• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA A.Tinjauan Teoritis

1. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Perusahaan memiliki kewajiban sosial atas apa yang terjadi disekitar lingkungan masyarakat. Selain menggunakan dana dari pemegang saham, perusahaan juga menggunakan dana dari sumber daya lain yang berasal dari masyarakat (konsumen) sehingga hal yang wajar jika masyarakat mempunyai harapan tertentu terhadap perusahaan.

Dauman dan Hargreaves (1992) dalam Hasibuan (2001) menyatakan bahwa tanggung jawab perusahaan dapat dibagi menjadi tiga level yaitu: basic

responsibility, organization responsibility, dan sociental responses.

a. Basic Responsibility (BR)

Pada level pertama, menghubungkan tanggung jawab yang pertama suatu perusahan, yang muncul karena keberadaan perusahaan tersebut seperti; perusahaan harus membayar pajak, memenuhi hukum, memenuhi standar pekerjaan, dan memuaskan pemegang saham. Bila tanggung jawab pada level ini tidak dipenuhi akan menimbulkan dampak yang sangat serius.

b. Organization responsibility (OR)

Pada level kedua ini menunjukan tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi perubahan kebutuhan “Stakeholder” seperti pekerja, pemegang saham, dan masyarakat di sekitarnya.

c. Sociental Responses (SR)

Pada level ketiga, menunjukan tahapan ketika interaksi antara bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat yang demikian kuat sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan, terlibat dengan apa yang terjadi dalam lingkungannya secara keseluruhan. Ebert (2003) mendefinisikan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate

social responsibility) sebagai usaha perusahaan untuk menyeimbangkan

komitmen-komitmennya terhadap kelompok-kelompok dan individual-individual dalam lingkungan perusahaan tersebut, termasuk didalamnya adalah pelanggan, perusahaan-perusahaan lain, para karyawan, dan investor. CSR memberikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders yang melebihi tanggung jawab di bidang hukum (Darwin, 2004). Dalam kemajuan industri sekarang, tekanan masyarakat kepada perusahaan agar mereka melakukan pembenahan sistem operasi perusahaan menjadi suatu sistem yang memiliki kepedulian dan tanggung jawab terhadap sosial sangat kuat, perkembangan tekhnologi dan industri yang pesat dituntut untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sekitar.

Penerapan CSR dalam perusahaan-perusahaan diharapkan selain memiliki komitmen finansial kepada pemilik atau pemegang saham (shareholders), tapi juga memiliki komitmen sosial terhadap para pihak lain yang berkepentingan, karena CSR merupakan salah satu bagian dari strategi bisnis perusahaan dalam jangka panjang.

Ada beberapa hal yang menjadi tujuan dari corporate social responsibility (CSR).

1. Untuk meningkatkan citra perusahaan dan mempertahankan, biasanya secara implisit, asumsi bahwa perilaku perusahaan secara fundamental adalah baik.

2. Untuk membebaskan akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi adanya kontrak sosial di antara organisasi dan masyarakat. Keberadaan kontrak sosial ini menuntut dibebaskannya akuntabilitas sosial.

3. Sebagai perpanjangan dari pelaporan keuangan tradisional dan tujuannya adalah untuk memberikan informasi kepada investor.

Untuk itulah maka pertanggungjawaban sosial perusahaan (CSR) perlu diungkapkan dalam perusahaan sebagai wujud pelaporan tanggung jawab sosial kepada masyarakat.

a. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Menurut Hackston dan Milne (1996), tanggung jawab sosial perusahaan sering disebut juga sebagai corporate social reporting atau social disclosure merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan (Sembiring, 2005). Hal tersebut memperluas tanggung jawab organisasi dalam hal ini perusahaan, di luar peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal, khususnya pemegang saham.

Alasan utama mengapa suatu pengungkapan diperlukan adalah agar pihak investor dapat melakukan suatu informed decision dalam pengambilan keputusan investasi. Berkaitan dengan keputusan investasi, investor memerlukan tambahan informasi yang tidak hanya informasi tambahan tapi informasi non keuangan. Kebutuhan itu didorong oleh adanya perubahan manajerial yang menyebabkan terjadinya perluasan kebutuhan investor akan informasi baru yang mampu menginformasikan hal-hal yang bersifat kulitatif yang berkaitan dengan perusahaan. Informasi kualitatif dipandang memiliki nilai informasi yang mampu menjelaskan fenomena yang terjadi, bagaimana fenomena tersebut dapat terjadi, dan tindakan apa yang akan diambil oleh manajemen terhadap fenomena tersebut. Informasi kualitatif ini dapat diungkapkan dalam laporan tahunan (annual report) perusahaan.

