• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kayu Juvenil

Dalam beberapa dekade ini, manajemen kehutanan telah diarahkan untuk memproduksi jenis kayu cepat tumbuh dimana kayu tersebut dapat dipanen pada umur yang masih relatif singkat dengan diameter yang besar. Oleh sebab itu, diduga sumber kayu untuk masa depan akan memiliki persentasi kayu juvenil yang tinggi. Tingginya persentasi kayu juvenil ini akan memberikan dampak yang negatif bagi industri hasil hutan seperti pada produksi, sifat, dan nilai produk hasil hutan sendiri (Bendtsen 1978, Kennedy 1995, Zobel dan Sprague 1998 dalam Lindstrom 2002). Kayu juvenil merupakan massa kayu atau bagian kayu yang dibentuk oleh kambium vaskular pada tahun-tahun pertama pertumbuhan, saat kambium vaskular masih dipengaruhi oleh kegiatan meristem pucuk (meristem apikal). Kayu juvenil dibentuk oleh kambium sebagai hasil perpanjangan pengaruh meristem apikal pada daerah tajuk yang aktif (Panshin dan de Zeeuw 1980). Kayu juvenil dapat ditemukan pada kayu daun jarum maupun kayu daun lebar, dan biasanya kayu juvenil memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan kayu dewasa. Proporsi kayu juvenil dalam pohon dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya spesies, ukuran lingkaran tumbuh hingga usia hilangnya daerah kambium, dan tajuk aktif (Di Lucca C.M. dalam Mutz 2004).

Berdasarkan Clark dan Saucier 1989 dalam Mora et al. 2007, satu panampang-lintang radial dari batang pinus, mengandung tiga zona, yakni zona inti atau zona dari tajuk pembentuk kayu, zona kayu peralihan, dan zona dengan kayu dewasa (Gambar 1). Baik tajuk pembentuk kayu maupun kayu transisi tersebut dikenal sebagai kayu juvenil. Menurut Bowyer et al. 2007 kayu juvenil terdapat diseluruh pohon dan karakteristik kayu tergantung pada kecepatan tumbuh dan berhubungan dengan umur pohon. Pada saat tanaman masih muda atau pada tahun-tahun pertama pertumbuhan, kambium primer membentuk kayu juvenil. Seiring dengan bertambahnya usia pohon, maka tajuk semakin bergerak ke atas. Pengaruh tajuk pada daerah kambium semakin berkurang dan terbentuklah kayu dewasa. Lamanya periode juvenil ini bervariasi menurut jenis pohon tetapi kayu juvenil selalu terdapat pada riap tumbuh pertama. Kayu juvenil umumnya terbentuk dalam 5-15 lingkaran tumbuh pertama dengan lama pembentukan tergantung dari spesies (Bowyer et al. 2007).

3

(Sumber: J. Ilic, R. Northway dan S. Pongracic 2003)

Gambar 1. Zona Kayu Juvenil pada Batang Kayu.

Bendtsen (1978) dalam Bowyer et al. (2007) juga menyatakan bahwa dalam lingkaran berikutnya dari pusat pohon, laju perubahan sebagian besar sifat- sifat seperti berat jenis, kerapatan, dimensi serat, sudut mikrofibril, susut longitudinal sangat cepat dalam beberapa lingkaran pertama kemudian berangsur- angsur mengalami sedikit ciri kayu dewasa. Karena perubahan yang berangsur- angsur tersebut, maka tidak jelas dimana pertumbuhan kayu juvenil berakhir dan pembentukan kayu dewasa dimulai.

Dimensi Serat

Dimensi serat (dalam hal ini adalah panjang serat) dapat menjadi salah satu parameter dalam menentukan kayu juvenil dan kayu dewasa dengan melihat variasi panjang serat mulai dari empulur hingga bagian kulit. Sel-sel pada kayu juvenil lebih pendek dibandingkan dengan kayu dewasa sehingga dapat dijadikan batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa. Panjang serat mengalami kenaikan yang progresif sampai batas umur tertentu kemudian panjang serat tersebut mengalami sedikit fluktuasi, panjang serat yang mempunyai nilai konstan inilah batas kayu juvenilnya (Gambar 2). Seperti yang dinyatakan oleh Bowyer et al (2007) bahwa panjang sel kayu dewasa mungkin mencapai tiga sampai empat kali panjang sel-sel kayu juvenil pada kayu daun jarum. Pada kayu daun lebar umumnya sel serabut kayu dewasa hanya mencapai dua kali panjang sel serabut kayu juvenil. TAJUK KAYU DEWASA KAYU JUVENIL KAYU DEWASA KAYU TERAS

