• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Modul

17

Definisi 2.3.4

Diberikan ring 𝑅1, 𝑅2, … , 𝑅𝑛 dan 𝑅 merupakan hasil kali kartesian pada himpunan 𝑅𝑖, dan operasi pada 𝑅 didefinisikan sebagai berikut:

i) (π‘Ÿ1, π‘Ÿ2, … , π‘Ÿπ‘›) + (𝑠1, 𝑠2, … , 𝑠𝑛) = (π‘Ÿ1+ 𝑠1, π‘Ÿ2+ 𝑠2, … , π‘Ÿπ‘› + 𝑠𝑛), ii) βˆ’(π‘Ÿ1, π‘Ÿ2, … , π‘Ÿπ‘›) = (βˆ’π‘Ÿ1, βˆ’π‘Ÿ2, … , βˆ’π‘Ÿπ‘›),

iii) (π‘Ÿ1, π‘Ÿ2, … , π‘Ÿπ‘›)(𝑠1, 𝑠2, … , 𝑠𝑛) = (π‘Ÿ1𝑠1, π‘Ÿ2𝑠2, … , π‘Ÿπ‘›π‘ π‘›).

(0,0, … ,0) merupakan elemen identitas di ring 𝑅 dan 𝑅 disebut jumlahan langsung eksternal dari 𝑅1, 𝑅2, … , 𝑅𝑛 dan dinotasikan 𝑅1βŠ• 𝑅2βŠ• … βŠ• 𝑅𝑛 (Hartley dan Hawkes, 1970).

Definisi 2.3.5

Diberikan ring 𝑅, dan 𝐽1, … , 𝐽𝑛 adalah ideal dari ring 𝑅, sedemikian sehingga:

i) 𝑅 = βˆ‘π‘›π‘–=1𝐽𝑖, dan ii) 𝐽1∩ … ∩ 𝐽𝑛 = {0}.

Ring 𝑅 disebut jumlahan langsung internal dari ideal-ideal 𝐽𝑖 dan dinotasikan dengan 𝑅 =βŠ• 𝐽𝑖 (Hartley dan Hawkes, 1970).

18

Definisi 2.4.2

Diberikan grup komutatif (𝐺, +) dan ring dengan elemen satuan 𝑅, serta operasi pergandaan skalar ∘∢ 𝑅 Γ— 𝐺 β†’ 𝐺. Grup 𝐺 dikatakan modul kanan atas ring 𝑅 terhadap operasi ∘ dengan memenuhi aksioma-aksioma berikut:

a) π‘Ÿ1∘ (𝑔1+ 𝑔2) = π‘Ÿ1∘ 𝑔1+ π‘Ÿ1∘ 𝑔2; b) (π‘Ÿ1+ π‘Ÿ2) ∘ 𝑔1 = π‘Ÿ1∘ 𝑔1+ π‘Ÿ2∘ 𝑔1; c) (π‘Ÿ1. π‘Ÿ2) ∘ 𝑔1= π‘Ÿ2∘ (π‘Ÿ1∘ 𝑔1);

d) 1π‘…βˆ˜ 𝑔1 = 𝑔1,

untuk setiap π‘Ÿ1, π‘Ÿ2∈ 𝑅 dan 𝑔1, 𝑔2∈ 𝐺 (Adkins dan Weintraub, 1992).

Jika 𝑅 merupakan ring komutatif maka setiap modul kiri atas ring 𝑅 merupakan modul kanan, dan setiap modul kanan atas ring 𝑅 merupakan modul kiri.

Berikut contoh dari modul sebagai berikut.

Contoh 2.4.1

Diberikan grup komutatif

ℝ3= {[

π‘Ž1 π‘Ž2 π‘Ž3

] |π‘Ž1, π‘Ž2, π‘Ž3 ∈ ℝ}

terhadap operasi pergandaan skalar

⦁ : 𝑀3(ℝ) Γ— ℝ3β†’ ℝ3 (𝐴, 𝑣) β†’ ⦁(𝐴, 𝑣) = 𝐴𝑣 memenuhi aksioma modul kiri.

Dengan demikian, ℝ3 merupakan modul kiri atas ring 𝑀3(ℝ).

Contoh 2.4.2

Diberikan grup komutatif

ℝ𝑏3 = {[π‘Ž1 π‘Ž2 π‘Ž3]|π‘Ž1, π‘Ž2, π‘Ž3∈ ℝ}

terhadap operasi pergandaan skalar

⦁:𝑀3(ℝ) Γ— ℝ𝑏3 β†’ ℝ𝑏3 (𝐴, 𝑣) β†’ ⦁(𝐴, 𝑣) = 𝑣𝐴 memenuhi aksioma modul kanan.

Dengan demikian, ℝ𝑏3 merupakan modul kanan atas ring 𝑀3(ℝ).

19

Himpunan bagian dari suatu modul yang juga merupakan modul terhadap operasi pergandaan skalar yang sama di modulnya disebut dengan submodul. Berikut ini diberikan definisi submodul.

Definisi 2.4.3

Diberikan modul 𝑀 atas ring 𝑅. Himpunan tak kosong 𝐾 βŠ† 𝑀 dikatakan submodul dari 𝑀 jika 𝐾 adalah subgrup dari 𝑀 terhadap operasi yang sama dengan 𝑀, serta 𝐾 juga merupakan modul atas ring 𝑅 terhadap operasi pergandaan skalar yang sama dengan operasi pergandaan pada modul 𝑀 atas ring 𝑅 (Malik dkk, 1998).

Berikut teorema yang merupakan syarat perlu dan cukup himpunan tak kosong 𝐾 βŠ† 𝑀 merupakan submodul dari 𝑀 atas ring 𝑅.

Teorema 2.4.1

Diberikan modul 𝑀 atas ring 𝑅 dan himpunan tak kosong 𝐾 βŠ† 𝑀. Himpunan 𝐾 merupakan submodul di 𝑀 jika dan hanya jika memenuhi:

i) π‘˜1βˆ’ π‘˜2∈ 𝐾, untuk setiap π‘˜1, π‘˜2∈ 𝐾,

ii) π‘Ÿ ∘ π‘˜ ∈ 𝐾, untuk setiap π‘Ÿ ∈ 𝑅 dan π‘˜ ∈ 𝐾 (Malik dkk., 1998).

Bukti:

Diketahui 𝐾 adalah submodul dari 𝑀, sehingga 𝐾 merupakan subgrup komutatif dari 𝑀. Hal ini berakibat untuk setiap π‘˜1, π‘˜2 ∈ 𝐾 maka π‘˜1βˆ’ π‘˜2∈ 𝐾. Apabila 𝐾 adalah submodul dari 𝑀, maka operasi pergandaan skalar pada 𝑀 juga berlaku di 𝐾. Akibatnya, untuk setiap π‘Ÿ ∈ 𝑅 dan π‘˜ ∈ 𝐾, berlaku π‘Ÿ ∘ π‘˜ ∈ 𝐾.

Sebaliknya, jika untuk setiap π‘˜1, π‘˜2∈ 𝐾 berlaku π‘˜1βˆ’ π‘˜2∈ 𝐾, maka 𝐾 merupakan subgrup komutatif dari modul 𝑀. Kemudian untuk setiap π‘Ÿ ∈ 𝑅 dan π‘˜ ∈ 𝐾 berlaku π‘Ÿ ∘ π‘˜ ∈ 𝐾, maka operasi pergandaan skalar pada modul 𝑀 berlaku di 𝐾.

Dengan demikian, 𝐾 merupakan submodul di 𝑀.

20

Berikut diberikan contoh dari submodul.

Contoh 2.4.3

Diberikan Modul β„€ atas β„€. Himpunan 5β„€ merupakan submodul dari β„€, karena apabila diberikan sebarang 5π‘˜1, 5π‘˜2∈ 5β„€ dan π‘Ÿ ∈ β„€, diperoleh bahwa

5π‘˜1βˆ’ 5π‘˜2 = 5(π‘˜1βˆ’ π‘˜2) ∈ 5β„€ dan

π‘Ÿ5π‘˜1 = 5(π‘Ÿπ‘˜1) ∈ 5β„€.

Apabila terdapat modul 𝑀 atas ring 𝑅 dan submodul-submodul 𝐺1, 𝐺2 dalam 𝑀 maka jumlahan dari submodul 𝐺1 dan 𝐺2 sebagai berikut:

𝐺1+ 𝐺2≝ {π‘₯ + 𝑦|π‘₯ ∈ 𝐺1 dan 𝑦 ∈ 𝐺2}.

Berikut ini merupakan lemma yang mendukung pernyataan tersebut.