Menurut Gray et. al (1995) ada dua pendekatan yang secara signifikan berbeda dalam melakukan penelitian tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Pertama, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mungkin diperlakukan sebagai suatu suplemen dari aktivitas akuntansi konvensional. Pendekatan ini secara umum akan menganggap masyarakat keuangan sebagai pemakai utama pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan cenderung membatasi persepsi tentang tanggung jawab sosial yang dilaporkan. Pendekatan alternatif kedua dengan meletakkan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada suatu pengujian peran informasi dalam hubungan masyarakat dan organisasi. Pandangan yang lebih luas ini telah menjadi sumber utama kemajuan dalam pemahaman tentang

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan sekaligus merupakan sumber kritik yang utama terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Banyak teori yang menjelaskan mengapa perusahaan cenderung mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut. Gray et, al (1995) dalam Sulastini (2007) menyebutkan ada tiga studi yaitu : decision-usefulness study, economic

theory study, dan social and political theory studies.

a. Decision-usefulness study

Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti menemukan bahwa informasi sosial dibutuhkan users, seperti analis, banker, dan pihak lain yang terlibat. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa informasi aktivitas sosial perusahaan berada pada posisi moderately important.

b. Economic theory study

Studi dalam corporate responsibility reporting ini mendasari pada

Economic agency theory dan Accounting positivism theory yang

menganologikan manajemen sebagai agen dari suatu prinsipal. Prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau traditional users lain. Namun, pengertian users tersebut telah berkembang menjadi seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan sebagai agen, manajemen akan berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan publik (stakeholder).

c. Social and political theory studies

Bidang ini menggunakan teori stakeholder, teori legitimasi organisasi, dan teori ekonomi publik. Teori stakeholder mengamsusikan bahwa perusahaan berusaha mencari pembenaran dari para stakeholder dalam menjalankan operasi perusahaannya. Semakin kuat posisi stakeholder, semakin besar kecenderungan perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan stakeholder-nya.

Menurut Murtanto (2006) dalam Media Akuntansi, pengungkapan kinerja perusahaan seringkali dilakukan secara sukarela (voluntary disclosure) oleh perusahaan. Ada beberapa alasan-alasan perusahaan mengungkapkan kinerja sosial secara sukarela.

a. Internal Decision Making. Manajemen membutuhkan informasi untuk

menentukan efektivitas informasi sosial tertentu dalam mencapai tujuan sosial perusahaan. Walaupun hal ini sulit diidentifikasi dan diukur, namun analissis secara sederhana lebih baik daripada tidak sam sekali.

b. Product Differentiation. Manajer perusahaan memiliki insentif untuk

membedakan diri dari pesaing yang tidak bertanggung jawab secara sosial kepada masyarakat. Akuntansi kontemporer tidak memisahkan pencatatan biaya dan manfaat aktivitas sosial perusahaan dalam laporan keuangan, sehingga perusahaan yang tidak peduli sosial akan terlihat lebih sukses daripada perusahaan yang peduli. Hal ini mendorong perusahaan yang peduli sosial untuk mengungkapkan

informasi tersebut sehingga masyarakat dapat membedakan mereka dari perusahaan lain.

c. Enlightened Self Interest. Perusahaan melakukan pengungkapan untuk

menjaga keselarasan sosialnya dengan para stakeholder karena mereka dapat mempengaruhi pendapatan penjualan dan harga saham perusahaan.

Pengungkapan sosial dalam tanggung jawab perusahaan sangat perlu dilakukan, karena bagaimanapun juga perusahaan memperoleh nilai tambah dari kontribusi masyarakat di sekitar perusahaan termasuk dari penggunaan sumber-sumber sosial (social resources). Jika aktivitas perusahaan menyebabkan kerusakan sumber-sumber sosial maka dapat timbul adanya biaya sosial (social cost) yang harus ditanggung oleh masyarakat, sedang apabila perusahaan meningkatkan mutu social resources maka akan menimbulkan social benefit (manfaat sosial).

b. Pelaporan Informasi Sosial Perusahaan

Ada dua jenis ungkapan dalam pelaporan keuangan yang telah ditetapkan oleh badan yang memiliki otoritas di pasar modal. Pertama adalah ungkapan wajib (mandatory disclosure), yaitu informasi yang harus di ungkapkan oleh emiten yang diatur oleh peraturan pasar modal di suatu negara. Kedua adalah ungkapan sukarela (voluntary disclosure), yaitu ungkapan yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh standar yang ada.