4

(Sumber: Senft et al 1985 dalam Lowell 2012)

Gambar 2.Transisi Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa Dicirikan dengan Kenaikan Panjang Serat yang Kemudian Berangsur-Angsur Konstan saat Dewasa.

Microfibril Angle (MFA)

Sudut mikrofibril pada lapisan S2 di dalam dinding sel merupakan salah satu penentu utama dari sifat mekanis dalam kayu solid (Cave dan Walker 1994; Evans Ilic 2001 dalam Tabet 2010). Bowyer et al. 2007 menyatakan bahwa kayu juvenil memiliki kecenderungan untuk menghasilkan serat terpuntir yang lebih besar. Selain itu orientasi sudut mikrofibril pada lapisan dinding sekunder S-2 kayu juvenil lebih besar dibandingkan dengan kayu dewasa (Gambar 3). Sudut mikrofibril lebih besar di bagian pangkal pohon pada sejumlah lingkaran tahun dari empulur, menurun seiring dengan bertambahnya ketinggian, dan sedikit meningkat pada puncak pohon. Selain dikarenakan faktor jenis pohonnya, sudut mikrofibril juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti nutrisi dan air (Donaldson 2008). Sudut mikrofibril yang rendah menyebabkan kekakuan yang rendah dan susut longitudinal yang tinggi.

(Sumber: Bowyer et al, 2007)

Gambar 3. Perubahan Sudut Mikrofibril pada Kayu Juvenil Ke Kayu Dewasa dalam Konifer. Panjang Serat Sudut Mikrofibril S-2

5

Kerapatan

Bowyer et al. 2007 menyatakan bahwa kerapatan kayu merupakan perbandingan antara massa atau berat kayu dengan volumenya yang dinyatakan dalam kg/m3 atau g/cm3. Kerapatan kayu didefinisikan sebagai jumlah bahan penyusun dinding sel kayu maupun zat-zat lain dimana bahan tersebut memberikan sifat kekuatan pada kayu. Keberadaan kayu juvenil dicirikan dengan kenaikan kerapatan dengan cepat kemudian mulai stabil ketika sudah dewasa (Gambar 4).

(Sumber : Bowyer et al, 2007)

Gambar 4. Kerapatan yang Meningkat Secara Progresif Saat Bagian Juvenil, Kemudian Berangsur-Angsur Stabil pada Saat Dewasa.

Kadar Air

Panshin dan de Zeeuw (1980) mendefinisikan kadar air sebagai banyaknya air yang terkandung dalam kayu. Kadar air kayu sangat dipengaruhi oleh sifat higroskopis kayu. Air dalam kayu terdiri dari air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-sama menentukan kadar air kayu. Air yang terdapat dalam rongga sel kayu disebut sebagai air bebas (free water) sedangkan air yang terdapat di dalam dinding sel dinamakan air terikat (bound water). Kadar air segar dalam satu pohon bervariasi tergantung tempat tumbuh dan umur pohon. Kadar air kayu akan berubah sesuai dengan kondisi iklim tempat dimana kayu berada akibat dari perubahan suhu dan kelembaban udara (Bowyer et al. 2007).

Kayu Sengon ( Paraserianthes falcataria (L) Nielsen)

Pohon sengon dengan nama botani Paraserianthes falcataria dari famili Fabaceae memiliki nama daerah jeungjing, sengon laut (Jawa), tedehu pute (Sulawesi), rare, selawoku, selawaku merah, seka, sika, sika bot, sikas, tawa sela (Maluku), bae, bai wahogon, wai, wikkie (Irian Jaya) (Martawijaya et al 1989). Kayu ini tersebar di seluruh Jawa, Maluku, Sulawesi Selatan dan Irian Jaya. Tinggi pohon sengon dapat mencapai 40 meter dengan panjang batang bebas cabang 10-30 meter dan diameter 80 cm.