Lemma 2.4.1

Diberikan modul 𝑀 atas ring 𝑅. Jika 𝐺1 dan 𝐺2 merupakan submodul di 𝑀 maka i) 𝐺1∩ 𝐺2 merupakan submodul di 𝑀.

ii) 𝐺1+ 𝐺2 merupakan submodul di 𝑀 (Adkins dan Weintraub, 1992).

Bukti:

i) Diberikan sebarang π‘˜1, π‘˜2∈ 𝐺1∩ 𝐺2. Diperoleh π‘˜1, π‘˜2 ∈ 𝐺1 dan π‘˜1, π‘˜2 ∈ 𝐺2 karena 𝐺1 dan 𝐺2 merupakan submodul, berlaku π‘˜1βˆ’ π‘˜2 ∈ 𝐺1 dan π‘˜1βˆ’ π‘˜2∈ 𝐺2. Akibatnya, π‘˜1βˆ’ π‘˜2∈ 𝐺1∩ 𝐺2.

Diberikan sebarang π‘Ÿ ∈ 𝑅. Karena 𝐺1 dan 𝐺2 merupakan submodul, berlaku π‘Ÿπ‘˜1, π‘Ÿπ‘˜2∈ 𝐺1 dan π‘Ÿπ‘˜1, π‘Ÿπ‘˜2∈ 𝐺2. Akibatnya, π‘Ÿπ‘˜1, π‘Ÿπ‘˜2∈ 𝐺1∩ 𝐺2. Oleh karena itu, terbukti bahwa 𝐺1∩ 𝐺2 merupakan submodul di 𝑀.

ii) Diketahui 𝐺1+ 𝐺2= {π‘₯ + 𝑦|π‘₯ ∈ 𝐺1 dan 𝑦 ∈ 𝐺2}. Diberikan sebarang π‘˜1, π‘˜2 ∈ 𝐺1+ 𝐺2, berlaku π‘˜1= π‘₯1+ 𝑦1 dan π‘˜2= π‘₯2+ 𝑦2 untuk suatu

π‘₯1, π‘₯2∈ 𝐺1 dan 𝑦1, 𝑦2 ∈ 𝐺2. Karena 𝐺1 dan 𝐺2 merupakan submodul, diperoleh π‘₯1βˆ’ π‘₯2∈ 𝐺1 𝑦1βˆ’ 𝑦2∈ 𝐺2. Hal ini berakibat:

π‘˜1βˆ’ π‘˜2= (π‘₯1+ 𝑦1) βˆ’ (π‘₯2+ 𝑦2) = (π‘₯1βˆ’ π‘₯2) + (𝑦1βˆ’ 𝑦2) ∈ 𝐺1+ 𝐺2. Diberikan sebarang π‘Ÿ ∈ 𝑅, 𝐺1 dan 𝐺2, maka π‘Ÿπ‘₯1∈ 𝐺1 dan π‘Ÿπ‘¦1 ∈ 𝐺2. Jadi

π‘Ÿπ‘˜1= π‘Ÿ(π‘₯1+ 𝑦1 ) = π‘Ÿπ‘˜1+ π‘Ÿπ‘¦1∈ 𝐺1+ 𝐺2.

Oleh karena itu, terbukti bahwa 𝐺1+ 𝐺2 merupakan submodul di 𝑀. ∎

21

Untuk kasus lebih dari dua submodul, maka Lemma 2.4.1 dapat diperumum seperti yang disajikan dalam lemma berikut ini.

Lemma 2.4.2

Diberikan modul 𝑀 atas ring 𝑅 dan himpunan indeks βˆ†. Jika 𝐺𝛼 merupakan submodul di 𝑀 untuk setiap 𝛼 ∈ βˆ† maka

i) β‹‚π›Όβˆˆβˆ†πΊπ›Ό merupakan submodul di 𝑀,

ii) βˆ‘π›Όβˆˆβˆ†πΊπ›Ό= {βˆ‘π‘›π‘–=1𝐺𝛼𝑖|π›Όπ‘–βˆˆ βˆ†, 𝑛 ∈ β„•} merupakan submodul di 𝑀 (Adkins dan Weintraub, 1992)

Submodul-submodul pada modul 𝑀 atas ring 𝑅 dapat membentuk hasil jumlah langsung. Berikut ini diberikan definisi jumlahan langsung eksternal dan jumlahan langsung internal pada modul.

Definisi 2.4.4

Diberikan modul-modul atas ring 𝑅 yaitu 𝑀1, 𝑀2, … , 𝑀𝑛. Pada hasil kali kartesian pada himpunan 𝑀1Γ— 𝑀2Γ— … Γ— 𝑀𝑛 didefinisikan:

i) (π‘₯1, π‘₯2, … , π‘₯𝑛) + (𝑦1, 𝑦2, … , 𝑦𝑛) = (π‘₯1+ 𝑦1, π‘₯2+ 𝑦2, … , π‘₯𝑛+ 𝑦𝑛), ii) π‘Ž(π‘₯1, π‘₯2, … , π‘₯𝑛) = (π‘Žπ‘₯1, π‘Žπ‘₯2, … , π‘Žπ‘₯𝑛).

(0,0, … ,0) merupakan elemen identitas dan jumlahan langsung eksternal dari 𝑀1, 𝑀2, … , 𝑀𝑛 dinotasikan dengan 𝑀1βŠ• 𝑀2βŠ• … βŠ• 𝑀𝑛 (Adkins dan Weintraub, 1992).

Definisi 2.4.5

Diberikan modul 𝑀 atas ring 𝑅, 𝐺1 dan 𝐺2 merupakan submodul di 𝑀. Jika 𝐺1∩ 𝐺2= {0𝑀}, sehingga hasil jumlah dari submodul tersebut merupakan jumlahan langsung internal dan dinotasikan dengan 𝐺1βŠ• 𝐺2 (Roman, 2005).

Sebelum membahas definisi barisan eksak, terlebih dahulu akan didefinisikan mengenai homomorfisma modul. Berikut ini diberikan definisinya.

22

Definisi 2.4.6

Diberikan 𝐾, 𝐿 modul-modul atas ring 𝑅. Fungsi 𝑓: 𝐾 β†’ 𝐿 adalah homomorfisma modul jika:

i) 𝑓(π‘˜1+ π‘˜2) = 𝑓(π‘˜1) + 𝑓(π‘˜2), untuk setiap π‘˜1, π‘˜2∈ 𝐾;

ii) 𝑓(π‘Žπ‘˜) = π‘Žπ‘“(π‘˜), untuk setiap π‘Ž ∈ 𝑅 dan π‘˜ ∈ 𝐾 (Dummit dan Foote, 1999).

Definisi 2.4.7

Diberikan homomorfisma modul atas 𝑅 yang didefinisikan dengan 𝑓: 𝐾 β†’ 𝐿.

Kernel dan image dari 𝑓 didefinisikan sebagai berikut:

i) Kernel (𝑓) = ker(𝑓) = {π‘˜ ∈ 𝐾| 𝑓(π‘˜) = 0},

ii) Image (𝑓) = Im(𝑓) = 𝑓(𝐾) = {𝑙 ∈ 𝐿| 𝑙 = 𝑓(π‘˜), untuk π‘˜ ∈ 𝐾} (Adkins dan Weintraub, 1992).

Definisi 2.4.8

Diberikan homomorfisma modul atas 𝑅 yang didefinisikan dengan 𝑓: 𝑀 β†’ 𝑀′. i) Fungsi 𝑓 disebut monomorfisma modul atas 𝑅 jika 𝑓 injektif (1-1), yaitu:

untuk setiap π‘š1, π‘š2∈ 𝑀, 𝑓(π‘š1) = 𝑓(π‘š2) berakibat π‘š1 = π‘š2,

ii) Fungsi 𝑓 disebut epimorfisma modul atas 𝑅 jika 𝑓 surjektif (onto), yaitu Im(𝑓) = 𝑀′,

iii) Fungsi 𝑓 disebut isomorfisma modul atas 𝑅 jika 𝑓 bijektif (injektif dan surjektif) (Dummit dan Foote, 1999).

Modul M dan 𝑀′ dikatakan isomorfik jika terdapat suatu isomorfisma modul atas 𝑅 dari 𝑀 ke 𝑀′, yang dinotasikan dengan 𝑀 β‰Œ 𝑀′.

Untuk lebih memahami definisi homomorfisma modul, berikut ini diberikan contoh homomorfisma modul.

Contoh 2.4.4

Diberikan modul β„€ atas ring β„€. Didefinisikan 𝑓: β„€ β†’ β„€, dengan 𝑓(π‘Ž) = 5π‘Ž untuk setiap π‘Ž ∈ β„€.

