuhan bawah berperan dalam mengurangi emisi karbon.

Tumbuhan bawah adalah komunitas tanaman yang menyusun stratifikasi bawah dekat permukaan tanah. Jenis-jenis vegetasi ini ada yang bersifat annual, biannual, atau perenial dengan bentuk hidup soliter, berumpun, tegak menjalar atau memanjat. Secara taksonomi vegetasi bawah umumnya anggota dari suku-suku Poceae, Cyperaceae, Araceae, Asteraceae, paku-pakuan dan lain-lain. Vegetasi ini banyak terdapat di tempat-tempat terbuka, tepi jalan, tebing sungai, lantai hutan, lahan pertanian dan perkebunan (Odum, 2003).

Berdasarkan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 1030/Menhut-VII/KUH/2015, Hutan Diklat Pondok Buluh adalah salah satu Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK). Hutan ini memilki luas sekitar 1272,7 Ha. Hutan Diklat ini merupakan salah satu KHDTK dengan tujuan pendidikan dan pelatihan. Hutan Diklat Pondok Buluh merupakan hutan lindung dengan komposisi hutan yang cukup rapat. Hutan ini juga memiliki beberapa jenis tegakan dan banyak tumbuhan bawah yang tumbuh dibawahnya.

Hutan dan area alami memainkan peran sangat penting dalam mempertahankan proses alami. Hutan merupakan salah satu penampung karbon terbesar sehingga membantu menjaga daur karbon dan proses alami lainnya berjalan dengan baik dan membantu mengurangi perubahan iklim. Namun, hutan juga dapat menjadi salah satu sumber emisi CO2 terbesar. Karena hutan dan tumbuhan lainnya juga menyerap CO2 keluar dari atmosfer, peran ganda ini membuat hutan menjadi makin penting. Studi ilmiah mengatakan bahwa antara 12-17% dari semua CO2 yang dikirim ke atmosfer oleh kegiatan manusia berasal

dari perusakan hutan (Ginoga dkk, 2010) Maka melalui penelitian ini akan dipelajari bagaimana menduga cadangan karbon yang terkandung dalam tumbuhan bawah dengan mengambil studi kasus di Hutan Diklat Pondok Buluh.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis struktur dan komposisi tumbuhan bawah.

2. Menganalisis potensi kandungan karbon tumbuhan bawah pada dua kawasan hutan berbeda di Hutan Diklat Pondok Buluh.

3. Menganalisis perbedaan potensi karbon tumbuhan bawah yang terkandung pada kawasan arboretum dan hutan lindung.

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan potensi kandungan karbon tumbuhan bawah akibat perbedaan struktur dan komposisi tegakan.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi bagi pihak -pihak yang membutuhkan khususnya bagi peneliti terkait dengan biomassa dan karbon tumbuhan bawah pada Hutan Diklat Pondok Buluh.

ABSTRAK

NOVIDA H. SIMORANGKIR: Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tumbuhan Bawah di Hutan Diklat Pondok Buluh Kabupaten Simalungun. Dibimbing oleh MUHDI dan KANSIH SRI HARTINI

Tumbuhan bawah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ekosistem hutan. Tumbuhan bawah juga memilki peran sebagai penyimpan karbon. Pengukuran karbon tumbuhan bawah pada Hutan Diklat Pondok Buluh perlu dilakukan untuk mengetahui nilai kepentingan hutan tersebut dalam menyimpan karbon sebagai salah satu upaya mitigasi perubahan iklim di kawasan Kabupaten Simalungun. Objek penelitian ini adalah tegakan dan tumbuhan bawah di Hutan Diklat Pondok Buluh. Metode yang digunakan adalah analisis vegetasi tegakan dan tumbuhan bawah. Metode destruktif digunakan untuk memanen seluruh tumbuhan bawah yang berada pada petak contoh 2m x 2m dalam menganalisis karbonnya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 26 jenis tumbuhan bawah. Karbon tersimpan yang terdapat pada tumbuhan bawah pada kawasan arboretum adalah 5,01 ton/ha dan pada hutan lindung sebesar 3,18 ton/ha. Berdasarkan analisis secara statistik cadangan karbon tumbuhan bawah pada kawasan arboretum dan hutan lindung tidak berbeda secara nyata. Cadangan karbon tersebut lebih dipengaruhi oleh keanekaragaman dan kerapatan jenis tumbuhan bawah dan kondisi lingkungan setempat.

ABSTRACT

NOVIDA H. SIMORANGKIR : Estimation of Carbon Stock of Undercover in Forest Education and Training Pondok Buluh. Under the supervision of MUHDI and KANSIH SRI HARTINI

Groundcover vegetation is one of important part of forest ecosystems. Groundcover vegetation also have a role as a carbon sink. Measurements of carbon groundcover in this Forest Education and Training Pondok Buluh needs to determine the value of the importance of forests to be carbon sink as part of efforts to mitigate climate change in Simalungun. Object of this research is the stand and groundcover in the Forest Education and Training Pondok Buluh. The method used is analysation effect of the structure and composition stands to groundcover. Destructive sampling method is used to harvesting groundcover in 2m x 2m sample plots for carbon analyze.

The results of this research indicate that there were 26 species of groundcover. Carbon stock o f grouncover in arboretum area is 5.01 tonnes/ ha, and in protection forest is 3,18 tonnes/ ha. Based on statistical analysis, there are no significantly different between arboretum area and protection forest. Carbon stocks are more influenced by the diversity and density of groundcover, and environmental condition.

PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN

Dokumen terkait