6

Ciri diagnostik kayu sengon dapat dilihat dari aspek warna yaitu memiliki warna kayu teras dan gubal yang sulit dibedakan yaitu putih kecoklatan atau kuning muda sampai coklat kemerahan. Memiliki tekstur agak kasar hingga kasar dengan arah serat berpadu dan kadang-kadang lurus, sedikit bercorak, kekerasan kayu agak lunak, dan beratnya ringan. Ciri anatomi kayu sengon yaitu memiliki pori berbentuk bulat sampai bundar telur, tata baur, soliter, dan gabungan pori yang terdiri dari 2-3 pori dan berjumlah 4-7 per mm2 dengan diameter tangensial sekitar 160-340 mikron dan bidang perforasi sederhana. Parenkima kayu sengon kebanyakan bertipe apotrakea baur yang terdiri atas 1-3 sel yang membentuk garis tangensial di antara jari-jari. Jari-jari umumnya sempit, terdiri atas 1-2 seri, jumlahnya 6-12 per mm arah tangensial, komposisi selnya homoselular, hanya terdiri atas sel-sel baring (Pandit dan Kurniawan 2008).

Kayu sengon merupakan kayu ringan dengan berat jenis rata-rata 0,33 (0,24-0,49), termasuk ke dalam kelas awet IV-V dan kelas kuat IV-V. Kayu sengon banyak digunakan sebagai bahan bangunan perumahan terutama di pedesaan, peti, papan partikel, papan serat, papan wol semen, pulp dan kertas, dan barang kerajinan (Mandang dan Pandit 1997).

Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)

Tanaman ini memiliki nama botanis Anthocephalus cadamba Miq. dari famili Rubiaceae dan tersebar merata di seluruh Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, seluruh Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, dan Papua. Tinggi pohon dapat mencapai 45 meter dengan tinggi bebaas cabang mencapai 30 meter, dan diameter mencapai 160 cm. Batang lurus dan silindris, bertajuk lebar dengan cabang mendatar, berbanir sampai ketinggian 1,5 meter, kulit luar berwarna kelabu coklat sampai coklat, sedikit beralur dangkal (Martawijaya et al 1989).

Ciri umum jabon yaitu kayu teras berwarna putih sampai putih kekuningan. Batas antara kayu teras dengan kayu gubal tidak tegas. Kayu jabon memiliki corak polos dengan tekstur agak halus dan rata. Arah seratnya lurus kadang agak berpadu. Kayu ini memiliki permukaan agak mengkilap sampai mengkilap, memiliki kesan raba yang licin sampai licin dan tingkat kekerasannya agak lunak sampai agak keras (Martawijaya et al 1989).

Ciri anatomi yang dimiliki oleh kayu ini yaitu memiliki pori atau sel pembuluh yang tersebar baur, hampir seluruhnya berganda radial terdiri atas 2-3 pori kadang lebih atau bergerombol. Diameter pori agak kecil. Frekuensi porinya jarang sampai agak banyak, bidang perforasi sederhana. Parenkimanya bertipe apotrakea kelompok baur, berupa garis-garis tangensial pendek diantara jari-jari. Jari-jari sempit dan agak lebar, jumlahnya banyak dan ukurannya agak tinggi. Anthocephalus cadamba memiliki berat jenis rata-rata 0,42 (0,29-0,56). Kayu ini termasuk kelas awet V kelas kuat III-IV. Biasanya digunakan sebagai bahan bangunan sementara, daun jendela, langit-langit, kotak, peti teh, pembungkus, kelom, barang kerajinan (termasuk mainan anak), korek api, sumpit makan (Mandang dan Pandit 1997).

7

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu sengon dan kayu jabon (Gambar 5) yang berumur lima, enam, dan tujuh tahun yang diperoleh dari hutan rakyat di daerah Cicantayan dan Jampang, Sukabumi. Karakteristik pohon Sengon dan Jabon disajikan pada Tabel 1.