23

i) Diberikan sebarang π‘Ž, 𝑏 ∈ β„€, berlaku

𝑓(π‘Ž + 𝑏) = 5(π‘Ž + 𝑏) = 5π‘Ž + 5𝑏 = 𝑓(π‘Ž) + 𝑓(𝑏) ii) Diberikan sebarang 𝑛 ∈ β„€, π‘Ž ∈ β„€, berlaku

𝑓(π‘›π‘Ž) = 5(π‘›π‘Ž) = 𝑛(5π‘Ž) = 𝑛𝑓(π‘Ž) Jadi, 𝑓 merupakan homomorfisma modul atas 𝑅 dari β„€ ke β„€.

Contoh 2.4.5

Diberikan modul β„€ sebagai modul atas β„€. Pemetaan 𝑓: β„€ β†’ β„€ dengan 𝑓(π‘Ž) = βˆ’π‘Ž untuk setiap π‘Ž ∈ β„€ merupakan isomorfisma modul.

Teorema 2.4.2

Jika modul 𝑀 atas ring 𝑅 dan 𝑀1, … , 𝑀𝑛 submodul dari 𝑀 sedemikian sehingga i) 𝑀 = 𝑀1+ β‹― + 𝑀𝑛, dan

ii) π‘€π‘–βˆ© (𝑀1+ β‹― + π‘€π‘–βˆ’1+ β‹― + 𝑀𝑖+1+ β‹― + 𝑀𝑛) = {0}, untuk 1 ≀ 𝑖 ≀ 𝑛, maka

𝑀1βŠ• … βŠ• 𝑀𝑛 β‰… 𝑀 (Dummit dan Foote, 1999).

Bukti:

Diberikan 𝑓𝑖: 𝑀𝑖 β†’ 𝑀 merupakan pemetaan inklusi, maka 𝑓𝑖(π‘₯) = π‘₯ untuk semua π‘₯ ∈ 𝑀𝑖 dan didefinisikan

𝑓: 𝑀1βŠ• … βŠ• 𝑀𝑛 β†’ 𝑀 maka

𝑓(π‘₯1, … , π‘₯𝑛) = π‘₯1+ β‹― + π‘₯𝑛.

𝑓 merupakan homomorfisma modul atas 𝑅 dan berdasarkan kondisi (i) maka 𝑓 bersifat surjektif. Misalkan (π‘₯1, … , π‘₯𝑛) ∈ ker(𝑓). Akibatnya π‘₯1+ β‹― + π‘₯𝑛 = 0, sehingga untuk 1 ≀ 𝑖 ≀ 𝑛,

π‘₯𝑖= βˆ’(π‘₯1+ β‹― + π‘₯π‘–βˆ’1+ π‘₯𝑖+1+ β‹― + π‘₯𝑛).

Oleh karena itu,

π‘₯π‘–βˆˆ π‘€π‘–βˆ© (𝑀1+ β‹― + π‘€π‘–βˆ’1+ β‹― + 𝑀𝑛) = {0}

24

sehingga (π‘₯1, … , π‘₯𝑛) = 0 dan 𝑓 merupakan isomorfisma. ∎

Setelah memahami definisi dan contoh mengenai homomorfisma modul, selanjutnya akan diberikan definisi mengenai barisan eksak.

Definisi 2.4.9

Diberikan modul 𝑀 atas ring R. Barisan modul atas 𝑅 dan homomorfisma modul atas 𝑅

… β†’ π‘€π‘–βˆ’1β†’ 𝑀𝑓𝑖 𝑖𝑓→ 𝑀𝑖+1 𝑖+1 β†’ β‹― (1) dikatakan eksak di 𝑀𝑖 jika Im(𝑓𝑖) = ker(𝑓𝑖+1). Barisan (1) dikatakan eksak jika eksak di setiap 𝑀𝑖 untuk setiap 𝑖 ∈ 𝐼 (Adkins dan Weintraub, 1992).

Salah satu bentuk khusus dari suatu barisan eksak yaitu barisan pendek. Berikut ini definisinya.

Definisi 2.4.10

Diberikan modul 𝑀 atas ring 𝑅. Terdapat submodul 𝑀1 dan 𝑀2 pada submodul 𝑀, serta homomorfisma modul 𝑓 dan 𝑔. Barisan 0 β†’ 𝑀1β†’ 𝑀𝑓 β†’ 𝑀𝑔 2β†’ 0 dikatakan barisan pendek (Adkins dan Weintraub, 1992).

Berdasarkan definisi barisan pendek, diperoleh teorema berikut ini.

Teorema 2.4.3

Diberikan modul 𝑀 atas ring 𝑅. Terdapat submodul 𝑀1 dan 𝑀2 pada submodul 𝑀, serta homomorfisma modul 𝑓 dan 𝑔.

i) Barisan 0 β†’ 𝑀1β†’ 𝑀 eksak di 𝑀𝑓 1 jika dan hanya jika 𝑓 injektif,

ii) Barisan 𝑀→ 𝑀𝑔 2β†’ 0 eksak di 𝑀2 jika dan hanya jika 𝑔 surjektif (Adkins dan Weintraub, 1992).

25

Teorema 2.4.4 Barisan pendek:

0 β†’ 𝑀1β†’ 𝑀𝑓 β†’ 𝑀𝑔 2β†’ 0 dikatakan barisan eksak jika dan hanya jika 𝑓 injektif, 𝑔 surjektif, dan

Im(𝑓) = ker (𝑔). Berdasarkan Teorema Utama Homomorfisma Modul, diperoleh bahwa 𝑀 Im(𝑓) β‰Œ 𝑀⁄ 2 (Adkins dan Weintraub, 1992).

Contoh 2.4.6 Barisan

0 β†’ β„€ 3℀⁄ β†’ β„€ 12℀𝑓 ⁄ β†’ β„€ 2℀𝑔 ⁄ β†’ 0 merupakan barisan eksak pendek dengan 𝑓(π‘Ž + 3β„€) = 2π‘Ž + 12β„€ dan 𝑔(𝑏 + 12β„€) = (𝑏 mod 2) + 2β„€ untuk setiap π‘Ž + 3β„€ ∈ β„€ 3℀⁄ dan 𝑏 + 12β„€ ∈ β„€ 12℀⁄ . Berdasarkan Teorema Utama Homomorfisma Modul diperoleh bahwa β„€ 12℀⁄

2β„€ 12℀⁄

⁄ β‰Œβ„€ 2℀⁄ .

Setelah diberikan definisi mengenai barisan eksak dan barisan eksak pendek, maka selanjutnya akan diberikan definisi mengenai barisan eksak terpisah.

Definisi 2.4.11

Barisan eksak pendek:

0 β†’ 𝑀1β†’ 𝑀𝑓 β†’ 𝑀𝑔 2β†’ 0

dikatakan barisan eksak terpisah jika Im(𝑓) = ker (𝑔) merupakan hasil jumlah langsung di 𝑀 (Adkins dan Weintraub, 1992).

Contoh 2.4.7

Berdasarkan pada Contoh 2.5.3, diketahui bahwa:

Im(𝑓) = ker(𝑔)

= 2β„€ 12℀⁄ = {0 + 12β„€, 2 + 12β„€, 4 + 12β„€, 6 + 12β„€, 8 + 12β„€, 10 + 12β„€}.

Oleh karena itu, barisan eksak pendek pada Contoh 2.4.6 merupakan barisan eksak terpisah.

26

Barisan eksak merupakan barisan eksak terpisah jika memenuhi syarat seperti pada Teorema 2.4.5.

Teorema 2.4.5 Diberikan barisan

0 β†’ 𝑀1β†’ 𝑀𝑓 β†’ 𝑀𝑔 2β†’ 0

merupakan barisan eksak pendek dari modul atas 𝑅, maka pernyataan berikut ekuivalen:

i) terdapat homomorfisma 𝛼: 𝑀 β†’ 𝑀1 sehingga 𝛼 ∘ 𝑓 = 1𝑀1; ii) terdapat homomorfisma 𝛽: 𝑀2 β†’ 𝑀 sehingga 𝑔 ∘ 𝛽 = 1𝑀2; iii) barisan tersebut merupakan barisan eksak terpisah.

Jika kondisi tersebut terpenuhi, maka:

𝑀 β‰Œ πΌπ‘š(𝑓) βŠ• ker(𝛼) β‰Œ ker (𝑔) βŠ• πΌπ‘š(𝛽) β‰Œ 𝑀1βŠ• 𝑀2

(Adkins dan Weintraub, 1992).