Pengungkapan sosial yang diungkapkan perusahaan merupakan informasi yang sifatnya sukarela. Perusahaan memiliki kebebasan untuk mengungkapkan informasi yang tidak diharuskan oleh badan penyelenggara pasar modal. Keragaman dalam pengungkapan disebabkan oleh entitas yang dikelola oleh manajer yang memiliki filosofis manajerial yang berbeda dan keluasan dalam kaitannya dengan pengungkapan informasi kepada masyarakat.

IAI dalam PSAK No. 1 (revisi 1998) paragraf 09 secara implisit menyarankan untuk mengungkapkan tanggung jawab akan masalah lingkungan dan sosial.

Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup laporan nilai tambah, khususnya bagi industri di mana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.

Pernyataan di atas secara jelas menyebutkan bahwa perusahaan pertanggungjawab terhadap lingkungan sekitarnya terutama perusahaan industri yang meninggalkan limbah, apabila limbah tidak diolah terlebih dahulu akan mencemari lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu dengan adanya PSAK No.1 tersebut diharapkan kesadaran perusahaan terhadap lingkungan bertambah. Sedangkan peraturan yang mengatur tentang tanggung jawab sosial diatur dalam Undang-Undang R.I. No. 40 Tahun 2007 pasal 74 ayat (1) tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan menjelaskan : Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan

sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Standar pelaporan pengungkapan sosial masih belum memiliki standar yang baku, sehingga jumlah dan cara pengungkapan informasi sosial bergantung kepada kebijakan dari pihak manajemen perusahaan. Hal ini mengakibatkan timbulnya variasi luas pengungkapan informasi sosial dalam laporan tahunan masing-masing perusahaan.

c. Karakteristik Perusahaan dalam Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

Dalam pencapaian efisiensi dan sebagai sarana akuntabilitas publik pengungkapan menjadi faktor yang signifikan. Pengungkapan laporan keuangan tidak lepas dari pengaruh karakteristik perusahaan dimana pengungkapan itu dikeluarkan. Pengungkapan sukarela sangat dipengaruhi oleh biaya dan manfaat dari pengungkapan tersebut, dan perbandingan antara manfaat dan biaya tersebut akan sangat ditentukan oleh karakteristik-karakteristik tertentu dari perusahaan yang bersangkutan (Almilia, 2007:2).

Karakteristik perusahaan dapat menjelaskan variasi luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan, karakteristik perusahaan merupakan prediktor kualitas pengungkapan (Lang and Lundholm, (1993) dalam Anggraini (2006)). Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda satu entitas dengan entitas lainnya. Menurut Lang and Lundholm, (1993) dalam Anggraini (2006) “karakteristik perusahaan meliputi antara lain struktur permodalan, pemilik saham, profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan, struktur kepemilikan, sektor perusahaan, status perusahaan, dan lain-lain.”

Dalam penelitian ini karakteristik perusahaan yang mempengaruhi pengungkapan sosial diproksikan kedalam size perusahaan, profitabilitas, ukuran dewan komisaris, kepemilikan manajemen dan leverage.

a. Size Perusahaan

Size perusahaan merupakan variabel yang banyak digunakan untuk

menjelaskan pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam laporan tahunan yang dibuat. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Hal ini disebabkan karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar daripada perusahaan kecil.

Secara teoritis perusahaan besar tidak lepas dari tekanan politis, yaitu tekanan untuk melakukan pertanggungjawaban sosial. Pengungkapan sosial yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis bagi perusahaan (Hasibuan, 2001). Dengan mengungkapkan kepedulian pada lingkungan melalui pelaporan keuangan, maka perusahaan dalam jangka

waktu panjang bisa terhindar dari biaya yang sangat besar akibat dari tuntutan masyarakat. Selain itu perusahaan besar mempunyai kompleksitas dan dasar pemilikan yang lebih luas dibandingkan perusahaan kecil, sehingga perusahaan besar akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak.