Gambar 5. Tegakan Pohon Sengon dan Jabon. Keterangan: (A) Sengon dan (B) Jabon

Tabel 1. Karakterisitik Pohon Sengon dan Jabon

Jenis Pohon

Karakteristik Umur Pohon Tahun

Tanam Diameter Pohon (DBH) Sengon 5 2007 32 cm 6 2006 34 cm 7 2005 36 cm Jabon 5 2007 34 cm 6 2006 36 cm 7 2005 38 cm

Selain itu, bahan-bahan lain yang digunakan dalam pengamatan sifat-sifat kayu juvenil dan kayu dewasa yaitu gliserin, alkohol 10%, alkohol 30%, alkohol

8

50%, alkohol 70%, alkohol 90%, alkohol 100%, aquades, potasium klorat (KClO3), asam nitrat (HNO3) 50%, safranin 2%, kertas saring, alumunium foil,

dan kertas lakmus.

Alat

Peralatan yang digunakan pada pengamatan sifat-sifat kayu juvenil dan kayu dewasa yaitu tabung reaksi, water bath, corong gelas, sarung tangan, erlenmeyer, kaca preparat, cover glass, mikroskop cahaya, cutter, Sliding Microtome American Opt., kuas, kamera, kaliper, fan, oven, timbangan elektrik, desikator, komputer, kalkulator, dan alat tulis.

Tempat dan Waktu Penelitian

Proses pengamatan sifat-sifat kayu juvenil dan kayu dewasa dilakukan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei hingga bulan September 2012.

Prosedur Analisis Data

Keseluruhan data yang diperoleh disajikan dalam bentuk statistik dengan menggunakan Microsoft Excel 2010. Pendekatan regresi tersegmentasi digunakan untuk menentukan titik transisi dari kayu juvenil ke kayu dewasa. Diasumsikan bahwa perkembangan tangensial dari panjang serat tertentu dan MFA dari empulur ke kulit dapat dijelaskan oleh dua fungsi, pertama, fungsi kuadratik menggambarkan perkembangan kayu juvenil dimulai pada empulur dan yang kedua fungsi garis konstan untuk menggambarkan tebentuknya kayu dewasa. Regresi tersegmentasi yang dipilih adalah model polynomial orthogonal tingkat dua. Model polynomial orthogonal tingkat dua (Persamaan (1)) dapat memperkirakan titik potong antara kayu juvenil dan dewasa. Ketika titik transisi tidak diketahui, prosedur kuadrat terkecil digunakan untuk memperoleh perkiraan parameter regresi dan umur transisi. Model regresi polynomial orthogonal tingkat dua dapat dijelaskan sebagai berikut:

Yi = A + BXi + CXi2 + Ei (1)

Dimana:

Yi merupakan variabel bebas untuk panjang serat dan MFA, Xi merupakan jumlah segmen,

A merupakan intersep garis kayu juvenil, B dan C merupakan koefisien regresi, dan E merupakan faktor kesalahan.

9 Dari pertimbangan teoritis tersebut, dapat dihipotesiskan bahwa:

y=a+bx+cx2 jika x < x0, persamaan y dan x adalah kuadrat

y=p jika x0≥ x, persamaan adalah konstan,

dimana xo adalah jumlah segmen saat kayu berubah dari juvenil ke kayu dewasa, p adalah panjang serat/MFA saat kayu berubah dari kayu juvenil ke kayu dewasa. Persamaan polynomial orthogonal tingkat dua diperoleh dengan menggunakan Microsoft Excel 2010. Kurva kuadratik dan kurva konstan pada Gambar 6, memiliki titik potong di x0. Turunan pertama dari persamaan

polynomial orthogonal tingkat dua terhadap x akan sama dengan x0. Turunan

pertama ini akan memberikan hasil bahwa: x0= -b /(2c), dan p=a-b2/(4c)

Gambar 6. Kurva Model Analisis Tersegmentasi dengan Menggunakan NLIN.

Metode Penelitian Pembuatan Contoh Uji

Contoh uji diambil dari pohon lurus dengan umur yang berbeda yakni lima, enam, dan tujuh tahun dan dipotong pada bagian pangkal tepatnya pada diameter setinggi dada (DBH). Contoh uji diambil kira-kira setebal 5 cm berbentuk lempengan (disk) (Gambar 7).