Teorema 2.4.6 Diberikan

0 β†’ 𝑀1β†’ π‘€πœ™ β†’ π‘€πœ“ 2 (2) merupakan barisan dari modul atas 𝑅 dan homomorfisma modul atas 𝑅. Oleh karena itu Barisan (2) merupakan barisan eksak jika dan hanya jika barisan

0 β†’ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑀1)πœ™β†’ π»π‘œπ‘šβˆ— 𝑅(𝑁, 𝑀)πœ“β†’ π»π‘œπ‘šβˆ— 𝑅(𝑁, 𝑀2) (3) merupakan barisan eksak dari modul atas β„€ untuk semua modul 𝑁 atas 𝑅. Jika 𝑀1β†’ π‘€πœ™ β†’ π‘€πœ“ 2 β†’ 0 (4) merupakan barisan dari modul atas 𝑅 dan homomorfisma modul atas 𝑅, maka Barisan (4) eksak jika dan hanya jika barisan

0 β†’ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑀2, 𝑁)πœ“

βˆ—

β†’ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑀, 𝑁)πœ™

βˆ—

β†’ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑀1, 𝑁) (5) merupakan barisan eksak dari modul atas β„€ untuk semua modul 𝑁 atas 𝑅 (Adkins dan Weintraub, 1992).

27

Bukti:

Asumsikan Barisan (2) merupakan barisan eksak dan modul 𝑁 merupakan sembarang modul atas 𝑅. Diketahui bahwa 𝑓 ∈ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑀) dan πœ™βˆ—(𝑓) = 0, maka

0 = πœ™ ∘ 𝑓(π‘₯) = πœ™(𝑓(π‘₯)),

untuk semua π‘₯ ∈ 𝑁. πœ™ bersifat injektif, sehingga 𝑓(π‘₯) = 0 untuk semua π‘₯ ∈ 𝑁.

Oleh karena itu 𝑓 = 0 dan πœ™βˆ— bersifat injektif.

Diketahui πœ“ ∘ πœ™ = 0 (karena Barisan (2) merupakan barisan eksak di 𝑀), diperoleh

πœ“βˆ—(πœ™βˆ—(𝑓)) = πœ“ ∘ πœ™βˆ—(𝑓) = πœ“ ∘ πœ™ ∘ 𝑓 = 0,

untuk setiap 𝑓 ∈ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑀). Dengan demikian, Im(πœ™βˆ—) βŠ† ker(πœ“βˆ—). Andaikan 𝑔 ∈ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑀) dengan πœ“βˆ—(𝑔) = 0, πœ“(𝑔(π‘₯)) = 0 untuk semua π‘₯ ∈ 𝑁. Jika ker(πœ“) = Im(πœ™), untuk setiap π‘₯ ∈ 𝑁, maka 𝑔(π‘₯) = πœ™(𝑦) dengan 𝑦 ∈ 𝑀1. Diketahui πœ™ bersifat injektif, 𝑦 merupakan unik berdasarkan persamaan

𝑔(π‘₯) = πœ™(𝑦). Hal ini memungkinkan untuk mendefinisikan fungsi 𝑓: 𝑁 β†’ 𝑀1 oleh 𝑓(π‘₯) = 𝑦 dengan 𝑔(π‘₯) = 𝑦. Karena πœ™βˆ—(𝑓) = 𝑔, dapat disimpulkan ker(πœ“βˆ—) = Im(πœ™βˆ—). Jadi, Barisan (3) merupakan barisan eksak.

Sebaliknya, asumsikan Barisan (3) merupakan eksak untuk semua modul 𝑁 atas 𝑅. Akibatnya, πœ™βˆ— bersifat injektif, untuk setiap modul 𝑁 atas 𝑅. Diberikan 𝑁 = ker(πœ™) dan 𝚀: 𝑁 β†’ 𝑀1, sehingga πœ™βˆ—(𝚀) = πœ™ ∘ 𝚀 = 0.

πœ™βˆ—: π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑀1) β†’ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑀) bersifat injektif, 𝚀 = 0, 𝑁 = (0). Oleh karena itu, πœ™ bersifat injektif.

Diberikan 𝑁 = 𝑀1,diperoleh

0 = (πœ“βˆ—βˆ˜ πœ™βˆ—)(1𝑀1) = πœ“ ∘ πœ™.

Dengan demikian Im(πœ™) βŠ† ker(πœ“). Diberikan 𝑁 = ker(πœ“) dan 𝚀: 𝑁 β†’ 𝑀.

Diketahui πœ“βˆ—(𝚀) = πœ“ ∘ 𝚀 = 0, eksak dari Barisan (3) berimplikasi bahwa 𝚀 = πœ™βˆ—(𝛼), untuk suatu 𝛼 ∈ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑀1). Dengan demikian,

Im(πœ™) βŠ‡ Im(𝚀) = 𝑁 = ker(πœ“),

dan menghasilkan Barisan (2) merupakan barisan eksak. ∎

28

Teorema 2.4.7

Diberikan modul 𝑀 atas ring 𝑅. Jika

0 β†’ 𝑀1β†’ π‘€πœ™ β†’ π‘€πœ“ 2β†’ 0 (6) merupakan barisan eksak terpisah dari modul atas ring 𝑅, maka barisan

0 β†’ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑀1)πœ™β†’ π»π‘œπ‘šβˆ— 𝑅(𝑁, 𝑀)πœ“β†’ π»π‘œπ‘šβˆ— 𝑅(𝑁, 𝑀2) β†’ 0 (7) dan

0 β†’ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑀2, 𝑁)πœ“β†’ π»π‘œπ‘šβˆ— 𝑅(𝑀, 𝑁)πœ™β†’ π»π‘œπ‘šβˆ— 𝑅(𝑀1, 𝑁) β†’ 0……… (8) merupakan barisan eksak terpisah dari grup komutatif (Adkins dan Weintraub, 1992).

Bukti:

Akan dibuktikan bahwa Barisan (7) dan (8) merupakan barisan eksak terpisah.

Berdasarkan Teorema 2.4.5, akan ditunjukkan bahwa πœ“βˆ— bersifat surjektif dan terdapat pemisahan pada Barisan (7). Diambil sebarang 𝛽: 𝑀2β†’ 𝑀 Barisan eksak terpisah (6) dan misalkan 𝑓 ∈ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑀2). Akibatnya,

πœ“βˆ—βˆ˜ π›½βˆ—(𝑓) = πœ“βˆ—(𝛽 ∘ 𝑓) = (πœ“ ∘ 𝛽) ∘ 𝑓 = (1𝑀2) ∘ 𝑓

= (1π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁,𝑀2))(𝑓).

Dengan demikian diperoleh πœ“βˆ—βˆ˜ π›½βˆ— = (1π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁,𝑀2)). Jadi πœ“βˆ— bersifat surjektif dan barisan π›½βˆ— merupakan barisan eksak terpisah. ∎

Sebelum membahas mengenai definisi modul bebas, terlebih dahulu akan didefinisikan mengenai ideal utama.

Definisi 2.4.12

Diberikan ring komutatif dengan elemen satuan (𝑅, +, . ). Ideal di 𝑅 disebut ideal utama jika 𝐼 dapat dibangun oleh suatu elemen dalam 𝑅, yaitu ada π‘Ž ∈ 𝑅 sehingga 𝐼 = βŒ©π‘ŽβŒͺ = βŒ©π‘Ÿπ‘Ž|π‘Ÿ ∈ 𝑅βŒͺ (Adkins dan Weintraub, 1992).

29

Untuk lebih memahami definisi tersebut, berikut ini diberikan contoh ideal utama.

Contoh 2.4.8

1) Di dalam ring β„€, ideal-ideal berikut adalah ideal utama: 〈2βŒͺ, 〈4βŒͺ, 〈11βŒͺ, dan seterusnya.

2) Di dalam ring β„€[π‘₯], ideal-ideal berikut adalah ideal utama: 〈π‘₯βŒͺ, 〈2βŒͺ, 〈π‘₯3βŒͺ, dan seterusnya.

Suatu ideal disebut sebagai ideal utama jika memiliki satu elemen pembangun tunggal. Berikut ini diberikan definisi daerah ideal utama.

Definisi 2.4.13

Daerah integral 𝑅 disebut daerah ideal utama (DIU) jika setiap idealnya merupakan ideal utama, yakni setiap idealnya dapat dibangun oleh satu elemen (Adkins dan Weintraub, 1992).

Berikut ini contoh daerah ideal utama.

Contoh 2.4.9

1) β„€, ℝ[π‘₯], 𝐹, dan β„€[𝑖] merupakan daerah ideal utama.

2) β„€[π‘₯], β„€[βˆšβˆ’3], dan ℝ[π‘₯, 𝑦] bukan merupakan daerah ideal utama.