Ukuran perusahaan dibagi tiga (3) kelompok, yaitu: perusahaan kecil, perusahaan menengah dan perusahaan besar. Berdasarkan Undang Undang No. 9 tahun 1995, ukuran perusahaan dikelompokkan atas:

1. perusahaan kecil, aset kurang dari Rp. 200.000.000 diluar tanah dan bangunan,

2. perusahaan menengah, aset lebih besar dari Rp. 200.000.000 dan lebih kecil dari Rp. 5.000.000.000 diluar tanah dan bangunan,

3. perusahaan besar, aset lebih dari Rp. 5.000.000.000 diluar tanah dan bangunan.

a. Profitabilitas

Pengungkapan mengenai pertanggungjawaban sosial perusahaan mencerminkan suatu pendekatan perusahaan dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan yang dinamis dan bersifat multidimensi. Hubungan antara pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan profitabilitas perusahaan telah diyakini mencerminkan pandangan bahwa reaksi sosial memerlukan gaya manajerial yang sama dengan yang dilakukan pihak manajemen untuk membuat perusahaan memperoleh keuntungan (Browman dan Haire (1976) dalam Sitepu (2008)).

Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kapada pemegang saham (Heinze (1976) dalam Hackston&Milne (1996)). Menurut teori keagenan mengatakan semakin besar perolehan laba yang didapat, semakin luas informasi sosial yang diungkapkan perusahaan. Itu dilakukan untuk mengurangi biaya keagenan yang muncul. Hal ini berarti, semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosialnya.

c. Ukuran Dewan Komisaris

Dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak. Komposisi individu yang bekerja sebagai anggota dewan komisaris merupakan hal penting dalam memonitor aktivitas manajemen secara efektif (Fama dan Jesen, 1983, dalam Sitepu, 2008).

Dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan akan dipandang lebih baik, karena pihak dari luar akan menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan perusahaan dengan lebih objektif dibanding perusahan yang memiliki susunan dewan komisaris yang hanya berasal dari dalam perusahaan.

Dewan komisaris terdiri dari inside dan outside director yang akan memiliki akses informasi khusus yang berharga dan sangat membatu dewan komisaris serta menjadikannya sebagai alat efektif dalam keputusan pengendalian. Sedangkan fungsi dewan komisaris itu sendiri adalah

mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi) dan bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan (Mulyadi, 2002).

Coller dan Gregory 1999 dalam Sitepu (2008) menyatakan bahwa semakin besar anggota dewan komisaris maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan memonitoring, sehingga yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial, maka tekanan terhadap manajemen akan semakin besar untuk mengungkapkannya.

d. Kepemilikan Manajemen

Mehran (1992) dalam Rosmasita (2007) mengartikan kepemilikan manajemen sebagai proporsi saham biasa yang dimiliki oleh manajemen. Manajemen yang memiliki saham perusahaan tentunya akan menselaraskan kepentingannya dengan kepentingan sebagai pemegang saham. Sementara manajer yang tidak memiliki saham perusahaan, ada kemungkinan hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Kepemilikan manjamen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah saham yang dimiliki oleh Dewan Komisaris dan Direktur.

Semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan. Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial

dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray, et. al., (1998)). e. Leverage

Rasio Leverage merupakan proporsi total hutang terhadap ekuitas pemegang saham. Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu hutang.

Perjanjian terbatas seperti perjanjian hutang yang tergambar dalam tingkat leverage dimaksudkan membatasi kemampuan manajemen untuk menciptakan transfer kekayaan antar pemegang saham dan pemegang obligasi. Menurut Belkoui dan Karpik (1989) keputusan untuk mengungkapkan informasi sosial akan mengikuti suatu pengeluaran untuk pengungkapan yang menurunkan pendapatan. Sesuai dengan teori agensi maka manajemen dengan tingkat leverage yang tinggi akan mengurangi pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuatnya agar tidak menjadi sorotan daripada pihak kreditur.

Tambahan informasi seperti informasi sosial diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur (Meek, et.al (1995) dalam Sulastini (2007)). Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan leverage yang rendah.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pengungkapan sosial ini telah dilakukan oleh Rosmasita (2007) yang menguji pengaruh kepemilikan manajemen, leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas pada perusahaan manufaktur selama periode 2004-2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan semua variabel independen berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sosial. Tetapi secara parsial hanya variabel kepemilikan manajemen yang berpengaruh signifikan tarhadap pengungkapan sosial.

Penelitian lain dilakukan oleh Sulastini (2007) yang menguji pengaruh size perusahaan, profitabilitas, ukuran dewan komisaris dan profile pada perusahaan manufaktur periode 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan semua variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan sosial. Tetapi secara parsial hanya variabel profitabilitas yang tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial.