Continuity restriction : p=a+b xo+c xo2

Smoothness restriction : 0=b+2c xo, so xo= -b/(2c) Quadratic y=a+b x+c x2 Plateau y = p xo

10

Gambar 7. Metode Pengambilan Contoh Uji (A) Batang Pohon, (B) Lempengan (disk) setebal 5 cm,(C) Contoh Uji Kadar Air dan Kerapatan, (D) Contoh Uji Slide Maserasi (Panjang Serat) dan Mikrotom (Sudut Mikrofibril).

Pengamatan Sifat-Sifat Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa Pengukuran Panjang Serat

Pengukuran dimensi serat dilakukan dengan membuat sediaan maserasi. Dimensi sel serabut yang diukur adalah panjang sel serabut. Contoh uji berbentuk persegi panjang diambil dari masing-masing lempengan kayu (disk) mulai dari bagian dekat empulur hingga ke bagian kulit. Selanjutnya contoh uji dibagi menjadi segmen dengan ukuran yang sama yakni 5 cm x 1,5 cm x 1 cm dan diberi nomor mulai dari empulur hingga kulit (Gambar 7). Segmen pertama merupakan sampel kayu yang diambil dari bagian dekat empulur, selanjutnya segmen kedua, ketiga, dan seterusnya sampai kulit. Setelah itu dilanjutkan dengan pemisahan serat dengan membuat slide maserasi pada masing-masing segmen. Slide maserasi dibuat dengan menggunakan metode Schultze (Husein 2004), seperti yang tertera di Lampiran 2. Penentuan panjang serat dilakukan dengan mengukur sebanyak 30 serat dari masing-masing bagian (segmen). Kemudian hasil pengukuran panjang 30 serat dirata-ratakan untuk memperoleh panjang serat rata-rata tiap segmen.

11

Pengukuran Microfibril Angle (MFA)

Contoh uji persegi panjang diambil dari disk dan dipotong menjadi segmen dengan ukuran 5 cm x 1,5 cm x 1 cm dari empulur hingga kulit dan diberi nomor mulai dari empulur hingga kulit (Gambar 7). Setelah itu dilanjutkan dengan pembuatan slide mikrotom pada bidang tangensial. Slide mikrotom dibuat dengan menggunakan Sliding Microtome American Opt. dengan metode seperti yang tertera di Lampiran 1. Penentuan sudut mikrofibril dilakukan dengan mengukur sebanyak 5 serat dimana setiap seratnya dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Slide mikrotom diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 45 x 10 serta 5 kali digital zoom camera merk CANON IXUS. Setelah dilakukan pemotretan, dilakukan pengukuran sudut mikrofibril dengan menggunakan software Motic Image Plus, kemudian hasil pengukuran sudut dirata-ratakan untuk memperoleh sudut mikrofibril rata-rata setiap segmen.

Kerapatan

Profil kerapatan dari bagian empulur ke bagian kulit diukur pada bidang radial dari contoh uji kayu berbentuk persegi panjang dengan ketebalan 2 cm menggunakan scanner X-ray densitometri di Equipe de Recherches sur la Qualité des Bois LERFOB, INRA, Champenoux, Perancis. X-ray image dianalisis menggunakan software WinDENDRO untuk mendapatkan profil kerapatan. Contoh uji di-scan dari empulur ke bagian kulit. Dalam studi ini, kerapatan kayu dinyatakan dalam kg/m3.

Kadar Air

Disk setebal 5 cm dipotong menjadi contoh uji berbentuk persegi panjang melalui empulur (Gambar 7). Contoh uji tersebut dipotong dengan ukuran 5 cm x 2 cm x 2 cm dari empulur hingga kulit. Kemudian contoh uji diberi nomor urut. Kayu basah kemudian ditimbang berat awal (berat basah), kemudian dikeringkan dengan menggunakan fan hingga kering udara. Setelah mencapai kering udara, contoh uji dioven pada suhu 103 ± 2º C hingga beratnya konstan. Setelah selesai dioven, sampel dimasukkan ke dalam desikator sampai suhunya stabil kemudian ditimbang sebagai berat kering tanur. Kadar air diukur secara gravimetri.

Dokumen terkait