Definisi 2.4.14

Diberikan modul 𝑀 atas ring 𝑅. Himpunan bagian 𝑋 βŠ† 𝑀 dikatakan bergantung linear jika terdapat elemen π‘₯1, π‘₯2, … , π‘₯𝑛 di 𝑋 dan elemen π‘Ÿ1, π‘Ÿ2, … , π‘Ÿπ‘› di 𝑅 yang tidak semua nol sedemikian sehingga π‘Ÿ1π‘₯1+ π‘Ÿ2π‘₯2+ β‹― + π‘Ÿπ‘›π‘₯𝑛 = 0. Himpunan yang tidak bergantung linear disebut himpunan bebas linear (Adkins dan Weintraub, 1992).

Definisi 2.4.15

Diberikan modul 𝑀 atas ring 𝑅. Himpunan 𝑋 dikatakan basis untuk modul 𝑀 jika 𝑋 membangun modul 𝑀 atas ring 𝑅 dan 𝑋 bebas linear (Adkins dan Weintraub, 1992).

30

Definisi 2.4.16

Modul 𝑀 atas ring 𝑅 disebut modul bebas (π‘“π‘Ÿπ‘’π‘’ 𝑅 βˆ’ π‘šπ‘œπ‘‘π‘’π‘™π‘’) apabila modul tersebut memiliki basis (Adkins dan Weintraub, 1992).

Definisi 2.4.17

Diberikan daerah integral 𝑅 dan modul 𝑀 atas ring 𝑅. Elemen π‘₯ ∈ 𝑀 disebut elemen torsi jika terdapat π‘Ÿ ∈ 𝑅 βˆ’ {0}, sehingga π‘Ÿπ‘₯ = 0𝑀. Modul 𝑀 dikatakan modul torsi jika setiap elemen di 𝑀 merupakan elemen torsi, dinotasikan dengan 𝑀 = 𝑀𝑇. Modul 𝑀 disebut modul bebas torsi jika elemen torsi di 𝑀 hanya 0𝑀, atau dengan kata lain 𝑀𝑇 = {0𝑀} (Adkins dan Weintraub, 1992).

Proposisi 2.4.1

Jika 𝑅 merupakan daerah integral dan 𝑀 modul bebas atas ring 𝑅, maka 𝑀 adalah modul bebas torsi (Adkins dan Weintraub, 1992).

Bukti:

Misalkan 𝑀 adalah modul bebas dengan basis 𝑆 = {π‘₯𝑗}

π‘—βˆˆπ½ dan misalkan π‘₯ ∈ π‘€πœ. Oleh karena itu, π‘Žπ‘₯ = 0 untuk beberapa π‘Ž β‰  0 ∈ 𝑅. Untuk π‘₯ = βˆ‘π‘—βˆˆπ½π‘Žπ‘—π‘₯𝑗, sehingga

0 = π‘Žπ‘₯ = βˆ‘ (π‘Žπ‘Žπ‘—)π‘₯𝑗.

π‘—βˆˆπ½

Diketahui 𝑆 adalah basis dari modul 𝑀, π‘Žπ‘Žπ‘— = 0 untuk semua 𝑗 ∈ 𝐽, π‘Ž β‰  0 dan 𝑅 adalah daerah integral, sehingga π‘Žπ‘— = 0 untuk semua 𝑗 ∈ 𝐽. Oleh karena itu, π‘₯ = 0, π‘€πœ= 〈0βŒͺ. Akibatnya, 𝑀 adalah modul bebas torsi. ∎

Proposisi 2.4.2

Jika diberikan modul bebas 𝑀 atas ring 𝑅 dengan basis 𝑆, modul 𝑁 atas ring 𝑅, dan fungsi β„Ž: 𝑆 β†’ 𝑁, maka terdapat dengan tunggal 𝑓 ∈ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑀, 𝑁) sedemikian sehingga 𝑓|𝑠 = β„Ž (Adkins dan Weintraub, 1992).

31

Bukti:

Misalkan 𝑆 = {π‘₯𝑗}

π‘—βˆˆπ½. Setiap π‘₯ ∈ 𝑀 dapat ditulis menjadi π‘₯ = βˆ‘π‘—βˆˆπ½π‘Žπ‘—π‘₯𝑗 dengan tak hingga banyaknya π‘Žπ‘— adalah tidak nol. Didefinisikan 𝑓: 𝑀 β†’ 𝑁 maka

𝑓(π‘₯) = βˆ‘π‘—βˆˆπ½π‘Žπ‘—β„Ž(π‘₯𝑗). ∎

Teorema 2.4.8

Jika 𝑅 ring komutatif dan 𝑀, 𝑁 merupakan modul bebas atas ring 𝑅 yang dibangun secara berhingga, maka π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑀, 𝑁) merupakan modul bebas atas ring 𝑅 yang dibangun secara berhingga (Adkins dan Weintraub, 1992).

Bukti:

Misalkan 𝐡 = {𝑣1, … , π‘£π‘š} merupakan basis dari modul 𝑀 dan 𝐢 = {𝑀1, … , 𝑀𝑛} merupakan basis dari modul 𝑁. Didefinisikan 𝑓𝑖𝑗 ∈ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑀, 𝑁) untuk

1 ≀ 𝑖 ≀ π‘š dan 1 ≀ 𝑗 ≀ 𝑛 sehingga

𝑓𝑖𝑗(π‘£π‘˜) = {𝑀𝑗 jika π‘˜ = 𝑖, 0 jika π‘˜ β‰  𝑖.

𝑓𝑖𝑗 merupakan elemen dari π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑀, 𝑁) yang didefinisikan secara tunggal berdasarkan Proposisi 2.4.2.

Misalkan 𝑓𝑖𝑗: 1 ≀ 𝑖 ≀ π‘š; 1 ≀ 𝑗 ≀ 𝑛 merupakan basis dari π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑀, 𝑁).

Misalkan 𝑓 ∈ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑀, 𝑁) dan 𝑓(𝑣𝑖) = π‘Žπ‘–1𝑀1+ β‹― + π‘Žπ‘–π‘›π‘€π‘› untuk 1 ≀ 𝑖 ≀ π‘š.

Misalkan

𝑔 = βˆ‘ βˆ‘ π‘Žπ‘–π‘—π‘“π‘–π‘—

𝑛

𝑗=1 π‘š

𝑖=1

maka 𝑔(π‘£π‘˜) = π‘Žπ‘˜1𝑀1+ β‹― + π‘Žπ‘˜π‘›π‘€π‘› = 𝑓(π‘£π‘˜) untuk 1 ≀ π‘˜ ≀ π‘š, jadi 𝑔 = 𝑓 merupakan dua homomorfisma dengan basis 𝑀. Oleh karena itu,

{𝑓𝑖𝑗: 1 ≀ 𝑖 ≀ π‘š; 1 ≀ 𝑗 ≀ 𝑛 } membangun π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑀, 𝑁). ∎

Proposisi 2.4.3

Setiap modul 𝑀 atas ring 𝑅 adalah lapangan hasil bagi dari modul bebas dan jika modul 𝑀 dibangun secara berhingga, maka 𝑀 adalah lapangan hasil bagi dari modul 𝑀 atas ring 𝑅 yang dibangun secara berhingga (Adkins dan Weintraub, 1992).

32

Bukti:

Misalkan 𝑆 = {π‘₯𝑗}

π‘—βˆˆπ½ adalah himpunan yang dibangun untuk modul 𝑀 atas ring 𝑅 dan misalkan 𝐹 =βŠ•π‘—βˆˆπ½π‘…π‘— dengan 𝑅𝑗 = 𝑅 merupakan modul bebas atas ring 𝑅.

Didefinisikan homomorfisma πœ“: 𝐹 β†’ 𝑀 sehingga πœ“ ((π‘Žπ‘—)

π‘—βˆˆπ½) = βˆ‘π‘—βˆˆπ½π‘Žπ‘—π‘₯𝑗.

Diketahui 𝑆 merupakan himpunan yang membangun modul 𝑀, πœ“ merupakan fungsi yang bersifat surjektif dan 𝑀 β‰… 𝐹 ker(πœ“) .⁄ Catatan jika |𝑆| < ∞ maka 𝐹 dibangun secara berhingga. Diketahui 𝑀 merupakan hasil bagi dari 𝐹, sehingga πœ‡(𝑀) ≀ πœ‡(𝐹). Tetapi 𝐹 merupakan modul bebas dengan indeks 𝑗 sehingga πœ‡(𝐹) ≀ |𝐽|, dan 𝐽 merupakan indeks yang membangun modul 𝑀, berimplikasi bahwa πœ‡(𝐹) ≀ πœ‡(𝑀) jika 𝑆 merupakan himpunan pembangun minimal dari modul 𝑀. Oleh karena itu, πœ‡(𝐹) = πœ‡(𝑀). ∎

Definisi 2.4.18

Diberikan 𝑀 adalah modul atas 𝑅 maka barisan eksak pendek 0 β†’ 𝐾 β†’ 𝐹 β†’ 𝑀 β†’ 0

dengan 𝐹 merupakan modul bebas atas 𝑅 merupakan presentasi bebas dari 𝑀 (Adkins dan Weintraub, 1992).