Sitepu (2008) menguji pengaruh ukuran dewan komisaris, tingkat

leverage, ukuran perusahaan dan tingkat profitabilitas pada perusahaan

manufaktur periode 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan semua variabel independen yang diteliti berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan sosial. Tetapi secara parsial ukuran dewan komisaris dan profitabilitas yang berpengaruh terhadap pengungkapan sosial.

Penelitian terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel Uraian

Hardhina Rosmasita (2007) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan sosial (social disclosure) dalam laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur di BEJ Variabel independen dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajemen,

leverage, size dan

profitabilitas sedangkan varibel dependennya adalah pengungkapan sosial Hasil penelitian menunjukkan secara simultan semua variabel berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sosial tetapi secara parsial hanya variabel kepemilikan manajemen yang berpengaruh terhadap pengungkapan sosial Sri Sulastini (2007) Pengaruh karakteristik perusahaan terhadap social disclosure perusahaan manufaktur yang telah go public Variabel independen dalam penelitian ini adalah size, profitabilitas, ukuran dewan komisaris dan profile sedangkan variabel dependennya adalah pengungkapan sosial Hasil penelitian

menunjukkan bahwa secara simultan semua variabel independen berpengaruh signifikan terhadap

pengungkapan sosial tetapi secara parsial hanya variabel profitabilitas yang tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial Andre Christian Sitepu (2008) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan tahunan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ Variabel independen dalam penelitian ini adalah ukuran dewan komisaris, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan tingkat profitabilitas sedangkan variabel dependennya adalah pengungkapan sosial

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa secara simultan semua variabel independen berpengaruh signifikan terhadap

pengungkapan sosial tetapi secara parsial variabel ukuran dewan komisaris dan profitabilitas yang berpengaruh terhadap pengungkapan sosial

Pengungkapan Sosial (Y) Karakteristik Perusahaan Size Perusahaan (X1) Profitabilitas (X2) Ukuran Dewan Komisaris (X3) Leverage (X5) Kepemilikan Manajemen (X4) C. Kerangka Konseptual

Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori yang berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefenisikan sebagai masalah penting (Sumarni, 2006:27). Kerangka konseptual menggambarkan hubungan masing-masing variable independen terhadap variable dependen dan hubungan variable independen secara keseluruhan terhadap variable dependen, dan kerangka konseptual dibangun berdasarkan tinjauan pustaka dan perumsan masalah. Kerangka konseptual penelitian ini digambarkan sebagai berikut (Gambar 2.1).

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual Penelitian H1 H2 H3 H4 H5 H6

Size perusahaan diukur melalui total aktivanya. Apabila jumlah aktivanya

besar maka perusahaan tersebut termasuk dalam perusahaan besar. Semakin besar perusahaan maka semakin luas pengungkapan sosialnya. Profitabilitas diukur dengan Return On Asset (ROA). Semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosialnya.

Ukuran dewan komisaris dihitung dengan melihat jumlah anggota dewan komisaris dalam perusahaan. Semalin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan semakin efektif. Dikaitkan dengan pengungkapan sosial, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapnya.

Kepemilikan Manajemen diukur melalui persentase kepemilikan manajemen dalam perusahaan. Semakin besar kepemilikan manajemen, maka semakin besar juga pengungkapan sosialnya. Leverage ditunjukkan melalui Debt

to Equity Ratio (DER), semakin tinggi leverage maka semakin besar juga

pengungkapan sosialnya.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara atau dugaan sementara dari sebuah pertanyaan atau pernyataan yang kebenarannya dapat dibuktikan melalui suatu penelitian. Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual peneliti menentukan dan akan menguji hipotesis sebagai berikut :

H1 : Size perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan sosial perusahaan manufaktur.

H2 : Profitabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan sosial perusahaan manufaktur.

H3 : Ukuran dewan komisaris berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan sosial perusahaan manufaktur.

H4 : Kepemilikan Manajemen berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan sosial perusahaan manufaktur.

H5 : Leverage berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan sosial perusahaan manufaktur.

H6 : Karakteristik perusahaan (size, profitabilitas, ukuran dewan komisaris, kepemilikan manajemen dan leverage) berpengaruh secara simultan terhadap pengungkapan sosial perusahaan manufaktur.

Dokumen terkait