Proposisi 2.4.4

Jika 𝐹 adalah modul bebas atas 𝑅, maka setiap barisan eksak pendek 0 β†’ 𝑀1 β†’ 𝑀→ 𝐹 β†’ 0 𝑓

dari modul atas 𝑅 adalah eksak terpisah (Adkins dan Weintraub, 1992).

Bukti:

Misalkan 𝑆 = {π‘₯𝑗}

π‘—βˆˆπ½ adalah basis dari modul bebas 𝐹. Karena 𝑓 surjektif, untuk setiap 𝑗 ∈ 𝐽 terdapat elemen 𝑦𝑗 ∈ 𝑀 sedemikian sehingga 𝑓(𝑦𝑗) = π‘₯𝑗 = 1𝐹(π‘₯𝑗).

Didefinisikan β„Ž: 𝑆 β†’ 𝑀 dengan β„Ž(π‘₯𝑗) = 𝑦𝑗. Berdasarkan Proposisi 2.4.2, terdapat dengan tunggal 𝛽 ∈ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝐹, 𝑀), sehingga 𝛽|𝑠 = β„Ž. Karena

𝑓 ∘ 𝛽(π‘₯𝑗) = π‘₯𝑗= 1𝐹(π‘₯𝑗) untuk setiap 𝑗 ∈ 𝐽. Akibatnya, 𝑓 ∘ 𝛽 = 1𝐹. ∎

33

Akibat 2.4.1

Diberikan 𝑁 merupakan modul atas 𝑅 dan 𝐹 merupakan modul bebas atas 𝑅. Jika 0 β†’ 𝑀1β†’ π‘€πœ™ β†’ 𝐹 β†’ 0 (9) πœ“ merupakan barisan eksak pendek dari modul atas 𝑅, maka

0 β†’ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑀1)πœ™β†’ π»π‘œπ‘šβˆ— 𝑅(𝑁, 𝑀)πœ“β†’ π»π‘œπ‘šβˆ— 𝑅(𝑁, 𝐹) β†’ 0

merupakan barisan eksak terpisah dari grup abel (𝑅 βˆ’ π‘šπ‘œπ‘‘π‘’π‘™ jika 𝑅 komutatif) (Adkins dan Weintraub, 1992).

Bukti:

Berdasarkan Proposisi 2.4.4, Barisan (9) merupakan barisan eksak terpisah. ∎

Salah satu bentuk khusus dari modul atas ring 𝑅 yaitu modul proyektif. Modul proyektif berkaitan dengan modul bebas dan barisan eksak. Sebelum diberikan definisi modul proyektif, berikut ini diberikan teorema yang berkaitan dengan modul proyektif.

Teorema 2.4.9

Modul 𝑃 atas ring 𝑅 ekuivalen dengan:

(1) Setiap barisan eksak pendek dari modul atas 𝑅

0 β†’ 𝑀1β†’ 𝑀 β†’ 𝑃 β†’ 0 adalah barisan eksak terpisah.

(2) Terdapat modul 𝑃′ pada modul atas ring 𝑅 sedemikian rupa sehingga 𝑃 βŠ• 𝑃′

adalah modul bebas atas ring 𝑅.

(3) Untuk setiap 𝑁 pada modul atas ring 𝑅 dan homomorfisma modul atas ring 𝑅 bersifat surjektif dengan pemetaan πœ“: 𝑀 β†’ 𝑃, homomorfisma

πœ“βˆ—: π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑀) β†’ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑃) surjektif.

(4) Untuk setiap homomorfisma modul atas ring 𝑅 surjektif dengan pemetaan πœ™: 𝑀 β†’ 𝑁, homomorfisma

πœ™βˆ—: π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝑀) β†’ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝑁) surjektif (Adkins dan Weintraub, 1992).

34

Bukti:

(1) ⟹ (2) Misalkan barisan 0 β†’ 𝐾 β†’ 𝐹 β†’ 𝑃 β†’ 0. Barisan ini merupakan barisan eksak pendek terpisah. Berdasarkan Teorema 2.4.5, diperoleh

𝐹 β‰Œ 𝑃 βŠ• 𝐾. Akibatnya, terdapat modul 𝐾 atas ring 𝑅 sedemikian sehingga 𝑃 βŠ• 𝐾 merupakan modul bebas atas ring 𝑅.

(2) ⟹ (3) Misalkan 𝐹 = 𝑃 βŠ• 𝑃′ adalah modul bebas. Diberikan homomorfisma modul atas ring 𝑅 bersifat surjektif dengan pemetaan πœ“: 𝑀 β†’ 𝑃, misalkan πœ“β€² = 𝑀 βŠ• 𝑃′ β†’ 𝑃 βŠ• 𝑃′= 𝐹 dengan πœ“β€²((π‘š, π‘ž)) = (πœ“(π‘š), π‘ž) untuk setiap (π‘š, π‘ž) ∈ 𝑀 βŠ• 𝑃′ adalah homomorfisma surjektif, sehingga terdapat barisan eksak

0 β†’ ker(πœ“β€²) β†’ 𝑀 βŠ• π‘ƒβ€²πœ“β€²β†’ 𝐹 β†’ 0. (8) Berdasarkan Proposisi 2.4.4, karena 𝐹 adalah modul bebas berimplikasi bahwa Barisan (8) adalah barisan eksak terpisah. Teorema 2.4.6 menunjukkan bahwa

πœ“βˆ—β€²: π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑀 βŠ• 𝑃′) β†’ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑃 βŠ• 𝑃′)

adalah homomorfisma surjektif. Selanjutnya, akan ditunjukkan bahwa homomorfisma

πœ“βˆ—: π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑀) β†’ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑃)

surjektif. Misalkan 𝑓 ∈ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑃) dan 𝑓′ = 𝚀 ∘ 𝑓, dengan 𝚀: 𝑃 β†’ 𝑃 βŠ• 𝑃′.

Diperoleh bahwa 𝑓′ ∈ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑃 βŠ• 𝑃′). Karena πœ“βˆ—β€² surjektif, maka terdapat 𝑓̃ ∈ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑁, 𝑀 βŠ• 𝑃′) dengan πœ“βˆ—β€²(𝑓̃) = 𝑓′. Misal πœ‹: 𝑀 βŠ• 𝑃′ β†’ 𝑀 dan πœ‹β€²: 𝑃 βŠ• 𝑃′ β†’ 𝑃 adalah pemetaan proyeksi dengan πœ‹((π‘š, π‘ž)) = π‘š dan πœ‹β€²(𝑝, π‘ž) = 𝑝. Kedua pemetaan tersebut merupakan homomorfisma.

Perhatikan bahwa πœ‹β€²βˆ˜ 𝚀 = 𝚀 𝑝 dan πœ“ ∘ πœ‹ = πœ‹β€²βˆ˜ πœ“β€² sehingga πœ“βˆ—(πœ‹ ∘ 𝑓̃) = πœ“ ∘ (πœ‹ ∘ 𝑓̃)

= πœ‹β€²βˆ˜ πœ“β€²βˆ˜ 𝑓̃

35

= πœ‹β€²βˆ˜ 𝑓′ = (πœ‹β€² ∘ 𝚀) ∘ 𝑓

= 𝑓

Oleh karena itu, πœ“βˆ— adalah homomorfisma surjektif.

(3) β‡’ (4) Misalkan barisan 0 β†’ 𝐾 β†’ 𝐹→ 𝑃 β†’ 0 merupakan presentasi bebas πœ“ dari 𝑃 (free presentation of 𝑃). Berdasarkan syarat (3), homomorfisma πœ“βˆ—: π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝐹) β†’ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝑃) (9) surjektif. Sehingga terdapat 𝛽 ∈ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝐹) sedemikian sehingga

πœ“βˆ—(𝛽) = 1𝑝, sehingga πœ“ ∘ 𝛽 = 1𝑝. Misalkan πœ™: 𝑀 β†’ 𝑁 merupakan 𝑅 βˆ’homomorfisma modul surjektif. Akan dibuktikan bahwa πœ™βˆ—: π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝑀) β†’ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝑁) merupakan homomorfisma surjektif.

Misalkan 𝑓 ∈ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝑁). Diagram komutatif dari 𝑅 βˆ’homomorfisma modul sebagai berikut.

𝐹→ 𝑃 β†’ 0πœ“

↓𝑓 𝑀→ 𝑁 β†’ 0πœ™ dengan baris eksak. Misalkan 𝑆 = {π‘₯𝑗}

π‘—βˆˆπ½ adalah basis dari 𝐹. πœ“ merupakan 𝑅 βˆ’homomorfisma modul surjektif, dengan 𝑦𝑗 ∈ 𝑀 untuk setiap 𝑗 ∈ 𝐽 sedemikian sehingga πœ™(𝑦𝑗) = 𝑓 ∘ πœ“(π‘₯𝑗) untuk setiap 𝑗 ∈ 𝐽. Berdasarkan Proposisi 2.4.2, terdapat 𝑅 βˆ’homomorfisma modul 𝑔: 𝐹 β†’ 𝑀 sedemikian sehingga 𝑔(π‘₯𝑗) = 𝑦𝑗 untuk setiap 𝑗 ∈ 𝐽. Diketahui

(πœ™ ∘ 𝑔)(π‘₯𝑗) = πœ™(𝑦𝑗) = (𝑓 ∘ πœ“)(π‘₯𝑗) untuk setiap 𝑗 ∈ 𝐽, sehingga πœ™ ∘ 𝑔 = 𝑓 ∘ πœ“. Didefinisikan 𝑓̃ ∈ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝑀) adalah 𝑓̃ = 𝑔 ∘ 𝛽 dan

πœ™βˆ—(𝑓̃) = πœ™ ∘ (𝑔 ∘ 𝛽) = 𝑓 ∘ πœ“ ∘ 𝛽

= 𝑓 ∘ 1𝑝 = 𝑓.

36

Oleh karena itu, πœ™βˆ—: π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝑀) β†’ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝑁) adalah homomorfisma surjektif.

(4) β‡’ (1) Pada barisan eksak pendek 0 β†’ 𝑀1β†’ 𝑀→ 𝑃 β†’ 0, fungsi πœ“: 𝑀 β†’ 𝑃 πœ“ bersifat surjektif. Misalkan 𝑁 = 𝑃, diperoleh

πœ“βˆ—: π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝑀) β†’ π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝑃)

adalah surjektif. Misalkan 𝛽: 𝑃 β†’ 𝑀 dengan πœ“βˆ—(𝛽) = 1𝑝 ekuivalen dengan πœ“ ∘ 𝛽 = 1𝑝. Akibatnya, 𝛽 adalah barisan eksak terpisah. ∎

Untuk lebih memahami tentang modul proyektif, maka diberikan definisi berikut ini.

Definisi 2.4.19

Jika modul 𝑃 pada modul atas ring 𝑅 memenuhi salah satu pernyataan pada Teorema 2.4.9, maka 𝑃 disebut modul proyektif atas ring 𝑅 (Adkins dan Weintraub, 1992).

Berikut ini adalah beberapa karakterisasi dari modul proyektif.

Proposisi 2.4.5

Setiap modul bebas atas ring 𝑅 merupakan modul proyektif atas ring 𝑅 (Adkins dan Weintraub, 1992).

Akibat 2.4.2

Diberikan 𝑅 suatu daerah integral. Jika 𝑃 adalah modul proyektif atas ring 𝑅, maka 𝑃 adalah modul bebas torsi atas ring 𝑅 (Adkins dan Weintraub, 1992).

Bukti:

Berdasarkan Teorema 2.4.9, 𝑃 adalah submodul dari modul bebas 𝐹 atas ring 𝑅.

Berdasarkan Proposisi 2.4.1, setiap modul bebas pada daerah integral adalah bebas torsi, dan setiap submodul dari modul bebas torsi adalah bebas torsi. ∎

37

Akibat 2.4.3

Suatu modul 𝑃 atas ring 𝑅 merupakan modul proyektif atas ring 𝑅 yang dibangun secara berhingga jika dan hanya jika 𝑃 merupakan hasil jumlah langsung dari suatu modul bebas atas ring 𝑅 yang dibangun secara berhingga (Adkins dan Weintraub, 1992).

Bukti:

Misalkan modul 𝑃 adalah modul yang dibangun secara berhingga dan proyektif.

Berdasarkan Proposisi 2.4.3, terdapat presentasi bebas 0 β†’ 𝐾 β†’ 𝐹 β†’ 𝑃 β†’ 0

Sedemikian sehingga 𝐹 adalah modul bebas dan πœ‡(𝐹) = πœ‡(𝑃) < ∞. Berdasarkan Teorema 2.4.5, modul 𝑃 merupakan hasil jumlah langsung dari 𝐹.

Kemudian, asumsikan bahwa modul 𝑃 adalah hasil jumlah langsung dari modul bebas 𝐹 atas ring 𝑅 yang dibangun secara berhingga. Jadi 𝑃 adalah modul proyektif, dan jika 𝑃 βŠ• 𝑃′ β‰… 𝐹 maka 𝐹/𝑃′ β‰… 𝑃 sehingga modul 𝑃 dibangun secara berhingga. ∎

Berikut ini akan diberikan suatu sifat yang menjelaskan bahwa modul proyektif atas ring 𝑅 dapat terbentuk oleh jumlah langsung dari tak hingga banyak modul proyektif atas ring 𝑅.

Proposisi 2.4.6 Diberikan {𝑃𝑗}

π‘—βˆˆπ½ merupakan keluarga modul proyektif atas ring 𝑅 dan modul 𝑃 =βŠ•π‘—βˆˆπ½π‘ƒπ‘— atas ring 𝑅. Modul 𝑃 merupakan modul proyektif jika dan hanya jika 𝑃𝑗 merupakan modul proyektif untuk setiap 𝑗 ∈ 𝐽 (Adkins dan Weintraub, 1992).

Bukti:

Diberikan 𝑃 merupakan modul proyektif. Berdasarkan Teorema 2.4.9, terdapat modul 𝑃′ atas ring 𝑅 sedemikian sehingga 𝑃 βŠ• 𝑃′ = 𝐹 merupakan modul bebas atas ring 𝑅. Sehingga

𝐹 = 𝑃 βŠ• 𝑃′ = (βŠ•π‘—βˆˆπ½π‘ƒπ‘—) βŠ• 𝑃′.

Oleh karena itu, setiap 𝑃𝑗 merupakan hasil jumlah langsung dari modul bebas 𝐹 atas ring 𝑅. Dengan demikian, 𝑃𝑗 adalah proyektif.

38

Sebaliknya, diberikan 𝑃𝑗 adalah proyektif untuk setiap 𝑗 ∈ 𝐽 dan misalkan 𝑃𝑗′

merupakan modul atas ring 𝑅 sedemikian sehingga 𝑃𝑗 βŠ• 𝑃𝑗′ = 𝐹𝑗 adalah modul bebas. Sehingga

𝑃 βŠ• (βŠ•π‘—βˆˆπ½π‘ƒπ‘—β€²) β‰…βŠ•π‘—βˆˆπ½(𝑃𝑗 βŠ• 𝑃𝑗′) β‰…βŠ•π‘—βˆˆπ½πΉπ‘—.

Diketahui hasil jumlah langsung dari modul bebas adalah bebas, maka 𝑃 merupakan hasil jumlah langsung dari modul bebas, sehingga 𝑃 adalah proyektif. ∎

Proposisi 2.4.7

Diberikan ring komutatif 𝑅. Jika 𝑃 dan 𝑄 merupakan modul proyektif atas ring 𝑅 yang dibangun secara berhingga, maka π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝑄) merupakan modul proyektif atas ring 𝑅 yang dibangun secara berhingga (Adkins dan Weintraub, 1992).

Bukti:

Diberikan 𝑃 dan 𝑄 merupakan modul proyektif atas ring 𝑅 yang dibangun secara berhingga, terdapat modul 𝑃′ dan 𝑄′ atas ring 𝑅 sedemikian sehingga 𝑃 βŠ• 𝑃′ dan 𝑄 βŠ• 𝑄′ merupakan modul bebas yang dibangun secara berhingga. Oleh karena itu, berdasarkan Teorema 2.4.8, π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃 βŠ• 𝑃′, 𝑄 βŠ• 𝑄′) merupakan modul bebas yang dibangun secara berhingga.

π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃 βŠ• 𝑃′, 𝑄 βŠ• 𝑄′)

β‰… π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝑄) βŠ• π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝑄′) βŠ• π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃′, 𝑄) βŠ• π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃′, 𝑄′)

Sehingga π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝑄) merupakan hasil jumlah langsung dari modul bebas atas ring 𝑅 yang dibangun secara berhingga. Oleh karena itu, π»π‘œπ‘šπ‘…(𝑃, 𝑄) merupakan proyektif dan dibangun secara berhingga berdasarkan Akibat 2.4.2. ∎

Sebelum diberikan suatu sifat agar ideal di dalam suatu daerah integral 𝑅 membentuk suatu modul proyektif atas ring 𝑅, terlebih dahulu akan diberikan definisi mengenai invertible ideal.

39

Definisi 2.4.20

Diberikan 𝑅 adalah suatu daerah integral dan 𝑆 adalah lapangan hasil bagi dari 𝑅.

Ideal 𝐼 di 𝑅 dikatakan invertible jika terdapat elemen π‘Ž1, … , π‘Žπ‘› ∈ 𝐼 dan 𝑏1, … . , 𝑏𝑛 ∈ 𝑆 sedemikian sehingga:

i) 𝑏𝑖𝐼 ∈ 𝑅 untuk setiap 𝑖 ∈ {1,2, … , 𝑛},

ii) π‘Ž1𝑏1+ π‘Ž2𝑏2+ β‹― + π‘Žπ‘›π‘π‘› = 1 (Adkins dan Weintraub, 1992).

Contoh 2.4.10

Diberikan 𝑅 = β„€[βˆšβˆ’5] dan ideal 𝐼 = 〈2,1 + βˆšβˆ’5βŒͺ. Diketahui 𝐼 bukan merupakan ideal utama, maka akan ditunjukkan 𝐼 merupakan invertible ideal.

Misal π‘Ž1 = 2, π‘Ž2= 1 + βˆšβˆ’5, 𝑏1= βˆ’1, dan 𝑏2= (1 βˆ’ βˆšβˆ’5) 2⁄ , maka diperoleh π‘Ž1𝑏1+ π‘Ž2𝑏2 = βˆ’2 + 3 = 1. Jelas bahwa π‘Ž1𝑏1, π‘Ž2𝑏2∈ 𝑅 sehingga diperoleh 𝑏1𝐼 ∈ 𝑅 dan 𝑏2𝐼 ∈ 𝑅. Sehingga terbukti bahwa 𝐼 merupakan invertible ideal.

Setelah diberikan definisi dan contoh dari invertible ideal, berikut ini diberikan suatu sifat dari ideal di dalam suatu daerah integral 𝑅 membentuk suatu modul proyektif atas ring 𝑅.

Teorema 2.4.10

Diberikan 𝑅 adalah suatu daerah integral dan ideal 𝐼 di 𝑅. Ideal 𝐼 merupakan modul proyektif atas ring 𝑅 jika dan hanya jika 𝐼 merupakan suatu invertible ideal (Adkins dan Weintraub, 1992).

Bukti:

Misalkan 𝐼 invertible, pilih π‘Ž1, … , π‘Žπ‘› ∈ 𝐼 dan 𝑏1, … , 𝑏𝑛 pada lapangan hasil bagi 𝐾 atas ring 𝑅 sehingga syarat pada Definisi 2.4.19 terpenuhi. Misalkan fungsi πœ™: 𝑅𝑛 β†’ 𝐼 didefinisikan oleh

πœ™(π‘₯1, … , π‘₯𝑛) = π‘Ž1π‘₯1+ β‹― + π‘Žπ‘›π‘₯𝑛, dan didefinisikan 𝛽: 𝐼 β†’ 𝑅𝑛, dengan

𝛽(π‘Ž) = (π‘Žπ‘1, … , π‘Žπ‘π‘›).

π‘Žπ‘π‘– ∈ 𝑅, untuk setiap 𝑖 berdasarkan syarat (i) pada Definisi 2.4.20. Syarat (ii) pada Definisi 2.4.19 menunjukkan bahwa

40

πœ™ ∘ 𝛽(π‘Ž) = βˆ‘ π‘Žπ‘–(π‘Žπ‘π‘–) = π‘Ž (βˆ‘ π‘Žπ‘–π‘π‘–

𝑛

𝑖=1

) = π‘Ž

𝑛

𝑖=1

untuk setiap π‘Ž ∈ 𝐼. Oleh karena itu πœ™ ∘ 𝛽 = 1𝑝 dan Teorema 2.4.5 mengimplikasikan bahwa 𝐼 adalah hasil jumlah langsung dari modul bebas 𝑅𝑛 atas ring 𝑅, jadi 𝐼 merupakan modul proyektif atas ring 𝑅.

Sebaliknya, asumsikan bahwa ideal 𝐼 βŠ† 𝑅 merupakan modul proyektif atas ring 𝑅.

Sehingga 𝐼 merupakan hasil jumlah langsung dari modul bebas 𝐹 atas ring 𝑅, jadi terdapat homomorfisma modul atas ring 𝑅 dengan pemetaan πœ™: 𝐹 β†’ 𝐼 dan 𝛽: 𝐼 β†’ 𝐹 sedemikian sehingga πœ™ ∘ 𝛽 = 1𝑓. Diberikan 𝑆 = {π‘₯𝑗}

π‘—βˆˆπ½ merupakan basis dari modul 𝐹. Untuk π‘₯ ∈ 𝐼, 𝛽(π‘₯) ∈ 𝐹 unik sehingga

𝛽(π‘₯) = βˆ‘π‘—βˆˆπ½π‘π‘—π‘₯𝑗 (10) untuk setiap 𝑗 ∈ 𝐽, misalkan πœ“π‘—(π‘₯) = 𝑐𝑗. Diberikan πœ“π‘—: 𝐼 β†’ 𝑅 merupakan homomorfisma modul atas ring 𝑅. Jika π‘Žπ‘— = πœ™(π‘₯𝑗) ∈ 𝐼, maka

i) untuk setiap π‘₯ ∈ 𝐼, πœ“π‘—(π‘₯) = 0 kecuali untuk sebanyak berhingga 𝑗 ∈ 𝐽;

ii) untuk setiap π‘₯ ∈ 𝐼, Persamaan (10) menunjukkan bahwa π‘₯ = πœ™(𝛽(π‘₯)) = βˆ‘ πœ“π‘—(π‘₯)π‘Žπ‘—

π‘—βˆˆπ½

.

Diberikan π‘₯ β‰  0 dan 𝑗 ∈ 𝐽, didefinisikan 𝑏𝑗 ∈ 𝐾 (𝐾 merupakan lapangan hasil bagi dari ring 𝑅) sehingga

𝑏𝑗 =πœ“π‘—(π‘₯) π‘₯ .

Elemen 𝑏𝑗 ∈ 𝐾 bergantung pada 𝑗 ∈ 𝐽 tetapi tidak pada elemen π‘₯ β‰  0 ∈ 𝐼.

Misalkan π‘₯β€² β‰  0 ∈ 𝐼 merupakan elemen lain dari 𝐼. Sehingga π‘₯β€²πœ“π‘—(π‘₯) = πœ“π‘—(π‘₯β€²π‘₯) = πœ“π‘—(π‘₯π‘₯β€²) = π‘₯πœ“π‘—(π‘₯β€²) jadi πœ“π‘—(π‘₯) π‘₯⁄ =πœ“π‘—(π‘₯β€²)

π‘₯β€² . Oleh karena itu, untuk setiap 𝑗 ∈ 𝐽 dikatakan unik yang didefinisikan oleh 𝑏𝑗 ∈ 𝐾 terhingga banyaknya 𝑏𝑗 tidak nol. Jika π‘₯ β‰  0 ∈ 𝐼 maka

π‘₯ = βˆ‘ πœ“π‘—(π‘₯)π‘Žπ‘— = βˆ‘(𝑏𝑗π‘₯)π‘Žπ‘— = π‘₯ (βˆ‘ π‘π‘—π‘Žπ‘—

𝑛

𝑗=1

) .

𝑛

𝑗=1 𝑛

𝑗=1

Untuk π‘₯ β‰  0 dari persamaan tersebut menghasilkan π‘Ž1𝑏1+ β‹― + π‘Žπ‘›π‘π‘› = 1

41

dengan π‘Ž1, … , π‘Žπ‘› ∈ 𝐼 dan 𝑏1, … , 𝑏𝑛 ∈ 𝐾. 𝑏𝑗𝐼 βŠ† 𝑅 untuk 1 ≀ 𝑗 ≀ 𝑛. Namun, jika π‘₯ β‰  0 ∈ 𝐼 maka 𝑏𝑗π‘₯ = πœ“π‘—(π‘₯)/π‘₯ sehingga 𝑏𝑗π‘₯ = πœ“π‘—(π‘₯) ∈ 𝑅. Oleh karena itu, 𝐼 merupakan invertible ideal dan terbukti bahwa 𝐼 merupakan modul proyektif atas ring 𝑅 ∎

Dokumen terkait